yang diperlukan. Ketentuan-ketentuan tersebut ditujukan untk memastikan bahwa
peryaratan-persyaratan yang ditentukan oleh suatu negara-negara peserta:
152
a. Didasarkan pada kriteria yang objektif dan transparan, misalnya kesanggupan dan
kemampuan untuk menyediakan jasa; b.
Tidak lebih berat daripada yang semestinya untuk menjamin kualitas jasa-jasa; c.
Dalam hal prosedur perijinan, bukan merupakan hambatan dalam supply jasa- jasa.
C. Hubungan Ketentuan Daftar Negatif Investasi dengan Kesepakatan
Perdagangan Internasional
Suatu perjanjian
perdagangan internasional
mengikat berdasarkan
kesepakatan para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu, sebagaimana halnya perjanjian internasional pada umumnya, perjanjian perdagangan internasional pun
hanya akan mengikat suatu negara apabila negara tersebut sepakat untuk menandatangani dan meratifikasinya.
153
Masuknya Indonesia sebagai anggota WTO berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1994 membawa konsekwensi hukum berupa kewajiban untuk menyesuaikan
peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan kesepakatan-kesepakatan WTO
152
Ibid., hal. 2.
153
Huala Adolf, op. cit., hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
yang telah diratifikasi dan menjamin bahwa peraturan perundang-undangan nasional yang telah disesuaikan tersebut dapat dilaksanakan.
154
Meskipun WTO tidak mengatur secara komprehensif kesepakatan bidang penanaman modal, akan tetapi terdapat setidaknya dua kesepakatan yang terkait
langsung dengan peraturan penanaman modal, yakni Agreement on Trade Related Measures dan Agreement on Trade in Services yang kemudian menghasilkan
kesepakatan Domestic Regulations.
155
Terkait kedua agreement tersebut, maka yang perlu diperhatikan adalah ketentuan mengenai syarat-syarat penanaman modal yang diterapkan oleh Pemerintah
Indonesia dalam berbagai peraturan penanaman modal. Jangan sampai syarat-syarat penanaman modal tersebut bertentangan dengan Agreement on TRIMs, GATS serta
Domestic Regulations.
156
Indonesia pada saat ini telah memiliki sebuah undang-undang penanaman modal yang baru dengan diundangkannya UU No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal UU PM pada tanggal 29 Maret 2007. UU ini disusun dengan memperhatikan perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam
berbagai kerja sama internasional, sehingga perlu didorong terciptanya iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan
dan efisien dengan tetap mengacu pada kepentingan ekonomi nasional. Setidaknya ada tiga hal penting yang diperintahkan dalam konsideran UU ini, yakni: 1. tujuan
154
Asmin Nasution, op. cit., hal. 14-15.
155
Ibid., hal. 15.
156
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
yang ingin dicapai dalam penataan penanaman modal adalah kepentingan ekonomi nasional, 2. terciptanya iklim penanaman modal yang kondusif dan berkepastian
hukum, 3. harmonisasi peraturan penanaman modal dengan perubahan perekonomian global dan kewajiban internasional Indonesia dalam berbagai
kerjasama internasional dengan tetap mengacu kepada kedaulatan politik dan ekonomi nasional.
157
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dibangun atas pendekatan yang sama dengan undang-undang penanaman modal di negara
sedang berkembang pada umumnya. Undang-Undang ini memberi kesempatan yang lebih luas kepada investor asing sebagian besar orang menyebutnya “sangat liberal”
dan menjamin adanya perlakuan sama antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Artinya, undang-undang ini tetap membuka ruang yang luas bagi pemerintah untuk menetapkan persyaratan-persyaratan tertentu kepada penanaman modal asing untuk
menjaga kepentingan nasional. Landasan filosofis dari UU ini juga menegaskan bahwa pelaksanaan penanaman modal tetap menjunjung tinggi kedaulatan politik
Negara Kesatuan Republik Indonesia .
158
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal perlakuan sama bagi penanam modal asing PMA dan penanam modal dalam negeri
PMDN dijadikan sebagai kebijakan dasar penanaman modal di Indonesia. Hal
157
Hendrik Budi Untung, op. cit., hal. 112.
