2.2. Kajian Teori
2.2.1. Tinjauan Umum Bank Syariah
Bank syariah atau bank islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip – prinsip syariah. Bank syariah ini tata cara beroperasinya
mengacu pada ketentuan Al – Qur’an dan Al – Hadist. Bank yang beroperasi sesuai dengan pinsip Syariah Islam, maksudnya adalah bank
yang ada dalam seluruh kegiatan operasinya dilakukan sesuai dengan Syariah Islam khususnya menyangkut tata cara bermuamalat itu dijauhi
prakktik – praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur riba’, untuk diisi dengan kegiatan – kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan
pembiayaan perdagangan atau praktik –praktik usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah Edy Wibowo dan Untung, 2005: 33.
Perkembangan masyarakat yang semakin sadar akan islam sebagai agama yang mengatur kehidupan yang secara komprehensif dan universal,
berhubungan juga pada sektor perbankan. Dengan semakin merebaknya bisnis perbankan syariah, umat islam di berbagai negara telah berusaha
untuk mendirikannya Muhammad Syafi’i Antonio,2005. Pasal 6 UU no. 10 tahun 1998 memperbolehkan bank umum yang
melakukan kegiatan secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syariah melalui :
a. Pendirian kantor cabang atau di bawah kantor cabang baru, atau
b. Pengubahan kantor cabang atau dibawah kantor cabang yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah Antonio, 2004: 21.
Akomodasi peraturan perundang – undangan Indonesia terhadap ruang gerak perbankan syariah Edy Wibowo dan Untung, 2005: 35
terdapat pada beberapa peraturan perundang – undangan berikut ini : 1.
Undang – undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan.
2. Undang – Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Sentral. Undang
– Undang ini member peluang bagi BI untuk menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah.
3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 3233KEPDIR tanggal
12 Mei 1999 tentang Bank Umum dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 3234KEPDIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Kedua peraturan perundang – undangan ini mengatur kelembagaan bank syariah yang meliputi
pengaturan tata cara pendirian, kepemilikan, kepengurusan dan kegiatan usaha bank.
Karakteristik perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat melalui beberapa hal, yaitu : 1 sistem keuangan yang dianut, 2 aliran pemikiran
mazdab dan pandangan yang dianut oleh negara atau mayoritas muslimnya, 3 kedudukan bank syariah dalam undang – undang, dan 4
pendekatan pengembangan perbankan syariah dan produknya yang dipilih Ascarya, 2007: 204.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Menurut Muhammad 2002 “ Dalam sistem perbankan syariah dimana bank syariah menjadi manajer investasi, wakil atau pemegang
amanat dari pemilik dana atas investasi di sektor riil “. Sekalipun sistem operasi kedua jenis bank itu pada dasarnya sama, namun jelas keduanya
berbeda. Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 : Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah Bank Konvensional
Landasan Operasional
Berdasarkan prinsip Syariah
Islam.
Bunga dalam berbagai bentuk dilarang.
Menggunakan Prinsip bagi
hasil atas transaksi riil.
Bebas nilai berdasarkan prinsip materialis.
Bunga sebagai instrumen
imbalan terhadap pemilik uang yang diterapkan di
muka.
Fungsi dan Peran
Hubungan dengan nasabah
adalah hubungan kemitraan investor timbal balik
pengelola investasi .
Pengelola dana kebajikan, ZIS
fungsi opsional
Penghimpun dana masyarakat dan memberikan pinjaman
kredit dengan unsur bunga.
Hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan
debitur – keditur.
Tujuan Usaha
Profit dan falah oriented
mencari kemakmuran di dunia dan kebahagiaandi
akhirat.
Profit Oriented.
Risiko Usaha
Dihadapi bersama antara bank
dengan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran.
Risiko bank tidak terkait
langsung dengan debitur, risiko debitur tidak terkait
langsung dengan bank.
Sistem Pengawasan
Penghimpunan dan penyaluran
dana harus sesuai dengan fatwa Dewas Pengawas
Syariah.
Tidak terdapat dewan sejenis dan aspek moralitas seringkali
terlanggar karena tidak adanya nilai – nilai religious yang
mendasari operasional.
Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio 2004: 34
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Prinsip – prinsip dasar sistem ekonomi islam akan menjadi dasar beroperasinya bank islam. Hal yang paling menonjol adalah tidak
mengenal konsep bunga dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial, islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi kemitraan
atau kerjasama dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan peminjaman uang hanya diperbolehkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.
Sehingga terdapat istilah bunga dan bagi hasil di dalam bank konvensional dan bank syariah. Perbedaan bagi hasil dan bunga dapat dilihat pada tabel
dibawah ini : Tabel 2.2 : Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil
Bagi Hasil Bunga
Penentuan nisbah bagi hasil dibuat saat akad dengan pedoman untung
dan rugi Penentuan bunga diawal waktu
dengan selalu untung Besarnya bagi hasil berdasarkan
jumlah untung dan rugi yang diperoleh
Besarnya prosentase untung berdasarkan modal yang
dipinjamkan Bagi hasil bergantung pada
keuntungan atau kerugian usaha yang dijalankan
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan
lainnya. Jumlah pembagian laba meningkat
sesuai peningkatan jumlah pendapatan
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah
keuntungan berlipat
Sumber : Iwan Triyuwono 2001 : 43 Penentuan besarnya hasil usaha pada sistem bunga telah ditentukan
sebelumnya, sedangkan pada sistem bagi hasil ditentukan sesudah berusaha, karena hasil investasi di masa yang akan datang akan
berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor yang dapat diprediksi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
maupun tidak. Faktor yang dapat diprediksi atau dihitung sebelumnya adalah berapa banyaknya modal penentuan nisbah yang disepakati.
Sementara faktor efeknya tidak dapat dihitung secara pasti adalah perolehan usaha return.
Penerapan sistem bunga jika terjadi kerugian akan ditanggung oleh nasabah saja, sedangkan dalam sistem bagi hasil kerugian akan ditanggung
kedua belah pihak baik bank maupun nasabah, hal ini sesuai dengan prinsip bank islam yaitu menjalin kemitraan dengan nasabah.
Persoalan bunga bank yang disebut sebagai riba bertentangan dengan Al – Qur’an surat Ar – Ruum ayat 39 dan Surat An – Nisa’ ayat
161 : 1.
Surat Ar – Ruum ayat 39 yang artinya : “ Dan sesuatu Riba tambahan yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta
manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, Maka yang berbuat demikian Itulah orang-orang yang melipat gandakan pahalanya.” Qs Ar-Ruum;39.
2. Surat An – Nisa’ ayat 161 yang artinya: “ Dan disebabkan mereka
memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan
jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” Qs An – Nisa’ ;161.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tafsiran ayat – ayat tersebut menunjukkan bahwa riba masih merupakan indikasi bukan keharusan, namun tetap menolak bahwa riba
seolah – olah dapat menolong mereka yang membutuhkan merupakan perbuatan yang diridhoi Allah. Isi ayat tersebut sangat mencela riba dan
menggolongkan mereka makan riba sama dengan orang yang mencuri harta orang lain dan Allah mengancam pelaku tersebut dengan siksa yang
pedih. Allah membenci dan melarang riba dan menghalalkan sedekah Muhammad, dkk 2002.
2.2.2. Pembinaan dan Pengawasan Bank Syariah
Menurut Antonio 2004 dalam Pasal 29 ayat 1 UU No. 7 Tahun 1992 dan UU No. 10 tahun 1998 ditetapkan bahwa Pembinaan dan
Pengawasan Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia. Kemudian pada ayat 2 berbunyi : “ Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank
sesuai dengan ketentuan kecukupan, modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lainnya yang
berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati – hatian.”
Pasal 30 ayat 1 UU No. 10 tahun 1998 menentukan landasan hukum kewajiban bank untuk menyampaikan laporan dan penjelasan
mengenai usahanya yaitu : “ Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut
tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Sedangkan dalam ayat 2 dan 3 berbunyi antara lain sebagai berikut : 2 Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan
kesempatan bagi pemeriksaan bagi buku – buku dan berkas – berkas yang ada padanya. 3 keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan 2 tidak diumumkan dan bersifat rahasia.
Pengaturan mengenai pengawasan Bank Indonesia pada Bank Syariah sebagaimana diatur dalam UU No. 10 tahun 1998 tersebut terkait
dengan tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sebagaiman ditetapkan dalam pasal 7 UU No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia, hal ini tampak dalam bunyi ketentuan Pasal 8 Undang – Undang tersebut berbunyi : “ Untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut : a menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, b
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan c mengatur dan mengawasi bank.
Untuk menjaga kegiatan bank syariah Antonio, 2004 agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai – nilai syariah, maka diperlukan
suatu badan independen yang terdiri dari para pakar syariah muamalah yang juga memilki pengetahuan umum di bidang perbankan. Dewan
Pengawas Syariah DPS adalah suatu fungsi dalam organisasi bank syariah yang secara internal merupakan badan pengawas syariah, dan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
secara eksternal dapat menjaga serta meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam sebuah organisasi bank syariah adalah sebagai berikut :
1. Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan kantor
cabang syariah mengenai hal – hal yang terkait dengan aspek syariah. 2.
Sebagai mediator antara bank dan Dewan Syariah Nasional DSN dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan
jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syariah Nasional.
3. Sebagai perwakilan Dewan Syariah Nasional yang ditempatkan pada
bank. Kewajiban melapor pada Dewan Syariah Nasional, sekurang – kurangnya satu kali dalam setahun.
4. Menyampaikan hasil laporan pengawasan kepada Dewan Syariah
Nasional.
2.2.3. Mudharabah
Menurut Heri Sudarsono 2004: 69. Mudharabah berasal dari kata adhdharbu fil ardhi, yaitu berpergian untuk urusan dagang. Disebut juga
Qirodh yang berasal dari kata Al – Qardhu yang berarti al – qarth’u potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk
diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba
dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik
dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau violation oleh pengelola dana. PSAK 105 par 18 memberikan beberapa contoh bentuk
kelalaian pengelola dana, yaitu : persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi, tidak terdapat kondisi di luar kemampuan force
majeur yang lazim dan atau yang telah ditentukan dalam akad, atau merupakan hasil keputusan dari institusi yang berwenang Sri Nurhayati,
2008: 112 Menurut Prof. Dr. H. Zainuddin Ali 2007: 25. Dasar hukum
mudharabah adalah bersumber dari Al – Qur’an surah Al – Muzammil ayat 20. Sebagai berikut :
“Wa aakhoruna yadribuuna fil ardhi yabtaghuuna min fadhlillahi” Artinya : “ Dan jika orang – orang yang berjalan di muka bumi mencari
karunia Allah SWT ” Qs. Al – Muzammil :20. Selain itu, Hadits Nabi Muhammad SAW, yang artinya :
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muntholib, jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah
ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan menjadi lembah yang berbahaya atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan
tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut,
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
disampaikanlah syarat tersebut kepada Rasulullah, beliau membolehkannya ” Maksud Hadits HR.Tabrani.
Menurut PSAK No. 59, Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal pemilik dana dan mudharib pengelola dana
dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan dari akibat kelalaian pengelola dana. Seandainya kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola dana, maka pengelola dana tersebut bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Pembiayaan mudharabah terdiri dari dua jenis, yakni mudharabah muthlaqoh dan mudharabah muqoyyadoh. Mudaharabah muthlaqoh yaitu
dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi
tidak terikat. Mudharabah muqoyyadah yaitu dimana pemilik dana memberikan
batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara dan obyek investasi. Sebagai contoh, pengelola dana dapat diperintahkan untuk tidak
mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa
penjamin, atau tanpa jaminan atau pula mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga PSAK No.
59:2.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Menurut Sri Nurhayati 2008: 112. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh
pengelola dana PSAK 105 par 16. Sedangkan pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan dengan distribusi
bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah berakhir, sesuai kesepakatan pemilik dana dan pengelola dana.
Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah
Sumber : Sri Nurhayati, 2008
Pemilik Dana
Akad Mudharabah
Apabila untung akan
dibagi sesuai nisbah,
Apabila rugi ditanggung
oleh pemilik dana
Keuntungan Kerugian
Pengelola Dana
Proyek Usaha
Modal dan
Porsi Laba
serta Rugi
Porsi Laba
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Menurut Muhammad 2002: 76, mengemukakan empat fungsi pengusaha atau pelaksana dalam akad mudharabah, antara lain :
1. Mudharib
Pengelola dana, melakukan dhorb, yakni perjalanan dan pengolahan usaha. Dhorb ini dapat dianggap sebagai saham
penyertaan. 2.
Pemegang Amanah Mudharib menjaga dan mengusahakannya dalam investasi
danmengembalikannya sesuai dengan akad dan kesepakatan bersama.
3. Wakil
Mewakili shahibul maal untuk melakukan kegiatan usaha. 4.
Syarik Sebagai partner penyerta yang berhak menerima keuntungan
yang telah disepakati bersama. Untuk mengurangi timbulnya perselisihan terutama atas biaya –
biaya yang timbul maka disarankan bahwa yang dibagihasilkan adalah pendapatanhasil bruto, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa
keuntunganhasil netto yang dibagihasilkan, dengan catatan bahwa biaya – biaya yang dapat menimbulkan keraguan tentang keabsahannya seperti
transportasi mudharib, uang makan atau lelah, uang saku dan semacamnya tidak perlu dimasukkan untuk mengurangi pendapatan bruto tersebut
Muhammad, 2002: 77.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.4. Musyarakah
Menurut Afzalur Rahman, seorang Deputi Secretary General in The Muslim School Trust, secara bahasa al – syirkah berarti al – ikhtilath
percampuran atau persekutuan dua orang atu lebih, sehingga antara masing – masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain
dari musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan Sri Nurhayati. 2008.
Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Pembiayaan musyarakah terdiri dari dua jenis, yakni musyarakah
permanen dan musyarakah menurun. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai
akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Sedangkan musyarakah menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana dari salah satu
mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan
menjadi pemilik penuh usaha tersebut PSAK No. 106: 4. Usaha menjalankan pembiayaan musyarakah terdapat mitra yang
menjalankan usahanya. Para mitra tersebut dibagi dalam dua jenis, yakni mitra aktif dan mitra pasif. Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut, sedangkan mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut campur
mengelola usaha musyarakah PSAK No. 106: 4. Para mitra syarik bersama – sama menyediakan dana untuk
mendanai suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun baru. Selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan
dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain PSAK No. 106: 5.
Ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia NO:08DSN-MUIIV2000, tentang pembiayaan Musyarakah
adalah sebagai berikut : 1.
Pernyataan ijab dan qobul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak akad,
dengan memperhatikan hal – hal berikut : a.
Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak akad.
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara – cara komunikasi modern. 2.
Pihak – pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal – hal berikut :
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap
mitra melaksanakan kerja sebagai wakil. c.
Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola asset dan masing – masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan
memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak di izinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri. 3.
Obyek Akad modal, kerja, keuntungan dan kerugian a.
Modal Modal yang diberikan harus tunai, emas, perak atau yang
nilainya sama. Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang – barang, properti, dan sebagainya. Jika modal
bentuk asset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
b. Kerja
Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah akn tetapi, kesamaan porsi kerja
bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
c. Keuntungan
Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi
keuntungan atau penghentian musyarakah. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang telah ditetapkan bagi seorang mitra.
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing – masing dalam modal.
