Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan

lebih fokus. Dalam hal ini kajian analisis yang menjadi ketertarikan peneliti adalah analisis terhadap cara yang dilakukan oleh anggota DPRD dalam masa reses untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan konstituennya. Dengan demikian sesuai dengan judul penelitian ini, hubungan wakil dengan konstituennya akan dianalisis pada program kerja masa reses anggota DPRD Kabupaten Taput di dapil I pada tahun 2013. Maka dengan perumusan masalah tersebut, fokus dari penelitian ini dikonsepkan dengan pertanyaan penelitian, yaitu : 1. Bagaimana anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara membangun hubungan dengan konstituennya pada masa reses tahun 2013 di dapil I?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian pada umumnya dilakukan untuk memecahkan suatu permasalahan dengan cara ilmiah, untuk itu penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana proses dan mekanisme dari masa reses yang dilakukan oleh anggota DPRD Kabupaten Taput di dapil I. 2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan yang terjalin antara anggota- anggota DPRD dengan konstituen di daerah pemilihannya masing-masing. Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat sebagai penambah referensi bagi para mahasiswa, khususnya Departemen Ilmu Politik – FISIP USU 2. Bagi penulis penelitian ini sangat bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan berfikir dan menulis karya ilmiah di bidang politik dengan melihat fenomena politik yang terjadi. 3. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang bagaimana program reses oleh lembaga DPRD, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi semua kalangan dalam membuat penelitian mengenai legislatif.

1.5 Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian, teori sangat dibutuhkan untuk acuan dan pisau analisis untuk melihat fenomena apa yang akan dianalisis dan kemudian dikembangkan menjadi sebuah tolak ukur dalam melakukan keakuratan analisis baik itu argumentasi maupun pengamatan yang dilakukan dengan teori tersebut sebagai dari dasar yang diketahui peneliti, adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Teori Perwakilan Politik 2. Teori Komunikasi Politik

1.5.1 Teori Perwakilan Politik

Konsep perwakilan merujuk kepada seseorang atau suatu kelompok tertentu yang mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk berbicara, bertindak dan Universitas Sumatera Utara memperjuangkan hak politik atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Banyak ahli yang mendefinikan perwakilan representation dengan variasi argumentasi dan analisis yang berbeda-beda, di antaranya adalah : a. Alfred de Grazia mendefinisikan representasi sebagai hubungan antara dua orang, wakil dengan pihak yang mewakilinya konstituen, dimana wakil memegang otoritas untuk melaksanakan beberapa aksi yang mendapat persetujuan dari konstituennya. b. Hanna Penichel Pitkin 1957 mendefinisikannya sebagai proses mewakili, di mana wakil bertindak dalam rangka bereaksi kepada kepentingan pihak yang diwakili. Wakil bertindak sedemikian rupa sehingga diantara wakil dan pihak yang diwakili tidak terjadi konflik dan jika pun terjadi, maka harus mampu meredakan dengan penjelasan. c. Miriam Budiardjo menganggap perwakilan adalah konsep bahwa seorang atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Negara-negara di dunia khususnya negara modern cenderung memiliki kadar persoalan yang sangat rumit terkait perubahan demografi, wilayah, maupun kebutuhan-kebutuhan dari negara tersebut. Ditinjau dari kompleksitas permasalahannya persoalan ini terjadi karena tidak setiap anggota masyarakat mampu memberikan jawaban terhadap persoalan tersebut. Maka diperlukan sekelompok orang yang memiliki keahlian dan benar-benar dapat menjawab