Kesenjangan Hubungan Perwakilan DPRD Tapanuli Utara Dengan Konstituen

3.3.1 Kesenjangan Hubungan Perwakilan DPRD Tapanuli Utara Dengan Konstituen

Secara kasat mata, masa reses yang dilakukan oleh setiap anggota DPRD Tapanuli Utara telah diwarnai dengan bentuk-bentuk kegiatan yang dirancang sedemikian rupa, baik itu melalui forum, interaksi secara personal, maupun fenomena-fenomena lain yang menjadi konsep pelaksanaan teknis reses para dewan. Masyarakat juga sebagai sasaran utama telah dilibatkan melalui kehadiran mereka pada kegiatan-kegiatan yang disediakan. Secara abstrak, pemenuhan akan kewajiban dewan dalam melaksanakan reses telah dilakukan dengan baik. Dibalik fenomena tugas reses yang telah dipertanggungjawabkan pelaksanaannya oleh para dewan khususnya di Dapil I, tingkat keharmonisan hubungan yang dibangun masih menjadi permasalahan yang harus diperbaiki lagi ke depannya. Antara personil dewan, lembaga legislatif, konstituen, dan daerah pemilihannya constituency belum memiliki wujud relasi yang interaktif, komunikatif, dan efektif. Realitanya para dewan lebih cenderung hanya memantau dan menjangkau masyarakat secara tugas kelembagaan tanpa melakukan kegiatan nyata yang menunjukkan sikap moralitas yang berkelanjutan. Kepedulian dewan terhadap aspirasi-aspirasi yang sederhana bahkan banyak yang tidak direspon dan dicantumkan sebagai laporan hasil masa resesnya. Sedangkan terhadap daerah pemilihannya constituency, anggota DPRD belum maksimal memperjuangkan perealisasian peningkatan pembangunan secara signifikan. Selain itu, konstituen Universitas Sumatera Utara juga belum menanggapi dengan baik ikatan perwakilan mereka dengan dewan dan lembaganya. Kurang harmonisnya hubungan yang terjalin 1saat reses diantara masyarakat Tapanuli Utara dengan wakil-wakil dari daerah pemilihannya juga dikarenakan jarak jangkauan hubungan lembaga dengan konstituen dan juga constituency, baik kepada personil dewan maupun kepada lembaganya sendiri. Artinya, masyarakat masih sangat sulit menemukan kesempatan untuk melibatkan diri, menyampaikan aspirasi, melakukan tuntutan atas pengelolaan yang tidak baik oleh pemerintah, dan tindakan-tindakan lain yang merupakan hak setiap konstituen kepada legislator. Sebaliknya dewan beserta kegiatan kelembagaan legislatif juga masih sulit untuk melakukan cara komunikasi dan interaksi dalam mengagregat dan melibatkan diri dalam setiap permasalahan masyarakat. Pembentukan pola pikir masyarakat Tapanuli Utara dalam merespon kebijakan dan program-program seperti reses dewan belum maksimal dilakukan melalui kegiatan kelembagaan yang dilakukan oleh DPRD Tapanuli Utara. Dibutuhkan cara-cara yang lebih baik lagi dalam menghasilkan pendekatan yang intim antara konstituen dan constituency dengan dewan maupun badan lembaga perwakilan Tapanuli Utara. Disisi lain, anggota-anggota DPRD masih belum sensitif dengan kehidupan sosial di masyarakat Tapanuli Utara. Keterlibatan DPRD dalam pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat masih sebatas tugas yang diwajibkan untuk dilakukan sebagai kelembagaan perwakilan. Pada waktu lainnya, anggota-anggota dewan hanya disibukkan dengan kegiatan memantau, memantau, dan memantau Universitas Sumatera Utara pelaksanaan pengelolaan pemerintah di tengah masyarakat. Kesibukan dalam memantau tersebut dilakukan tanpa jelas dimana, sedang apa, dan apa yang dilakukannya. Jarang ada interaksi yang terlihat secara kontras dan frontal di mata publik dengan atau tanpa melalui peran media sekalipun. Idealnya, interaksi yang terjalin juga tidak harus dibebankan hanya kepada anggota DPRD Tapanuli Utara. Kesenjangan yang dirasakan mayoritas masyarakat di Tapanuli Utara kepada wakil-wakilnya harus dikembalikan pada kesadaran individu masyarakat. Ketika masyarakat merasa dirinya sebagai konstituen, maka kesempatan bertemu dan berdiskusi yang dimiliki