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
a. Biaya Operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 2.2
Skema Pembiayaan Musyarakah
Sumber : Sri Nurhayati, 2008, hal 136 Gambar di atas dapat dijelaskan bahwa bank dan nasabah
bersepakat untuk bekerja sama dalam suatu proyek usaha dengan perjanjian bagi hasil. Kemudian perjanjian musyarakah dijalankan dengan
mitra aktif yang menjalankan usahanya, sementara mitra pasif atau bank menyediakan modalnya. Setelah usaha berjalan, maka ada pembagian
Mitra AktifNasabah
Apabila untung, akan dibagi sesuai nisbah.
Apabila rugi, akan ditanggung sesuai proporsi
modal Proyek
Usaha
Keuntungan Kerugian
Laba Rugi
Akad Musyarakah
Mitra PasifBank
Laba Rugi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
keuntungan antara mitra dan bank dimana besarnya telah disepakati pada awal kontrak dan apabila terjadi kerugian, akan ditanggung sesuai proporsi
modal. Landasan syariahnya terdapat dalam Al – Qur’an surat Shadd 24 : Artinya : Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat
sedikitlah mereka ini. dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan
bertaubat”. Konsep musyarakah yang dibagihasilkan adalah pendapatan, dan
pendapatan yang terkecil adalah nol. Oleh karena itu, maka yang dimaksud kerugian adalah ketidakmampuan debitur dalam membayar cicilan senilai
pembiayaan yang diterima. Jika ini terjadi, maka kerugian harus ditanggung shohibul maal secaara proporsional dengan porsi musyarakah,
kecuali kerugian tersebut timbul akibat debitur melanggar syarat yang disepakati dan debitur lalai dalam menjalankan usahanya. Untuk
menghindari hal – hal yang tidak diinginkan, maka perlakuan jaminan diperbolehkan dalam hal ini, kendatipun tidak wajib hukumnya
Muhammad, 2002 : 81.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.5. Pengertian Risiko
Risiko menurut Riyanto 1995 : 156 adalah sejumlah kemungkinan hasil yang diketahui, atau kemungkinan terjadinya suatu
peristiwa diantara kejadian seluruhnya yang mungkin terjadi, dengan demikian, maka risiko suatu investasi dapat diartikan sebagai probabilitas
tidak dicapainya suatu tingkat keuntungan yang diharapkan atau kemungkinan pengembalian yang diharapkan atau kemungkinan
pengembalian yang diterima menyimpang dari yang diharapkan. Risiko kredit menurut H. Masyhud Ali 2006 : 199 adalah risiko
kerugian yang diderita bank terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo penerima kredit telah gagal memenuhi kewajiban – kewajiban
kepada bank. Singkat kata, credit risk adalah risiko kerugian bagi bank karena debitur tidak melunasi kembali pokok pinjamannya.
Kemampuan pengelolaan risiko semakin disadari sebagai salah satu key success factor kelangsungan usaha suatu institusi keuangan,
sejalan dengan meningkatnya tantangan usaha yang dipicu proses globalisasi yang meningkatkan saling ketergantungan antara sektor
keuangan suatu negara.
2.2.6. Pengertian Eksistensi
Eksistensi menurut Poerwadarmita 1982 adalah adanya, kehidupan. Eksistensi juga merupakan keberadaan, yang dalam hal ini
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
adalah kehadiran bank syariah di lingkungan masyarakat, terutama masyarakat muslim Muhammad, 2005 : 316.
