PENGARUH HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PKN MATERI HARGA DIRI KELAS III TERHADAP TINGKAT HARGA DIRI SISWA GUGUS DIPONEGORO KECAMATAN ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

(1)

PENGARUH HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PKN

MATERI HARGA DIRI KELAS III

TERHADAP TINGKAT HARGA DIRI SISWA

GUGUS DIPONEGORO KECAMATAN ADIWERNA

KABUPATEN TEGAL

SKRIPSI

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh

Nur Afina Hanifah 1401411577

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

v Motto

Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. (Q.S Al-Ghafir: 44)

Diantara tanda berpalingnya Allah Subhanahu Wata‟ala dari seorang hamba

adalah Allah menjadikan kesibukannya pada hal-hal yang tidak bermanfaat baginya. (Hasan Al-Bashri)

Persembahan

1. Untuk Bapak Kariri, Ibu Siti Mariyani, dan kedua adikku, Hafiyyan Anwaruddin, Adri Fadhillah, serta keluarga besarku yang selalu mendoakan dan memotivasiku; 2. Sahabat dan teman-teman seperjuangan PGSD UNNES angkatan 2011 yang telah membantu dan memotivasiku.


(6)

vi

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata‟ala yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu dengan judul “Pengaruh Hasil Belajar Mata Pelajaran PKn Materi Harga Diri Kelas III terhadap Tingkat Harga Diri Siswa Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna”. Penulis menyadari bahwa dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi penulis dibimbing, diarahan, didukungan, dan dibantuan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan penulis menjadi salah satu mahasiswa di Universitas Negeri Semarang.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian.

5. Drs. Sigit Yulianto, M.Pd., Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi.


(7)

vii

7. Guru Kelas III SD Negeri di Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal yang telah memberikan waktu dan bimbingannya untuk membantu kelancaran penulis dalam melaksanakan penelitian.

8. Teman-teman PGSD UNNES UPP Tegal angkatan 2011.

9. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam penyusunan skripsi.

Semoga dengan adanya skripsi ini dapat memberikan bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Tegal, 25 Mei 2015


(8)

viii

Hanifah, Nur Afina. 2015. Pengaruh Hasil Belajar Mata Pelajaran PKn Materi Harga Diri Kelas III terhadap Tingkat Harga Diri Siswa Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Sigit Yulianto, M.Pd.

Kata Kunci: teori bloom; harga diri; hasil belajar

Hasil belajar dapat diambil dari tiga ranah menurut Bloom yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga ranah tersebut merupakan satu-kesatuan yang utuh dan tidak dapat berdiri sendiri-sendiri serta saling berkaitan satu sama lain. Hasil belajar dapat dilihat dari perubahan perilaku pada siswa. Perubahan perilaku inilah yang menjadi tanda siswa telah meraih keberhasilan dalam belajar di SD Negeri di Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan: (1) tingkat harga diri siswa kelas III di sejumlah SD Negeri di Gugus Diponegoro; dan (2) hubungan dan pengaruh hasil belajar mata pelajaran PKn materi Harga Diri kelas III terhadap tingkat harga diri siswa Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode ex post facto. Populasi penelitian ini ialah siswa kelas III SD Negeri di Gugus Diponegoro yang berjumlah 365 siswa. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling dengan perhitungan sampel sebanyak 191 siswa yang tersebar di SD penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) nilai signifikansi sebesar 0,003 dan nilai thitung sebesar 2,971 lebih besar dari nilai ttabel yaitu 1,97260, sehingga

dapat disimpulkan H0 ditolak dan Ha diterima karena 0,003 < 0,05. Oleh karena

itu dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara hasil belajar materi Harga Diri dengan tingkat harga diri siswa; (2) hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 20 menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,211 yang berarti hubungan sangat lemah antara hasil belajar materi Harga Diri dengan tingkat harga diri; (3) koefisien determinasi (R2) bernilai 0,045 menunjukkan persentase sumbangan pengaruh hasil belajar materi Harga Diri sebesar 4,5%. Artinya, sebesar 4,5% tingkat harga diri siswa dipengaruhi oleh hasil belajar materi Harga Diri sedangkan 95,5% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Dari hasil penelitian maka guru hendaknya tidak hanya memberikan penilaian dari aspek kognitif saja, akan tetapi aspek afektif juga perlu dinilai. Selain itu, penekanan nilai-nilai yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan merupakan hal yang tidak dapat diremehkan. Dengan meningkatnya hasil belajar siswa, maka sikap siswapun akan meningkat, sehingga guru dalam proses belajar mengajar perlu memasukkan nilai-nilai pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar pada ranah afektif siswa.


(9)

ix

Halaman

JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Pembatasan Masalah ... 7

1.4 Rumusan Masalah ... 7

1.5 Tujuan Penelitian ... 8

1.6 Manfaat Penelitian ... 8

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 8

1.6.2 Manfaat Praktis ... 9

2 KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1 Kajian Teori ... 10

2.1.1 Belajar ... 10

2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Belajar ……… ... 12

2.1.3 Hasil Belajar ... 14


(10)

x

2.1.6 Pengertian Harga Diri ... 21

2.1.7 Karakteristik Anak yang Memiliki Harga Diri ... 22

2.1.8 Empat Kondisi Harga Diri ... 23

2.1.9 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Harga Diri ... 26

2.2 Hubungan Antarvariabel ... 27

2.3 Penelitian yang Relevan ... 28

2.4 Kerangka Berpikir ... 33

2.5 Hipotesis Penelitian ... 34

3 METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Desain Penelitian ... 35

3.2 Populasi dan Sampel ... 36

3.2.1 Populasi ... 36

3.2.2 Sampel ... 37

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 38

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.4.1 Skala Psikologi ... 40

3.4.2 Dokumentasi ... 40

3.4.3 Wawancara ... 40

3.5 Instrumen Penelitian ... 41

3.5.1 Validitas ... 42

3.5.2 Reliabilitas ... 44

3.6 Metode Analisis Data ... 44

3.6.1 Analisis Deskriptif ... 44

3.6.2 Uji Prasyarat Penelitian ... 45

3.6.3 Pengujian Hipotesis ... 46

4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Gambaran Umum ... 50

4.2 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ... 52

4.3 Uji Prasyarat Analisis ... 62


(11)

xi

4.5 Pembahasan ... 68

5 PENUTUP ... 75

5.1 Simpulan ... 75

5.2 Saran ... 76

Daftar Pustaka ... 77


(12)

xii

Tabel Halaman

3.1 Tabel Populasi Siswa Kelas III ... 36

3.2 Tabel Jumlah Sampel Siswa Kelas III ... 38

3.3 Kisi-Kisi Skala Harga Diri ... 41

3.4 Tabel Skor Skala Pengukuran Likert ... 42

3.5 Tabel Rekap Data Uji Validitas Konstruksi ... 43

4.1 Tabel Data Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

4.2 Tabel Hasil Analisis Deskriptif ... 52

4.3 Tabel Konversi Nilai Angka ke Nilai Huruf ... 54

4.4 Tabel Hasil Konversi Nilai ... 55

4.5 Tabel Kriteria Respon Siswa ... 57

4.6 Tabel Indeks Variabel Tingkat Harga Diri ... 60

4.7 Tabel Hasil Uji Normalitas ... 63

4.8 Tabel Anova Hasil Linearitas ... 64

4.9 Tabel Koefisien Regresi Sederhana ... 65

4.10 Analisis Korelasi ... 66

4.11 Tabel ANOVA ... 66


(13)

xiii

Gambar Halaman


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Daftar Gugus SD Inti dan SD Imbas ... 81

2 Daftar Nama Siswa Kelas IIIA SD Negeri Adiwerna 01 ... 83

3 Daftar Nama Siswa Kelas IIIB SD Negeri Adiwerna 01 ... 84

4 Daftar Nama Siswa Kelas III SD Negeri Adiwerna 02 ... 85

5 Daftar Nama Siswa Kelas III SD Negeri Adiwerna 03 ... 86

6 Daftar Nama Siswa Kelas III SD Negeri Adiwerna 04 ... 87

7 Daftar Nama Siswa Kelas III SD Negeri Adiwerna 05 ... 88

8 Daftar Nama Siswa Kelas III SD Negeri Adiwerna 06 ... 89

9 Daftar Nama Siswa Kelas III SD Negeri Adiwerna 07 ... 90

10 Daftar Nama Siswa Kelas III SD Negeri Lemahduwur 02 ... 91

11 Daftar Nama Siswa Kelas III SD Negeri Kalimati 01 ... 92

12 Daftar Nama Siswa Kelas III SD Negeri Kalimati 02 ... 93

13 Pedoman Wawancara ... 94

14 Daftar Nama Siswa Uji Coba Skala ... 95

15 Daftar Nama Siswa Sampel ... 96

16 Kisi-Kisi Skala Harga Diri Sebelum Melewati Uji Validitas ... 102

17 Skala Harga Diri Sebelum Uji Validitas ... 103

18 Tabulasi Jawaban Hasil Uji Coba Instrumen ... 111

19 Hasil Uji Validitas ... 103

20 Hasil Uji Reliabilitas ... 119

21 Kisi-Kisi Skala Harga Diri ... 120

22 Skala Harga Diri Setelah Uji Validitas ... 121

23 Nilai Total Variabel Harga Diri dan Hasil Belajar ... 127

24 Tabulasi Jawaban Sampel pada Skala Harga Diri ... 130

25 Uji Normalitas ... 139

26 Hasil Uji Linearitas ... 140


(15)

xv

28 Surat Keterangan SD Negeri Adiwerna 01 ... 142

29 Surat Keterangan SD Negeri Adiwerna 02 ... 143

30 Surat Keterangan SD Negeri Adiwerna 03 ... 144

31 Surat Keterangan SD Negeri Adiwerna 04 ... 145

32 Surat Keterangan SD Negeri Adiwerna 05 ... 146

33 Surat Keterangan SD Negeri Adiwerna 06 ... 147

34 Surat Keterangan SD Negeri Adiwerna 07 ... 148

35 Surat Keterangan SD Negeri Lemahduwur 02 ... 149

36 Surat Keterangan SD Negeri Kalimati 01 ... 150

37 Surat Keterangan SD Negeri Kalimati 02 ... 151


(16)

1

PENDAHULUAN

Pada bab 1 bagian pendahuluan, akan dijelaskan latar belakang penulis dalam melakukan penelitian. Bagian pendahuluan akan dijabarkan menjadi beberapa subbab, yaitu: (1) latar belakang masalah; (2) rumusan masalah; (3) identifikasi masalah; (4) tujuan penelitian; dan (5) manfaat penelitian.

1.1

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan setiap manusia. Pendidikan menjadi hal yang penting bukan hanya di lingkup sekolah saja, akan tetapi pendidikan juga berfungsi sebagai jembatan transfer nilai dan kebudayaan dari generasi lama ke generasi baru. Menurut Syah (2010: 10),

“pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memeroleh pengetahuan, pemahaman, dan cara

bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.” Pemerolehan pengetahuan,

pemahaman dan cara bertingkah laku didapat dari proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran inilah kesempatan guru untuk mentransfer pengetahuan yang dimiliki. Dalam Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (S.N.P) Pasal 19 ayat 1 menerangkan bahwa:

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis Peserta Didik.


(17)

Dalam pernyataan Peraturan Pemerintah tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Siswa juga diarahkan dan dibina oleh guru agar mampu mengembangkan kreativitas dan kemandiriannya sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis. Proses pengembangan kreativitas dan kemandirian inilah yang akan dialami siswa dalam proses belajar. Indikator siswa yang berhasil dalam proses belajar ialah perubahan perilaku. Oleh karena itu, tanpa belajar yang menghasilkan perubahan perilaku, siswa tidak akan memperoleh hasil dari pembelajaran.

Menurut Slameto (2013: 2) belajar ialah “suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.” Belajar dilakukan dengan kesadaran untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku. Perubahan yang dimaksud dapat berupa perubahan pola pikir, tindak-tanduk, dan lain sebagainya. Perubahan inilah yang menjadi pertanda seseorang telah berhasil dalam proses belajar ataukah belum. Sebagai patokan belajar di sekolah dasar, dalam Peraturan Pemerintah No 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (S.N.P) telah tersusun struktur kurikulum yang diajarkan di sekolah dasar. Pada pasal 77I Peraturan Pemerintah tersebut nomor 1 menyatakan bahwa:

Struktur kurikulum SD/MI, SDLB atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas muatan: (a) pendidikan agama; (b) pendidikan kewarganegaraan; (c) bahasa; (d) matematika; (e) ilmu pengetahuan alam; (f) ilmu pengetahuan sosial; (g) seni dan budaya; (h) pendidikan jasmani dan olahraga; (i) keterampilan/kejuruan; dan (j) muatan lokal.


(18)

Dalam pernyataan tersebut, salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar yaitu Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Adapun tujuan diselenggarakannya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (S.N.P) pasal 77I ayat (1) huruf b:

Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk Peserta Didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks nilai dan moral Pancasila, kesadaran berkonstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, serta komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tujuan diselenggarakannya Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di sekolah dasar sangatlah penting diajarkan. Selain tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) juga bertujuan mengolah perilaku siswa agar dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dengan menerapkan perilaku yang baik. Pada Peraturan Pemerintah No 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (S.N.P) pasal

77H ayat (1) dijelaskan bahwa “Struktur Kurikulum Pendidikan Dasar berisi muatan pembelajaran atau mata pelajaran yang dirancang untuk mengembangkan kompetensi spiritual keagamaan, sikap personal dan sosial, pengetahuan, dan

keterampilan.” Selanjutnya dijelaskan bahwa maksud dari pengembangan sikap personal dan sosial mencakup perwujudan suasana untuk meletakkan dasar kematangan sikap personal dan sosial dalam konteks belajar dan berinteraksi sosial.

Pada mata pelajaran PKn kelas III SD terdapat materi ajar mengenai harga diri. Materi Harga Diri merupakan salah satu materi ajar yang ditujukan untuk


(19)

mengembangkan sikap personal dan sosial siswa. Sehingga dalam pembelajaran siswa diharapkan mampu mengembangkan sikap personal dan sosial.

Selain keilmuan dan pengetahuan serta konsep atau fakta dalam ranah kognitif, salah satu hasil belajar menurut Sadiman (2011: 28) adalah ihwal personal, kepribadian atau sikap yang mencakup pada ranah afektif. Menurut Bloom hasil belajar mencakup ranah kognitif (hasil belajar intelektual), ranah afektif (berkenaan dengan sikap), dan ranah psikomotoris (hasil belajar keterampilan). Ketiga ranah tersebut haruslah bernilai baik untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal. Dalam penilaian hasil belajar, ketiga ranah ini tidak

dapat „kotak-kotakkan‟. Suprijono (2012: 7) memaparkan bahwa,

“Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara

keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara

fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.”

Hal ini sejalan dengan pernyataaan Sudjana (2009: 31) yang berpendapat bahwa, “Hasil belajar yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri,

tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan.”

Sehingga dapat disimpulkan, ranah kognitif dan afektif merupakan ranah yang saling berkaitan. Kedua ranah ini tidak dapat dipisahkan dan selalu berhubungan satu sama lain.

Sudjana (2009: 29) mengungkapkan, “Beberapa ahli mengatakan bahwa

sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki

penguasaan kognitif tingkat tinggi.” Sudjana melanjutkan, “Seseorang yang


(20)

sikap dan perilakunya.” Artinya, ketika siswa mendapatkan nilai yang baik dalam

ranah kognitif atau pengetahuannya, siswa juga baik dalam ranah afektif (sikap). Demikian dengan sebaliknya, ketika siswa mendapatkan nilai yang kurang baik dalam ranah kognitif, siswa juga kurang baik dalam ranah afektif (sikap). Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara penguasaan ranah kognitif yang dimiliki oleh siswa dengan tingkat afektif yang dimilikinya.

Pengaruh antara ranah kognitif dengan afektif telah diteliti dalam sejumlah penelitian. Salah satunya ialah penelitian yang telah dilakukan oleh Supriyono (2010) dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif Sosial-budaya Terhadap Pengembangan Nilai Multikultural (studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa SMA Yos Sudarso Di Jeruklegi Kabupaten Cilacap). Hasil penelitian menunjukkan bahwa materi, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (ranah kognitif) berpengaruh signifikan terhadap pengembangan nilai multikultural (ranah afektif). Selain itu, dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Aisyah Ida Zairina (2012)

dengan judul “Pengaruh Penguasaan Materi PAI Aspek Kognitif terhadap Perilaku Keagamaan Siswa Kelas XI SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang

Tahun Ajaran 2011/2012” juga menunjukkan kesimpulan yang sama, yaitu terdapat pengaruh positif yang signifikan antara penguasaan materi PAI aspek kognitif terhadap perilaku keagamaan.

Materi ajar Harga Diri adalah salah satu materi ajar kelas III. Materi ajar ini, selain membutuhkan penilaian kognitif, juga membutuhkan penilaian afektif. Sehingga, untuk mengetahui hasil belajar yang optimal pada materi ajar Harga


(21)

Diri, siswa selain menguasai pengetahuan sebagai bentuk penguasaan dalam ranah kognitif, juga dapat terdapat pengembangan harga diri dalam diri siswa sebagai bentuk hasil belajar dalam ranah afektif.

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan diperoleh informasi bahwa masih banyak siswa yang rendah tingkat harga dirinya. Hal ini ditunjukkan dari wawancara yang dilakukan di sejumlah SD. Menurut Saparyati, A.Ma. Pd, wali kelas III SD Negeri Adiwerna 2, masih banyak siswa yang tidak berani berbicara di depan kelas. Kenyataan ini dikuatkan dengan wawancara dengan sejumlah siswa di beberapa SD. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa siswa tidak memahami kekurangan dan kelebihan yang dia miliki. Selain itu siswa mengakui bahwa dirinya tidak memiliki keyakinan sebagai pemandu perilakunya, kurang berani berbicara dihadapan teman-temannya, kurang mampu untuk mengetahui bagaimana menghadapi tekanan dan stres, dan kurang dapat menentukan sikap yang harus dilakukan.

Oleh karena itu, dari pemaparan pada latar belakang masalah, penulis

bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul, “Pengaruh Hasil Belajar

Mata Pelajaran PKn Materi Harga Diri Kelas III terhadap Tingkat Harga Diri

Siswa Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna”.

