BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perseroan terbatas adalah subjek hukum yang menjadi pemegang hak dan kewajiban dari suatu benda atau kekayaan, yang dimana kekayaan itu berasal dari
harta orang perorangan yang dianggap layak untuk dipertahankan.
1
Sebagai subjek hukum Perseroan terbatas bertindak layaknya sebagai individu karena
dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, dapat menggugat dan digugat atas namanya sendiri dihadapan pengadilan, dan memiliki harta tersendiri yang
terpisah dari pemegang sahamnya. Di dalam sistem hukum di Indonesia, hukum perseroan bukanlah hukum yang paling utama, sebab masih terdapat pokok-pokok
hukum lain yang bersentuhan dengan hukum perseroan yaitu mengenai Persekutuan dan Perkumpulan yang semuanya diatur didalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Selain persekutuan dan perkumpulan, juga terdapat Firma dan Komanditer yang diatur dalam Kitab Hukum Dagang.
2
Jika diperhatikan pengertian perjanjian yang ada, yaitu merupakan suatu perbuatan hukum untuk saling mengikatkan diri dengan tujuan untuk
menimbulkan akibat hukum tertentu yang saling dikehendaki, maka jelas disini suatu perseroan dapat didirikan harus lebih oleh dua orang atau minimal harus ada
dua pihak untuk saling mengikatkan diri. Khusus dalam pendirian perseroan terbatas, yang sebelumnya diatur dalam KUHD tidak menentukan berapa orang
1
Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas PT, Jakarta : Visimedia, 2009, hlm. 2.
2
Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm. 1. 1
Universitas Sumatera Utara
yang harus ada dalam mendirikan perseroan terbatas, tapi agar ada hubungan hukum serta dikaitkan dengan pengertian perjanjian, maka dapat disimpulkan
bahwa perseroan terbatas dapat didirikan minimal oleh dua orang.
3
Namun di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas terdapat pengecualian dari ketentuan dua orang pendiri atau lebih ini tidak berlaku bagi
Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara atau Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan
penyelesaian, dan lembaga lainnya sebagaimana yang diatur dalam Undang- Undang Pasar Modal. Yang dimaksud dengan “Persero” adalah Badan Usaha
Milik Negara yang berentuk perseroan yang dimana modalnya terbagi dalam saham yang telah diatur di dalam Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara.
4
Perkembagan perusahaan yang ada di Indonesia menuntut adanya suatu pengaturan yang lebih khusus, untuk mengatur semua sistem badan usaha, baik
badan usaha yang berbentuk badan hukum atau yang tidak berbentuk badan hukum. Awalnya pengaturan mengenai badan usaha ini hanya terdapat dalam
Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD, dan karena dianggap terlalu singkatnya pembahasan mengenai badan usaha didalam pasal tersebut maka pemerintah
mengeluarkan suatu bentuk peraturan baru yang berkaitan dengan badan usaha, terutama Perseroan Terbatas.
Pengaturan mengenai perseroan terbatas pada awalnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Pembentukan
3
Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prisip-prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, Bandung : Mandar Maju, 2008, hlm. 9.
4
Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas UU No. 40 Tahun 2007, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007, hlm 26-27.
Universitas Sumatera Utara
pengaturan khusus mengenai Perseroan ini dikarenakan untuk dapat melindungi kepentingan pemegang saham dan kreditor, maupun pihak lain yang terkait serta
kepentingan perseroan itu sendiri, sedangkan didalam KUHD kedudukan perseroan masih sempit, dan tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi dan
dunia usaha yang semakin pesat serta hanya menciptakan kesatuan hukum dalam perseroan yang berbentuk badan hukum, serta tidak mencantumkan suatu
perlindungan bagi pemegang saham.
5
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebutlah yang menjadi dasar motivasi diundangkan UUPT 1995, yaitu sebagai pengganti ketentuan Perseroan
yang diatur dalam KUHD. UUPT 1995, tidak lagi ditempatkan sebagai bagian dalam KUHD maupun KUH Perdata. Akan tetapi, UUPT 1995 merupakan
undang-undang yang terpisah dan berdiri sendiri diluar KUHD maupun KHU Perdata.
Kemudian seiring tejadinya perubahan-perubahan pada dunia usaha dan perkembangan ekonomi yang semakin pesat, UU No. 1 tahun 1995 yang telah
berlaku selama kurang lebih 12 dua belas tahun dirasakan tidak lagi mampu untuk memenuhi kebutuhan pengaturan dan menampung berbagai kebutuhan yang
terjadi didalam dunia usaha dan perkembangan ekonomi yang pesat sehingga UU No. 1 tahun 1995 ini rtidak lagi sepenuhnya dapat memberikan pelayanan yang
maksimal bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatannya. Untuk itu perlu perubahan terhadap UU No. 1 tahun 1995.