Eksistensi bank syariah di Indonesia merupakan sesuatu yang fenomenal. Hal ini terlihat adanya satu Direktorat di Bank Indonesia yang
khusus mengatur perbankan syariah. Sebuah gambaran kemajuan yang pesat bagi perkembangan dunia perbankan syariah di Indonesia. Data di
Bank Indonesia sampai akhir 2007 menyebutkan sudah ada 1.195 jaringan kantor bank yang beroperasi dengan syariah, baik kantor yang berasal dari
Bank Umum Syariah, Bank Konvensional yang membuka Unit usaha Syariah atau Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
Eksistensi bank syariah dapat dilihat melalui sejumlah pendapatan bagi hasil Profit Sharing. Pendapatan menurut Soemarsono 2003: 230
merupakan peningkatan manfaat ekonomi selama periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Pendapatan bagi hasil menurut kamus istilah
akuntansi syariah 2005 merupakan penerimaan laba yang diperoleh dari pengelolaan dana berdasarkan prinsip Syariah Islam. Sesuai dengan akad –
akad penyaluran pembiayaan di bank syariah, maka hasil penyaluran dana tersebut dapat memberikan pendapatan lembaga keuangan syariah. Hal ini
dikatakan sebagai sumber – sumber pendapatan lembaga keuangan syariah dapat diperoleh dari :
1. Bagi hasil atau kontrak mudharabah atau kontrak musyarakah.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Keuntungan atas kontrak jual beli al – bai.
3. Hasil sewa atas kontrak ijarah wa iqtina.
2.2.7. Pedoman Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 105
Pedoman ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi karakteristik, pengakuan, penyajian dan pengungkapan transaksi khusus
yang berkaitan dengan aktifitas bank syariah dan beberapa hal penting dalam pernyataan meliputi :
1. Pernyataan ini diterapkan untuk bank umum syariah, bank
perkreditan rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang beroperasi di Indonesia.
2. Hal – hal umum yang tidak diatur dlam pernyataan ini mengacu pada
pernyataan standar akuntansi keuangan yang lain dan prinsip akuntansi yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. 3.
Usaha bank banyak dipengaruhi ketentuan peraturan perundang – undangan yang dapat berbeda dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum. 4.
Pengukuran inventasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan dan dalam bentuk aset non kas diukur
sebesar nilai wajar pada saat pembayaran.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada pengelola dana.
6. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan
keuangan sebesar nilai tercatat, dan pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai
tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah. Bagi dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada
pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan dikewajiban.
7. Pemilik dana mengungkapkan hal – hal terkait transaksi mudharabah
tetapi tidak terbatas pada rincian jumlah investasi dan isi kesepakatan utama usaha mudharabah. Pengelola dana menyajikan
transaksi mudharabah dalam laporan keuangan dana syirkah temporer dari pemilik dana sebesar nilai tercatatnya untuk setiap
jenis mudharabah, serta bagi hasil yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi
hasil yang belum dibagikan di kewajiban.
2.2.8. Pedoman Standar Akuntansi Keuangan PSAK No 106
Pedoman ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi karakteristik, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi khusus
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
yang berkaitan dengan aktifitas bank syariah dan beberapa hal penting dalam pernyataan ini meliputi :
1. Pernyataan ini diterapkan untuk bank umum syariah, bank perkreditan
rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang beroperasi di Indonesia.
2. Hal – hal umum yang tidak diatur dalam pernyataan ini mengacu pada
pernyataan standar akuntansi keuangan yang lain dan prinsip akuntansi yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. 3.
Usaha bank banyak dipengaruhi ketentuan peraturan perundang – undangan yang dapat berbeda dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum. 4.
Pengukuran investasi musyarakah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan dan dalam bentuk aset non kas diukur sebesar
nilai wajar pada saat pembayaran. 5.
Dana musyarakah yang disalurkan oleh mitra pasif diakui sebagai investasi musyarakah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset
non kas kepada mitra aktif. 6.
Pada saat musyarakah diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban, sedangkan
oleh mitra aktif diakui sebagai piutang. 7.
Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan atas bagi hasil musyarakah.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Sedangkan bagi hasil untuk mitra pasif diakui sebagai hak mitra aktif atau bagi hasil, apabila terjadi kerugian diakui sesuai dengan porsi
dana masing – masing mitra dan mengurangi aset musyarakah. 8.
