dan mendampingi suaminya yang akan berpentas. Meskipun demikian, ia sangat peduli terhadap perkembangan Gema terutama di dalam bidang
akademiknya. Hal ini tidak terlepas dari latar belakangnya dan keluarga besarnya yang akademisi. Oleh karena itu, sebisa mungkin ia memaksimalkan
waktu yang dimilikinya untuk mendampingi Gema dalam belajar.
Pokok Permasalahan
Selama ini ia membantu Gema untuk belajar dengan membuat jembatan keledai agar memudahkan dalam mengingat materinya. Namun, saat ini karena
keterbatasan penglihatannya beliau hanya dapat mendampingi anaknya belajar dan menjadi teman diskusi bagi anaknya. Oleh karena itu, saat ini beliau
menunjuk guru les untuk mengajarkan 3 mata pelajaran pokok ke Gema. Terutama matematika karena Gema kurang menyukai matematika.
Menurut beliau kegemaran Gema dalam bidang musik sudah terlihat sejak Gema masih kecil. Meskipun tidak dileskan secara khusus namun Gema
mampu menguasai beberapa alat musik bahkan menghasilkan karyanya sendiri. Selain berprestasi di bidang seni, menurut beliau Gema juga berprestasi di
bidang akademik. Hal ini terlihat dari peringkat Gema yang selalu masuk lima besar sejak kelas I SD hingga sekarang.
4.2. Pembahasan
Peneliti mengobservasi beberapa kelas di mana terdapat siswa yang mengalami hiperaktivitas yang telah ditunjukkan oleh Bu Ana. Adapun kelas
yang diobservasi oleh peneliti adalah kelas I, II, dan VI. Setelah melakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
observasi di ketiga kelas tersebut, akhirnya peneliti memutuskan untuk mengambil data di kelas VI dimana salah satu siswanya yakni Gema
mengalami hiperaktivitas. Alasan mengapa peneliti memilih untuk menjadikan Gema sebagai objek
penelitian dikarenakan Gema yang paling memenuhi kriteria setelah dilakukan observasi dengan menggunakan kriteria anak hiperaktif pada lembar observasi
dari DSM-IV-TR dan melihat lembar assessment yang dimiliki oleh sekolah. Dibandingkan dengan beberapa siswa lainnya yang juga memiliki
hiperaktivitas, Gema murni mengalami hiperaktivitas. Peneliti melakukan observasi di SD Perahu setiap hari Sabtu. Observasi
dilakukan dari pukul 06.30 WIB – 12.30 WIB. Penelitian di SD Perahu ini
dilakukan selama 5 bulan. Meskipun penelitian sebagian besar dilakukan pada hari Sabtu saja, namun data yang didapat sudah mencukupi untuk dapat dibahas
dalam bab ini. Peneliti melibatkan enam partisipan dalam penelitian ini, yakni Bu Lala, Bu Ina, dan Bu Ani untuk diketahui persepsinya sebagai guru terhadap
motivasi dan prestasi belajar siswa dengan hiperaktivitas dalam hal ini adalah Gema.
Sedangkan Gema
dan orang
tuanya diwawancarai
untuk menyeimbangkan dan mengkonfirmasi data maupun informasi yang telah
diperoleh dari guru. Dari data yang diperoleh peneliti baik saat mengobservasi, wawancara
maupun saat melihat lembar assessment, peneliti memperoleh keterangan identitas Gema. Gema adalah putra bungsu dari pasangan seniman yang tinggal
di suatu perumahan di daerah Sleman. Gema memiliki tiga orang kakak. Gema saat ini berusia 11 tahun. Kedua orangtua Gema berlatarbelakang pendidikan
yang baik. Keduanya pernah mengenyam bangku kuliah di salah satu universitas seni di Indonesia. Gema sekarang duduk di bangku kelas VI.
Secara penampilan fisik, Gema tidak berbeda dengan anak pada umumnya. Namun, Gema menggunakan kacamata yang cukup tebal karena dia
mengalami low vision. Meskipun demikian, yang menonjol dari Gema menurut Bu Ani sebagai pendampingnya adalah hiperaktivitasnya. Saat berada di kelas
terutama saat pelajaran, Gema tidak bisa duduk tenang. Ia selalu menggerakkan badannya bahkan cukup sering berjalan-jalan hanya untuk meminjam
penghapus dari teman sekelasnya. Selama peneliti mengobservasi Gema di kelas dari pukul 06.30 WIB
– 12.30 WIB peneliti mengamati setiap gerak-gerik Gema. Dalam 30 menit, ia sudah 6 kali meninggalkan tempat duduknya hanya
untuk meminjam penghapus, penggaris, atau sekedar melihat pekerjaan temannya sampai dimana.
Selain itu, Gema juga selalu menggaruk kepalanya, mengetuk-ngetuk meja, memainkan pensil atau pulpen yang dipegangnya dan memutar-mutar
badannya sehingga ia menghadap ke belakang. Ia juga selalu menggoyangkan kakinya atau terkadang menghentakkan kakinya seolah-olah sedang membuat
irama ketukan dengan kakinya. Selama proses pembelajaran berlangsung, tidak sekalipun Gema tidak berkomentar dengan apa yang disampaikan oleh Bu Lala.
Apapun yang disampaikan oleh Bu Lala, selalu dikomentari olehnya dari hal yang serius hingga bercanda.
Perilaku yang ditunjukkan Gema sesuai dengan karakteristik siswa dengan hiperaktivitas. Adapun karakteristik siswa dengan hiperaktivitas
menurut Wender 2000 yang menyatakan bahwa siswa dengan hiperaktivitas sering menunjukkan tanda-tanda hiperaktivitas, termasuk tingkah laku seperti
mengetuk-ngetuk tangan atau kaki, bicara berlebihan, dan sulit duduk diam lebih dari beberapa menit.
Gema bahkan menggunakan kata-kata yang kurang sopan sebenarnya bagi yang belum kenal dekat dengannya. Gema sering mengutip kata-kata di
iklan yang sering ia dengar. Bagi Bu Lala sendiri, Gema adalah kesatuan dari seni. Saat melihat Gema, Bu Lala melihat Gema sebagai seni. Hal ini tidak
terlepas dari latar belakangnya yang terlahir di tengah keluarga seniman. Gema terbiasa untuk mengekspresikan dirinya baik melalui tindakan maupun melalui
kata-kata. Hanya saja ekspresi yang keluar dari kata-kata Gema seringkali tidak disaring. Bisa dikatakan Gema ini ceplas-ceplos. Gema memang tidak bisa diam
dan cenderung ramai saat di kelas, namun Gema juga mampu menghibur Bu Lala dan teman-teman sekelasnya.
Bu Ani, Bu Ina, dan Bu Lala memiliki persepsi tentang Gema berdasarkan pengamatan mereka terhadap perilaku dan tingkah laku yang
ditunjukkan oleh Gema selama berada di sekolah baik saat proses pembelajaran maupun saat Gema berinteraksi dengan teman-temannya setiap harinya.
Persepsi yang ada pada mereka muncul dan terbentuk dari apa yang mereka lihat. Hal ini menunjukkan kesesuaian dengan teori persepsi yang dikemukakan
oleh beberapa tokoh, salah satunya adalah Sunaryo 2004: 93 yang menyatakan bahwa persepsi adalah proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses
pengindraan. Dari keempat pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi seseorang dibentuk dari apa yang mereka lihat dan amati.
Saat istirahat, jika Gema sudah menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bu Lala, Bu Lala mengijinkan Gema untuk bermain gitar atau menyanyi.
Bu Lala menggunakan apa yang paling disukai oleh Gema sebagai reward dan punishment. Sebagai reward, Bu Lala akan mengijinkan Gema untuk bermain
gitar atau menyanyi jika Gema sudah menyelesaikan tugasnya. Sebagai punishment, Gema dilarang untuk bernyanyi dan bermain gitar bahkan gitarnya
terkadang akan disita oleh Bu Lala. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Bu Ani dalam wawancaranya dengan peneli
ti saat di SD Payung. “Ya punishment itu bukan hukuman cambuk kayak gitu ya, tapi dia suka nyanyi kita
larang nyanyi itu udah hukuman buat dia. Dia mau gitaran gitu suruh nda boleh gitaran gitu nak tangannya wis kayak gitu itu udah hukuman bagi dia gitu
lho.. Nah, itu loh reward and punishment. ”
Menurut Bu Ani, pemberian reward dan punishment merupakan salah satu upaya untuk memacu motivasi belajar Gema. Bu Lala pun menggunakan
cara pemberian reward dan punishment sebagai pemacu dan pendorong motivasi belajar Gema. Pemberian reward dan punishment yang berkaitan
dengan musik seperti yang dilakukan oleh Bu Lala ternyata sesuai dengan teori dari Skinner tentang shaping. Menurut Skinner, proses pemberian reward dan
punishment melalui musik secara berturut-turut pada akhir perilaku secara bertahap akan menghasilkan perilaku yang diinginkan Djohan, 2006: 107.