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah-masalah berikut:

1.2.1 Tingkat harga diri yang masih rendah di Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna.


(22)

1.2.2 Menurut penuturan salah satu guru di SD Gugus Diponegoro, siswa tidak berani berbicara di depan kelas

1.2.3 Masih cukup banyak siswa yang sering merasa tidak memahami kekurangan dan kelebihan yang dia miliki, kurang memiliki keyakinan sebagai pemandu perilakunya, kurang mampu untuk mengetahui bagaimana menghadapi tekanan dan stres, dan kurang dapat menentukan sikap apa yang harus dilakukan.

1.2.4 Siswa mengakui bahwa dirinya tidak memiliki keyakinan terhadap sesuatu yang dilakukannya dan tidak berani berbicara di depan kelas.

1.3

Pembatasan Masalah

Penulis tidak meneliti pengaruh hasil belajar materi Harga Diri dalam keseluruhan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Akan tetapi, penulis hanya membatasi hasil belajar materi Harga Diri pada aspek kognitif. Pada tingkat harga diri siswa, penulis hanya meneliti tingkat harga diri siswa berdasarkan Clemes dan Bean yang meliputi empat kondisi harga diri yaitu keterikatan, keunikan, kekuasaan, dan model. Penelitian ini juga dibatasi harga diri yang berhubungan dengan kegiatan akademik dan pergaulan siswa. Penelitian ini hanya akan membahas pengaruh hasil belajar materi Harga Diri pada aspek kognitif (X) terhadap harga diri siswa (Y).

1.4

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka perumusan masalah


(23)

PKn materi Harga Diri kelas III terhadap tingkat harga diri siswa Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna?”

1.5

Tujuan Penelitian

Terdapat dua macam tujuan dari diadakannya penelitian ini, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Penjabaran dari tujuan umum dan tujuan khusus yaitu sebagai berikut:

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah menganalisis dan mendeskripsikan tingkat harga diri siswa kelas III di sejumlah SD Negeri di Gugus Diponegoro.

1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah menganalisis dan mendeskripsikan pengaruh hasil belajar mata pelajaran PKn materi Harga Diri kelas III terhadap tingkat harga diri siswa Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna.

1.6

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis maupun teoritis:

1.6.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini ialah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan sekaligus sebagai pengetahuan baru dibidang pendidikan.


(24)

1.6.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sejumlah pihak, diantaranya ialah:

1.6.2.1Bagi Guru

Memberikan informasi kepada guru untuk dijadikan acuan dalam proses belajar mengajar, khususnya dalam mengembangkan harga diri siswa.

1.6.2.2Bagi Siswa

Sebagai bahan masukan agar senantiasa meningkatkan hasil belajar baik dari ranah kognitif, maupun ranah afektif.

1.6.2.3Bagi Orang Tua

Memberikan informasi tentang kepribadian anak, terutama dalam sikap siswa terkait dengan harga diri.


(25)

10

KAJIAN PUSTAKA

Pada kajian pustaka akan dipaparkan kajian teori, hubungan antar variabel, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Pemaparan dari masing-masing subbab ialah sebagai berikut:

2.1 Kajian Teori

Landasan teori penelitian ini dibagi menjadi tujuh bagian: (a) belajar; (b) fakor-faktor yang memengaruhi belajar; (c) hasil belajar; (d) taksonomi Bloom; (e) pendidikan kewarganegaraan; (f) pengertian harga diri; (g) karakteristik anak yang memiliki harga diri; dan (h) empat kondisi harga diri; (i) faktor-faktor yang memengaruhi harga diri.

2.1.1 Belajar

Dari beberapa pendapat para ahli, belajar mengandung banyak pengertian.

Menurut Syah (2010: 112), “belajar pada asasnya ialah tahapan perubahan

perilaku siswa yang relatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.”

Sejalan dengan itu, Semiawan (2008: 6) menyatakan bahwa “belajar

merupakan perubahan perilaku sifat dan kemampuan yang relatif permanen, yang datang dari dalam dirinya, dan dapat ditinjau terutama dari pengaruh lingkungan atau dari faktor genetis yang berbeda antara satu dengan lainnya.” Slameto (2013:

2) berpendapat bahwa “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang


(26)

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”

Sedangkan menurut Wahyudin, dkk (2007: 3.30) “belajar adalah suatu proses

psikologis, yaitu perubahan perilaku peserta didik, baik berupa pengetahuan,

sikap, ataupun keterampilan.”

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan belajar merupakan proses perubahan perilaku yang relatif positif dan relatif permanen yang berasal dari siswa baik berupa pengetahuan, sikap, ataupun keterampilan. Perubahan perilaku tersebut terjadi setelah seseorang mempelajari sesuatu, sehingga setelah seseorang belajar maka akan terjadi perubahan perilaku pada dirinya.

Menurut Anni, dkk (2007: 2) konsep tentang belajar mengandung tiga unsur utama, yaitu: pertama, belajar berkaitan dengan perubahan perilaku. Pengukuran perubahan perilaku yang dimaksud menggunakan perbandingan antara perilaku sebelum dan setelah mengalami kegiatan belajar. Siswa yang telah belajar maka akan menunjukan perilaku dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu, dan lain sebagainya.

Kedua, perubahan perilaku terjadi didahului oleh proses pengalaman. Perubahan perilaku yang didapatkan oleh seseorang didapat dari proses pengalaman yang telah didapatkan oleh seseorang. Perubahan yang dimaksud bukan termasuk pertumbuhan, kematangan fisik, dan kekuatan fisik, karena perubahan tersebut bukan merupakan hasil belajar.

Ketiga, perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen. Perubahan perilaku ini sulit diukur. Perubahan perilaku yang dialami seseorang tidak sama antara individu satu dengan individu yang lainnya. Perubahan perilaku


(27)

yang bersifat relatif permanen dapat terjadi selama satu hari, satu minggu, atau bertahun-tahun.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Belajar

Syah (2010: 129) menyatakan bahwa secara global, faktor-faktor yang memengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni: faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar.

2.1.2.1Faktor Internal Siswa

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).

Aspek yang pertama adalah aspek fisiologis. Aspek fisiologis meliputi kondisi fisik yang dapat memengaruhi siswa dalam menyerap informasi. Kondisi kesehatan jasmani siswa dapat memengaruhi semangat dan intensitasnya dalam mengikuti pelajaran. Demikian pula dengan kondisi organ-organ khusus siswa seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat yang sangat memengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di dalam kelas.

Aspek yang kedua adalah aspek psikologis. Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat memengarui perolehan belajar siswa, diantaranya ialah; inteligensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa. Pada faktor yang termasuk aspek psikologis yang pertama ialah inteligensi siswa. Tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi


(28)

kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses.

Faktor yang kedua ialah sikap siswa. Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran yang disajikan, terlebih jika diiringi kebencian siswa kepada guru atau kepada mata pelajaran yang guru sampaikan dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.

Faktor yang ketiga ialah bakat siswa. Bakat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan pelatihan. Sehubungan dengan hal itu, bakat akan dapat memengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu.

Faktor yang keempat ialah motivasi siswa. Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme -baik manusia ataupun hewan- yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1) motivasi intrinsik, yaitu motivasi dalam diri siswa seperti perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut; 2) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar siswa seperti pujian, hadiah, peraturan/tata tertib sekolah, suri teladan orang tua dan guru, dan lain-lain.

2.1.2.2Faktor Eksternal Siswa

Sama halnya dengan faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial, faktor lingkungan nonsosial, dan faktor pendekatan belajar. Faktor yang pertama adalah faktor lingkungan sosial.


(29)

Lingkungan sosial berasal dari lingkungan sosial di sekolah dan lingkungan sosial di masyarakat. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para tenaga kependidikan (kepala sekolah dan wakil-wakilnya) dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi semangat belajar seorang siswa. Pada lingkungan sosial yang lebih banyak memengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri. Orangtua dapat memengaruhi siswa dalam kebiasaan yang dilakukan, sifat-sifat yang dilakukan oleh orang tua dan lain sebagainya.

Faktor yang kedua adalah faktor lingkungan nonsosial. Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan oleh siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Terpenuhinya faktor-faktor lingkungan nonsosial akan ikut mendukung proses belajar siswa di sekolah, sehingga, siswa dapat menyerap informasi lebih baik.

Faktor Pendekatan Belajar. Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai keefektifan segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar materi tertentu. Disamping faktor-faktor internal dan eksternal siswa, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa tersebut.

2.1.3 Hasil Belajar

Menurut Susanto (2013: 5) “hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan


(30)

Rifa‟i dan Anni (2011: 85) “hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang

diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar.”

Berbeda halnya dengan Suprijono. Suprijono (2012: 5) mengungkapkan

bahwa “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.” Selanjutnya dalam Suprijono, berdasarkan pemikiran Gagne, hasil belajar berupa: (1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis; (2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang; (3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri; (4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani dan; (5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Perubahan perilaku yang didapatkan dari hasil belajar tergantung apa yang

telah dipelajari oleh siswa. Selanjutnya, berdasarkan Rifa‟i dan Anni (2009: 85)

dinyatakan bahwa “... perubahan perilaku yang harus dicapai oleh peserta didik

setelah melaksanakan kegiatan belajar dirumuskan dalam tujuan peserta didikan.”

Tujuan belajar ini disusun berdasarkan hasil belajar yang ingin dicapai. Tujuan belajar inilah yang akan menjadi indikator penguasaan siswa terhadap materi yang telah dipelajarinya.

Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi. Sebagaimana


(31)

dikemukakan oleh Sunal (1993: 94), bahwa “evaluasi merupakan proses

penggunaan informasi untuk memenuhi kebutuhan siswa.” Selain itu, dengan

dilakukannya evaluasi atau penilaian ini dapat dijadikan feedback atau tindak lanjut, atau bahkan cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa (Susanto, 2013: 5).

2.1.4 Taksonomi Bloom

Menurut Sujana (2009: 22), “Dalam sistem pendidikan nasional rumusan

tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional,

menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom...” Klasifikasi hasil

belajar yang dibagi oleh Bloom mencakup tiga ranah, yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotorik (psychomotoric domain). Klasifikasi ini disebut dengan taksonomi Bloom.

Menurut Rifa‟i dan Anni (2009: 86) “Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual.” Pada Ranah afektif,

Rifa‟i dan Anni melanjutkan, berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Sedangkan ranah psikomotorik, Rifa‟i dan Anni menemukakan bahwa, ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti ketermpilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Dari ketiga ranah tersebut, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, terdapat penjabaran pada masing-masing ranah. Berikut adalah perincian dari ketiga ranah dalam taksonomi Bloom: 2.1.4.1Ranah Kognitif

Ranah kognitif yang pertama ialah pengetahuan. Pengetahuan berkaitan dengan kemampuan mengingat informasi yang didapatkan oleh siswa. Tipe hasil


(32)

belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya.

Kedua ialah pemahaman. Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pengetahuan adalah pemahaman. Pemahaman berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memahami/memaknai suatu materi. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan.

Ranah kognitif yang ketiga ialah aplikasi. Siswa dapat dianggap menguasai pengetahuan tingkat aplikasi apabila siswa telah mampu menggunakan materi pembelajaran yang telah dipelajari kedalam situasi baru. Artinya, siswa dapat menggeneralisasikan, meramalkan yang akan terjadi berdasarkan generalisasi tertentu, dapat menentukan tindakan atau keputusan tertentu dalam menghadapi situasi baru, serta dapat menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.

Analisis ialah ranah kognitif yang keempat. Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Artinya, siswa dapat menguraikan informasi kedalam klasifikasi, mengenal organisasi informasi, dan meramalkan sudut pandang, kerangka acuan, dan tujuan materi yang dihadapinya.

Ranah kognitif kelima ialah Sintesis. Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir divergen pemecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan. Dengan kemampuan sintesis, orang mungkin menemukan


(33)

hubungan kausal atau urutan tertentu, atau menemukan abstraksinya atau operasionalnya.

Sedangkan yang terakhir dalam ranah kognitif adalah evaluasi. Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materil, dll. Dalam tes esai,

standar atau kriteria tersebut muncul dalam bentuk frase “menurut pendapat saudara” atau “menurut teori tertentu”.

2.1.4.2Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Penilaian hasil belajar afektif kurang dapat mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai ranah kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar berikut ini dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks.

Ranah Afektif yang pertama ialah receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. Sebagai contoh dalam mempelajari suatu pengetahuan, siswa mau menerima sesuatu yang dipelajarinya.

Ranah afektif yang kedua ialah responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini


(34)

mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. Sehingga seseorang yang telah memiliki suatu informasi dapat memberikan respon atau reaksi yang berkenaan dengan informasi yang didapatkan secara tepat.

Ranah afektif yang ketiga ialah valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang telah diperoleh. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

Ranah afektif yang keempat ialah organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

Ranah afektif yang kelima ialah karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Sehingga dalam ranah ini, siswa dapat menginternalisasikan nilai ke dalam dirinya.

2.1.4.3Ranah Psikomotorik

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: (1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar); (2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; (3) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain; (4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan. (5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang


(35)

kompleks dan; (6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

2.1.5 Pendidikan Kewarganegaraan

“Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

yang berakar pada budaya bangsa Indonesia” (Susanto, 2013: 225). Lebih lanjut, Susanto menyatakan bahwa:

Nilai luhur dan moral ini diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan siswa sehari-hari, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antarwarga dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu pengantar nilai-nilai yang dianut bangsa Indonesia dan menjadi ciri khas sebuah bangsa. Dengan mempelajari PKN, maka nilai-nilai luhur dan moral bangsa Indonesia dapat diturunkan dan tetap dilestarikan sebagai ciri khas suatu bangsa. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah No 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (S.N.P) pasal 77I ayat (1) huruf b dijelaskan tujuan diselenggarakan Pendidikan Kewarganegaraan:

Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk Peserta Didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks nilai dan moral Pancasila, kesadaran berkonstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, serta komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Oleh karena itu, dengan adanya Pendidikan Kewarganegaraan, siswa dapat mengerti bagaimana cara bersikap agar menjadi warga negara yang baik.


(36)

2.1.6 Pengertian Harga Diri

Coopersmith, dalam Branden (2005: 17) menyatakan bahwa “penghargaan atas diri adalah evaluasi yang dibuat oleh individu dan dipertahankan.” Sejalan

dengan Coopersmith, Upton (2012: 210) mengungkapkan bahwa “harga diri

adalah penilaian menyeluruh tentang keberhargaan diri.”

Sedangkan menurut “Clemes dan Bean (2012: 13) harga diri adalah perasaan yang selalu terungkap sendiri dengan cara orang bereaksi”. Lain halnya

dengan Wells, dkk dalam Branden (2005: 19) yang mengungkapkan bahwa

“penghargaan atas diri adalah penilaian pribadi yang bertahan lama dan afektif dan didasarkan pada persepsi atas diri yang akurat.”

Menurut Klass dan Hodge (dalam Ghufron & Risnawita S, 2014: 41) “harga diri adalah hasil evaluasi yang dibuat dan dipertahankan oleh individu, yang diperoleh dari hasil interaksi individu dengan lingkungan, serta penerimaan

penghargaan, dan perlakuan orang lain terhadap individu tersebut.” Dalam buku

yang sama, Ghufron & Risnawita S menyimpulkan bahwa “harga diri adalah penilaian diri yang dilakukan seseorang terhadap dirinya yang didasarkan pada

hubungannnya dengan orang lain”.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan harga diri merupakan keyakinan terhadap kemampuan diri yang dimiliki seseorang akibat dari pengalaman yang didapatkan atas perlakuan yang diterima dari orang sekitarnya.

Ghufron & Risnawita S menyatakan bahwa “...harga diri bukan merupakan faktor

yang bersifat bawaan, melainkan faktor yang dapat dipelajari dan terbentuknya


(37)

dibawa sejak lahir. Harga diri dibentuk oleh seseorang sebagai akibat dari perlakuan orang lain kepadanya.

Seseorang memiliki kemampuan untuk membandingkan keadaan diri sendiri dengan keadaan/bayangan diri yang ideal. Seseorang dengan harga diri yang sehat, akan menyadari kekurangan-kekurangan yang dimilikinya sebagai ketidaksempurnaan dari bayangan diri yang ideal dan memacu diri untuk memerbaiki diri serta berkembang. Sedangkan seseorang dengan harga diri rendah akan menganggap kekurangan-kekurangan yang dimilikinya sebagai penghambat dalam berinteraksi dengan orang lain, sehingga seseorang dengan harga diri rendah cenderung sering melecehkan dirinya sendiri, merasa cemas, dan selalu gagal dalam melakukan sesuatu.

2.1.7 Karakteristik Anak yang Memiliki Harga Diri

Menurut Clemes dan Bean (2012: 15) terdapat beberapa perbedaan anak yang yang memiliki harga diri tinggi dengan anak yang memiliki harga diri rendah.

Seorang anak dengan harga diri tinggi akan: (1) merasa bangga akan prestasinya; (2) bertindak mandiri; (3) mudah memikul tanggung jawab; (4) menoleransi frustasi dengan baik; (5) menerima tantangan baru dengan penuh semangat; (6) merasa mampu memengaruhi orang lain; dan (7) menunjukkan beragam emosi dan perasaan yang luas.

Sedangkan seorang anak dengan harga diri rendah akan: (1) menghindari situasi yang menimbulkan rasa cemas; (2) melecehkan bakatnya sendiri; (3) merasa orang lain tidak menghargainya; (4) menyalahkan orang lain untuk


(38)

kelemahannya sendiri; (5) mudah dipengaruhi orang lain; (6) menjadi defensif dan mudah frustasi; (7) merasa tidak berdaya; dan (8) menunjukkan rangkaian emosi dan perasaan yang sempit.

Sedangkan Tillman (2004: 44) menyusun 12 butir refleksi penghargaan yang dapat digunakan sebagai indikator harga diri untuk anak, diantaranya ialah: (1) Penghargaan pertama adalah menghargai diri sendiri – menyadari bahwa pada dasarnya diriku begitu berharga; (2) Bagian dari menghargai diri sendiri adalah dengan mengetahui sifat-sifat positifku; (3) Penghargaan berarti tahu bagaimana diriku unik dan berharga; (4) Penghargaan berarti tahu bahwa diriku layak untuk dicintai dan memiliki banyak kemampuan; (5) Penghargaan berarti mendengarkan orang lain; (6) Penghargaan berarti tahu bahwa orang lain pun berharga; (7) Penghargaan terhadap diri sendiri adalah benih rasa percaya diri; (8) Bila kita menghargai diri sendiri, sangat mudah bagi kita untuk menghargai orang lain; (9) Bila kita menghargai orang lain, orang lain pun akan menghargai kita; (10) Dengan mengetahui betapa berharganya diri sendiri dan orang lain, kita akan dihargai oleh orang lain; (11) Setiap orang di dunia berhak untuk hidup dengan penghargaan penuh dan kehormatan, termasuk diriku dan; (12) Bagian dari menghargai adalah tahu bahwa aku bisa membuat perbedaan.

2.1.8 Empat Kondisi Harga Diri

Clemes dan Bean (2012: 28) berpendapat bahwa, “Harga diri muncul dari rasa puas yang dialami anak apabila kondisi tertentu dalam hidupnya terpenuhi.”

Kondisi tersebut dapat dijabarkan ke dalam empat kondisi harga diri, yaitu keterikata, keunikan, kekuasaan, dan model.


(39)

2.1.8.1 Keterikatan

Keterikatan terjadi apabila anak merasa puas akan jalinan hubungan yang berarti, dan pentingnya hubungan itu telah diakui oleh orang lain. Anak perlu merasakan keterikatan dengan orang-orang yang dekat dalam hidupnya seperti misalnya orang tua, keluarga, saudara kandung, teman, guru, dan sebagainya. Perasaan keterikatan ini berkaitan dengan rasa nyaman, hangat, aman, pemahaman, humor, dan iktikad baik.

Harga diri rendah khususnya ditandai oleh sempitnya hubungan yang memuaskan. Sempitnya hal tersebut menimbulkan hubungan yang sangat tergantung pada anak sehingga ia mengharapkan hampir seluruh kebutuhannya dapat dipuaskan dari sana. Artinya, ketika seorang anak hanya memiliki hubungan yang sempit dengan orang lain, maka anak akan mengharapkan seluruh kebutuhannya akan rasa nyaman, hangat, aman, dan lain sebagainya dari hubungan yang sempit tersebut, sehingga anak merasa tidak dapat melepaskan hubungan tersebut.

2.1.8.2Keunikan

Keunikan terjadi apabila anak dapat mengakui dan menghargai kualitas dan sifat yang membuatnya unik dan berbeda, dan anak merasa dihargai dan disetujui oleh orang lain karena sifat-sifat yang dimilikinya itu. Untuk dapat mengungkapkan rasa keunikan pada diri anak, maka anak perlu mengetahui hal apa saja yang membuat dirinya berbeda dengan orang lain. Hal tersebut dapat berupa kelebihan-kelebihan yang dimiliki anak. Anak dengan harga diri tinggi merasa lingkungannya menerima dengan baik perbedaan yang dimiliki anak,


(40)

sehingga anak akan merasa bangga dengan keistimewaannya yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Semua orang mencari pengakuan atas kelebihan yang dimilikinya. Sedangkan anak-anak cenderung lebih terbuka dan ekspresif pada pribadi anak yang menginginkan kelebihannya diakui oleh orang lain. Anak akan melakukan berbagai macam cara agar keistimewaan dirinya diakui. Namun, ketika kebaikan mereka tidak cukup diakui, anak akan cenderung mengidentifikasi karakteristik

“negatif” sebagai hal yang dianggap istimewa. Perilaku penyimpangan ini

merupakan tanda bahwa rasa keunikan seorang anak itu rendah. 2.1.8.3Kekuasaan

Kekuasaan muncul melalui pemilikan sumber daya, kesempatan, dan kemampuan untuk memengaruhi lingkungan dalam kehidupannya dengan cara-cara yang penting. Memiliki rasa berkuasa tidak sama dengan memiliki kekuasaan secara absolut. Anak yang memiliki rasa berkuasa rendah sering kali keras kepala

dan “suka memerintah”. Selain itu, anak yang memiliki rasa berkuasa rendah

cenderung tidak mampu menangani frustasi dengan baik, menghindari tanggung jawab, menunggu orang lain untuk mengambil alih atau memulai sesuatu, menghindari tantangan, pengendalian emosi yang buruk, memanipulasi, bersikap manja, dan merengek dalam upaya mengendalikan orang lain.

2.1.8.4Model

Merefleksikan kemampuan anak untuk mengacu pada contoh-contoh kemanusiaan, filosofis, dan operasional yang cukup yang membantunya mewujudkan nilai-nilai, tujuan, cita-cita, dan tolok ukur pribadi yang berarti.


(41)

Masalah yang ada hubungannya dengan nilai pribadi, tujuan, dan cita-cita memantulkan rasa meniru anak seperti halnya kemampuan menetapkan tolok ukurnya sendiri serta mematuhinya. Ketiga jenis model yang memengaruhi rasa anak meniru adalah: (a) model manusia – orang yang berharga untuk disaingi; (b) model filosofi – gagasan yang memandu perilaku dan sikap seorang anak; (c) model operasional – bentuk mental dan gambaran pribadi yang timbul dari pengalaman anak, yang menentukan bagaimana ia akan menangani seluruh kegiatannya.

2.1.9 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Harga Diri

Menurut Ghufron & Risnawita S (2014: 44) terdapat sejumlah faktor yang dapat memengaruhi tingkat harga diri:

Faktor yang pertama ialah jenis kelamin. Menurut Ancok dkk. (1988) wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah daripada pria seperti perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang mampu, atau merasa harus dilindungi. Hal ini mungkin terjadi karena peran orangtua dan harapan-harapan masyarakat yang berbeda baik pada pria maupun wanita. Sehingga, pola perilaku dan perlakuan yang ditunjukkan oleh lingkungan sekitar antara pria dan wanita berbeda-beda.

Faktor yang kedua ialah inteligensi. Menurut Coopersmith (1967) individu dengan harga diri yang tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi daripada individu dengan harga diri yang rendah. Keinginan untuk menjadi lebih baik pada seseorang yang memiliki harga diri tinggi, dapat memacu seseorang untuk memiliki tingkat inteligensi yang lebih tinggi dibandingkan orang lain.


(42)

Faktor yang ketiga ialah kondisi fisik. Individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik. Seseorang dengan penampilan yang menarik maka cenderung merasa percaya diri dengan dirinya sendiri sehingga dapat mempengaruhi harga diri seseorang.

Faktor yang keempat ialah lingkungan keluarga. Coopersmith (1967) berpendapat bahwa perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif, dan mendidik yang demokratis akan membuat anak mendapat harga diri yang tinggi. Dengan perlakuan adil dan demokratis pada anak dapat menumbuhkan rasa pantas dihargai pada diri anak. Berkenaan dengan hal tersebut Savary (1994) sependapat bahwa keluarga berperan dalam menentukan perkembangan harga diri anak. Orangtua yang sering memberikan hukuman dan larangan tanpa alasan dapat menyebabkan anak merasa tidak berharga.

Faktor yang kelima ialah lingkungan sosial. Klass dan Hodge (1978) berpendapat bahwa pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang menyadari dirinya berharga atau tidak. Hal ini merupakan hasil dari proses lingkungan, penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain kepadanya. 2.2 Hubungan Antarvariabel

Penelitian ini terdiri atas dua variabel, yaitu hasil belajar mata pelajaran PKn sebagai variabel bebas (x) dan tingkat harga diri siswa sebagai variabel (y). Tingkat harga diri siswa dapat dilihat dari empat aspek menurut Clemes dan Bean yaitu keterikatan, keunikan, berkuasa, dan model.


(43)

Siswa kelas III merupakan anak didik yang masih butuh penanaman nilai. Penanaman nilai dalam diri siswa menjadi penting terkait dengan kehidupan siswa dalam bermasyarakat nantinya. Penanaman nilai selain didapatkan dari pengalaman siswa ketika berhubungan dengan orang lain, juga didapat dari proses pembelajaran di kelas.

Dalam proses pembelajaran, terdapat tiga ranah yang harus dikuasai siswa, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengukuran nilai semestinya tidak hanya berpatokan pada nilai kognitif saja, namun sikap siswa perlu menjadi patokan dalam menentukan nilai siswa secara keseluruhan. Sudjana (2009: 31) mengungkapkan bahwa “Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya

dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya.” Hal tersebut berarti semakin tinggi nilai kognitif siswa, maka nilai afektif siswa juga semakin berkembang.

2.3 Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya ialah penelitian yang dilakukan Esther Sui-chu Ho, Mohammad Aryana (2010), Risa Paskahandriati dan Istiana Kuswardani, Muhammadong (2011), Desma Husni (2011), Aisyah Ida Zairina (2012), Isnandar (2010), Edi Sudrajat (2011), Supriyono (2010), dan Lisa Andriati (2010). Berikut ini akan dipaparkan masing-masing dari penelitian yang dimaksud.