persoalan-persoalan tersebut. Universitas Sumatera Utara Seiring dengan perjalanan transisi demokrasi yang dianggap banyak negara sebagai model pemerintahan dan ideologi yang lebih baik, maka muncul juga konsep perwakilan sebagai jawaban atas persoalan yang terjadi. Konsep ini merupakan solusi terhadap kondisi pertumbuhan dan perkembangan penduduk baik secara kualitas maupun kuantitas, serta kenyataan atas kebutuhan negara modern yang memiliki wilayah yang sangat besar, sehingga sangat mustahil untuk tetap menerapkan mekanisme dan sistem demokrasi langsung. Implikasinya adalah dibutuhkan lembaga-lembaga yang menjadi media penghubung antara pemerintah dengan masyarakat. Lembaga-lembaga inilah yang akan mewakili kepentingan-kepentingan politik masyarakat di tingkat pemerintahan suprastruktur politik. Lembaga perwakilan ini sering dikenal dengan lembaga legislatif. Fungsi lembaga legislatif terdiri atas fungsi perwakilan politik, fungsi perundang-undangan, dan fungsi pengawasan. 10 1. Melalui fungsi perwakilan politik, lembaga legislatiflembaga perwakilan membuat kebijakan atas nama anggota masyarakat yang secara keseluruhan terwakili di dalam lembaga tersebut. Dalam hal ini, lembaga legislatiflembaga perwakilan rakyat bertindak sebagai pelindung kepentingan dan penyalur aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Berikut akan dijelaskan fungsi- fungsi tersebut: 10 Arbi Sanit. 1985. Perwakilan Politik di Indonesia. Jakarta: Rajawali. Hlm 253. Universitas Sumatera Utara 2. Melalui fungsi perundang-undangan, lembaga legislatiflembaga perwakilan rakyat memuaskan kepentingan dan aspirasi anggota masyarakat ke dalam kebijaksanaan formal dalam bentuk undang-undang. Dalam fungsi ini tergolong pula kewenangan untuk menghasilkan anggaran pendapatan dan belanja negara, mengusulkan suatu rencana undang-undang dan mengubah suatu undang-undang amandemen. 3. Melaui fungsi pengawasan, lembaga ini melindungi kepentingan rakyat, sebab melalui penggunaan kekuasaan yang dilandasi oleh fungsi ini, lembaga legislatiflembaga perwakilan rakyat dapat mengoreksi semua kegiatan lembaga kenegaraan lainnya melalui pelaksanaan berbagai haknya. Dengan demikian, tindakan-tindakan yang dapat mengabaikan kepentingan anggota masyarakat dapat diperbaiki. Adanya lembaga perwakilan rakyat adalah sebagai ciri dari pemerintahan yang dikendalikan oleh rakyat sebagaimana yang diajarkan dalam teori demokrasi. Proses pemerintahan yang berjalan secara demokratis dan diproses oleh wakil-wakil rakyat dalam suatu lembaga perwakilan rakyat merupakan esensi dari konsepsi demokrasi perwakilan lembaga legislatif. Pola hubungan wakil dan terwakili akan menentukan fokus perwakilan. Siapa yang menjadi pusat perhatian wakil dalam menunaikan tugasnya akan sangat menentukan wakil apakah berhadapan dengan individu, masyarakat umum, kelompok atau partai politik. Dengan demikian, corak perwakilan akan Universitas Sumatera Utara menentukan pola perwakilan, apakah wakil mandiri wali atau gradasi diantara keduanya politico. Corak perwakilan inilah yang nantinya akan menentukan perjalanan transisi demokrasi. Hubungan wakil yang erat dengan konstituennya akan menempatkan konstituen di posisi penting, sehingga aspirasi konstituen menjadi hal yang harus diperjuangkan wakil. Demikian pula ketersediaan mekanisme bagi konstituen untuk berkomunikasi dengan wakilnya akan meminimalkan terjadinya oligarki perwakilan atau distorsi aspirasi sebagaimana lazimnya terjadi dalam demokrasi perwakilan. Keterlibatan rakyat dalam pembuatan keputusan yang mengikat, terefleksi dengan adanya lembaga perwakilan rakyat. Keberadaan lembaga perwakilan rakyat atau lembaga legislatif merupakan salah satu instrumen penting dalam suatu negara yang menganut paham dan ajaran demokrasi. Partisipasi rakyat yang efektif dalam proses pembuatan keputusan adalah ketika sepanjang proses pembuatan keputusan yang mengikat, warga negara harus memiliki kesempatan yang cukup dan kesempatan yang sama untuk mengemukakan pilihan mereka mengenai hasil akhir. Proses pembuatan keputusan tersebut, harus mempunyai kesempatan-kesempatan yang cukup dan sama untuk menempatkan masalah- masalah dalam agenda dan menyertakan alasan mengapa diambil keputusan yang itu dan bukan yang lain. 11 11 Robert A. Dahl. 1992. Demokrasi dan Para Pengkritiknya Jilid I. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hlm 164. Universitas Sumatera Utara Di samping itu, rakyatpun berkesempatan untuk mengawasi jalannya kekuasaan pemerintahan melalui wakil-wakil mereka yang duduk dalam lembaga perwakilan dan lembaga legislatif. Peranan perwakilan Badan Legislatif pada hakikatnya berkenaan dengan masalah antar hubungan badan tersebut, terdapat anggota badan legislatif, dengan anggota masyarakat yang diwakili mereka secara individu, berdasarkan kelompok maupun secara keseluruhan. 12 Berdasarkan kajian teori perwakilan terhadap analisa dan pandangan- pandangan para pemikir ilmu politik, setidaknya ada lima konsep dasar perwakilan yang umum yang terjadi. Kelima konsep dasar perwakilan tersebut yaitu : Pandangan yang melihat hubungan tersebut merupakan salah satu masalah pokok di dalam kehidupan sistem politik pada umumnya, dan di dalam proses Badan Legislatif pada khususnya. 1. Delegated Representation, yaitu seorang wakil diartikan sebagai juru bicara atas nama kelompok yang diwakilinya. Dengan demikian, seorang wakil tidak boleh bertindak di luar kuasa yang memberi mandat. 2. Microcosmic Representation, konsep ini menunjukkan bahwa adanya kesamaan sifat-sifat antara mereka yang diwakili dengan diri sang wakil. Karenanya kebutuhan ataupun tuntutan wakil adalah juga kebutuhan mereka-mereka yang diwakili. Dalam konsep ini masalah kuasa dan hal-hal 12 Arbi Sanit. Op.cit..Hlm 203. Universitas Sumatera Utara yang harus dilakukan tidak pernah menjadi persoalan krusial antara wakil dan yang diwakili oleh karena kesamaan sifat yang dimiliki. 3. Simbolyc Representation. Dalam simbolyc representation tidak dipersoalkan juga mengenai masalah kuasa atau hal-hal yang harus dilakukan. Konsep ini hanya menunjukkan bahwa wakil melambangkan identitas atau kualitas golongankelas orang-orang tertentu yang diwakilinya, dan merupakan bentuk perwakilan yang hendak memperlihatkan bahwa mereka-mereka yang mewakili kelompok tertentu melambangkan identitas atau kualitas klas atau golongan yang tengah diwakilinya. 4. Elective Representation, konsep ini dianggap belum menggambarkan kuasa atau hal-hal yang harus dilakukan wakil mereka, sehingga belum menjelaskan tentang hubungan antara wakil dengan yang memilihnya. 5. Party Repressentation, individu-individu dalam lembaga perwakilan merupakan wakil dari partai politik atau konstituen yang diwakilinya. Semakin meningkatnya organisasi dan disiplin partai mendorong lahirnya party bosses dan party caucauses. Para wakil dalam lembaga perwakilan menjadi wakil dari organisasi partai politik yang bersangkutan. Gilbert Abcarian menyodorkan 4 empat macam tipe menyangkut hubungan antara si wakil dengan yang diwakilinya, yaitu : a. Si wakil bertindak sebagai ‘wali’ trustee, diartikan bahwa si wakil bebas bertindak atau mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri tanpa perlu berkonsultasi dengan yang diwakilinya. Universitas Sumatera Utara b. Si wakil bertindak sebagai ‘utusan’ delegate. Dalam hal ini si wakil sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya. Si wakil dalam melakukan tugasnya selalu mengikuti instruksi dan petunjuk dari yang diwakilinya. c. Si wakil bertindak sebagai ‘politico’, menurut tipe ini si wakil kadang- kadang bertindak sebagai wali trustee dan ada kalanya bertindak sebagai utusan