mempengaruhi kebijakan, barulah keberhasilan maupun ketidakberhasilan akan diketahui.
Suatu kebijakan publik dikatakan berhasil bila dalam implementasinya mampu menyentuh kebutuhan kepentingan publik. Pertanyaannya adalah ketika
suatu kebijakan tidak lagi memenuhi kepentingan publik, bagaimana bisa disebut sebagai kebijakan yang berhasil? Peters dalam Tangkilisan, 2003:22 mengatakan
bahwa: “Implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor,
yaitu informasi, di mana kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang kurang tepat baik kepada objek
kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi kebijakan itu; isi kebijakan, dimana implementasi kebijakan dapat gagal karena masih
samarnya isi atau tujuan kebijakan atau ketidaktepatan atau ketidaktegasan intern ataupun ekstern kebijakan itu sendiri; dukungan, dimana
implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaannya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut; pembagian potensi,
dimana hal ini terkait dengan pembagian potensi di antaranya para aktor implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya
dengan diferensiasi tugas dan wewenang”.
II.1.1.2 Model-model Implementasi Kebijakan
Untuk melaksanakan kegiatan dalam tahap implementasi maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan. Berikut ini model-model
implementasi kebijakan: 1.
Model Donald S. van Meter dan Carl E. van Horn Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara
linier dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Donal S Van Meter dan Carl E Van Horn menerapkan model implementasi dengan lebih
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memfokuskan ke sisi teknisnya. Menurut Meter dan Horn Indiahono, 2009 :38, ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:
a. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan pada
dsarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan. b.
Sumber daya. Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan financial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan
program atau kebijakan. c.
Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas. Hal ini menunjuknkepada mekanisme prosedur yang dicanagkan untuk
mencapai sasaran dan tujuan program. d.
Karakterisktik agen pelaksana. Hal ini menunjuk seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan
komunikasi yang terjadi di internal birokrasi. e.
Kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Menunjuk bahwa kondisi dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi itu
sendiri. f.
Disposisi implementor. Hal ini menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi kebijakan. Seberapa
demokratis, antusias, dan responsif terhadap kelompok sasaran dan lingkungan beberapa yang dapat ditunjuk sebagai bagian dari sikap
pelaksana ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Model Merilee S. Grindle
Keberhasilan implementasi menurut Grindle dipengaruhi oleh dua variabel besar, yaitu isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi kebijakan mencakup
tentang kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan, jenis manfaat yang akan dihasilkan, derajad perubahan yang diinginkan, kedudukan pembuat kebijakan,
siapa pelaksana program, dan sumber daya yang dikerahkan. Sementara itu, konteks implementasinya lebih mencakup ke arah politis seperti kekuasaan,
kepentingan dan strategi aktor yang terlibat; karakteristik lembaga dan penguasa; kepatuhan dan daya tanggap Dwidjowijoto, 2006:175.
3. Model Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier
Mazmanian dan Sabatier Dwidjowijoto, 2006:169 menklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel. Pertama, variabel
independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahan
seperti apa yang dikehendaki. Kedua, variabel intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk
menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan
hierarkis di antara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dukungan publik, dukungan pejabat yang lebih tinggi, dan komitmen serta
kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana. Ketiga, variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi
dengan lima tahapan. Yaitu, pemahaman dari lembagabadan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata, penerimaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atas hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang
bersifat mendasar.
4. Model George C. Edwards III
Model implemetasi dalam pandangan George C.Edwards ini lebih melihat dari sisi administrasinya .Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu: a.
Komunikasi. Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang
menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.
Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka
kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. b.
Sumberdaya. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi bila implementor kekurangan sumber daya
untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan dengan efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal diatas kertasdan
menjadi dokumen saja. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan
sumberdaya finansial serta fasilitas-fasilitas. c.
Disposisi. Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti kejujuran, komitmen, dan sifat demokratis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang
diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka
proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. d.
Struktur Birokrasi. Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi
yang standar standart operating procedures atau SOP. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang
tersedia. SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Subarsono, 2005:94.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model implementasi George C. Edward III. Alasan peneliti mengadopsi model tersebuk karena indikator
dalam model ini dapat menjelaskan secara komprehensif tentang implementasi program jaminan persalinan di Puskesmas Tanah Tinggi.
II.1.2 Pelayanan Publik II.1.2.1 Defenisi Pelayanan