Mitra aktif menyajikan investasi musyarakah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat yang diterima dari mitra pasif dan yang
disisihkan oleh mitra aktif, investasi yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai dana syirkah temporer. Sedangkan mitra pasif
menyajikan kas atau aset non kas yang diserahkan kepada mitra aktif sebagai investasi musyarakah.
9. Para mitra mengungkapkan hal – hal yang terkait transaksi
musyarakah tetapi tidak terbatas pada rincian jumlah investasi musyarakah, penyisihan kerugian investasi dan isi kesepakatan utama
usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah dan lain – lain.
2.2.9. Teori yang Mendasari Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah X1
dan Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah X2 Berhubungan dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri Y
Perkembangan perbankan syariah dapat dilihat salah satunya dari pelaksanaan pembiayaaan mudharabah dan pelaksanaan pembiayaan
musyarakah yang merupakan produk utama dan andalan bagi lembaga keuangan dan perbankan islam. Produk tersebut mempunyai peran
strategis, karena merupakan alternatif dari bank konvensional bank
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dengan bunga untuk tujuan investasi. Dalam konteks makro ekonomi, kesuksesan aktivitas investasi akan menaikkan kemakmuran suatu negara.
Dengan demikian pelaksanaan pembiayaan mudharabah dan musyarakah mempunyai potensi memberikan dampak langsung terhadap kemakmuran
suatu negara. Teori yang mendasari pelaksanaan produk pembiayaan
mudharabah dan musyarakah pada bank syariah adalah teori Elastisitas oleh Cantillon 1767 : “ Uang bisa bertambah pada waktu terjadi kenaikan
kegiatan ekonomi dan juga berkurang pada saat turunnya kegiatan ekonomi.” Faried Wijaya dan Soetatwo Hadiwigeno : 1991.
Hubungan teori Elastisitas dengan variabel yang diteliti oleh penulis adalah keberadaan atau eksistensi perbankan syariah tergantung
oleh penerimaan keuntungan yang diterima bank pada saat kenaikan kegiatan ekonomi yang salah satunya berupa peningkatkan pelaksanaan
penyaluran pembiayaan kepada nasabah. Begitu pula sebaliknya, apabila tingkat pelaksanaan pembiayaan semakin rendah maka akan
mempengaruhi perkembangan eksistensi perbankan syariah di Indonesia.
2.2.10. Teori yang Mendasari Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah
X1 dan Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah X2 Berhubungan dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri Y.
Dalam pelaksanaan pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah, teori yang mendasari risiko berhubungan dengan eksistensi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
perbankan syariah adalah teori permintaan yang dikemukakan oleh Samuelson 1998 dengan menyatakan bahwa jika harga naik maka jumlah
output yang diminta turun, demikian sebaliknya jika harga turun maka jumlah output yang diminta akan naik Suherman Rosyidi : 1998.
Jika teori ini dihubungkan dengan variabel penelitian dapat disimpulkan, adanya hubungan yang erat antara teori permintaan dengan
risiko pelaksanaan produk pembiayaan bagi hasil berupa risiko kredit yaitu : semakin besar risiko kredit yang diterima oleh bank maka semakin
menurun pelaksanaan produk pembiayaan bagi hasil yang dilakukan. Ini dikarenakan bank masih bersikap hati – hati dan tidak berani untuk
mengambil risiko apabila produk pembiayaan bagi hasil dilaksanakan. Hal tersebut disebabkan nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya
sebelum akad berakhir. Adanya penurunan pelaksanaan pembiayaan tersebut dapat
mempengaruhi eksistensi perbankan syariah yang semakin menurun karena nasabah yang ingin melakukan pembiayaan mudharabah atau
musyarakah dipersulit oleh pihak bank yang belum sepenuhnya siap menghadapi risiko yang ditimbulkannya. Begitu pula sebaliknya, jika
risiko kredit yang dimiliki semakin kecil, maka tingkat pelaksanaan pembiayaan bagi hasil yang dilakukan bank dengan nasabah semakin
tinggi dan akan meningkatkan eksistensi perbankan syariah di Indonesia.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.3. Kerangka Pikir