delegate. Tindakannya tergantung pada issue materi yang dibahas. d. Si wakil bertindak sebagai ‘partisan’. Dalam tipe ini si wakil bertindak sesuai dengan keinginan atau program partai organisasi si wakil setelah si wakil dipilih oleh pemilihnya yang diwakilinya, maka lepaslah hubungan dengan pemilih dan mulailah hubungannya dengan partai organisasi yang mencalonkannya dalam pemilu. Konsep perwakilan pun dapat dilihat dari sudut pandang hubungan antara wakil dan yang diwakili. Berdasarkan sudut pandang ini, dikenal ada empat teori perwakilan, yaitu : a. Teori Mandat Teori mandat yang sering disebut dengan functional representation, pertama kali dikenalkan oleh J.J. Rousseau. Wakil dilihat sebagai penerima mandat dimana ia harus merealisasikan kekuasaan pihak yang diwakilinya dalam proses kehidupan politik. Atau dengan kata lain, teori ini pada dasarnya berasumsi bahwa subtansi yang diwakili oleh seorang wakil terbatas pada mandat yang disampaikan Universitas Sumatera Utara oleh orang-orang yang memberikan mandat. Hal demikian mengharuskan segala tindakat, bahkan termasuk sikap dan perilaku dari wakil harus senantiasa bersesuaian dengan kehendak dari orang-orang yang memberikan mandat. Sesuai dengan perkembangan dari teori mandat ini, berkembang atas dasar asumsi tentang kualitas mandat yang menjadi dasar hubungan antara seorang wakil dengan orang-orang yang diwakilinya. Bila terjadi perbedaan pandangan, sikap dan tindakan antara wakil dengan fihak yang diwakili, dapat berakibat turunnya reputasi para wakil. Beberapa variasi di dalam teori mandat ini terdiri dari : 1. Mandat imperatif, berarti bahwa hubungan antara wakil dengan orang yang diwakili itu terbatas pada instruksi yang disampaikan oleh orang- orang yang mewakilinya itu. Wakil tidak diperbolehkan bertindak melampui mandat yang telah diberikan dengan konsekuensi bahwa jika hal itu dilakukan oleh wakil, maka hal demikian tidak berada pada hubungan yang benar antara wakil dan orang yang memberikan perwakilannya. 2. Mandat bebas, yang menyatakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai seorang wakil maka semua tindakan yang dilakukan dipandang berada pada bingkai mandat yang diberikan. Seluruh aspek yang secara logis menjadi dasar dari mandat yang diberikan kepada seorang wakil dianggap terakomodasikan di dalam mandat yang disampaikan tersebut, Universitas Sumatera Utara dengan demikian wakil bebas bertindak sesuai dengan batasan umum yang dimandatkan kepada dirinya. 3. Mandat representatif, merupakan perkembangan kualitas mandat yang bersifat umum. Dalam teori mandat representatif, duduknya seseorang di dalam lembaga perwakilan dipandang mewakili keseluruhan kehendak atau aspirasi orang yang memberikan mandat. Sebagai ciri khas dari mandat ini, bahwa seorang wakil memberikan mandat kepada dirinya. Mandat diberikan secara umum di dalam sistem tertentu yang kemudian dikenal melalui Pemilu. b. Teori Organ Ajaran ini lahir di Prancis sebagai rasa ketidakpuasan terhadap ajaran teori mandat. Para sarjana mencari dan membuat ajaranteori baru dalam hal hubungan antara wakil dengan yang diwakilinya. Teori Organ diungkapkan oleh Von Gierke Jerman, bahwa negara merupakan satu organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapannya seperti : eksekutif, parlemen dan rakyat, yang semuanya itu mempunyai fungsinya sendiri-sendiri namun antara satu dengan lainnya saling berkepentingan. Dengan demikian maka setelah rakyat memilih lembaga perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri lembaga perwakilan tersebut dan lembaga ini bebas menjalankan fungsinya sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Universitas Sumatera Utara c. Teori sosiologi Ajaran ini menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan bangunan politis, akan tetapi merupakan bangunan masyarakat