seperti dalam pelaksanaan reses tidak harus disia-siakan. Tuntutan yang disampaikan baik dalam nada keras maupun nada permintaan secara halus, atau dengan cara apa pun yang dilakukan untuk menyampaikan aspirasinya, hal tersebutlah memang yang diharapkan untuk terjadi dalam pembentukan komunikasi relasi antara wakil dengan yang diwakili. Akan tetapi yang terjadi di Tapanuli Utara, hal ini hanya dilakukan oleh sejumlah masyarakat yang masih bisa dihitung oleh jari karena jumlahnya yang sangat sedikit. Masyarakat Tapanuli Utara belum memiliki sikap kritis dan terbuka. Mereka hanya menuntut dan mencemooh pemerintahan dan wakil-wakilnya dalam kefakuman. Sikap kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kegiatan dan program- program kerja lembaga DPRD Tapanuli Utara, termasuk pada masa reses dewan, sangat menjamur di tengah masyarakat Tapanuli Utara. Minimnya respon masyarakat juga tergambarkan melalui argumen-argumen masyarakat terkait Universitas Sumatera Utara persepsi buruk mereka terhadap kinerja anggota-anggota DPRD. Salah seorang konstituen di Dapil I bernama Bosar Hutagalung memaparkan kekesalannya kepada wakil yang dipilihnya, dengan menuturkan pernyataan : “..mereka anggota-anggota DPRD Tapanuli Utara tidak pernah mengunjungi kampung ini, bahkan saya tidak sekalipun melihat sosoknya sejak berakhirnya pemilu 2009 kemarin. Apalagi masa reses, saya tidak tahu untuk apa dan dimana dilakukan oleh anggota DPRD Tapanuli Utara. Bagaimana saya menyampaikan aspirasi kepada mereka bahkan tidak terlintas dalam pikiran saya. Mereka harusnya menampakkan diri dulu,karena saya dan masyarakat sangat sulit menjangkau para dewan.” 34 Masyarakat sebagai objek utama pelaksanaan reses sangat di perlukan partisipasinya. Namun kadang kalanya masyarakat lebih memilih bersikap acuh dan tidak mau tau dengan program reses DPRD, sama halnya dengan pernyataan masyarakat di atas. Masyarakat seharusnya lebih sadar bahwa pada saat anggota DPRD melakukan interview secara langsung, masyarakat diharapkan lebih sigap sehingga aspirasi mereka dapat di tampung oleh dewan. Namun faktanya, masyarakat kurang memahami apa itu program DPRD dan hanya bergantung atas apa yang menjadi aspirasi sejumlah orang yang mendapat kesempatan, sehingga aspirasi tersebut kurang mewakili kepentingan secara universal. Tingkah laku masyarakatlah sebagian besar yang menghambat keharmonisan hubungan perwakilan DPRD dengan konstituennya, yang seharusnya masyarakat lebih bersikap terbuka atas apa permasalahan yang di hadapi mereka di wilayah tersebut. Namun, sikap apatis masyarakat Tapanuli Utara terhadap program reses 34 wawancara peneliti dengan informan masyarakat Dapil I pada hari kamis tanggal 13 februari 2014, Pukul 14.30 Wib. Universitas Sumatera Utara tersebut bukan seutuhnya disebabkan masyarakat saja. Alangkah baiknya sebelum interaksi dilakukan sosialisasi pengenalan reses ini dilakukan agar masyarakat lebih mengetahui apa tujuan dilakukannya pertemuan langsung dengan DPRD itu pada masa reses. Berdasarkan analisis terhadap keharmonisan yang tidak terjalin dengan baik pada masa reses DPRD Tapanuli Utara tersebut, ditemukan beberapa indikator penting sebagai penyebabnya. Hal-hal tersebut adalah : a. Kurangnya kreativitas dewan dalam memacu responsif masyarakat atau konstituennya b. Kurangnya realisasi kinerja DPRD dalam mempengaruhi kondisi kehidupan sosial masyarakat Tapanuli Utara c. Kurangnya kegiatan dan program DPRD yang bersinggungan langsung dengan masyarakat selain masa reses d. Pemahaman masyarakat terhadap posisinya sebagai konstituen sangat mempengaruhi terhadap besarnya jumlah masyarakat yang kurang partisipatif. e. Sikap acuh dan kurang merespon dari konstituen terhadap program reses sangat menyia-nyiakan kesempatan dalam menyampaikan aspirasinya

3.3.2 Kurangnya Kepercayaan Konstituen Terhadap Kredibilitas Anggota DPRD