Esther Sui-chu Ho telah melakukan penelitian dengan judul “Students’ Self -Esteem in an Asian Educational System: Contribution of Parental Involvement and Parental Investment”, “Harga Diri Siswa dalam Sistem Pendidikan Asia:


(44)

Peran orangtua dan Dukungan orangtua.” Dari hasil penelitian didapatkan bahwa

siswa dengan kuatnya dukungan dari orang tua terkait dengan kegiatan akademik, meneliti pekerjaan rumahnya (PR), menyediakan sarana belajar, dan mendiskusikan program televisi, kemungkinan besar memiliki harga diri yang tinggi.

Penelitian yang selanjutnya ialah penelitian yang dilakukan oleh

Mohammad Aryana pada tahun 2010 dengan judul “Relationship Between Self-esteem and Academic Achievement Amongst Pre-University Students”.

This research highlights the relationship between self-esteem and academic achievement in the pre-university students. Additionally, it aimed to identify whether there are differences in academic achievement between boys and girls. The objectives of this study were achieved by using the Coopersmith questionnaire and the students’ grade in their current and previous semesters. The random sampling was used for collecting the data and as a consequence 50 male and 50 female were chosen randomly. The questionnaires were distributed amongst 100 students in Qaemshahr schools. The results demonstrated that there was significant (p<0.01) positive relationship between self-esteem and academic achievement. Moreover, there was significant difference in academic achievement between boys and girls.

Pokok penelitian tersebut adalah meneliti hubungan antara harga diri dan prestasi akademik untuk siswa yang belum memasuki jenjang perkuliahan. Tujuan penelitian tersebut ialah untuk mengidentifikasi perbedaan antara prestasi akademik diantara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian ini menggunakan skala Coopersmith dan tingkatan siswa berdasarkan semester sekarang dan semester yang telah lalu. Sampel diambil secara acak dengan frekuensi 50 laki-laki dan 50 perempuan. Angket dibagikan kepada 100 siswa di Qaemshahr schools. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan


(45)

yang positif dan signifikan (p<0,01) antara harga diri dengan prestasi akademik. Selain itu, juga terdapat signifikan dalam prestasi akademik antara laki-laki dan perempuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Risa Paskahandriati dan Istiana Kuswardani dari Universitas Setia Budi Surakarta dalam penelitian korelasi yang berjudul

“Hubungan antara Harga Diri dan Prestasi Belajar Fisika pada Siswa STM”. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Harga Diri yang terdiri atas 54 butir, prestasi belajar Fisika yang diperoleh dari nilai rapor subjek, dan hasil tes SPM berupa skor mentah jumlah jawaban benar. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPS-2000 dengan analisis regresi. Uji hipotesis dengan menggunakan analisis regresi diperoleh r = -0,069 dengan p < 0,01. Hasil ini menunjukkan tidak ada hubungan/korelasi antara harga diri dengan prestasi belajar fisika. Hipotesis penelitian ini ditolak.

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammadong (2011) yang berjudul

“Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Proses Habituasi terhadap Pembangunan Karakter Siswa (Studi Deskrptif Analitis Pada SMP

Negeri di Kabupaten Bangka)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara pembelajaran PKn dengan Pembangunan karakter sebesar 0,322, yang termasuk kategori rendah dengan konstribusi sebesar 10,40%. Terdapat korelasi positif antara proses habituasi (pembiasaan) dengan pembangunan karakter sebesar 0,630, yang termasuk kategori kuat dengan konstribusi sebesar 39,70%. Terdapat korelasi positif pembelajaran PKn dan


(46)

proses habituasi secara bersama-sama terhadap pembangunan karakter sebesar 0,641, yang termasuk kategori kuat dengan konstribusi sebesar 41,10%.

Penelitian yang dilakukan oleh Desma Husni (2011) yang berjudul “Prestasi Akademik Ditinjau Dari Keterlibatan Orang Tua dalam Pendidikan, Regulasi

Emosi dan Harga Diri”. Hasil analisis menunjukkan: 1) harga diri berpengaruh signifikan terhadap capaian prestasi akademik; 2) keterlibatan orangtua dalam pendidikan pengaruhnya tidak signifikan terhadap capaian prestasi akademik; 3) regulasi emosi pengaruhnya tidak signifikan terhadap capaian prestasi akademik.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Aisyah Ida Zairina (2012)

dengan judul “Pengaruh Penguasaan Materi PAI Aspek Kognitif terhadap Perilaku Keagamaan Siswa Kelas XI SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang

Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh positif yang signifikan antara penguasaan materi PAI aspek kognitif terhadap perilaku keagamaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Isnandar (2010) dengan judul “Pengaruh

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dan Iklim Kehidupan Keluarga Terhadap Pembentukan Karakter Siswa”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif pembelajaran pendidikan kewarganegaraan terhadap pembentukan karakter siswa. Kedua terdapat pengaruh positif iklim kehidupan keluarga terhadap pembentukan karakter siswa. Ketiga, terdapat pengaruh positif pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan iklim kehidupan keluarga terhadap pembentukan karakter siswa.


(47)

Penelitian yang dilakukan oleh Edi Sudrajat (2011) dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Habituasi terhadap Kesadaran Lingkungan Hidup Siswa SMP”. Hasil penelitian menunjukkan: pertama, proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang terintegrasi dengan Pendidikan Lingkungan Hidup berpengaruh positif dan signifikan (koefisien korelasi 0,368) dengan kategori sangat rendah (R Square 0,136) berkontribusi 13,6%. Kedua, pelaksanaan habituasi secara rutin, spontan dan keteladanan berpengaruh positif dan signifikan (koefisien korelasi 0.544) dengan kategori rendah (R Square 0,296). berkontribusi 29,6%.

Supriyono (2010) telah melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif Sosial-budaya Terhadap Pengembangan Nilai Multikultural (studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa

Sma Yos Sudarso Di Jeruklegi Kabupaten Cilacap)”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa materi, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh signifikan terhadap pengembangan nilai multikultural. Pengaruh materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan nilai multikultural ditinjau dari siswa laki-laki r=0,61; perempuan r=0,77 dan pendidikan orang tua siswa perguruan tinggi r=0,925. Pengaruh kegiatan belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan nilai multikultural ditinjau dari siswa laki-laki r=0,63; perempuan r=0,80 dan pendidikan orang tua siswa perguruan tinggi r=0,988. Pengaruh evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan


(48)

nilai multikultural ditinjau dari siswa laki-laki r=0,50; perempuan r=0,75 dan pendidikan orang tua siswa perguruan tinggi r=0,991.

Penelitian yang dilakukan oleh Lisa Andriati (2010) dengan judul

“Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Pembinaan

Siswa Sebagai Warganegara Yang Demokratis (studi Deskriptif Analisis

Terhadap Siswa Sma Di Kota Baturaja)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran PKn berkontribusi positif terhadap pembinaan siswa sebagai warganegara demokratis, dimana nilai r=0,45; sedangkan untuk nilai R square (kd) menghasilkan 0,202 atau 20,2%. Berbeda secara signifikan antara sekolah negeri dan swasta dalam

pembelajaran PKn, dengan α=0,05 didapat mean sekolah negeri 81,39 dan mean

sekolah swasta 79,99. Begitu pula dengan pembinaan siswa sebagai warganegara demokratis antara sekolah negeri dan swasta terdapat perbedaan secara signifikan, yaitu mean sekolah negeri 197,89 dan mean sekolah swasta 201,40.

2.4 Kerangka Berpikir

Salah satu indikator proses belajar dapat dikatakan berhasil apabila nilai kognitif siswa baik dan dapat ditunjukkan lewat perubahan perilaku. Proses belajar yang dialami oleh siswa dapat diamati dan dilihat perkembangannya. Ciri keberhasilan belajar siswa pada mata pelajaran PKn materi harga diri kelas III SD ialah mengetahui tingkat kognitif siswa dan tingkat harga diri siswa.

Pada materi ajar Harga Diri, siswa semestinya dapat menampilkan perilaku yang mencerminkan harga diri. Sebagai indikator keberhasilan dalam belajar yang


(49)

harus dikuasai siswa, selain siswa dituntut untuk berhasil dalam ranah kognitif, siswa juga seharusnya berhasil dalam ranah afektif.

Keterkaitan antara hasil belajar mata pelajaran PKn materi Harga Diri kelas III terhadap tingkat harga diri siswa dapat dilihat dalam kerangka berpikir yang diilustrasikan dalam gambar 3.1 berikut:

Gambar 2.4.1 Kerangka Berpikir 2.5 Hipotesis Penelitian

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian”

(Azwar, 2014: 49). Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis yang diajukan yaitu:

H0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara hasil belajar mata pelajaran PKn materi Harga Diri Kelas III dengan tingkat harga diri siswa gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna

Ha : terdapat pengaruh yang signifikan antara hasil belajar mata pelajaran PKn materi Harga Diri Kelas III dengan tingkat harga diri siswa gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna

Hasil belajar mata pelajaran PKn materi harga diri kelas III

(X)

Tingkat harga diri siswa (Y)


(50)

35

METODE PENELITIAN

Pada bab metode penelitian akan dijabarkan mengenai desain penelitian, populasi dan sample, variabel penelitian dan definisi operasional variabel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan metode analisis data. Selanjutnya, akan dijabarkan penjelasan dari masing-masing subbab:

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan Kuantitatif. Menurut Azwar (2014: 7), “Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika.” Data yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif yang berbentuk angka. Sedangkan jenis penelitian ini ialah ex-postfacto. “Penelitian ini disebut demikian, karena sesuai dengan arti ex-postfacto,

yaitu „dari apa dikerjakan setelah kenyataan‟, maka penelitian ini disebut sebagai penelitian sesudah kejadian” (Sukardi: 2004). Artinya, penelitian ini melihat apa yang telah terjadi dan diteliti apa yang menyebabkan sesuatu terjadi.