sosial. Para pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang dianggap benar-benar ahli dalam bidang kenegaraan yang akan bersungguh-sungguh membela kepentingan para pemilih. Sehingga lembaga perwakilan yang terbentuk itu terdiri dari golongan- golongan dan kepentingan yang ada dalam masyarakat. Artinya bahwa lembaga perwakilan itu tercermin dari lapisan masyarakat yang ada. Yang membahas teori ini dipelopori oleh Rieker. d. Teori hukum obyektif Leon Duguit mengatakan bahwa hubungan antara rakyat dan parlemen dasarnya adalah solidaritas. Wakil-wakil rakyat dapat melaksanakan dan menjalankan tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat. Sebaliknya rakyat tidak akan dapat melaksanakan tugas kenegaraannya tanpa memberikan dukungan kepada wakil-wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah. Dengan demikian ada pembagian kerja antara rakyat dan parlemen Badan Perwakilan Rakyat. Keinginan untuk berkelompok yang disebut solidaritas adalah merupakan dasar dari hukum dan bukan hak-hak yang diberikan kepada mandataris yang membentuk lembaga perwakilan tersebut. Universitas Sumatera Utara

1.5.2 Teori Komunikasi Politik

Secara sederhana bisa disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran pesan antara komunikator kepada komunikan dimana proses itu merupakan cara dasar untuk mempengaruhi perubahan perilaku dan yang mempersatukan proses psikologi seperti persepsi, pemahaman dan motivasi untuk memperoleh kesamaan makna. Seseorang dapat merubah sikap, pendapat dan perilaku orang lain apabila komunikasi atau pesan yang disampaikannya komunikatif atau komunikasinya efektif. Sedangkan komunikasi politik merupakan segala bentuk komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antar sistem tersebut dengan lingkungannya, yang mencakup jaringan komunikasi organisasi, kelompok, media massa dan saluransaluran khusus dan determinan sosial ekonomi dari pola-pola komunikasi yang ada pada sistem tersebut. Atau dengan kata lain komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan- pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Berdasarkan pandangan politik klasik, kekuasaan, kelembagaan, fungsionalis, atau konflik komunikasi politik adalah proses komunikasi yang menyangkut interaksi pemerintah pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Menurut Michael Rush dan Philip Althoff komunikasi politik adalah merupakan proses yang berkesinambungan dan melibatkan pertukaran informasi di antara individu- Universitas Sumatera Utara individu yang satu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkat masyarakat. 13 Sementara itu, Karl W. Deutsch mendefinisikan bahwa komunikasi politik adalah transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian sistem politik kepada sistem politik yang lain, dan antara sistem sosial dan sistem politik yang merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik, sehingga hasil yang dicapai dapat mempengaruhi pembahasan suatu kebijaksanaan yang ditujukan untuk kepentingan umum. 14 Istilah dan proses dari komunikasi politik itu sendiri adalah sebagai berikut : 1. KomunikatorSender Pengirim pesan 2. Encoding Proses penyusunan ide menjadi simbolpesan 3. Message Pesan 4. Media Saluran 5. Decoding proses pemecahan penerjemahan simbol-simbol 6. KomunikanReceiver Penerima pesan 7. Feed Back Umpan balik, respon A. Fungsi Komunikasi Politik Fungsi komunikasi politik mempunyai makna dan arti yang sangat penting dalam setiap proses politik dalam sebuah sistem politik baik itu oleh infra maupun supra struktur politik. Sudijono Sastroadmodjo menyatakan bahwa : 13 Michael Rush Dan Philip Althoff. 2002. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta. Rajawali Press. Hlm 23 14 Hafied Canbara. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Press. Hlm243 Universitas Sumatera Utara “fungsi komunikasi politik itu adalah fungsi struktur politik menyerap berbagai aspirasi, pandangan-pandangan dan gagasan-gagasan yang berkembang dalam masyarakat dan menyalurkan sebagai bahan dalam penentuan kebijaksanaan.Selain itu, fungsi komunikasi politik juga merupakan fungsi penyebarluasan rencana-rencana atau kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah kepada rakyat.Dengan demikian fungsi ini membawakan arus informasi timbal balik dari rakyat kepada pemerintah dan dari pemerintah kepada rakyat”. 15 Komunikasi politik juga memiliki fungsi-fungsi tertentu dalam setiap sistem sosial. Menurut A.W. Widjaja 16 a. Informasi : pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat. fungsi komunikasi politik dalam setiap sistem sosial meliputi beberapa hal berikut : b. Sosialisasi pemasyarakatan : penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat. c. Motivasi : menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar. 15 Sudijono Sastroadmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang : IKIP Semarang Press. Hlm 123. 16 A.W. Widjaja. 1993. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta. Bumi Aksara.. Hlm 9- 10. Universitas Sumatera Utara d. Perdebatan dan diskusi : menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik. B. Paradigma Komunikasi Politik Komunikasi politik mendapat sejumlah keuntungan dan sekaligus mengalami banyak kesulitan karena fenomena komunikasi politik itu menjadi luas, ganda dan multi paradigma. Komunikasi politik dapat diterangkan berdasarkan empat perspektif atau paradigma yaitu meliputi paradigma mekanistis, paradigma psikologis, paradigma interaksional dan paradigma pragmatis. 1. Paradigma Mekanistis Paradigma mekanistis dalam komunikasi politik adalah model yang paling lama dan paling banyak dianut sampai sekarang. Berdasarkan doktrin ini komunikasi dikonseptualisasikan sebagai proses yang mekanis di antara manusia. Dalam komunikasi politik paradigma mekanistis banyak didominasi pada studi mengenai pendapat umum, propaganda, perang urat saraf, kampanye, pengaruh media massa terhadap sosialisasi politik dan peranan komunikasi terhadap partisipasi politik, dan hal ini masih dominan dan populer di Indonesia. Paradigma mekanistik adalah paradigma yang paling tua dan tunduk pada dominasi ilmu fisika. Universitas Sumatera Utara 2. Paradigma Psikologis Konseptual paradigma psikologis dapat digambarkan sebagai sikap, keyakinan, motif, dorongan, citra, konsep diri, tanggapan dan persepsi yang dapat menjadi penangkal atau sebaliknya dari rangsangan yang menyentuh individu. Komunikasi dalam model paradigma psikologis merupakan masukan dan luaran stimuli yang ditambahkan dan diseleksi dari stimuli yang terdapat dalam lingkungan informasi. Dasar konseptual model ini, ialah bahwa penerima adalah penyandi yang aktif atas stimuli terstruktur yang mempengaruhi pesan dan salurannya. 3. Paradigma Interaksional Paradigma komunikasi politik perspektif ini merupakan reaksi atas paradigma mekanistis dan psikologis. Paradigma komunikasi jenis ini dikonseptualisasikan sebagai interaksi manusiawi pada masingmasing individu. Karakteristik utama dari paradigma interaksional, adalah penonjolan nilai karakteristik individu di atas segala pengaruh yang lain karena manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, masyarakat dan buah pikiran. Setiap bentuk interaksi sosial dimulai dengan mempertimbangkan diri manusia. Sehingga paradigma ini dianggap paling manusiawi di antara semua paradigma komunikasi yang ada. 4. Paradigma Pragmatis Perspektif ini relatif baru dan masih dalam proses perkembangan, hal ini memusatkan perhatian pada tindakan. Dalam model komunikasi pragmatis Universitas Sumatera Utara tindakan yang diamati, yaitu tindakan atau perilaku yang berurutan dalam konteks waktu dalam sebuah sistem sosial. Perspektif pragmatis, tindakan dan perilaku bukan hasil atau efek dari proses komunikasi melainkan tindakan atau perilaku itu sendiri sama dengan komunikasi. Dalam pragmatis berkomunikasi dan berperilaku adalah sama-sama komunikasi, sehingga berperilaku secara politik maka sama dengan tindakan komunikasi politik. Dalam perspektif pragmatis sesungguhnya yang terjadi adalah komunikasi tindakan atau perilaku. Dalam komunikasi politik paradigma pragmatis adalah sebuah bentuk komunikasi politik yang penting. C. Bentuk Komunikasi Politik Komunikasi Politik merupakan hubungan dua arah antara wakil dan konstituennya dengan melakukan kontak politik. Kontak politik antara wakil dan konstituennya biasanya memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu. 17 A.W Widjaja membagi bentuk-bentuk komunikasi politik ke dalam tiga kelompok, yaitu : a. Komunikasi personal, yaitu komunikasi yang ditujukan kepada sasaran yang tunggal, bentuknya dapat berupa tukar pikiran dan sebagainya. Komunikasi personal efektifitasnya paling tinggi karena komunikasinya timbal balikmdan terkonsentrasi. 17 Azam Awang. Peran DPRD Provinsi Riau Dalam Penjaringan Aspirasi Masyarakat. Jurnal Ilmu Politik 8 AIPI dan LIPI. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hlm 100. Universitas Sumatera Utara b. Komunikasi kelompok, yaitu komunikasi yang ditujukan kepada kelompok yang tertentu. Kelompok adalah suatu kumpulan manusia yang mempunyai antar hubungan sosial yang nyata dan memperlihatkan struktur yang nyata pula. Bentuk komunikasi ini adalah : ceramah, briefing, indoktrinasi, penyuluhan dan sebagainya. c. Komunikasi massa, yaitu komunikasi yang ditujukan kepada massa atau komunikasi yang menggunakan media massa. Massa disini adalah kumpulan orang-orang yang hubungan antar sosial tidak jelas dan tidak mempunyai struktur tertentu. 1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif yang bersifat analisis terhadap suatu gejala atau fenomena yang kemudian disinkronkan dengan teori yang digunakan dalam penelitian. Pendekatan Kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari yang diamati. 18

1.6.2 Lokasi Penelitian

Dengan demikian penelitian ini akan memberikan analisa dan gambaran yang lebih riil atau detail mengenai suatu gejala atau fenomena tersebut yaitu, masa reses anggota DPRD Taput di Dapil I. Lokasi penelitian ini dilakukan pada lembaga DPRD di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Jln. Sisingamangaraja No.194 18 Hadari Nawawi. 1994. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press. Hlm 203. Universitas Sumatera Utara Tarutung Sumatera Utara. Selain itu, untuk mengakuratkan analisis peneliti dilakukan juga penelitian ke Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara yang mencakup 7 kecamatan, yakni Kecamatan Adiankoting, Pahae Jae, Pahae Julu, Purba Tua, Siatas Barita, Simangumban, dan Tarutung.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian, data sangat dibutuhkan sebagai acuan dan untuk menjamin keakuratan analisis penelitian tersebut. Maka peneliti dalam hal ini melakukan teknik pengumpulan data dengan cara pengumpulan data primer dan data sekunder. 19 1. Data Primer Berikut akan diuraikan maksud dari pengumpulan data tersebut : Pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah melalui wawancara interview. Wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan ataupun narasumber yang dianggap sesuai dengan objek penelitian, serta melakukan tanya jawab secara mendalam terkait permasalahan yang ingin diteliti kepada informan atau narasumber dalam objek penelitian ini. Dalam hal ini, peneliti mengambil informan yaitu anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara yang menjadi wakil rakyat pada daerah pemilihan I Tapanuli Utara dan beberapa masyarakat dari daerah-daerah pemilihan tersebut. Selain itu, peneliti juga 19 Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga.. Hlm 105. Universitas Sumatera Utara mengambil data primer melalui data-data yang dimiliki oleh lembaga DPRD Taput terkait program masa reses pada tahun 2013. 2. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data dan informasi melalui buku, internet, jurnal dan lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data-data tersebut hanya sebagai acuan untuk penulis memiliki gambaran terhadap konsep yang akan dituliskan dalam penelitian ilmiah ini. Selain itu, penulis juga mencari informasi dan referensi tambahan melalui buku-buku terkait lembaga Legislatif DPRD, seperti tata tertib lembaga Legislatif, masa reses DPRD, maupun artikel-artikel dari majalah atau koran, dan sebagainya yang bisa membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

1.6.4 Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan guna mencari makna dan implikasi yang lebih luas dari hasil-hasil penelitian. Sesuai dengan jenis penelitian yang menggunakan metode kualitatif, maka penelitian ini menggunakan beberapa tahapan sebagai proses analisis untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Tahapan pertama adalah data-data dikumpulkan dari lembaga terkait baik itu yang masih mentah ataupun sudah disusun secara formal. Kemudian data-data tersebut dianalisis sesuai dengan permasalahan yang ingin dianalisis oleh peneliti. Selain itu, data yang didapat berdasarkan metode wawancara akan sangat membantu Universitas Sumatera Utara peneliti untuk menganalisis yang akan dilakukan perbandingan terhadap konsep yang ada pada data tertulis yang didapatkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menguatkan argumen dari hasil analisisnya.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka penulisan dilakukan secara terperinci dan sistematis sebagai salah satu syarat penelitian ilmiah. Penelitian ini terdiri atas 4 bab, yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : PROFIL DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DAN DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA Bab ini akan menguraikan profil dari lembaga DPRD Kabupaten Taput dengan menyertakan struktur organisasinya. Selain itu akan dijelaskan juga profil dari dapil I yang menjadi fokus penelitian terhadap masa reses yang dilakukan oleh anggota DPRD Taput. BAB III: HUBUNGAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DENGAN KONSTITUENNYA MASA RESES 2013 DI DAPIL I Universitas Sumatera Utara Dalam bab ini akan dilakukan analisis terhadap hubungan anggota DPRD Kabupaten Taput dengan konstituennya pada masa reses 2013 di Dapil I. BAB IV : PENUTUP Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil analisis data. Universitas Sumatera Utara

BAB II PROFIL DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DAN DAPIL I

2.1 Profil DPRD Kabupaten Tapanuli Utara

DPRD Kabupaten Tapanuli Utara merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai penyelenggara pemerintahan daerah bersama- sama pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara. DPRD Kabupaten Tapanuli Utara terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan pemilihan umum. 20 Sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dan peraturan pemerintah nomor 16 tahun 2010 tentang pedoman penyusunan peraturan DPRD tentang tata tertib serta peraturan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara nomor 01 tahun 2010 tentang tata tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Pasal 35 Ayat 1 menyebutkan bahwa DPRD terdiri atas : a. Fraksi-fraksi b. Alat kelengkapan c. Sekretariat

2.1.1 Fraksi-fraksi

Fraksi di lembaga DPRD Tapanuli Utara bertugas 21 20 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, Pasal 2. untuk : 21 Ibid.. Pasal 33 Universitas Sumatera Utara