Selain dengan reward dan punishment, Bu Lala juga memotivasi Gema dengan memintanya untuk menuliskan SMP mana yang diinginkan oleh Gema setelah
lulus SD nantinya. Bu Ani menyetujui cara yang digunakan oleh Bu Lala. Menurut Bu Lala, motivasi belajar adalah rangsangan agar mereka itu
menyayangi materi pelajaran yang dipelajari. Sedangkan menurut Bu Ina, motivasi belajar adalah rangsangan baik dari dalam maupun diri siswa yang
dapat mendorong siswa untuk mau belajar. Bu Ani selaku pendamping menambahkan bahwa motivasi belajar adalah dorongan baik dari dalam maupun
dari luar yang memicu siswa untuk belajar. Ketiga pernyataan dari partisipan tersebut kurang lebih sama dengan pendapat para ahli seperti yang dikemukakan
oleh Suprijono 2009: 163 yang menyatakan bahwa motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Dari
pendapat di atas, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa motivasi belajar adalah gairah yang mendorong siswa untuk belajar baik dari dalam diri siswa
tersebut maupun dari luar siswa tersebut. Motivasi belajar dari luar itu seperti pemberian reward dan
punishment yang dilakukan oleh Bu Lala, Bu Ani dan Bu Ina dalam proses pembelajaran, atau juga mengikuti apa yang disukai oleh siswa seperti yang
dilakukan oleh Bu Ina dan bisa juga dengan selalu memberi semangat dan dorongan kepada para siswa seperti yang dilakukan oleh ketiga partisipan
tersebut terhadap Gema. Pemberian reward dan punishment ini sesuai
dengan teori behavioristik dimana menggunakan reward dan punishment dalam mempertahankan atau mengurangi kecenderungan munculnya perilaku tertentu
Wade, 2015: 21. Sedangkan motivasi dari dalam itu seperti apa yang ingin dicapai oleh
siswa itu sendiri dari dalam dirinya. Misalnya, Gema yang ingin masuk ke SMP 5. Meskipun Bu Lala yang meminta Gema untuk menuliskan SMP mana yang
diinginkan tetapi apa yang dituliskan oleh Bu Lala ini sungguh-sungguh merupakan keinginan Gema sendiri. Setiap kali Gema diingatkan oleh Bu Lala
tentang SMP yang ingin dimasuki olehnya, Gema kembali termotivasi. Cita- cita, harapan, dan pengalaman dapat menjadi motivasi dari dalam diri siswa.
Saat peneliti mewawancarai Bu Lala, beliau menjelaskan tentang apa itu prestasi belajar. Prestasi belajar menurut Bu Lala adalah hasil belajar yang
dicapai oleh siswa baik akademik maupun non akademik. Menurut Bu Ina, prestasi belajar adalah hasil usaha siswa yang berhasil dicapai oleh siswa.
Kusumah mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah tingkat penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan di dalam sebuah mata
pelajaran, yang biasanya ditunjukkan dengan menggunakan angka Kusumah, 2009: 153. Darsono 2000: 110 mengungkapkan prestasi belajar siswa adalah
perubahan-perubahan yang
berhubungan dengan
pengetahuankognitif, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keterampilan psikomotor, dan nilai sikapafektif sebagai akibat interaksi aktif dengan lingkungan. Dari empat pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa prestasi belajar adalah pencapaian pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil usaha dari proses belajar.
Dari keseluruhan hasil wawancara tersebut diperoleh bahwa motivasi belajar itu dipengaruhi juga dari dalam dan luar. Selain itu, adanya motivasi
belajar juga mempengaruhi prestasi belajar siswa. Prestasi siswa tidak hanya terbatas pada prestasi akademik saja melainkan juga prestasi non akademik.
Pada siswa dengan hiperaktivitas, prestasi yang sering mereka capai adalah prestasi non akademik. Yang lebih mendorong Gema dalam belajar adalah
motivasi belajar dari luar. Sedangkan untuk prestasinya, Gema cenderung lebih berprestasi dalam bidang non akademik yaitu bidang seni. Hal ini dibuktikan
dengan pencapaian Gema dan pemerolehan sertifikat dalam bidang seni musik. Dapat disimpulkan bahwa, motivasi belajar dan prestasi belajar pada
siswa dengan hiperaktivitas itu saling berhubungan. Dengan adanya motivasi belajar pada diri siswa baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dapat
menjadi pemicu atau pendorong bagi siswa untuk berprestasi. Dalam kasus Gema, pemicu terbesarnya adalah keinginannya menjadi seniman itu yang
membuatnya mampu berprestasi dalam bidang musik. Sementara itu dalam bidang akademik, motivasi terbesarnya adalah keinginannya untuk dapat masuk
ke SMP 5 Yogyakarta yang merupakan salah satu SMP favorit di Yogyakarta. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.3. Temuan Lain dalam Penelitian