158
Mahmul Siregar, “UUPM dan Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional dalam Kegiatan Penanaman Modal”, Jurnal Hukum Bisnis. Volume 26No. 4Tahun 2007.
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat kita lihat dalam Pasal 4 ayat 2, dimana dikatakan: “Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Pemerintah
memberi perlakuan sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.”
159
Namun apabila dicermati secara menyeluruh sebenarnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal tidaklah memberikan perlakuan
yang benar-benar sama antara PMA dan PMDN. Hal tersebut dapat kita lihat dalam penerapan syarat penanaman modal dalam hal bidang usaha.
Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, disebutkan:
160
1. Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal,
kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.
2. Bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah:
a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-
undang. 3.
Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan
159
Undang-Undang Penanaman Modal, op. cit., Psl. 4 ayat 2.
160
Ibid., Psl. 12.
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.
4. Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan
persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden.
5. Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan
berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi,
pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk
Pemerintah. Sebagai tindak lanjut terhadap Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang
Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal Perpres Nomor 36 Tahun 2010 yang selanjutnya disebut dengan Daftar Negatif Investasi
DNI. Berkaitan dengan pengaturan DNI, pemerintah juga telah mengeluarkan
pengaturan mengenai kriteria dan persyaratan bidang usaha yaitu Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha
Universitas Sumatera Utara
yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal Perpres Nomor 76 Tahun 2007.
Adapun hubungan ketentuan Daftar Negatif Investasi DNI yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal dengan kesepakatan perdagangan internasional, yakni terletak pada kewajiban Indonesia untuk menyesuaikan setiap peraturan perundang-undangan nasionalnya
dengan kesepakatan-kesepakatan yang ada dalam WTO. Dimana dengan adanya kewajiban tersebut maka persyaratan-persyaratan yang ada dalam Daftar Negatif
Investasi DNI harus lah sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan kesepakatan- kesepakatan yang ada dalam WTO.
Apabila dilihat kesepakatan-kesepakatan perdagangan internasional yang ada dalam WTO tidak ada satu ketentuan pun yang melarang pemerintah negara penerima
modal host country untuk menerapkan pembatasan bidang usaha dalam kebijakan penanaman modalnya. Yang perlu mendapat perhatian adalah persyaratan-
persyaratan dalam bidang usaha yang dibuka untuk penanaman modal tidak boleh melanggar komitmen liberalisasi yang disetujui oleh pemerintah negara penerima
modal host country dalam rangka persetujuan WTO. Dan bila dilihat persyaratan yang ada dalam Daftar Negatif Investasi DNI
yang dimuat dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 dan dalam Peraturan Presiden yang sebelumnya yakni Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 dan
Perpres Nomor 111 Tahun 2007 dapat dikatakan bahwa persyaratan- persyaratan ada
Universitas Sumatera Utara
di dalamnya secara umum masih harmonis dengan ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang ada, baik itu TRIMs, GATS, dan Domestic Regulations.
Agreement on TRIMs melarang performance requirement yang tidak konsisten dengan Article III dan XI GATT. Tetapi tidak melarang persyaratan
penanaman modal lainnya seperti kewajiban joint venture, pembatasan pemilikan saham asing, kemitraan dengan UKMK, alih teknologi dan persyaratan-persyaratan
berkenaan dengan upaya melindungi lingkungan hidup. Persyaratan-persyaratan yang demikian termasuk pada non-cross border issues yang pelaksanaannya tergantung
pada kebutuhan pembangunan ekonomi negara host country.
161
Sedangkan menurut GATS pemberlakuan persyaratan yang dilakukan oleh host country pada fase entry appropal perusahaan belum berdiri tidak bertentangan
dengan GATS, oleh karena itu kebijakan Daftar Negatif Investasi DNI dapat dikatakan tidaklah bertentangan, karena pemberlakuan persyaratan yang ada dalam
Daftar Negatif Investasi DNI dilakukan pada saat perusahaan belum berdiri. Dan dalam hubungannya dengan Domestic Regulations, Daftar Negatif
Investasi DNI dapat dikatakan tidak bertentangan. Karena Daftar Negatif Investasi tidak bertentangan dengan apa yang diatur dalam Article VI: 4 GATS.
161
Mahmul Siregar, op. cit.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan