Latar Belakang Tinjauan Yuridis Mengenai Kebijakan Daftar Negatif Investasi Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju baik yang ada di kawasan regional maupun kawasan global. Adapun salah satu sumber dana utama guna memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan nasional tersebut diperoleh melalui kegiatan penanaman modal atau investasi. Mengingat akan begitu besarnya peran penanaman modal atau investasi bagi pembangunan nasional, maka sudah sewajarnya penanaman modal atau investasi mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan menjadi bagian yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Sebab dengan adanya kegiatan penanaman modal atau investasi Indonesia dapat mengolah segala potensi ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil. Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor setidak- tidaknya dibutuhkan tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity investasi mampu memberi keuntungan secara ekonomis bagi investor; kedua, political Universitas Sumatera Utara stability investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik; ketiga, legal certainty atau kepastian hukum. 1 Dari ketiga faktor diatas dapat dikatakan bahwa faktor kepastian hukum legal certainty merupakan faktor yang paling sering dijadikan dasar pertimbangan utama bagi para investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan penanaman modal atau investasi di suatu negara. Hal ini dikarenakan investor mempunyai kepentingan serta tujuan dalam menanamkan modalnya dan dalam usaha mempertahankan kepentingan serta tujuan tersebut instrumen hukum adalah alatnya. Adapun yang dimaksud dengan hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 2 Hukum itu bukanlah merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya non- yuridis dan berkembang karena ransangan dari luar hukum. Faktor-faktor di luar hukum itulah yang membuat hukum itu dinamis. 3 Pembangunan instrumen hukum penanamam modal atau investasi di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1967 yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing UU PMA 1 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 48. 2 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2003, hal. 40. 3 Ibid. Universitas Sumatera Utara serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri UU PMDN. Penggairahan iklim penanaman modal atau investasi pun tidak hanya berhenti disitu saja, hal ini dapat dilihat dari dilengkapi dan disempurnakannya kedua undang- undang di atas. Adapun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA UU PMA, sedangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN UU PMDN. Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang PMA UU PMA dan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang PMDN UU PMDN, dapat dikatakan kegiatan penanaman modal atau investasi di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Di dalam perkembangan hukum di Indonesia Undang-Undang Penanaman Modal Asing UU PMA dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri UU PMDN kini tidak berdiri secara sendiri-sendiri lagi. Pada saat ini pengaturan mengenai penanaman modal atau investasi telah diatur dalam sebuah undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal UU PM, yang disahkan pada tanggal 26 April 2007. Universitas Sumatera Utara Adapun dasar pertimbangan yang digunakan oleh pemerintah dalam menyusun undang-undang tersebut secara singkat adalah sebagai berikut: 4 1. Pertimbangan Filosofis Bahwa untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan berlandaskan demokrasi ekonomi untuk mencapai tujuan bernegara; 2. Pertimbangan Politik Bahwa sesuai dengan amanat yang tercantum dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor: XVIMPR1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; 3. Pertimbangan Ekonomi Bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; 4. Pertimbangan Yuridis 4 Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007, LN. No. 67 Tahun 2007, Bagian Menimbang. Universitas Sumatera Utara Bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri perlu diganti karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal. Selain dasar pertimbangan yang ada di atas, patut untuk diketahui pula bahwa lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga tidak dapat dipisahkan dari keanggotaan Indonesia di Wold Trade Organization WTO, dimana Indonesia telah meratifikasi kesepakatan pendirian WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 yang mewajibkan Indonesia untuk mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal dengan kesepakatan-kesepakatan yang ada dalam WTO. Sejak diundangkan, undang-undang ini telah menimbulkan perbedaan pandangan yang cukup signifikan dan cenderung bertolak belakang. Pandangan pertama menganggap undang-undang ini sangat berpihak kepada investor asing dengan adanya jaminan perlakuan yang sama antara investor asing dan domestik. Universitas Sumatera Utara Pandangan ini mengarah kepada suatu pendapat yang menganggap bahwa undang- undang ini tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Pandangan kedua, menganggap undang-undang ini merupakan salah satu solusi yang tepat mengatasi problema penanaman modal di Indonesia. Undang-undang ini juga dikatakan telah disesuaikan dengan perubahan perekonomian global yang semakin terbuka dan tanpa batas serta telah memenuhi kewajiban internasional Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional. 5 Apabila dipahami secara cermat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebenarnya dibangun di atas pendekatan yang sama dengan undang-undang penanaman modal di negara sedang berkembang pada umumnya. Dimana selain memberi kesempatan yang lebih luas kepada investor asing dengan menjamin adanya perlakuan yang sama antara penanam modal asing PMA dan penanam modal dalam negeri PMDN, undang-undang ini juga membuka ruang yang luas bagi pemerintah untuk menetapkan persyaratan-persyaratan tertentu kepada penanaman modal asing PMA untuk menjaga kepentingan nasional. Adapun salah satu bentuk usaha pemerintah dalam menjaga kepentingan nasional dapat dilihat dalam penerapan syarat penanaman modal melalui penetapan bidang usaha. Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal disebutkan: 6 5 Mahmul Siregar, “UUPM dan Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional dalam Kegiatan Penanaman Modal”. Jurnal Hukum Bisnis. Volume 26No. 4Tahun 2007. 6 Undang-Undang Penanaman Modal, op.cit., Psl. 12. Universitas Sumatera Utara 1. Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan; 2. Bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah: a. Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan b. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan Undang- Undang. 3. Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya. 4. Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden. 5. Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari Pasal 12 ayat 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Universitas Sumatera Utara Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau yang lebih dikenal dengan Daftar Negatif Investasi DNI. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 ini merupakan peraturan pengganti dari Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal yang telah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Berkaitan dengan pengaturan Daftar Negatif Investasi DNI, sebagai tindak lanjut dari Pasal 12 ayat 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pemerintah juga telah mengeluarkan pengaturan mengenai kriteria dan persyaratan bidang usaha yakni Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal Perpres Nomor 76 Tahun 2007. Dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia dapat dikatakan bahwa Daftar Negatif Investasi DNI merupakan acuan pertama kali dan terpenting bagi calon penanam modal, baik penanam modal asing PMA atau penanam modal dalam negeri PMDN untuk mengetahui apakah bidang usaha yang mereka inginkan Universitas Sumatera Utara terbuka atau tertutup bagi kegiatan penanaman modal sebelum melakukan kegiatan penanaman modal. Melihat akan begitu besarnya peranan dan pengaruh dari diberlakukannya Daftar Negatif Investasi DNI dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia terutama dalam menghadapi era perdagangan global. Maka penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam bentuk skripsi dengan judul: “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEBIJAKAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah