Studi eksploratif tentang kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul.

(1)

vii

STUDI EKSPLORATIF TENTANG KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU HONORER SEKOLAH NEGERI DI KABUPATEN BANTUL

Fitria

ABSTRAK

Penelitian survei ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul. Kemudian tingkat kesejahteraan psikologis itu juga dieksplorasi berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan. Subjek penelitian merupakan sampel guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul yang tersebar di 13 Kecamatan dengan jumlah 193 guru honorer. Pengambilan data dilakukan dengan skala kesejahteraan psikologis. Dalam skala tersebut juga terdapat sejumlah pertanyaan terkait data demografis yang akan diteliti. Uji validitas, reliabilitas, dan daya diskriminasi skala kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri memperoleh 60 item valid, koefisien reliabilitas alpha Cronbach sebesar 0,937, serta delta Ferguson sebesar 0,988. Metode analisis data adalah statistik deskriptif, uji beda, dan uji korelasi. Hasil analisis data menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul adalah tinggi (M=191,74 > M=150), tidak ada perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara guru honorer laki-laki dengan perempuan (Z= -1,710, p=0,087), tidak ada hubungan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri dengan usia (r= -0,044, p=0,46), tidak ada hubungan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer dengan tingkat pendidikan (r= -0,043, p=0,554), serta tidak ada perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer dilihat berdasarkan status pernikahan (chi-square= 0,348, p= 0,987).

Kata kunci: kesejahteraan psikologis, guru honorer sekolah negeri, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pernikahan.


(2)

viii

EXPLORATIVE STUDY ABOUT PSYCHOLOGICAL WELL-BEING OF NOT-OFFICIALLY-CONFIRMED TEACHERS OF PUBLIC SCHOOLS

IN BANTUL Fitria

ABSTRACT

This survey research aims to know the level of psychological well-being of not-officially-confirmed teachers of public schools in Bantul. Then, the level of psychological well-being is explored based on teachers gender, age, level of education, and marriage status. The subjects of this research are 193 not-officially-confirmed teachers in 13 sub districts in Bantul. The data were obtained by using psychological well-being scale. On that scale, there is also number of related questions about demographic data that will be examined. The test result of validity, reliability, and discrimination of psychological well-being scale got 60 valid items, 0,937 coefficient alpha Cronbach, and 0,988 delta Ferguson. The methodes of this research were statistic descriptive, different test, and correlation test. The results showed that the level of psychological well-being of not-officially-confirmed teachers of public schools in Bantul has high (M= 191,74>M=150), there was no difference in level of psychological well-being between men and women (Z= -1,710, p=0,087), there was no correlation between psychological well-being on not-officially-confirmed teachers and age (r= -0,044, p=0,46), there was no correlation between psychological well-being on not-officially-confirmed teachers and level of education (r= -0,043, p=0,554), there was also no difference in level of psychological well-being of not-officially-confirmed teachers based on marriage status (chi-square=0,348, p=0,987).

Keywords: psychological well-being , not-officially-confirmed teacher of public school, gender, age, level of education, marriage status.


(3)

STUDI EKSPLORATIF TENTANG KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU HONORER SEKOLAH NEGERI DI KABUPATEN BANTUL

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Fitria 119114106

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya (Matius 21:22).

Modal dasar meneliti adalah teliti (Supratiknya).

Jika engkau tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka engkau harus menanggung pahitnya kebodohan.


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus Kedua orangtuaku Kakak, mbak, adik Saudara-saudaraku Sahabat-sahabatku Universitas Sanata Dharma

Fakultas Psikologi Dosen pembimbing akademik

Dosen pembimbing skripsi

Semua pihak yang telah mendukung dan memberikan bantuan dengan caranya masing-masing


(8)

(9)

vii

STUDI EKSPLORATIF TENTANG KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU HONORER SEKOLAH NEGERI DI KABUPATEN BANTUL

Fitria

ABSTRAK

Penelitian survei ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul. Kemudian tingkat kesejahteraan psikologis itu juga dieksplorasi berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan. Subjek penelitian merupakan sampel guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul yang tersebar di 13 Kecamatan dengan jumlah 193 guru honorer. Pengambilan data dilakukan dengan skala kesejahteraan psikologis. Dalam skala tersebut juga terdapat sejumlah pertanyaan terkait data demografis yang akan diteliti. Uji validitas, reliabilitas, dan daya diskriminasi skala kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri memperoleh 60 item valid, koefisien reliabilitas alpha Cronbach sebesar 0,937, serta delta Ferguson sebesar 0,988. Metode analisis data adalah statistik deskriptif, uji beda, dan uji korelasi. Hasil analisis data menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul adalah tinggi (M=191,74 > M=150), tidak ada perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara guru honorer laki-laki dengan perempuan (Z= -1,710, p=0,087), tidak ada hubungan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri dengan usia (r= -0,044, p=0,46), tidak ada hubungan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer dengan tingkat pendidikan (r= -0,043, p=0,554), serta tidak ada perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer dilihat berdasarkan status pernikahan (chi-square= 0,348, p= 0,987).

Kata kunci: kesejahteraan psikologis, guru honorer sekolah negeri, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pernikahan.


(10)

viii

EXPLORATIVE STUDY ABOUT PSYCHOLOGICAL WELL-BEING OF NOT-OFFICIALLY-CONFIRMED TEACHERS OF PUBLIC SCHOOLS

IN BANTUL Fitria

ABSTRACT

This survey research aims to know the level of psychological well-being of not-officially-confirmed teachers of public schools in Bantul. Then, the level of psychological well-being is explored based on teachers gender, age, level of education, and marriage status. The subjects of this research are 193 not-officially-confirmed teachers in 13 sub districts in Bantul. The data were obtained by using psychological well-being scale. On that scale, there is also number of related questions about demographic data that will be examined. The test result of validity, reliability, and discrimination of psychological well-being scale got 60 valid items, 0,937 coefficient alpha Cronbach, and 0,988 delta Ferguson. The methodes of this research were statistic descriptive, different test, and correlation test. The results showed that the level of psychological well-being of not-officially-confirmed teachers of public schools in Bantul has high (M= 191,74>M=150), there was no difference in level of psychological well-being between men and women (Z= -1,710, p=0,087), there was no correlation between psychological well-being on not-officially-confirmed teachers and age (r= -0,044, p=0,46), there was no correlation between psychological well-being on not-officially-confirmed teachers and level of education (r= -0,043, p=0,554), there was also no difference in level of psychological well-being of not-officially-confirmed teachers based on marriage status (chi-square=0,348, p=0,987).

Keywords: psychological well-being , not-officially-confirmed teacher of public school, gender, age, level of education, marriage status.


(11)

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: Studi Eksploratif Tentang Kesejahteraan Psikologis Guru Honorer Sekolah Negeri di Kabupaten Bantul.

Penulis menyadari bawa proses penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan, bantuan, serta dukungan yang sangat berharga dari semua pihak yang membantu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtua, yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis. 2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Debri Pristinella, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

5. Prof. A. Supratiknya, Ph. D atas bimbingannya dalam proses penyusunan skripsi.

6. Sekolah-sekolah negeri yang telah membantu penelitian ini.

7. Sahabat kampus (dhika, sunya, vhirlis, nizam, rintan) atas bantuan dan motivasinya.

8. Anak-anak professor (rintan, vania, maria rae, pika, opek, ria, tara, dedew, tama, pakdhe, mbak lala) atas bantuan dan kebersamaan selama ini.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, oleh sebab itu saya mohon maaf atas kesalahan ataupun kelalaian yang telah saya perbuat baik sikap, tutur kata maupun tulisan. Saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya tulisan ini. Akhir kata saya ucapkan terimakasih.

Yogyakarta, 4 Juli 2016 Penulis


(13)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAM MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Mannfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 10

3. Manfaat Kebijakan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Guru ... 11

1. Pengertian Guru ... 11

2. Peran dan Tanggungjawab Guru ... 12


(14)

xii

a. Guru PNS ... 14

b. Guru Honorer Sekolah Negeri ... 16

B. Kesejahteraan Psikologis ... 17

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis ... 17

2. Aspek-Aspek Ksejaheraan Psikologis ... 19

3. Pengukuran Kesejahteraan Psikologis ... 22

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ... 24

a. Jenis Kelamin ... 25

b. Usia ... 25

c. Tingkat Pendidikan ... 26

d. Status Pernikahan ... 27

C. Dinamika Kesejahteraan Psikologis Guru Honorer Sekolah Negeri 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis dan Desain Penelitian ... 31

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

C. Definisi Operasional Variabel ... 32

1. Variabel Independen ... 32

2. Variabel Dependen ... 33

D. Populasi dan Sampel ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 39

F. Pertanggungjawaban Mutu Alat Pengumpul Data ... 41

i. Variabel Independen ... 41

ii. Variabel Dependen ... 42

1. Validitas Skala Kesejahteraan Psikologis ... 42

2. Seleksi Item Skala Kesejahteraan Psikologis ... 43

3. Bentuk Final Skala Kesejahteraan Psikologis ... 44

4. Reliabilitas Final Skala Kesejahteraan Psikologis ... 45

5. Daya Diskriminasi Skala Kesejahteraan Psikologis ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 47


(15)

xiii

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian... 48

B. Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 51

C. Analisis Data untuk Menjawab pertanyaan Penelitian ... 52

D. Pembahasan ... 55

BAB V PENUTUP ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Keterbatasan Penelitian ... 61

C. Saran ... 62

DAFTAR ACUAN ... 63


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sebaran Guru Honorer Sekolah Negeri di Kabupaten Bantul yang Menjadi Sampel Penelitian Berdasarkan Kecamatan, Sekolah, dan

Jenis Kelamin ... 37

Tabel 2. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis Sebelum Uji Coba ... 40

Tabel 3. Penskoran Skala Kesejahteraan Psikologis ... 41

Tabel 4. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Seleksi Item ... 45

Tabel 5. Jadwal Pengambilan Data Penelitian ... 49

Tabel 6. Data Deskriptif Variabel Independen ... 51

Tabel 7. Statistik Deskriptif Kesejahteraan Psikologis ... 51


(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Dinamika Kesejahteraan Psikologis Guru Honorer Sekolah Negeri ... 30


(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Kesejahteraan Psikologis untuk Uji Coba ... 67 Lampiran 2. Skala Kesejahteraan Psikologis untuk Penelitian ... 81 Lampiran 3. Statistik Deskriptif Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan, dan Status Pernikahan, Statistik Deskriptif Kesejahteraan Psikologis, Uji Asumsi, Analisis Mann Whitney U, Korelasi Spearman, Kruskal-Wallis... 91 Lampiran 4. Bukti Surat-Surat Penelitian ... 97


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam proses pendidikan peran guru sangatlah penting. Peranan seorang guru di sekolah tidak hanya menerangkan, melatih, memberi ceramah, tetapi juga mendesain materi pelajaran, memberi pekerjaan rumah bagi siswa, mengevaluasi prestasi siswa, dan mengatur kedisiplinan. Selain itu, guru harus menyimpan catatan pribadi muridnya, mengatur kelas, menciptakan pengalaman belajar, berkomunikasi dengan orang tua, dan membimbing siswa (Djiwandono, 2006).

Guru berperan penting, tetapi tak sedikit yang status kepegawaiannya tak tetap dengan penghasilan kurang layak. Status guru honorer berbeda kondisi dengan para guru yang telah diangkat statusnya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain kenaikan gaji pokok, pemerintah juga memberikan gaji bulan ke-13 bagi PNS dan pensiunan. Pemerintah juga akan menaikkan uang makan bagi TNI/ Polri dan PNS. Untuk TNI/ Polri uang makan naik dari Rp 35.000,00 per hari menjadi Rp 40.000,00 per hari. Sedangkan untuk PNS, uang makan dari Rp 15.000,00 menjadi Rp 20.000,00. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menyatakan, selama lima tahun terakhir gaji PNS dan TNI/ Polri telah naik dari Rp 674.000,00 menjadi Rp 1.721.000,00 (Ichwan, 2010). Bahkan PNS yang berstatus guru misalnya, selain mendapatkan kenaikan gaji setiap tahunnya, mereka juga mendapatkan tunjangan perbaikan kesejahteraan bagi mereka yang sudah lolos sertifikasi.


(20)

Berdasarkan data yang terdapat di Disdikpora DIY, guru tidak tetap atau pegawai tidak tetap (GTT/ PTT) dari jenjang TK hingga SMA tahun 2011 di 5 Kabupaten/ Kota berjumlah 20.021 orang dengan rincian sebagai berikut : 4.987 guru TK, 6.963 guru SD, 3.211 guru SMP, 2.379 guru SMA dan 2.481 guru SMK. Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan pada 15 sekolah di salah satu Kabupaten di DIY didapatkan hasil bahwa mayoritas guru tidak tetap (GTT) di Kabupaten tersebut berjenis kelamin perempuan dengan status pernikahan yang variatif.

Penghasilan guru honorer atau guru tidak tetap/ pegawai tidak tetap (GTT/ PTT) di DIY diakui kurang mencukupi. Kondisi ini terutama terjadi karena minimnya insentif atau tunjangan yang diterima (Fanani, 2012). Rata-rata guru honorer di Indonesia digaji Rp300.000,00 sampai Rp500.000,00 per bulan. Bahkan, masih ada guru honorer yang bergaji Rp150.000,00 per bulan (Rusdiana & Fahmi, 2015). Meski diberikan insentif, guru honorer seringkali dihadapkan pada situasi yang sulit untuk memenuhi syarat memperoleh tunjangan. Salah satunya adalah pada kuota jam mengajar yang menentukan insentif apa yang akan diterima. Guru honorer masih menghadapi situasi memprihatinkan karena perhatian pemerintah masih minim. Bahkan banyak kasus guru honorer khususnya di jenjang TK dan SD yang bahkan seperti bekerja tanpa dibayar (Fanani, 2012).

Potret nyata kehidupan guru tidak tetap (GTT) dapat dilihat berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada beberapa guru tidak tetap (GTT) di salah satu Kabupaten di DIY. Seorang guru honorer SMK dengan jenis kelamin perempuan dan belum menikah, mengatakan bahwa ia terkendala dengan kurangnya gaji yang


(21)

didapat serta banyaknya tugas yang diberikan oleh guru-guru senior (guru tetap). Subjek mengatakan bahwa guru senior kurang berkompeten dalam membuat laporan administrasi sekolah. Di sekolah tersebut subjek juga merangkap tugasnya menjadi kepala bagian Tata Usaha (TU) serta bagian IT (Information and Technology), dan dari usahanya tersebut subjek mendapat gaji Rp 800.000,00 per bulan. Nasib ini tidak jauh berbeda dengan guru honorer di salah satu SD di salah satu Kabupaten di DIY dengan jenis kelamin laki-laki dan belum menikah yang juga merasa terkendala dengan minimnya gaji yang diberikan. Nasib yang lebih memprihatinkan lagi dirasakan oleh guru lukis di salah satu SD yang lain. Saat awal sebagai guru tidak tetap (GTT) pada tahun 2006 ia digaji Rp 150.000,00 per bulan. Meski begitu, ia tidak patah semangat. Adanya niat untuk memajukan pendidikan dan bermanfaat bagi orang banyak membuatnya bertahan hingga sekarang, terlebih ia sudah menikah dan mempunyai anak. Kini ia berpenghasilan Rp 2.000.000,00 per bulan dari hasil mengajar di 9 TK dan 3 SD.

Persoalan yang dihadapi oleh guru khususnya yang berstatus tidak tetap ialah kurang ada perhatian dari pemerintah dalam hal ekonomi. Di sisi lain, masalah guru honorer juga terkait dengan status sosial yang tidak jelas, dipandang sebelah mata oleh rekan kerja yang berstatus guru tetap, kurangnya kesempatan mengembangkan pengetahuan atau keterampilan, kurang disertakan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan sekolah, jauhnya harapan akan potensi kenaikan jabatan, mudah diberhentikan dari sekolah, kurangnya tingkat dukungan atau pertolongan dari atasan, serta adanya beban kerja yang berat (Yudha.S., 2001). Persoalan-persoalan yang ada, terutama persoalan yang berhubungan


(22)

dengan perekonomian guru inilah yang memberikan dampak terhadap sisi psikologis guru. Di satu sisi mereka dituntut memajukan pendidikan di Negara ini. Namun disisi lain, walaupun memang bukan segala-galanya, imbalan yang mereka terima kecil.

Meskipun demikian, hasil wawancara dengan seorang guru honorer berjenis kelamin laki-laki dan berstatus belum menikah menunjukkan bahwa ia merasa nyaman menjadi guru dan tidak mempermasalahkan pendapatannya. Subjek mengatakan bahwa ia merasa bahagia menjadi guru yang membantu anak didiknya menjadi manusia yang cerdas. Subjek tidak menjadikan penghasilan guru honorer sebagai penghasilan pokok, karena ia mempunyai usaha lain dan saat ini berpenghasilan Rp 1.000.000,00 per bulan. Hal serupa juga dirasakan oleh salah satu guru TK berjenis kelamin perempuan dan sudah menikah. Dalam satu bulan ia mendapatkan gaji Rp 150.000,00. Namun, ia tidak merasa bermasalah dengan pendapatan yang ia dapat, karena menurutnya menjadi seorang guru mampu meningkatkan status sosial di masyarakat. Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan, kesejahteraan guru honorer jauh lebih buruk dari guru PNS. Meski begitu, tidak semua guru honorer merasa tidak bahagia. Mengapa demikian?

Ternyata, kebahagiaan tidak selalu diartikan dengan terpenuhinya segala kebutuhan individu. Kahneman et al (1999) menuliskan bahwa terdapat dua macam perspektif besar dalam wellbeing atau kesejahteraan yaitu hedonis dan eudaimonis. Pandangan hedonis yang menjadi konsep kesejahteraan subjektif (subjective well-being) menekankan kesejahteraan sebagai adanya dampak positif dan tidak adanya dampak negatif (Kahneman et.al., 1999). Sedangkan, pandangan


(23)

eudaimonis yang menjadi dasar konsep kesejahteraan psikologis (psychological well-being) menekankan pada usaha untuk menjadi unggul dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki (Ryan, Huta & Deci, 2008). Berdasarkan pemahaman tersebut, guru honorer yang bersandar pada pandangan hedonis mungkin akan merasa tidak bahagia dengan adanya gaji yang kecil. Sedangkan guru honorer yang bersandar pada pandangan eudaimonis tidak selalu merasa tidak bahagia meskipun gaji yang diterima kecil. Dalam penelitian ini, konsep kesejahteraan psikologis (psychological well-being) Ryff dipilih sebagai dasar teori karena konsep ini lebih menekankan pada pengembangan dan kesadaran diri yang dimiliki seseorang dan tidak semata-mata berbicara mengenai pencapaian kenikmatan seperti dalam konsep subjective well-being.

Ryff (1995) menyatakan kesejahteraan psikologis (psychological well-being) adalah suatu kondisi seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau masalah-masalah mental saja, tetapi kondisi seseorang yang mempunyai kemampuan penerimaan diri (self-acceptance), pertumbuhan pribadi (personal growth), memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others), kemampuan mengatur lingkungannya secara efektif (environmental mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy).

Ryff dan Singer (1996); (Ryff dalam Tenggara, dkk, 2008), melihat kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kelas sosial, latar belakang budaya, dan fungsi fisik. Ryff (dalam Putri dan Suryadi, 2007) juga mengatakan bahwa individu dengan tingkat penghasilan tinggi, status menikah,


(24)

dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tergugah untuk meneliti lebih lanjut mengenai bagaimana sebenarnya kesejahteraan psikologis guru honorer kendati gaji yang diterima kecil.

Penelitian mengenai kesejahteraan psikologis guru honorer sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Setiawan dan koleganya (2014) dari Universitas Negeri Semarang yang meneliti mengenai “Psychological Well-Being pada Guru Honorer Sekolah Dasar di Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang”. Penelitian lain mengenai “Psychological Well-Being pada Guru juga pernah dilakukan oleh Sumule Ruth Priscilla dan Taganing Ni Made (2008) yang meneliti mengenai “Psychological Well-Being pada Guru di Yayasan PESAT Nabire, Papua, yaitu sebuah yayasan yang terletak diwilayah pedalaman Papua.

Kedua penelitian terkait kesejahteraan psikologis guru honorer tersebut hanya mengungkap taraf kesejahteraan psikologis (hanya berfokus mengukur kesejahteraan psikologis berdasarkan aspek-aspek kesejahteraan psikologis). Pada penelitian yang pertama peneliti hanya menggunakan subjek guru honorer sekolah dasar yang tersebar di satu Kecamatan. Kemudian pada penelitian yang kedua peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif serta menemukan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis terkait dengan spiritualitas, pengalaman masa lalu, dan dukungan sosial.

Selain kedua penelitian yang sudah dilakukan, banyak penelitian tentang psychological well-being yang dikaitkan dengan religiusitas seperti koping


(25)

religius dan kebahagiaan psikologis pada lanjut usia (Rachmawati, F., Nashori, F), hubungan religiusitas dengan kesejahteraan psikologis pada lanjut usia (Rajawane, I., Chairani, L).

Kemudian dari segi subjek, banyak penelitian tentang psychological well-being yang mengambil subjek lansia seperti gambaran kesejahteraan psikologis selebriti menjelang lanjut usia: studi pada penyanyi wanita era 60-an (Putri, A., Suryadi, D), studi mengenai kesejahteraan psikologis lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Ciparay Bandung (Nurlailiwangi, E., Coralia, F., Verawati), koping religius dan kebahagiaan psikologis pada lanjut usia (Rachmawati, F., Nashori, F), hubungan religiusitas dengan kesejahteraan psikologis pada lanjut usia (Rajawane. I., Chairani, L). Hasil dari penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan kesejahteraan psikologis pada subjek lansia.

Meskipun sudah ada penelitian sebelumnya yang menggambarkan mengenai kesejahteraan psikologis guru honorer, akan tetapi penelitian sebelumnya hanya mengungkap taraf kesejahteraan psikologis dengan hanya menggunakan subjek guru honorer pada jenjang SD yang tersebar di satu Kecamatan. Selain itu banyak penelitian kesejahteraan psikologis yang dikaitkan dengan religiusitas dan menggunakan subjek lansia.

Oleh karena itu, penelitian ini menjadi penting karena penelitian yang sudah ada sebatas mengungkap taraf kesejahteraan psikologis guru honorer dengan menggunakan cakupan subjek yang lebih kecil, serta banyak penelitian yang mengaitkan kesejahteraan psikologis dan religiusitas dengan menggunakan


(26)

subjek lansia. Sedangkan, penelitian ini ditujukan pada guru honorer sekolah negeri dengan melihat kondisi psychological well-being yang beragam yang terutama dipengaruhi oleh aneka faktor demografis (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan). Penelitian ini secara khusus lebih mengeksplorasi faktor-faktor demografis yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri pada semua jenjang sekolah (SD, SMP, SMA/K) yang tersebar di beberapa Kecamatan di Kabupaten Bantul. Peneliti memilih lokasi atau subjek penelitian di Kabupaten Bantul dikarenakan dekat dengan tempat tinggal peneliti, sehingga peneliti cukup tahu akan lokasi sekolah yang menjadi sampel penelitian. Selain itu, di Kabupaten Bantul terdapat banyak guru dengan status honorer yang mengajar pada jenjang SD, SMP, maupun SMA/ SMK. Maka penelitian ini akan menyumbang atau lebih melihat pada psychological well-being dilihat berdasarkan perbedaan aneka faktor demografis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul?


(27)

2. Bagaimana perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan?

3. Bagaimana hubungan antara kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul dengan usia?

4. Bagaimana hubungan antara kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul dengan tingkat pendidikan?

5. Bagaimana perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul dilihat berdasarkan status pernikahan (belum menikah, menikah tanpa anak, menikah dengan memiliki 1 anak, menikah dengan memiliki 2 anak, serta menikah dengan memiliki lebih dari 2 anak)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul, dengan mempertimbangkan perbedaan dalam hal sejumlah faktor demografis diantara mereka, meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan.


(28)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumber informasi, bahan referensi, pengembangan ilmu pengetahuan khususnya psikologi pendidikan, klinis, maupun kesehatan mental serta menjadi dasar bagi penelitian yang terkait dengan kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri.

2. Manfaat Praktis

Bagi pemerintah, yakni mempertimbangkan kesejahteraan yang mengacu pada perasaan adil terhadap kesesuaian imbalan yang diterima atas kinerja yang dilakukan.

3. Manfaat Kebijakan

Perlu ditinjau ulang tentang kebijakan yang mengatur tentang masa kerja dan sistem pengangkatan pegawai tetap, seperti halnya yang berlaku di dalam peraturan menteri tenaga kerja (Permenaker) No.2/ tahun 1993, yang membahas mengenai kejelasan status tenaga kerja kontrak.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Di bab ini peneliti akan menguraikan seluk-beluk guru di sekolah negeri meliputi pengertian, peran dan tanggungjawab, status kepegawaian beserta jaminan kesejahteraannya, serta seluk-beluk kesejahteraan psikologis meliputi pengertian, aspek-aspek, pengukuran, dan faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Bab ini akan ditutup dengan kerangka konseptual berisi uraian tentang kemungkinan perbedaan status kepegawaian dan sejumlah faktor demografis guru berpengaruh dengan perbedaan taraf kesejahteraan psikologis para guru.

A. Guru

Sistem pendidikan kita mengenal pembedaan sekolah negeri dan sekolah swasta. Penelitian ini akan fokus pada guru sekolah negeri.

1. Pengertian Guru

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal (TK), pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah pertama (SMP), dan pendidikan menengah atas/ kejuruan (SMA/ SMK) (Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 pasal 1; Sukmadinata, Syaodih, 2009).

Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh panutan dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya yang rela menyumbangkan sebagian besar


(30)

waktunya untuk berbagi ilmu kepada semua anak didiknya bahkan kepada seluruh lapisan masyarakat (Mulyasa, 2007; Rimang, 2011).

2. Peran dan Tanggungjawab Guru

Peranan seorang guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, membimbing, dan melatih. Sebagai pendidik guru diharapkan mampu mengembangkan potensi dan kepribadian peserta didik, memberikan keteladanan, serta menciptakan suasana pendidikan yang kondusif. Sebagai pengajar guru berperan untuk merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mendidik serta menilai proses dan hasil pembelajaran. Peran guru sebagai pembimbing berarti mendorong berkembangnya perilaku positif dalam pembelajaran dan membimbing peserta didik memecahkan masalah dalam pembelajaran. Kemudian peranan guru sebagai pelatih adalah melatih keterampilan yang diperlukan dalam pembelajaran serta membiasakan peserta didik berperilaku positif dalam pembelajaran (Ditjen Dikti P2TK, 2004).

Peran seorang guru tersebut juga disesuaikan dengan jenjang sekolah (SD, SMP, SMA/ SMK). Pada jenjang SD dimana sebagian besar anak SD masih dalam tahap perkembangan operasional konkrit, maka pengajaran guru kelas di SD harus sekonkret mungkin dan benar-benar dialami. Misalnya pelajaran ilmu sosial, sebaiknya meliputi karya wisata, mengundang ahli, bermain peran, dan berdiskusi. Pada jenjang sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas atau kejuruan (SMP dan SMA/ SMK) dimana siswa sudah berada pada usia remaja, guru kelas maupun guru bidang studi berperan dalam mendorong perkembangan kognitif dengan membantu remaja yang sedang belajar berpikir


(31)

abstrak untuk mengembangkan penemuan baru dan memperkaya kemampuan intelektualnya. Kemudian dalam mendorong perkembangan sosioemosional siswa, guru dapat membantu siswa menjadi sadar akan diri mereka sendiri dan mendorong mengembangkan sifat, perasaan, dan motivasi (Djiwandono, 2006). Pada penelitian ini akan berfokus pada guru di semua jenjang sekolah (SD, SMP, SMA/ SMK).

Tanggungjawab yang harus dimiliki oleh semua guru yaitu mampu menghayati perilaku dan etika yang sesuai dengan moral Pancasila dan mengamalkannya dalam pergaulan hidup sehari-hari. Seorang guru di sekolah harus menguasai cara belajar-mengajar yang efektif, mampu mengembangkan kurikulum, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang efektif, menjadi model bagi peserta didik, memberikan nasehat, melaksanakan evaluasi hasil belajar, dan mengembangkan peserta didik. Seorang guru di masyarakat harus turut serta mensukseskan pembangunan, harus kompeten dalam membimbing, mengabdi dan melayani masyarakat. Dalam bidang keilmuan, seorang guru harus turut serta memajukan ilmu, terutama yang menjadi spesifikasinya, dengan melaksanakan penelitian dan pengembangan (Mulyasa, 2007). Dengan demikian, peran dan tanggungjawab seorang guru kiranya cukup berat.

3. Status Kepegawaian Guru

Status kepegawaian pada sistem pendidikan kita digolongkan menjadi beberapa golongan, namun peneliti hanya fokus pada guru-guru honorer Non APBN/APBD yang berada di sekolah negeri.


(32)

Pada dasarnya pemerintah menggolongkan guru menjadi beberapa golongan, yaitu Guru PNS, Guru Tetap, Guru Honorer APBN/APBD, Guru Honorer Non APBN/APBD. Guru PNS (Pegawai Negeri Sipil) adalah guru yang telah memenuhi syarat, diangkat menjadi PNS oleh pejabat yang berwenang, dan diserahi tugas serta digaji berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999). Disisi lain, pengertian guru tetap menurut Undang-Undang tentang Guru tahun 2005 adalah guru tetap yang diangkat oleh BHP atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan berdasarkan perjanjian kerja. Kemudian untuk istilah guru honorer dibedakan menjadi dua yaitu guru honorer APBN/APBD yang diangkat melalui SK dan ketetapan gaji langsung dari Menteri terkait melalui dana APBN. Sedangkan guru honorer Non APBN/APBD yaitu pegawai tidak tetap yang bekerja dan mengabdikan hidupnya menjadi aparatur pemerintah yang pembiayaan gajinya tidak didanai oleh APBN/APBD tetapi dibayar berdasarkan keikhlasan para pegawai negeri yang dibantunya ataupun dana operasional instansi tersebut yang besar pembayarannya tidak menentu dan relatif lebih kecil dari standar upah minimum baik regional ataupun Kabupaten/ Kota (Padmawati, 2010).

a. Guru PNS

Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999, pasal 1 berbunyi “Pegawai negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, di angkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau


(33)

diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tersebut, guru PNS (Pegawai Negeri Sipil) adalah guru yang telah memenuhi syarat, diangkat menjadi PNS oleh pejabat yang berwenang, dan diserahi tugas serta digaji berdasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Pasal 14 Ayat 1 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru PNS berhak memperoleh penghasilan (gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi setara dengan satu kali gaji pokok bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik) dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. Di Indonesia penghasilan guru PNS dapat digambarkan dengan rincian sebagai berikut: guru PNS golongan III/a (S-1 dan S-1+profesi) memperoleh gaji pokok mulai Rp 2.456.700 per bulan, tunjangan jabatan umum sebesar Rp 180.000- Rp 185.000, tunjangan jabatan fungsional sebesar Rp 286.000- Rp 725.000, tunjangan pangan Rp 8.047 per kg beras, tunjangan profesi guru sebesar satu kali gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pajak (keringanan pajak), serta tunjangan kesejahteraan daerah (tergantung daerah). Dengan demikian penghasilan total per bulan seorang guru PNS golongan III/a belum menikah berkisar sebesar Rp 3.000.000- Rp 3.500.000, bahkan jika sudah bersertifikat pendidik maka besarnya berkisar Rp 5.500.000- Rp 6.000.000 (“Guru, Agen Perubahan”, 2015). Guru PNS juga mendapatkan jaminan kesehatan (BPJS). Selain itu, bagi yang sudah pensiun berhak mendapatkan uang pensiun yang pelaksanaannya diatur oleh Undang-Undang


(34)

(Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, pasal 32). Dengan demikian, jaminan kesejahteraan guru PNS kiranya layak.

b. Guru Honorer Sekolah Negeri

Guru honorer sekolah negeri adalah guru yang belum berstatus tetap, mengajar di sekolah negeri, mengabdi atas kehendak sendiri yang dilegalisasi dengan surat keputusan dari kepala sekolah, tidak memiliki tunjangan dan hak untuk diangkat menjadi kepala sekolah atau wakil kepala sekolah, masa kerjanya tidak menentu, serta menerima honorarium atau gaji berdasarkan pada kuota jam mengajar atau berdasar pada kemampuan sekolah tempat mereka mengajar. Selain itu, terdapat berbagai pertimbangan terkait gaji bagi guru honorer yang menjadi wali kelas, pembina ekstra kurikuler, tim IT (Information and Technology) sekolah, dan jabatan lainnya dalam koridor pendidikan (Djamarah, dalam Supradewi, R., & Rohmatun; Mansyurpribadi, 2009; Mulyasa, 2006; Suciptoardi, 2010).

Berdasarkan data di lapangan, guru honorer SD pada sekolah negeri di salah satu Kabupaten di DIY memiliki rata-rata tugas mengajar selama 4-6 jam per hari dengan gaji Rp 10.000,00 per hari. Di beberapa SD yang lain, gaji guru honorer berasal dari 20% dana BOS yang kemudian dibagi rata untuk guru honorer yang ada di sekolah tersebut (Rp 250.000,00 per bulan untuk masing-masing guru). Sehingga pendapatan guru honorer SD pada sekolah negeri berkisar sebesar Rp 250.000,00 per bulan. Sementara itu untuk guru honorer sekolah negeri pada tingkat menengah pertama dan menengah atas atau kejuruan memiliki kuota mengajar sekitar 6-12 jam, serta digaji antara Rp 30.000,00- Rp 40.000,00


(35)

per jam. Sehingga pendapatan rata-rata guru honorer sekolah negeri pada tingkat menengah pertama dan menengah atas atau kejuruan berkisar sebesar Rp 180.000,00- Rp 480.000,00 per bulan. Selain mendapatkan gaji yang didasarkan pada kuota jam mengajar ataupun berdasar pada kemampuan sekolah, guru honorer sekolah negeri tidak mendapatkan tambahan tunjangan kesejahteraan seperti guru PNS.

Dengan demikian, ada perbedaan mencolok atau kontras antara guru PNS dan guru honorer sekolah negeri dalam hal kesejahteraan finansial. Dalam hal ini guru honorer sekolah negeri kalah secara ekonomi dibandingkan guru PNS. Meskipun jaminan kesejahteraan guru honorer jauh lebih rendah, masih ada guru honorer yang mengaku sejahtera. Fenomena tersebut menimbulkan suatu pertanyaan mengenai apakah yang sebenarnya dimaksud dengan kesejahteraan.

B. Kesejahteraan Psikologis

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan merupakan suatu keadaan subjektif yang baik, termasuk kebahagiaan, self-esteem, dan kepuasan dalam hidup (Corsini, dalam Iriani, F., & Ninawati, 2005). Kahneman et.al (1999) menuliskan bahwa terdapat 2 perspektif besar dalam kesejahteraan yaitu perspektif hedonis dan eudaimonis.

Pandangan hedonis mendefinisikan kesejahteraan sebagai adanya dampak positif dan tidak adanya dampak negatif (Kahneman et.al., 1999). Dalam psikologi, perspektif hedonis menjadi dasar bagi konsep kesejahteraan subjektif


(36)

(subjective well-being) yang dalam pengukurannya mencakup dua elemen yaitu afektif (keberadaan afek positif dan ketidakberadaan afek negatif) dan kognitif (kepuasan hidup secara global) (Lucas, Diener & Suh, dalam Carmelo, dkk, 2009). Kesejahteraan subjektif ini memiliki tujuan untuk mengejar kebahagiaan dan kesenangan.

Sedangkan, pandangan eudaimonis tentang kesejahteraan menekankan pada usaha untuk menjadi unggul dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki (Ryan, Huta & Deci, 2008). Perspektif eudaimonis menjadi dasar konsep kesejahteraan psikologis (psychological well-being).

Penelitian ini akan fokus pada kesejahteraan psikologis (psychological well-being) sebagaimana dirumuskan oleh Ryff (1989) sebagai konstruk atau variabel pokok. Ryff (1998, 1995) mendefinisikan kesejahteraan merupakan pengembangan dari potensi yang sesungguhnya ada pada diri seseorang. Dalam hal ini, kebahagiaan atau kesejahteraan psikologis (psychological well-being) bukanlah tujuan utama yang ingin dicapai seseorang, akan tetapi merupakan hasil atas kehidupan yang baik dengan mengembangkan potensi yang ada (Ryff & Keyes, 1995; Ryff & Singer, 1998). Kesejahteraan psikologis adalah gabungan dari teori Maslow tentang aktualisasi diri (self actualization), teori Rogers tentang orang yang berfungsi secara penuh (fully functioning person), teori Allport tentang konsep kedewasaan (maturity), teori Jung tentang individuasi (individuation), teori Jahoda tentang kesehatan mental, dan teori Erikson tentang tugas perkembangan (Ryff dikutip oleh Sugianto, 2000; Ryff & Keyes, 1995). Pengertian kesejahteraan psikologis yang didasarkan pada konsep-konsep tersebut


(37)

bukanlah sekedar bebas dari sakit tapi kondisi dimana individu mampu merealisasikan potensi dirinya secara berkesinambungan, mampu menerima diri apa adanya, mampu menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian, memiliki arti hidup, serta mampu mengontrol lingkungan (Ryff & Singer, dalam Tenggara, dkk, 2008).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pada intinya kesejahteraan psikologis adalah bagaimana seseorang menjalani kehidupannya secara berkualitas dengan mengembangkan potensi yang dimiliki dan memiliki penilaian positif terhadap segala kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidupnya. Kesejahteraan psikologis yang dimiliki individu berkaitan erat dengan bagaimana cara individu menerima diri, berhubungan dengan orang lain, menguasai lingkungan, memiliki tujuan dalam hidup, pertumbuhan pribadi, serta otonomi. 2. Aspek-Aspek Kesejahteraan Psikologis

Aspek-aspek kesejahteraan psikologis mengacu pada teori Ryff (dalam Tenggara, dkk, 2008) meliputi 6 aspek, yaitu :

a. Penerimaan Diri (Self-Acceptance)

Penerimaan diri (self-acceptance) merupakan sikap positif terhadap diri sendiri dan merupakan ciri penting dari kesejahteraan psikologis. Penerimaan diri merupakan inti dari kondisi well-being yang dicirikan dengan aktualisasi dan dapat berfungsi secara optimal, kedewasaan serta penerimaan terhadap diri dan kehidupan yang sudah dilewatinya. Individu yang memiliki skor tinggi pada aspek ini menunjukkan adanya sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk, dan merasa


(38)

positif tentang kehidupan yang telah dijalani. Skor rendah menunjukkan individu merasa tidak puas dengan dirinya, merasa kecewa terhadap kehidupan yang dijalani, mengalami kesukaran karena sejumlah kualitas pribadi dan ingin menjadi orang yang berbeda dari dirinya saat ini.

b. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relations with Others)

Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) dapat dioperasionalkan ke dalam tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam membina kehangatan dan hubungan saling percaya dengan orang lain, mempunyai empati yang kuat, mampu mencintai secara mendalam dan bersahabat. Skor tinggi menunjukkan bahwa individu mempunyai hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain, memperhatikan kesejahteraan orang lain, mampu melakukan empati yang kuat, afeksi, dan hubungan yang bersifat timbal balik. Skor rendah menunjukkan bahwa individu hanya mempunyai sedikit hubungan yang dekat dan saling percaya dengan orang lain, kurang terbuka dan kurang memperhatikan orang lain, merasa terasing, dan frustrasi dalam hubungan interpersonal, tidak bersedia menyesuaikan diri untuk mempertahankan suatu hubungan yang penting dengan orang lain.

c. Otonomi (Autonomy)

Otonomi menekankan pada kemampuan individu untuk mengarahkan diri sendiri, kemandirian, dan kemampuan mengatur tingkah laku. Individu dengan skor tinggi menunjukkan kemampuan mengarahkan diri dan mandiri, mampu menghadapi tekanan sosial, mengatur tingkah laku sendiri dan mengevaluasi diri dengan standar pribadi. Sedangkan skor rendah menunjukkan bahwa individu


(39)

bergantung pada penilaian orang lain dalam membuat keputusan, serta menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial dalam berpikir dan bertingkah laku. d. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)

Penguasaan lingkungan adalah kemampuan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiknya. Kemampuan ini dipengaruhi oleh kedewasaan seseorang khususnya kemampuan seseorang untuk memanipulasi dan mengontrol lingkungan yang kompleks melalui aktivitas mental dan fisik. Dalam aspek penguasaan lingkungan, skor tinggi menunjukkan kemampuan mengatur lingkungan, mengontrol berbagai kegiatan eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan-kesempatan yang ada secara efektif, mampu memilih atau menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai pribadi. Sedangkan skor rendah menunjukkan bahwa individu mengalami kesulitan dalam mengatur aktivitas sehari-hari, merasa tidak mampu mengubah atau meningkatkan konteks di sekitar, tidak waspada akan kesempatan-kesempatan yang ada di lingkungan, dan kurang mempunyai kontrol terhadap dunia luar.

e. Tujuan Hidup (Purpose in Life)

Tujuan hidup dapat dioperasionalkan dalam tinggi rendahnya pemahaman individu akan tujuan dan arah hidupnya. Skor tinggi menunjukkan individu yang mempunyai tujuan dan arah hidup, merasakan adanya arti dalam hidup dimasa kini dan masa lampau. Sedangkan skor rendah menunjukkan bahwa individu kurang mempunyai arti hidup, tujuan, arah hidup, memiliki cita-cita yang tidak jelas, serta tidak melihat adanya tujuan dari kehidupan masa lampau.


(40)

f. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)

Pertumbuhan pribadi dapat dioperasionalkan dalam tinggi rendahnya kemampuan seseorang untuk mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan dan lebih menekankan pada cara memandang diri dan merealisasikan potensi dalam diri. Skor tinggi menunjukkan bahwa individu merasakan adanya pengembangan potensi diri yang berkelanjutan, terbuka terhadap pengalaman baru, menyadari potensi diri, dan dapat melihat kemajuan diri dari waktu ke waktu. Sedangkan skor rendah menunjukkan individu tidak merasakan adanya kemajuan dan pengembangan potensi diri dari waktu ke waktu, merasa jenuh dan tidak tertarik dengan kehidupan, serta merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau tingkah laku baru.

Dalam penelitian ini, dimensionalitas alat ukur tidak diperiksa secara empiris.

3. Pengukuran Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1989) mengelaborasi konsep psychological well-being sebagai konstruk psikologis yang tersusun atas 6 aspek yaitu penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), serta pertumbuhan pribadi (personal growth). Konstruk psychological well-being dengan 6 aspek tersebut kemudian disusun menjadi enam sub skala yang menyusun psychological well-being scale (PWBS). PWBS merupakan skala multidimensional dengan dimensi yang saling berkorelasi sehingga dalam penggunaannya tidak terpisah-pisah antar aspeknya, tetapi sebagai


(41)

6 aspek yang saling berkaitan (Ryff & Keyes 1995). Dalam penggunaannya, PWBS dapat diterapkan pada orang dewasa dari segala usia baik laki-laki maupun perempuan (Ryff, 1989).

Sebelum kemunculan PWBS, banyak jenis-jenis inventori kepribadian yang mengukur kesejahteraan psikologis, seperti Affect Balance Scale (ABS), The Life Satisfaction Index (LSI), The Self Esteem Scale (SE), The Revised Philadelphia Geriatric Center Moral Scale (MS), Locus of Control Scale (LEVP, LEVI, LEVC), serta The Self-Rating Depression Scale (SDS). Akan tetapi, beberapa skala psikologis tersebut tidak menggambarkan kebahagiaan seperti yang dimaksud oleh perspektif eudaimonia.

PWBS merupakan jenis inventori kepribadian dengan instrumen berupa self-report items atau item pelaporan-diri. Subjek dituntut melaporkan atau mengungkapkan keadaan dirinya, dan harus memberikan jawaban sejujur mungkin dengan cara menuliskan pada lembar kerja atau lembar jawab. Berdasarkan format item dan bentuk skala, PWBS merupakan suatu skala Likert dengan format item berupa pernyataan atau kalimat yang dilengkapi dengan skala penilaian yang berisi enam pilihan jawaban. Enam pilihan jawaban tersebut terdiri dari STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), ATS (Agak Tidak Setuju), AS (Agak Setuju), S (Setuju), dan SS (Sangat Setuju). Keenam pilihan jawaban tersebut memiliki penilaian yang berbeda pada dua tipe item yakni favorable dan unfavorable. Pada item favorable, STS bernilai 1, TS bernilai 2, ATS bernilai 3, AS bernilai 4, S bernilai 5, dan SS bernilai 6. Sedangkan pada item unfavorable,


(42)

berlaku sebaliknya dimana STS bernilai 6, TS bernilai 5, ATS bernilai 4, AS bernilai 3, S bernilai 2, dan SS bernilai 1 (Ryff, 1989; Ryff & Keyes 1995).

Setelah didapatkan skor dari masing-masing item, PWBS kemudian diinterpretasikan dengan cara melihat skot total PWBS. Skor total PWBS kemudian dibagi dalam enam sub skala tersebut. Akan tetapi PWBS tidak memiliki norma yang baku mengenai tinggi rendahnya skor yang didapatkan subjek, sehingga PWBS menggunakan analisis distribusi data yang dimiliki sebagai patokan apakah skor yang didapatkan subjek tinggi ataukah rendah. Penggunaan distribusi dapat menggunakan dua cara yakni menggunakan kuartil maupun menggunakan standar deviasi.

Pada awalnya PWBS terdiri dari 120 item dengan 20 item pada tiap aspeknya (Ryff, 1989). Kemudian PWBS memiliki 3 versi alternatif lain yaitu 84 item dengan 14 item per aspek, 54 item dengan 9 item per aspek, dan 18 item dengan 3 item per aspek (Ryff, 2013; Ryff & Keyes 1995). PWBS memiliki kualitas psikometrik yang baik, khususnya dalam versi 84 item dengan 14 item per aspek. Hal tersebut terlihat dari nilai reliabilitasnya, yakni 0,91 pada penerimaan diri (self-acceptance), 0,88 pada hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), 0,83 pada otonomi (autonomy), 0,86 pada penguasaan lingkungan (environmental mastery), 0,88 pada tujuan hidup (purpose in life), dan 0,85 pada pertumbuhan pribadi (personal growth).

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Taraf kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh banyak faktor, namun peneliti hanya fokus pada faktor-faktor demografis karena tujuan dari penelitian


(43)

ini adalah untuk melihat tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri dengan mempertimbangkan perbedaaan dalam hal sejumlah faktor demografis, meliputi:

a. Jenis kelamin

Jenis kelamin (dalam bahasa inggris : sex) adalah perbedaan biologis dan fisiologis antara pria dan wanita dengan perbedaan yang menyolok pada perbedaan anatomi tentang sistem reproduksi dari pria dan wanita (Dayakishi & Yuniardi, dalam Damayanti & Harti, 2013).

Ryff dan Singer (dalam Tenggara, dkk, 2008), mengungkap bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap adanya perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis. Faktor ini menunjukkan perbedaan yang signifikan pada aspek hubungan positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi. Dari keseluruhan perbandingan usia (usia 25-39; usia 40-59; usia 60-74), wanita menunjukkan angka kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi daripada pria. Sementara keempat aspek kesejahteraan psikologis lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Ryff; Ryff & Singer, dalam Tenggara, dkk, 2008).

Pada dasarnya jenis kelamin dibagi menjadi 2 (laki-laki dan perempuan). Dalam penelitian ini jenis kelamin didapatkan dari pengakuan masing-masing subjek. Jenis kelamin laki-laki diberi angka 1 dan jenis kelamin perempuan diberi angka 2.

b. Usia

Ryff dan Singer (dalam Tenggara, dkk, 2008) menemukan bahwa kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh faktor usia. Berdasarkan data yang


(44)

didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh (Ryff; Ryff & Singer, dalam Tenggara, dkk, 2008), penguasaan lingkungan dan otonomi menunjukkan peningkatan seiring dengan pertambahan usia (usia 25-39; usia 40-59; usia 60-74). Sedangkan tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi secara jelas menunjukkan penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, aspek penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain secara signifikan bervariasi berdasarkan usia.

Dalam penelitian ini usia dianalisis beradasarkan usia masing-masing subjek yang tertulis pada kolom identitas diri yang sudah tersedia pada skala. c. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan adalah lamanya tahun yang diikuti dalam pendidikan formal, baik dari sekolah negeri, swasta, maupun sekolah keagamaan yang sederajat (Pradono, J dan Sulistyowati, 2014).

Menurut Ryff dan Singer (dalam Tenggara, dkk, 2008) tingkat pendidikan juga merupakan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Hasil penelitian Wisconsin Longitudinal Study (WLS) pada tahun 1957 menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan seseorang (Ryff dan Singer, dalam Tenggara, dkk, 2008). Tingginya tingkat pendidikan seseorang menunjukkan bahwa individu memiliki faktor pengaman (misalnya: uang, ilmu, dan keahlian) dalam menghadapi masalah, tekanan dan tantangan.

Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan dihitung dengan jumlah tahun normatif dalam menempuh pendidikan sekolah. Misalnya SD (6 tahun), SMP (9


(45)

tahun), SMA (12 tahun), D1 (13 tahun), D2 (14 tahun), D3 (15 tahun), S1 (16 tahun), S2 (18 tahun).

d. Status pernikahan

Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dikatakan pekawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan utama untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Status pernikahan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh besar bagi kesejahteraan psikologis (Ryff, 2013). Status pernikahan menjadi prediktor yang baik terhadap penerimaan diri dan tujuan hidup (Ryff, 1989). Shapiro dan Keyes (dalam Ryff, 2013) menemukan bahwa perempuan yang bercerai dan tidak menikah menunjukkan tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah dibanding perempuan yang menikah. Namun, Marks dan Lambert (dalam Ryff, 2013) menemukan bahwa perempuan yang tidak menikah menunjukkan skor yang lebih tinggi pada dimensi otonomi dan pertumbuhan pribadi dibandingkan dengan perempuan yang menikah.

Status pernikahan didapatkan dari pengakuan masing-masing subjek yang tertulis pada kolom identitas diri dalam skala kesejahteraan psikologis. Subjek dengan status belum menikah diberi angka 1, menikah tanpa anak diberi angka 2, menikah dengan memiliki 1 anak diberi angka 3, menikah dengan memiliki 2 anak diberi angka 4, serta menikah dengan memiliki lebih dari 2 anak diberi angka 5. Dalam penelitian ini status janda dan duda tidak diikutkan sebagai subjek penelitian.


(46)

Dalam penelitian ini, kesejahteraan psikologis guru-guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul akan diteliti dengan mempertimbangkan sejumlah faktor demografis tersebut.

C. Dinamika Kesejahteraan Psikologis Guru Honorer Sekolah Negeri Guru mengajar baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Di sekolah negeri, guru diklasifikasikan menjadi dua meliputi guru PNS dan guru honorer. Penetapan status guru PNS dan guru honorer secara teknis oleh pemerintah dalam bidang pendidikan berpengaruh terhadap hasil finansial yang berbeda. Meskipun guru PNS dan guru honorer memiliki kesamaan tugas untuk menciptakan prestasi akademik anak didiknya, akan tetapi tingkat penghasilan guru PNS lebih pasti dan nominalnya lebih tinggi dari pada guru honorer. Walau demikian, tidak semua guru honorer merasa tidak bahagia. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai apakah yang sebenarnya dimaksud dengan kebahagiaan?

Ternyata, konsep kebahagiaan yang disebut kesejahteraan psikologis (psychological well-being) adalah bagaimana seseorang menjalani kehidupannya secara berkualitas dengan mengembangkan potensi yang dimiliki dan memiliki penilaian positif terhadap segala kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidupnya. Kesejahteraan psikologis yang dimiliki individu berkaitan erat dengan bagaimana cara individu menerima diri, berhubungan dengan orang lain, menguasai lingkungan, memiliki tujuan hidup, pertumbuhan pribadi, serta otonomi.


(47)

Maka, meskipun guru honorer berbeda gaji dengan guru yang sudah PNS tetapi tidak harus tidak bahagia. Ryff dan Singer (dalam Tenggara, dkk, 2008) melihat kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan data yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh (Ryff; Ryff & Singer, dalam Tenggara, dkk, 2008), penguasaan lingkungan dan otonomi menunjukkan peningkatan seiring dengan pertambahan usia. Tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi, secara jelas menunjukkan penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Faktor jenis kelamin juga menunjukkan perbedaan yang signifikan pada aspek hubungan positif dengan orang lain dan pertumbuhan pribadi. Wanita menunjukkan angka kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi daripada pria. Selain itu, Ryff (1989) mengatakan bahwa status pernikahan menjadi prediktor yang baik terhadap penerimaan diri dan tujuan hidup. Sementara itu, Ryff & Singer (dalam Tenggara, dkk, 2008) juga menemukan bahwa kesejahteraan psikologis meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan seseorang.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek kesejahteraan psikologis, menjadi jelas bahwa gaji bukan satu-satunya penentu kesejahteraan. Pemenuhan masing-masing aspek antara lain terkait dengan aneka faktor demografis seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan lain sebagainya. Maka, menarik untuk meneliti tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer di sekolah negeri dengan mempertimbangkan perbedaaan dalam hal sejumlah faktor demografis tersebut.


(48)

Gambar. 1

Bagan Dinamika Kesejahteraaan Psikologis Guru Honorer Sekolah Negeri

GURU PNS GURU Honorer

Gaji berdasarkan kuota jam mengajar dan kemampuan sekolah. Kesejahteraan Psikologis GURU sekolah negeri

Berdasarkan status kepegawaiannya

Status tidak tetap

Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis : - Usia

- Jenis kelamin - Status pernikahan - Tingkat pendidikan

Guru honorer belum tentu merasa tidak sejahtera walaupun kesejahteraan guru honorer jauh lebih buruk dari PNS

Adanya beban kerja yang berat

Hubungan positif dengan orang lain

Otonomi Penerimaan diri Tujuan hidup Pertumbuhan pribadi Penguasaan lingkungan Tidak

sejahtera Sejahtera


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei. Penelitian survei (survey research) adalah salah satu pendekatan dalam desain penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan memperoleh informasi tentang satu atau lebih kelompok orang terkait karakteristik, pendapat, sikap, atau pengalaman mereka, dengan cara mengajukan pertanyaan atau pernyataan kepada mereka dan menabulasikan jawaban yang mereka berikan (Leedy & Ormrod, dalam Supratiknya, 2015). Penelitian ini akan melihat tingkat kesejahteraan psikologis guru honorer sekolah negeri di Kabupaten Bantul dengan mempertimbangkan perbedaan dalam hal sejumlah faktor demografis diantara mereka, meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel Independen : Faktor-faktor demografis meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pernikahan. Variabel dependen : Kesejahteraan Psikologis


(50)

C. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Independen dalam penelitian ini terdiri dari sejumlah faktor demografis yang meliputi :

a. Jenis kelamin

Dalam penelitian ini jenis kelamin didapatkan dari pengakuan masing-masing subjek yang tertulis pada kolom identitas diri dalam alat pengumpul data variabel dependen. Jenis kelamin laki-laki diberi angka 1 dan jenis kelamin perempuan diberi angka 2. Bilangan tersebut dipakai sebagai label dan tidak memiliki nilai numerik.

b. Usia

Dalam penelitian ini data usia dianalisis berdasarkan usia masing-masing subjek yang tertulis pada kolom identitas diri yang sudah tersedia pada skala kesejahteraan psikologis.

c. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan dihitung dengan jumlah tahun normatif dalam menempuh pendidikan sekolah. Misalnya SD (6 tahun), SMP (9 tahun), SMA (12 tahun), D1 (13 tahun), D2 (14 tahun), D3 (15 tahun), S1 (16 tahun), S2 (18 tahun).

d. Status pernikahan

Status pernikahan didapatkan dari pengakuan masing-masing subjek yang tertulis pada kolom identitas diri dalam alat pengumpul data variabel dependen. Subjek dengan status belum menikah diberi angka 1, menikah tanpa anak diberi angka 2, menikah dengan memiliki 1 anak diberi


(51)

angka 3, menikah dengan memiliki 2 anak diberi angka 4, serta menikah dengan memiliki lebih dari 2 anak diberi angka 5. Bilangan tersebut dipakai sebagai label dan tidak memiliki nilai numerik. Dalam penelitian ini status janda dan duda tidak diikutkan sebagai subjek penelitian. Selain itu, pada kenyataannya tidak ditemukan status janda maupun duda pada subjek yang menjadi sampel penelitian.

Data demografis (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan) akan dikumpulkan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan di kolom identitas diri yang tercantum pada alat pengumpul data variabel dependen.

2. Variabel dependen kesejahteraan psikologis adalah bagaimana seseorang menjalani kehidupannya secara berkualitas dan memiliki penilaian positif terhadap segala kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidupnya meliputi 6 komponen yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi sebagaimana dikemukakan oleh Caroll Ryff. Skala kesejahteraan psikologis dalam penelitian ini memiliki enam aspek yaitu:

a. Penerimaan diri

Penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk, dan merasa positif tentang kehidupan yang telah dijalani.


(52)

b. Hubungan positif dengan orang lain

Hubungan positif dengan orang lain merupakan kemampuan seseorang dalam membina kehangatan dan hubungan saling percaya dengan orang lain, mempunyai empati yang kuat, mampu mencintai secara mendalam dan bersahabat.

c. Otonomi

Otonomi merupakan kemampuan individu untuk mengarahkan diri dan mandiri, mampu menghadapi tekanan sosial, mengatur tingkah laku sendiri dan mengevaluasi diri dengan standar pribadi.

d. Penguasaan lingkungan

Penguasaan lingkungan adalah kemampuan mengatur lingkungan, mengontrol berbagai kegiatan eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan-kesempatan yang ada secara efektif, serta mampu memilih atau menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi.

e. Tujuan hidup

Tujuan hidup merupakan pemahaman individu akan adanya tujuan dan arah hidup, merasakan adanya arti hidup dimasa kini dan masa lampau. f. Pertumbuhan pribadi

Pertumbuhan pribadi merupakan kemampuan seseorang untuk mengembangkan potensi diri yang berkelanjutan, terbuka terhadap pengalaman baru, menyadari potensi diri, dan dapat melihat kemajuan diri dari waktu ke waktu.


(53)

Kesejahteraan psikologis akan diukur dengan menggunakan skala kesejahteraan psikologis. Skor total pada skala menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kesejahteraaan psikologis subjek. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, semakin tinggi tingkat kesejahteraan psikologisnya, dan begitu sebaliknya. Dalam penelitian ini dimensionalitas alat ukur variabel dependen kesejahteraan psikologis tidak diperiksa secara empiris.

D. Populasi dan Sampel

Subjek dalam penelitian ini adalah guru honorer sekolah negeri yang bekerja di sekolah-sekolah negeri di Kabupaten Bantul. Peneliti memilih lokasi Kabupaten Bantul dikarenakan dekat dengan tempat tinggal peneliti, sehingga peneliti cukup tahu akan lokasi sekolah yang menjadi sampel penelitian. Selain itu, di Kabupaten Bantul terdapat banyak guru dengan status honorer yang mengajar pada jenjang SD, SMP, maupun SMA/ SMK. Adapun populasi guru honorer sekolah negeri yang tersebar di 17 Kecamatan di Kabupaten Bantul berjumlah 1691 guru dengan rincian sebagai berikut: 1061 guru SD di 281 SD negeri, 179 guru SMP di 47 SMP negeri, 451 guru SMA/SMK di 32 SMA/SMK negeri. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari guru honorer yang dibiayai APBN/APBD dan guru honorer yang tidak dibiayai APBN/APBD. Sedangkan dalam penelitian ini lebih berfokus pada guru honorer sekolah negeri yang tidak dibiayai APBN/APBD. Subjek diperoleh dengan menggunakan metode nonrandom sample, yaitu anggota


(54)

sampel dipilih berdasarkan kemudahan atau ketersediaan untuk mengaksesnya (Creswell, Supratiknya, 2015). Dalam pengambilan sampel, peneliti tidak mengambil semua sampel dari sebaran yang ada di 17 area Kecamatan di Kabupaten Bantul dikarenakan tempat yang terlalu jauh. Dalam pengambilan sampel juga akan mempertimbangkan stratifikasi yang terdapat dalam populasi (Supratiknya, 2015). Stratifikasi adalah pengelompokan anggota populasi berdasarkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Dalam pengambilan sampel dengan memperhatikan stratifikasi peneliti memilih anggota sampel dengan memperhatikan keterwakilan aneka karakteristik spesifik tertentu yang terdapat di dalam populasi, dengan atau tanpa memperhatikan proporsinya di dalam populasi. Adapun kriteria subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memiliki status sebagai guru honorer non APBN/ APBD yang mengajar di Sekolah Negeri.

2. Latar belakang Pendidikan kurang dari (<) S1 (SMA, D1, D2, D3), S1, lebih dari (>) S1 (S2).

3. Guru honorer yang mengajar di Sekolah Negeri pada semua jenjang sekolah (SD, SMP, SMA/ SMK).

4. Guru honorer dengan status pernikahan belum menikah, menikah tanpa anak, menikah dengan memiliki 1 anak, menikah dengan memiliki 2 anak, serta menikah dengan memiliki lebih dari 2 anak. Dalam penelitian ini status janda dan duda tidak diikutkan sebagai subjek penelitian.


(55)

5. Guru honorer yang telah menjalani masa kerja lebih dari atau sama dengan 2 bulan, karena diharapkan guru telah mengetahui situasi kerja yang dihadapi sehingga dapat mengerti lebih jelas situasi yang dihadapi dalam pekerjaannya.

Berdasarkan 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul, peneliti akan mengambil sampel dari 13 Kecamatan yaitu Bantul, Sewon, Kasihan, Pajangan, Pandak, Srandakan, Sanden, Kretek, Bambanglipuro, Pundong, Imogiri, Jetis, dan Pleret. Besarnya sampel guru honorer sekolah negeri yang mengikuti survei yaitu sebanyak 222 yang terdiri dari laki-laki dan perempuan serta terbagi dalam 3 jenjang sekolah (SD, SMP, SMA/ SMK) dengan sebaran sebagai berikut :

Tabel 1.

Sebaran Guru Honorer Sekolah Negeri di Kabupaten Bantul yang menjadi Sampel Penelitian Berdasarkan Kecamatan, Sekolah, dan Jenis Kelamin

No. Kecamatan Nama Sekolah

Jenis Kelamin Guru

Honorer Jumlah

Laki-laki Perempuan 1. Bantul SD 1 Palbapang

SD Tegaldowo SMP 3 Bantul SMA 2 Bantul

3 9 12

2. Sewon SD Bakalan

SD Cepit SMP 1 Sewon SMP 2 Sewon

5 14 19

3. Kasihan SD Kalangan SMP 2 Kasihan SMP 1 Kasihan SMK 2 Kasihan

17 12 29

4. Pajangan SD Guwo SMP 1 Pajangan SMP 2 Pajangan SMP 3 Pajangan SMA 1 Pajangan


(56)

No. Kecamatan Nama Sekolah

Jenis Kelamin Guru

Honorer Jumlah

Laki-laki Perempuan 5. Pandak SD 1 Pandak

SD 2 Wijirejo SMP 1 Pandak SMP 2 Pandak SMP 3 Pandak SMK 1 Pandak

9 20 29

6. Srandakan SMP 1 Srandakan SMP 2 Srandakan SMA 1 Srandakan

1 9 10

7. Sanden SD 1 Sanden SMP 1 Sanden SMK 1 Sanden

7 12 19

8. Kretek SD 1 Kretek SD 2 Kretek SMP 1 Kretek SMA 1 Kretek

3 11 14

9. Bambanglipuro SD Kaligondang SD Grogol

SMP 1 Bambanglipuro SMP 2 Bambanglipuro SMA 1 Bambanglipuro

4 9 13

10. Pundong SD Kategan SMP 1 Pundong SMK 1 Pundong

5 14 19

11. Imogiri SD N Imogiri SD 3 Imogiri SMP 1 Imogiri SMA 1 Imogiri

3 18 21

12. Jetis SD Bakulan

SMP 1 Jetis SMP 2 Jetis SMA 1 Jetis

5 11 16

13. Pleret SMP 1 Pleret SMK 1 Pleret

7 2 9

Jumlah 17 SD, 21 SMP, 7 SMA, dan 5 SMK


(57)

E. Teknik Pengumpulan Data

Data tentang variabel independen dikumpulkan dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan terkait dengan data demografis meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan. Sejumlah pertanyaan terkait dengan data demografis tersebut tertulis dalam kolom identitas diri yang tercantum pada alat pengumpul data variabel dependen.

Data tentang variabel dependen dikumpulkan dengan Skala Kesejahteraan Psikologis. Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan teori kesejahteraan psikologis yang dikembangkan oleh Carol. D. Ryff. Item skala kesejahteraan psikologis ini disusun berdasarkan enam aspek yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup,dan pertumbuhan pribadi. Dalam penelitian ini, dimensionalitas alat ukur tidak diperiksa secara empiris.

Berdasarkan aspek-aspek tersebut di atas maka disusunlah skala kesejahteraan psikologis yang terdiri dari 84 item baik yang bersifat favorable maupun unfavorable. Metode yang digunakan dalam penyusunan skala kesejahteraan psikologis adalah model skala Likert, yakni subjek menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuan terhadap pernyataan yang terkait dengan keadaan dirinya dalam sebuah kontinum (Supratiknya, 2014). Setiap butir item memberikan kemungkinan jawaban SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).


(58)

Untuk menyusun skala kesejahteraan psikologis perlu dibuat tabel spesifikasi/ blue-print terlebih dahulu. Berikut ini adalah tabel spesifikasi/ blue-print skala kesejahteraan psikologis sebelum uji coba:

Tabel 2.

Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis Sebelum Uji Coba

No. Aspek Komponen item Jumlah Persentase

Favorable Unfavorable 1. Penerimaan diri 8, 24, 25, 29,

34, 65, 67

19, 33, 43, 46,

49, 73, 82 14 16,67 %

2.

Hubungan positif dengan orang lain

1, 27, 37, 51, 60, 68, 79

12, 15, 21, 23,

39, 47, 74 14 16,67 %

3. Otonomi 10, 14, 28, 59, 63, 66, 69

3, 20, 31, 44,

53, 75, 83 14 16,67 %

4. Penguasaan Lingkungan

9, 17, 38, 57, 62, 70, 80

13, 22, 30, 32,

36, 55, 76 14 16,67 %

5. Tujuan Hidup 5, 6, 7, 26, 35, 61, 71

4, 18, 45, 54,

58, 77, 84 14 16,67 %

6. Pertumbuhan Pribadi

16, 40, 41, 52, 64, 72, 81

2, 11, 42, 48,

50, 56, 78 14 16,67 %


(59)

Setelah membuat spesifikasi skala, berikut ini merupakan penskoran skala kesejahteraan psikologis menurut model Likert:

Tabel 3.

Penskoran Skala Kesjahteraan Psikologis

Jawaban Pernyataan

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

Sangat Tidak Setuju 1 4

Uji coba skala kesejahteraan psikologis dilakukan di SMK Negeri 3 Kasihan Bantul, SMP Negeri 2 Bantul, SMP Negeri 2 Imogiri Bantul, SD 1 Bantul, SD Negeri 1 Sewon Bantul, SD Kembang Putihan Guwosari Pajangan Bantul, SD Negeri 1 Wijirejo Pandak Bantul, SD Negeri 1 Srandakan Bantul, SD Mangiran Srandakan Bantul, SD Negeri 2 Srandakan Bantul, SD 2 Sanden Bantul, SD 1 Pundong Bantul, SD Jejeran Pleret Bantul pada tanggal 5, 6, 7, 8, dan 9 April 2016 dengan melibatkan 60 guru honorer.

F. Pertanggungjawaban Mutu Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data variabel independen berupa sejumlah pertanyaan terkait data demografis yang akan diteliti yaitu meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan status pernikahan. Pertanyaan tentang jenis kelamin disajikan dengan pilihan yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Untuk data usia, subjek mengisikan usia sesuai dengan usia masing-masing subjek.


(60)

Pertanyaan tentang tingkat pendidikan juga diisi sesuai dengan tingkat pendidikan subjek. Sedangkan terkait dengan status pernikahan disajikan dengan 5 pilihan yaitu belum menikah, menikah tanpa anak, menikah dengan memiliki 1 anak, menikah dengan memiliki 2 anak, menikah dengan memiliki lebih dari 2 anak. Sejumlah pertanyaan untuk mengumpulkan data variabel independen tersebut telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dengan tujuan apakah sejumlah pertanyaan terkait data demografis yang disusun dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi sesuai dengan kenyataan terkait data demografis yang dimiliki masing-masing subjek. Diasumsikan, subjek menjawab dengan benar sehingga jawaban subjek terkait variabel-variabel tersebut valid dan reliabel.

Pertanggungjawaban mutu alat pengumpul data variabel dependen meliputi validitas skala kesejahteraan psikologis, seleksi item skala kesejahteraan psikologis, bentuk final skala kesejahteraan psikologis, uji reliabilitas final skala kesejahteraan psikologis, dan daya diskriminasi skala kesejahteraan psikologis.

1. Validitas Skala Kesejahteraan Psikologis

Validitas adalah kualitas esensial yang menunjukkan sejauh mana suatu tes sungguh-sungguh mengukur atribut psikologis yang hendak diukur (Supratiknya, 2014).

Pengujian validitas alat ukur ini dilakukan dengan menggunakan jenis evidensi terkait isi tes (dalam pengertian lama, jenis evidensi ini dikaitkan dengan validitas isi). Evidensi ini bisa diperoleh melalui analisis logis atau


(61)

empiris terhadap seberapa memadai isi tes mewakili ranah isi serta seberapa relevan ranah isi tersebut sesuai dengan interpretasi skor tes yang dimaksudkan. Isi tes mengacu pada tema-tema, pilihan kata, serta format atau bentuk item, tugas, atau pertanyaan yang digunakan dalam tes. Evidensi terkait isi ini juga bisa berupa penilaian pakar atau ahli terhadap kesesuaian antara bagian-bagian tes dan konstruk yang diukur (Supratiknya, 2014). Dalam penelitian ini evidensi terkait isi diperoleh dengan cara mengkonsultasikan item yang telah disusun kepada dosen pembimbing dengan tujuan apakah item-item yang telah disusun telah mencakup isi objek yang hendak diukur.

Selain itu, validitas alat ukur ini juga dilakukan dengan menggunakan jenis evidensi terkait proses respon yang diberikan oleh subjek. Dalam mengerjakan skala kesejahteraan psikologis ini, diasumsikan subjek menjawab setiap pertanyaan sesuai dengan apa yang ada pada diri subjek.

2. Seleksi Item Skala Kesejahteraan Psikologis

Setelah melakukan validasi dan melakukan uji coba skala, selanjutnya adalah menganalisis item. Analisis item terhadap item-item skala yang telah dibuat perlu dilakukan karena kualitas skala pengukuran psikologis sangat ditentukan oleh kualitas item-item yang ada di dalamnya. Tujuan analisis item adalah memilih item-item yang akan membentuk skala yang bersifat homogen dan memiliki daya diskriminasi yang baik. Seleksi item pada skala yang akan digunakan dalam penelitian ini memakai parameter daya diskriminasi item. Daya diskriminasi item yaitu kemampuan sebuah item memicu cara menjawab


(62)

yang berbeda pada diri subjek atau testi dengan tipe yang memang berlainan (Supratiknya, 2014).

Pengujian daya diskriminasi dilakukan dengan memeriksa korelasi antara masing-masing item dengan skor total skala itu sendiri. Perhitungan ini akan menghasilkan koefisien korelasi antara skor item dan skor total tes (rit).

Jenis korelasi yang akan digunakan adalah korelasi product-moment Pearson (r). Cara ini cocok untuk diterapkan pada multi-point items atau item-item yang memiliki alternatif jawaban ganda dalam arti lebih dari dua. Perhitungannya akan menggunakan corrected item-total correlation melalui sub menu scale pada pilihan Reliability Analysis Statistical Product and Service Solution (SPSS).

Berdasarkan perhitungan tersebut, makin tinggi korelasi antara skor item dan skor total skala, makin baik item yang bersangkutan. Item-item yang berkorelasi negatif atau berkorelasi positif namun rendah dengan skor total akan disingkirkan. Adapun kriteria item yang layak dipertahankan adalah semua item yang berkorelasi lebih besar dari atau sama dengan (≥) 0,20 dengan skor total (Supratiknya, 2014).

3. Bentuk Final Skala Kesejahteraan Psikologis

Setelah dilakukan penyeleksian item terdapat 4 item favorable dan 11 item unfavorable yang gugur. Akan tetapi karena jumlah item pada masing-masing aspek tidak seimbang, maka dipilih beberapa item yang memiliki skor lebih rendah dibanding item yang lain untuk digugurkan. Sehingga dapat dilihat struktur atau sebaran item yang baik sehingga dapat digunakan untuk


(1)

KULTAS PSEKOLOGロ

UNIVERSiTAS SANATA DHARMA

Paingan,い И

aguwohalo,Depok,Sleman,Telp.883037,883968,886530 Pes.2296 Fax.(0274)886529 Yogyakarta 55282

No.

:

4TclDlKPlPsilUSD/III/20L6

Hal

:

Izin

Penelitian

Kepada

Yth.

Gubernur

Daerah

Istimewa Yogyakafta

Kami

terangkan dengan sesungguhnya bahwa pembawa surat

idi

:

Nama

:

Fitria

NIM

:

119114106

Adalah

mahasiswa

Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma,

Yogyakarta.

Untuk

memenuhi

data

skipsi,

mahasiswa

yang

bersangkutan

meminta

izin untuk

melakukan membagikan

kuisioner penelitian dengan partisipan Guru

Honorer

Sekolah

Negeri

di

Kabupaten

Bantul.

Berkenaan

dengan hal di atas, kami

sampaikan

surat

ini

sebagai

pengantar dalam tugas

mahasiswa

yang bersangkutan. Kiranya BapaVlbu/Saudara/i dapat memberikan

izin,

bantuan atau

kerjasama seperlunya.

Atas perhatian dan kerja sama

BapaVlbu/Saudara/i,

kami

ucapkan

terima

kasih.


(2)

PSttKO臨

OC目

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Paingan,ヽ4aguwoha可o,DepOk,Sieman,Telp.883037,883968,886530 Pes.2296 Fax (0274)886529 Yogyakarta 55282

47b

I

D

I

KP

I

Psi/USD/III

I

2aL6

Izin

Penelitian

KOpada

Ythi Kepab Bappeda(Badan Pembangunan Daerah)

Kabupattn Bantuし

Yogyakarta /.

Karniterangkan dengan sesungguhnya bahwa pembawa suratini:

Nama :日

tna

NIM :119114106

Adalah FnahaSiswa Fakultas Psiko:ogi Universibs Sanab Dharma′

Yogyakarta.′

Untuk memenuhi data skripsi′

mahasiswa yang bersangkutan merninね

izin untuk

melakukan membagikan kuisioner penelitian dengan partisipan Curu Honorer Sekolah

Negeri di Kabupaten 3antul.

Berkenaan dengan hal di atas′

karni sampalkan surat ini sebagai penganbr dalanl tugas

mahasiswa yang bersangkutan. Kiranya Bapak/1bu/Saudara/i dapat memberikan izin′

bantuan atau kttaSama sepenunyat

Aね

s perhattan dan keria sama Bapak/1bu/saudara′

kami ucapkan tenma kasihi

30 Maret 2016

Dr.

T.

Priyo

Widiyanto,

M.Si.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

SEKRETAR:Att DAERAH

Kompleks Kepatihan,Danurelan,Telepon(0274)562811‐

562814(Hunting)

YOGYAKARTA 55213

Memba ca

Tanqgal Mengrngat

S urat :DE KAN

:30 MARET 2016

SURAtt KETERANGAN/1JIN

070/REG/∨

/19/4/2016

No rno r

Periha

47C/D/KP/PSi′

USD′

:‖

/2016

1JIN PENELI丁

:AN/R:SE丁

1 . Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006, tentang Perizinan bagi Perguruan Tinggi As ng, Lembaga penelrtian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing dan Orang Asrng dalam melakukan Kegitan Penelitian dan pengembangan di lndonesia:

2. PeratLrran Menteri Dalam Negeri Nomor 2O Tahun 2O'1 'l , tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan c1i Lingkungan

Kernentrian Dalant

Negel

dan Pemerinlah Daerah,

3. Peraturan Gubernur Daerah lstinrewa Yogyakarla Nornor 37 Tahun 2008, tentang Rincian Tugas dan FUngsr Satuan Organisast di

Lingkungan sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan perwakilan Rakyat Daerah.

4

Peraturan Gubernur Dacrah lslimcwa Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan perizinan, Rekomendasi

Pelaksanaan Sr'irvei, Penelitian, Pendataan, Pengembangan, Pengkajran, dan Studi Lapangan di Daerah Istrmewa yogyakarta.

D‖」INKAN tlntuk meiakukan ke9 atar、

sし,Ⅳo′pene tiar1/pendataan/perlgembangar1/pengkalian/Stud apangari

Nama lF:TR:A

kepadal

NIP/N lll :119114106

Abmat iFAKULTAS PSIKOLOG!,UNIVERSittAS SANAttA DHARMA YOGYAKARTA

udu ISttUDI EKSPLORAT:F ttENttANG KESEJAHttERAAN PS:KOLOGIS GURU HONORER

SEKOLAH NEGERI DI KABUPAttEN BANTUL

Lokas iDINAS PENDIDIKAN,PEMUDA DAN OLAHRAGA DlY

ν

Vaktu ll APR:L2016s/dl」

UL1 2016

Dengan Ketentuan

l Menyerahkan surat keterangan/り n suⅣeヴpene lan/pendataan/pengemban9an/pen9kal an/Studi apangan★

)daH Pemenntah Daerah DIY kepada BupatrWa kota me a u nstitus yang ben″enang mengeluarkan i n dimaksudi

2 ヽ4e nyera h ka〕 soft copy has pele tannya baik kepada Gし

lbernt r Daerah lstime、″a Yo9 yakarta lmelaに l B「o Adnninistrasl Pembangunan Setda

DIY da anl cori,I)act disk(CD)lTlaupun n)e ri g t]9gah(口

P Oad)meat」l wet)ste adbang lo91aprOV 90 d dan merlurllukkarn cetakan asll yang sudah

disa lkan daln dibし lbuhl cap institls

3

り「,lr]l hanya diper9unakan untuk kepettuan iri]la h,dal)perlne9a119 i r]、

″al b inentaal ketentuarl yan9 bedaktl dilokasi ke9iatani

4 りr〕 pene tarl dapat diperpar]lang nlaksinla1 2(dua)ka dengan nlerlurllukkari suratirl kemba sebelur〕

berakh r、″aktunya setelah mer)galukan perpaniangan Rne a ul webste adban9 1o91aprOv 9o di

5

りn yang d be向kan dapat d bata kan sewaktu― waktu apabla pemegang in in tdak memenuhiketentuan yan9 be‖ aku

Dikeluarkan di Yogyaka rta

Pada tanggal

1

APRIL

2016

A.n Sekretarrs Daeral-t

Asisten Perekonomian dan Pembanounan

Ub,

Kepala Biro Admintstrasi Pembangunan

Drs Tn Mu yono、

MM

196208301989031 006

Tembusan i

ll:ど

顧 喬 〕賊 k早鉦 冨 馴

:V呂

冷 よ 憚 綻

RTA sEBACtt LAPORA叫

3.DINAS PEND:D:KAN,PEMUDA DAN OLAHRAGA DIY

4.DEKAN,UNiVERSITAS SANAttA DHARMA YOGYAKARttA

5.YANG BERSANGKUTAN


(4)

(5)

(6)