Pengukuran Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis

didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Ryff; Ryff Singer, dalam Tenggara, dkk, 2008, penguasaan lingkungan dan otonomi menunjukkan peningkatan seiring dengan pertambahan usia usia 25-39; usia 40-59; usia 60- 74. Sedangkan tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi secara jelas menunjukkan penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, aspek penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain secara signifikan bervariasi berdasarkan usia. Dalam penelitian ini usia dianalisis beradasarkan usia masing-masing subjek yang tertulis pada kolom identitas diri yang sudah tersedia pada skala. c. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan adalah lamanya tahun yang diikuti dalam pendidikan formal, baik dari sekolah negeri, swasta, maupun sekolah keagamaan yang sederajat Pradono, J dan Sulistyowati, 2014. Menurut Ryff dan Singer dalam Tenggara, dkk, 2008 tingkat pendidikan juga merupakan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Hasil penelitian Wisconsin Longitudinal Study WLS pada tahun 1957 menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan seseorang Ryff dan Singer, dalam Tenggara, dkk, 2008. Tingginya tingkat pendidikan seseorang menunjukkan bahwa individu memiliki faktor pengaman misalnya: uang, ilmu, dan keahlian dalam menghadapi masalah, tekanan dan tantangan. Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan dihitung dengan jumlah tahun normatif dalam menempuh pendidikan sekolah. Misalnya SD 6 tahun, SMP 9 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tahun, SMA 12 tahun, D1 13 tahun, D2 14 tahun, D3 15 tahun, S1 16 tahun, S2 18 tahun. d. Status pernikahan Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dikatakan pekawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan utama untuk membentuk rumah tangga keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Status pernikahan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh besar bagi kesejahteraan psikologis Ryff, 2013. Status pernikahan menjadi prediktor yang baik terhadap penerimaan diri dan tujuan hidup Ryff, 1989. Shapiro dan Keyes dalam Ryff, 2013 menemukan bahwa perempuan yang bercerai dan tidak menikah menunjukkan tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah dibanding perempuan yang menikah. Namun, Marks dan Lambert dalam Ryff, 2013 menemukan bahwa perempuan yang tidak menikah menunjukkan skor yang lebih tinggi pada dimensi otonomi dan pertumbuhan pribadi dibandingkan dengan perempuan yang menikah. Status pernikahan didapatkan dari pengakuan masing-masing subjek yang tertulis pada kolom identitas diri dalam skala kesejahteraan psikologis. Subjek dengan status belum menikah diberi angka 1, menikah tanpa anak diberi angka 2, menikah dengan memiliki 1 anak diberi angka 3, menikah dengan memiliki 2 anak diberi angka 4, serta menikah dengan memiliki lebih dari 2 anak diberi angka 5. Dalam penelitian ini status janda dan duda tidak diikutkan sebagai subjek penelitian. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dalam penelitian ini, kesejahteraan psikologis guru-guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul akan diteliti dengan mempertimbangkan sejumlah faktor demografis tersebut.

C. Dinamika Kesejahteraan Psikologis Guru Honorer Sekolah Negeri

Guru mengajar baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Di sekolah negeri, guru diklasifikasikan menjadi dua meliputi guru PNS dan guru honorer. Penetapan status guru PNS dan guru honorer secara teknis oleh pemerintah dalam bidang pendidikan berpengaruh terhadap hasil finansial yang berbeda. Meskipun guru PNS dan guru honorer memiliki kesamaan tugas untuk menciptakan prestasi akademik anak didiknya, akan tetapi tingkat penghasilan guru PNS lebih pasti dan nominalnya lebih tinggi dari pada guru honorer. Walau demikian, tidak semua guru honorer merasa tidak bahagia. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai apakah yang sebenarnya dimaksud dengan kebahagiaan? Ternyata, konsep kebahagiaan yang disebut kesejahteraan psikologis psychological well-being adalah bagaimana seseorang menjalani kehidupannya secara berkualitas dengan mengembangkan potensi yang dimiliki dan memiliki penilaian positif terhadap segala kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidupnya. Kesejahteraan psikologis yang dimiliki individu berkaitan erat dengan bagaimana cara individu menerima diri, berhubungan dengan orang lain, menguasai lingkungan, memiliki tujuan hidup, pertumbuhan pribadi, serta otonomi.