5
Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 24-25.
Universitas Sumatera Utara
UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas telah disesuaikan dengan berbagai perkembangan yang terjadi dalam aktivitas usaha berupa
penambahan ketentuan baru, perbaikan, penyempurnaan maupun mempertahankan ketentuan yang ada di dalam UU No. 1 tahun 1995 yang dinilai
masih relevan dengan keadaan saat ini.
6
Perkembangan perusahaan yang semakin pesat membuat persaingan usaha diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat. Perusahaan harus mampu
mempertahankan eksisitensi perusahaannya. Untuk itu perusahaan harus melakukan strategi agar perusahaannya tetap
bertahan dan berkembang. Proses strukturisasi perusahaan yang dilakukan dapat berupa penggabungan merger, peleburan konsolidasi, dan pengambilaalihan
akuisisi. Merger, konsolidasi, dan akuisisi adalah bentuk strategi yang biasanya dilakukan oleh para pelaku bisnis dalam merestrukturisasi perusahaan,
mengekspansi perusahaan, atau untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007.
Di dalam bahasa Inggris “merger” berarti “penggabungan”,sedangkan dalam bahasa latin berarti “bergabung bersama, menyatu atau berkombinasi yang
menyebabkan hilangnya identitas karena terserap sesuatu”. Dalam merger hanya ada satu perusahaan yang bertahan, sementara perusahaan lainnya dibubarkan
tanpa likuidasi.
7
6
Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta; Permata Aksara, 2012, hlm. 9.
Konsolidasi atau yang bisa pula disebut dengan “consolidation” adalah adanya dua PT atau lebih yang menggabungkan diri menjadi satu PT baru
7
Iswi Hariyani, R. Sefianto, Cita Yustisia s, Merger, Konsilidasi, Akuisisi, dan Pemisahan Perusahaaan, Jakarta Selatan: Visimedia, 2011, hlm. 15.
Universitas Sumatera Utara
dimana peleburan tersebut yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
8
Istilah “akuisisi” berasal dari bahasa Inggris “acquisition” yang sering juga disebut dengan “take over”
adalah pengambilalihan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dengan cara membeli saham mayoritas perusahaan sehingga mengambil alih kontrol modal
atas perusahaan lain.
9
Untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan efisien, antara lain dapat ditempuh dengan cara merger, konsilidasi, dan akuisisi perseroan terbatas. Proses
tersebut merupakan stategi yang lazim dilakukan oleh pelaku bisnis untuk menyelamatkan perusahaannya. Pelaku usaha sebagai subjek ekonomi senantiasa
berupaya untuk memaksimalkan keuntungan dalam mengelola perusahaannya. Bentuk lain restrukturisasi peusahaan yang tengah marak di kalangan pelaku
usaha adalah akuisisi. Akuisisi ini sendiri dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007 diatur dalam BAB VIII UUPT 2007.
Di Indonesia sejarah tentang hukum akuisisi juga masih terbilang baru dalam tingkat undang-undang, karena pengaturan mengenai akuisisi di Indonesia
baru dimulai sejak lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 1995 yang kini diganti oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007.
Namun demikian tidak berarti bahwa sebelum lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut, akuisisi tidak dilakukan di Indonesia. Praktek
akuisisi sebelum lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas pada dasarnya didasari pada hukum kontraktual dan hukum sidang usaha khusus.
8
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 1 angka 10.
9
Iswi Hariyani, R. Sefianto, Cita Yustisia s, Op.Cit., hlm. 22.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007 berbunyi:
“Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan yang mengambil alih saham yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.” Sementara itu menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas adalah:
“pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh
ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut”.
Perbuatan hukum pengambilalihan tidak mengakibatkan perseroan yang diambil alih sahamnya menjadi bubar dan berakhir, hanya pemegang saham yang
beralih dari pemegang saham yang semula kepada yang mengambil alih. Akibat hukumnya hanya sebatas peralihan pengendalian atas perseroan tersebut
berubah.
10
Seperti juga dengan pranata hukum yang lain, maka pranata hukum yang disebut “akuisisi” perusahaan juga oleh hukum dilarang dilakukan jika merugikan
pihak-pihak lainnya. Apabila pemegang saham tidak setuju atas pengambilalihan
10
Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 509.