Penelitian ini meneliti seberapa besar pengaruh mata pelajaran PKn materi Harga Diri (variabel X) terhadap tingkat harga diri siswa (variabel Y) di SD Gugus Diponegoro. Terdapat dua data yang dibutuhkan pada penelitian ini, yaitu data yang pertama diambil dari nilai Ulangan Tengah Semester (UTS) mata pelajaran PKn pada semester II yang dilaksanakan pada tanggal 9 Maret 2015


(51)

sedangkan data yang kedua diambil dari skor skala siswa kelas III yang akan dibagikan pada siswa.

3.2 Populasi dan Sampel

Pada bagian populasi dan sampel akan dibagi menjadi dua penjelasan, yaitu: (a) populasi; dan (b) sampel.

3.2.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2013: 119) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh siswa kelas III SD di

Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Populasi diambil dari dengan cara mengunjungi setiap SD untuk mengambil data jumlah siswa kelas 3. Berikut populasi siswa yang akan diteliti:

Tabel 3.1 Jumlah Populasi Siswa Kelas III SD Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna Kab. Tegal Tahun Pelajaran 2014/2015

No Nama SD Kelas Populasi

1 SD Negeri Adiwerna 01

3 A 32

3 B 30

2 SD Negeri Adiwerna 02 3 32

3 SD Negeri Adiwerna 03 3 10

4 SD Negeri Adiwerna 04 3 37

5 SD Negeri Adiwerna 05 3 34

6 SD Negeri Adiwerna 06 3 25

7 SD Negeri Adiwerna 07 3 31

8 SD Negeri Lemahduwur 02 3 39

9 SD Negeri Kalimati 01 3 53

10 SD Negeri Kalimati 02 3 42

Jumlah 365


(52)

3.2.2 Sampel

“Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut” (Sugiyono, 2013: 120). Teknik sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah probability sampling dengan jenis sample random atau

sampel acak. Menurut Sugiyono (2013: 122) “probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Selanjutnya, Sugiyono menjelaskan bahwa pengambilan anggota sampel (simple random sampling) dari populasi dilakukan secara acak tanpa memerhatikan strata yang ada dalam populasi itu.

Perhitungan pengambilan jumlah sampel dengan taraf kesalahan 5% menggunakan rumus slovin sebagai berikut:

Keterangan:

N = ukuran populasi n = ukuran sampel

e = margin of error, yaitu persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir sebesar 5%.

Berdasarkan rumus diatas, maka dapat diketahui jumlah sampel yang akan diambil sebagai berikut:


(53)

Tabel 3.2 Jumlah Sampel Siswa Kelas III

SD Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna Kab. Tegal Tahun Pelajaran 2014/2015

Sumber: data hasil observasi

3.3

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai variabel penelitian dan definisi operasional variabel.

3.3.1 Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2013: 64) “variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.” Terdapat dua buah variabel dalam penelitian ini yaitu: variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).

3.3.1.1Variabel Bebas (Independent Variable)

Menurut Sugiyono (2013: 64) “variabel bebas adalah merupakan variabel

yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

No Nama SD Kelas Sampel

1 SD Negeri Adiwerna 01 3 A 32/365 x 191 = 17 3 B 30/365 x 191 = 16 2 SD Negeri Adiwerna 02 3 32/365 x 191 = 17 3 SD Negeri Adiwerna 03 3 10/365 x 191 = 5 4 SD Negeri Adiwerna 04 3 37/365 x 191 = 19 5 SD Negeri Adiwerna 05 3 34/365 x 191 = 18 6 SD Negeri Adiwerna 06 3 25/365 x 191 = 13 7 SD Negeri Adiwerna 07 3 31/365 x 191 = 16 8 SD Negeri Lemahduwur 02 3 39/365 x 191 = 20 9 SD Negeri Kalimati 01 3 53/365 x 191 = 28 10 SD Negeri Kalimati 02 3 42/365 x 191 = 22


(54)

variabel dependen (terikat)”. Variabel bebas dalam penelitian ini ialah hasil belajar mata pelajaran PKn materi Harga Diri kelas III SD (X).

3.3.1.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)

Menurut Sugiyono (2013: 64) “variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas”. Variabel terikat dalam penelitian ini ialah tingkat harga diri siswa (Y).

3.3.2 Definisi Operasional Variabel

Terdapat dua buah variabel dalam penelitian ini yaitu hasil belajar mata pelajaran PKn materi Harga Diri kelas III SD sebagai variabel bebas dan tingkat harga diri siswa sebagai variabel terikat.

3.3.2.1Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil akhir sebuah pembelajaran yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku. Hasil belajar dapat dikatakan baik apabila siswa menguasai ranah kognitif dalam pembelajaran, dan juga terjadi perubahan perilaku dari segi afektif dalam diri siswa. Hasil belajar dalam penelitian ini diambil dari nilai Ulangan Tengah Semester (UTS) semester II kelas 3 di SD Negeri Gugus Diponegoro.

3.3.2.2Tingkat Harga Diri

Harga diri merupakan keyakinan diri terhadap kemampuan yang dimiliki seseorang. Tingkat harga diri digunakan untuk menilai pemahaman siswa pada ranah afektif dari materi Harga Diri. Aspek dari harga diri yang akan diukur dalam penelitian ini diambil dari Clemes dan Bean yang meliputi keterikatan, keunikan, kekuasaan, dan model.


(55)

3.4

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala psikologi, dokumentasi, dan wawancara. Selanjutnya akan dipaparkan skala psikologi, teknik dokumentasi, dan wawancara:

3.4.1 Skala Psikologi

Menurut Azwar (1999: 3) “... skala psikologi selalu mengacu kepada alat ukur aspek atau atribut afektif.” Skala dibutuhkan untuk mengetahui tingkat harga

diri siswa kelas III SD. 3.4.2 Dokumentasi

Menurut Arikunto (2006: 231) “...metode dokumentasi, yaitu mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya”. Pada penelitian ini dokumentasi yang dibutuhkan ialah daftar nama SD gugus Diponegoro, jumlah siswa, hasil nilai mid semester 2, dan hasil pengisian skala psikologi.

3.4.3 Wawancara

Menurut Riduwan (2013: 102) wawancara adalah cara pengumpulan data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara yang dilaksanakan merupakan wawancara tidak terstruktur. Wawancara digunakan oleh penulis untuk memperoleh data awal berupa permasalahan pada diri siswa yang berkaitan dengan pembelajaran PKN materi Harga Diri. Narasumber dalam penelitian ini yaitu Saparyati, AMa.Pd, selaku wali kelas III SD Negeri Adiwerna 2, serta siswa dari beberapa sekolah dasar di Gugus Diponegoro Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.


(56)

3.5

Instrumen Penelitian

“Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati” (Sugiyono, 2013: 148). Terdapat

satu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala psikologi untuk mengukur tingkat harga diri siswa. Sedangkan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa, penulis menggunakan hasil nilai ulangan mid semester.

Skala harga diri didasarkan pada empat kondisi harga diri menurut Clemes dan Bean (2012: 40) yang meliputi keterikatan, keunikan, kekuasaan, dan model. Berikut adalah kisi-kisi skala harga diri:

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Skala Harga Diri

Aspek Indikator Pernyataan Jumlah

Favourable Unfavourable

Keterikatan Mampu berhubungan

dengan baik

2, 4 7 3

Merasa dipedulikan serta diperhatikan oleh orang lain

1, 5, 6 3 4

Keunikan Memahami kekurangan

dan kelebihannya

8, 10, 12, 14 9, 11, 13, 15 8

Keberanian berbicara 16, 17, 18,

20

19 5

Berkuasa Mudah memikul tanggung

jawab

21, 22 23, 24, 25 5

Mengetahui bagaimana

mengahadapi tekanan dan

stres sehingga tidak

kehilangan kontrol diri

29 26, 27, 28, 30,

31

6

Model Menentukan sikap apa

yang harus dilakukan

32, 33, 34, 35

36 5

Memiliki keyakinan

sebagai pemandu

perilakunya

37, 38, 40 39 4

Jumlah 40


(57)

“Pada skala-skala psikologi, pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator perilaku guna memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang biasanya tidak disadari oleh responden yang

bersangkutan” (Azwar, 1999: 5). Skala psikologi yang digunakan berjumlah 40

item sedangkan untuk skala pengukuran yang digunakan ialah skala likert yang

dimodifikasi dengan alternatif jawaban 4, yaitu „selalu‟, „sering‟, „kadang

-kadang‟, dan „tidak pernah‟. Modifikasi skala likert dilakukan untuk mencegah

kecenderungan responden menjawab pertengahan alternatif jawaban, yaitu kadang-kadang. Setiap alternatif jawaban mendapat bobot skor antara 1 sampai 4.