Universitas Sumatera Utara
Perseroan, diberikan hak khusus yang disebut appraisal right, yaitu hak milik pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS hukum untuk
menjual sahamnya kepadaa perseroan dengan harga wajar. Pasal 126 ayat 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007 mengatur bahwa perbuatan
hukum merger, konsilidasi dan akuisisi wajib memperhatikan kepentingan hak- hak pemegang saham minoritas.
11
Undang-Undang Perseroan Terbatas menekankan pada perlindungan hak pemegang saham minoritas karena Undang-
Undang Perseroan Terbatas mempunyai asumsi bahwa pelaksanaan akuisisi tersebut sebenarnya hanya untuk kepentingan pemegang saham mayoritas, maka
tentunya pemegang saham mayoritas tidak akan setuju dalam RUPS untuk melakukan akuisisi tersebut, sehingga dengan demikian akuisisi tidak dapat
dilaksanakan, atau pihak pemegang saham mayoritas dapat menghentikan akuisisi tersebut dengan mengganti direksi yang dianggap tidak koperatif dengan
pemegang saham mayoritas. Kewenangan-kewenangan yang demikian hanya dipunyai oleh pemegang saham mayoritas dan tidak dimiliki oleh pemegang
saham minoritas.
12
Perseroan terdiri dari beberapa pihak yang memiliki hak didalam perseroan tersebut, yaitu berbentuk saham. Sehingga dalam menjalankan suatu
perseroan, pihak yang terkait hendaknya memiliki jalinan keseimbangan, yaitu dalam bentuk majority rule and minority protection. Artinya yang berkuasa tetap
11
Iswi Hariyani, R. Sefianto, Cita Yustisia s, Op.Cit., hlm. 23.
12
Munir Fuady, Hukum tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, Bandung; Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 122.
Universitas Sumatera Utara
pemegang saham mayoritas tetapi sedapat mungkin juga harus memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas.
13
Upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan dalam melindungi pihak pemegang saham minoritas dalam akuisisi dilindungi dengan cara-cara:
1. Pemberlakuan prinsip Super Majority, dalam hal ini untuk dapat
menyetujui akuisisi, yang diperlukan bukan hanya voting antara pemegang saham dalam RUPS dengan simple majority lebih dari 50 pemegang
saham yang menyetujuinya. Undnag-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan angka ¾ tiga perempat atau lebih pemegang saham yang
menyetujuinya.
2. Pemberlakuan prinsip Silent Majority, sesuai dengan ketentuan yang
terdapat dalam Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-12PM1997 keputusan akuisisi, terlebih dahulu disetujui oleh rapat umum pemegang
saham, yang dilakukan oleh pemegang saham minoritas yang indepedrn
3. Mengajukan gugatan, dapat dilakukan secara gugatan langsung dan
gugatan derivatif. Gugatan langsung ini dapat dilakukan kepada siapa saja yang merugikan pemegang saham minoritas dan dilakukan untuk dan atas
nama dirinya sendiri. Sedangkan gugatan derivatif diajukan oleh pemegang saham minoritas untuk mewakili dirinya sendiri sebagai
pemegang saham minoritas yang mengajukan gugatan untuk dan atas
nama perseroan.
13
Ibid, hlm. 123
Universitas Sumatera Utara
4. Hak menjual saham atau appraisal right adalah hak yang dimiliki
pemegang saham yang merasa dirugikan atas tindakan perusahaan untuk menjual saham-sahamnya.
14
Dengan upaya-upaya tersebut maka pemilik saham mayoritas tidak dapat mengambil keputusan secara sepihak tanpa adanya persetujuan dari pemilik
saham minoritas, sehingga keberadaan pemilik saham minoritas tidak hanya dilindungi kepentingannya dari segi kepemilikan saham, namun juga memiliki
fungsi yang penting di dalam pengambilan keputusan pada Rapat Umum Pemegang Saham.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada Perseroan
Terbatas yang Melakukan Akuisisi”. B. Rumusan Permasalahan
Dengan paparan latar belakang yang jelas dan tegas dalam skripsi yang
berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada Perseroan Terbatas Yang melakukan Akuisisi”
maka rumusan masalah yang dapat ditarik oleh penulis yaitu:
1. Bagaimana pengaturan akuisisi dalam perusahaan berdasarkan Undang-
Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007?
2.
Bagaimana tahapan proses pengambilalihan akuisisi perusahaan?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas
pada perusahaan yang melakukan akuisisi?
14
Ibid, hlm. 125
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penulisan