Tabel 3.4 Skor Skala Pengukuran Likert

Sebuah instrumen dapat dikatakan baik jika memiliki dua persyaratan yaitu validitas dan realiabilitas. Penjelasan validitas dan reliabilitas akan dijelaskan sebagaimana berikut ini:

3.5.1 Validitas

Uji validitas yang akan dilakukan menggunakan uji validitas isi (content validity) dan uji validitas konstruksi (construct validity).

Uji validitas yang pertama ialah uji validitas isi (content validity). Menurut

Sugiyono (2006: 272), “Secara teknis pengujian validitas konstruksi dan validitas

isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen.” Validitas isi dapat dilihat dari kesesuaian antara indikator dengan item pernyataan serta tata bahasa instrumen. Pengujian validitas isi dilakukan oleh Drs. Sigit Yulianto, M.Pd.

Alternatif Jawaban Favourable Unfavourable

Selalu 4 1

Sering 3 2

Kadang-kadang 2 3


(58)

Selanjutnya, akan dilihat validitas konstruk dari instrumen yang akan digunakan. Sebuah instrumen yang baik harus dilihat validitasnya. “Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur”

(Sugiyono, 2009: 121). Menurut Pramono (2014: 225) “... validitas (ketepatan) di

sini berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat penilaian yang benar-benar sesuai”.

Uji validitas penelitian ini menggunakan korelasi pearson dengan menggunakan SPSS 20. Kaidah keputusan uji validitas ialah jika rhitung > rtabel

berarti valid, sedangkan jika rhitung < rtabel berarti tidak valid dengan taraf

signifikansi 0,05. Responden yang digunakan untuk uji validitas sebanyak 30 (n=30). Maka, didapatkan rtabel pada n = 30 ialah 0,361 pada taraf kesalahan 0,05.

Langkah-langkah untuk uji validitas dengan menggunakan SPSS 20 ialah Analyze Correlate Bivariate, setalah data dimasukkan ke kotak Variables, klik OK. Uji validitas dilakukan pada 40 item skala. Hasil uji validitas diketahui bahwa terdapat 11 pernyataan tidak valid dan 29 pernyataan valid. Duapuluhsembilan item pernyataan yang valid tersebut kemudian digunakan untuk memperoleh data penelitian. Hasil perhitungan data uji validitas konstruksi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.5 Rekap Data Uji Validitas Konstruksi Butir

Soal Valid Tidak Valid Jumlah

No

1, 2, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 16, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 25, 26, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 36,

37, 38, 39

3, 4, 7, 14, 15, 21, 24,

27, 31, 35, 40 40

Jumlah 29 11


(59)

3.5.2 Reliabilitas

“Reliabilitas berkaitan dengan kepercayaan. Suatu tes itu bisa dipercaya apabila mempunyai taraf kepercayaan yang cukup tinggi” (Pramono, 2014: 235).

Untuk mengetahui reliabilitas suatu instrumen dapat menggunakan metode Cronbach Alpha dengan menggunakan SPSS 20, sehingga didapat kaidah keputusan: jika r11 > rtabel berarti reliabel dan r11 < rtabel berarti tidak reliabel.

Langkah-langkah untuk uji reliabilitas ialah Analyze Scale Reliability Analysis, setelah memasukkan item-item yang valid ke dalam koak Items, maka langkah selanjutnya ialah klik Statistics, kemudian klik Scale if item deleted, lalu klik Continue kemudian OK. Hasil perhitungan dengan SPSS menunjukkan nilai

Cronbach‟s Alpha sebesar 0,892 yang berarti reliabel, karena 0,892>0,361.

3.6

Metode Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan jenis penelitian ex-postfacto. “Penelitian ini disebut demikian, karena sesuai dengan arti ex-postfacto, yaitu „dari apa dikerjakan setelah kenyataan‟, maka penelitian ini

disebut sebagai penelitian sesudah kejadian” (Sukardi: 2004). Pada metode analisis data akan dijelaskam mengenai analisis deskriptif, uji prasyarat penelitian, dan pengujian hipotesis.

3.6.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat gambaran responden berdasarkan masing-masing variabel penelitian. Dengan menggunakan analisis deskriptif, maka akan terlihat kecenderungan responden baik dari hasil belajar materi Harga Diri maupun dari tingkat harga diri siswa.


(60)

3.6.1.1Analisis Deskriptif Variabel Hasil Belajar Materi Harga Diri

Analisis deskriptif variabel hasil belajar materi Harga Diri menggunakan kategori nilai responden penelitian. Katergori tersebut digunakan untuk melihat frekuensi dan persentase siswa pada masing-masing kategori nilai.

3.6.1.2Analisis Deskriptif Variabel Tingkat Harga Diri

Analisis deskriptif variabel tingkat harga diri menggunakan persentase respon siswa oleh Yonny (2010) terhadap skala harga diri dan menggunakan analisis indeks. Menurut Ferdinand (2006: 291) angka yang didapatkan pada analisis indeks digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai derajat persepsi responden atas variabel yang akan diteliti.

3.6.2 Uji Prasyarat Penelitian

Uji prasyarat yang dibutuhkan dalam penelitian ini ialah uji normalitas dan uji linearitas.

3.6.2.1Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan sebagai prasyarat penelitian distribusi data harus

normal. “Bila data tidak normal, maka teknik Statistik Parametris tidak dapat

digunakan untuk alat analisis. Sebagai gantinya digunakan teknik statistik lain yang tidak harus berasumsi bahwa data berdistribusi normal” (Sugiyono, 2006: 69). Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan menggunakan bantuan software SPSS 20. Uji signifikansi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan uji signifikansi 0,05. Maka, apabila nilai uji Kolmogorov Smirnov diatas 0,05, maka data berdistribusi normal, sebaliknya apabila nilai uji Kolmogorov Smirnov di bawah 0,05, maka data berdistribusi


(61)

tidak normal. Bila data yang didapat berdistribusi tidak normal, maka dilakukan uji non parametris. Langkah-langkah uji normalitas dengan menggunakan software SPSS 20 ialah klik Analyze  klik Nonparametric Test  klik Legacy Dialogs  klik 1-Sample K-S, centang Normal pada Test Distribution OK. Nilai uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat pada tabel One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada kolom Asymp. Sig. (2-tailed).

3.6.2.2Uji Linearitas

“Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai

hubungan yang linear atau tidak secara signifikan” (Priyatno, 2010: 73). Uji linearitas dengan menggunakan software SPSS 20. Langkah-langkah uji linearitas ialah klik Analyze Compare Means Means. Selanjutnya, setelah terbuka kotak dialog Means, klik variabel Y, dan masukkan ke kotak Dependent List, kemudian variabel X, di kotak Independent List. Klik Options, dan beri tanda centang pada Test for Linearity, lalu klik Continue, lalu klik OK. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada output ANOVA Table, bila dalam kolom Linearity, Sig. menunjukkan nilai kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan variabel X dan Y terdapat hubungan yang linier. Sebaliknya, apabila kolom Linearity Sig. menunjukkan nilai lebih dari 0,05, maka dapat disimpulkan variabel X dan Y tidak terdapat hubungan yang linier. Apabila hubungan yang didapatkan tidak linier, maka perhitungan dapat menggunakan analisis regresi nonlinier.

3.6.3 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan teknik analisis, diantaranya ialah analisis regresi sederhana, koefisien korelasi, dan koefisien determinasi.


(62)

3.6.3.1 Analisis Regresi Sederhana

“Regresi yang berarti peramalan merupakan teknik statistik (alat analisis) hubungan yang digunakan untuk meramalkan atau memperkirakan nilai dari satu variabel dalam hubungannya dengan variabel yang lain melalui persamaan garis

regresi” (Hasan, 2004: 45). Untuk menggunakan analisis regresi sederhana maka uji prasyarat harus dipenuhi terlebih dahulu. Apabila uji prasyarat menghasilkan data yang normal, baru kemudian dilanjutkan dengan uji linearitas. Apabila dalam uji linearitas data termasuk linear, maka analisis dapat dilanjutkan analisis regresi sederhana. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dengan menggunakan software SPSS 20 ialah: (1) klik menu Analyze Regression Linear, maka akan muncul kotak dialog Linear Regression; (2) masukkan variabel y ke dalam kotak Dependent dan variabel x ke kotak Independent, lalu klik OK. Hasil dari perhitungan dengan menggunakan bantuan SPSS 20 akan muncul output yang berupa tabel Model Summary, Anovaa, dan Coefficientsa.

Hasil dari perhitungan analisis regresi dengan menggunakan bantuan software SPSS 20 dapat diterjemahkan sebagai berikut: (1) dalam Model Summary terdapat kolom R dan R Square, dimana kolom R merupakan angka korelasi antara variabel x dan y, sedangkan R Square menunjukkan koefisien determinan; (2) dalam Anovaa dapat dilihat kolom Sig menunjukkan signifikan tidaknya suatu keputusan berdasarkan tingkat kepercayaan. Pada penelitian ini, tingkat

kepercayaan yang digunakan sebesar 95% (0,05). “Jika nilai Sig. < 5% (0,05), maka Ho ditolak” (Qodratullah, 2013: 61); (3) untuk mengetahui bentuk


(1)

147


(2)

148


(3)

149


(4)

150


(5)

151


(6)

152