Jenis Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kesimpulan

46 BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan metode penelitian analitik observasional dengan desain penelitian case control study, dengan membandingkan kelompok kasus penderita skabies dengan kelompok kontrol yang tidak menderita skabies. Desain case control study menelaah hubungan antara efek tertentu dengan faktor risiko, serta berapa besar pengaruh faktor risiko tersebut dalam suatu kejadian penyakit. Sastroasmoro, 2011. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian ini dilakukan pada 2 dua panti asuhan yaitu panti asuhan Taman Harapan dan Panti Asuhan Bustanul Fikri.

3.2.2. Waktu

Penelitian lapangan dimulai dengan penelusuran daftar pustaka, survey awal, mempersiapkan proposal penelitian, merancang kuisioner, pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan akhir. Penelitian ini direncanakan selama 9 bulan sejak penelusuran pustaka, seminar hasil dan ujian komprehensif, yaitu mulai bulan September 2013 sampai dengan Juli 2014. 46 Universitas Sumatera Utara 47 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi a. Populasi Kasus Seluruh penderita skabies yang ada di dua panti asuhan yaitu panti asuhan Taman Harapan dan panti asuhan Bustanul Fikri sebanyak 59 orang. b. Populasi Kontrol Seluruh anak yang tinggal di panti asuhan Taman Harapan dan panti asuhan Bustanul Fikri tetapi tidak menderita skabies yang mempunyai karakteristik yang sama dengan populasi kasus.

3.3.2. Sampel

a. Sampel Kasus Seluruh penderita skabies yang ada di panti asuhan Taman Harapan dan Bustanul Fikri dijadikan sebagai sampel yaitu berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. b. Sampel Kontrol Seluruh anak yang tinggal di panti asuhan Taman Harapan dan Bustanul Fikri tetapi tidak menderita skabies yang mempunyai karakteristik umur, jenis kelamin dan pendidikan yang sama dan diambil berdasarkan perbandingan 1:1 dengan jumlah kasus. Jumlah kasus dan kontrol dalam penelitian ini ditetapkan 1:1, sehingga dapat diketahui jumlah kasus dan kontrol menjadi keseluruhan sampel berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, dengan kriteria sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 48 a. Kriteria Kasus Kriteria kasus merupakan kriteria yang harus ada pada subjek agar dapat diikutsertakan dalam penelitian sebagai kelompok kasus. Kriteria kasus adalah sebagai berikut: 1. Anak-anak yang pernah menderita skabies 2. Bertempat tinggal di panti asuhan tersebut 3. Tidak pernah berpindah-pindah dalam 3 tiga bulan terakhir 4. Responden bersedia diwawancarai. b. Kriteria Kontrol Kriteria kontrol merupakan kriteria yang menyebabkan subjek dapat diikutsertakan dalam penelitian sebagai kelompok kontrol. Kriteria kontrol adalah sebagai berikut: 1. Anak-anak yang tidak pernah menderita skabies 2. Bertempat tinggal di panti asuhan tersebut 3. Tidak pernah berpindah-pindah dalam 3 tiga bulan terakhir 4. Termasuk dalam kelompok umur yang sama dengan kasus 5. Responden bersedia diwawancarai. 3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer Data yang diperoleh dari peninjauan langsung pada objek penelitian yaitu ke lapangan melalui wawancara dengan menggunakan format kuisioner dan observasi. Universitas Sumatera Utara 49 Data primer terdiri dari karakteristik responden umur, jenis kelamin, pendidikan pengetahuan, sikap, kebersihan diri dan penyediaan air bersih.

3.4.2. Data Sekunder

Data yang diperoleh sebagai pendukung data utama yaitu melalui panti asuhan, Puskesmas, Dinas Kesehatan Kota Langsa, Dinas Provinsi Aceh. serta instansi-instansi yang terkait yang ada hubungannya dengan pengumpulan data seperti Badan Statistik dan Dinas Sosial.

3.4.3. Pengujian Validitas dan Reliabilitas

a. Pengujian Validitas Pengujian validitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrument sebagai alat ukur penelitian yang dapat mengukur apa yang ingin diukur dan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data, koofisien korelasi dikatakan valid jika nilai r hasil hitung dari r table. dan berdasarkan tabel dengan taraf kepercayaan 95 dengan responden 30 orang nilai r tabel adalah 0,351 df = n - 2. Berdasarkan hasil hitung dapat disimpulkan semua pertanyaan dalam intrumen penelitian ini valid karena semua hasil dari nilai r hitung 0,351. b. Pengujian Reliabilitas Pengujian reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrument penelitian yang tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama, koofisien korelasi dikatakan valid dan reliabel jika nilai r hasil hitung dari r tabel, dan berdasarkan Universitas Sumatera Utara 50 tabel pada taraf kepercayaan 95 dengan responden 30 orang nilai r tabel adalah 0,351 df = n - 2, dapat disimpulkan semua pertanyaan dalam instrumen penelitian ini reliabel karena nilai r hitung 0,351. 3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel a. Variabel Independent yaitu : umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan, sikap, kebersihan diri dan penyediaan air bersih. b. Variabel dependent yaitu : Kejadian penyakit skabies

3.5.2. Definisi Operasional

a.Variabel Dependen 1. Kasus skabies adalah berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada saat penelitian. 2. Kontrol adalah anak-anak panti yang tidak pernah menderita skabies yang merupakan tetangga kasus dan memiliki karakteristik yang sama dengan kasus. b. Variabel Independen 1. Umur adalah usia responden anak panti asuhan pada saat penelitian yaitu dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir. 2. Jenis Kelamin adalah untuk menentukan perbedaan responden perempuan atau laki-laki 3. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti Universitas Sumatera Utara 51 responden. 4. Pengetahuan adalah kemampuan anak-anak panti mengetahui cara penularan dan pencegahan penyakit skabies diukur dengan menggunakan kuisioner. 5. Sikap adalah respon melibatkan faktor pendapat dan emosi anak-anak panti terhadap penyakit skabies. 6. Kebersihan diri : a. Pakaian adalah kebersihan akan pakaian yang meliputi menggantikan pakaian serta mencuci pakaian. b. Handuk adalah yang digunakan untuk membersihkan diri setelah mandi dan frekuensi mencuci handuk. c. Tempat tidur adalah kebersihan tempat tidur berdasarkan frekuensi menjemur kasur dan bantal serta mengantikan sprei dan sarung bantal dalam seminggu. Diukur dengan menggunakan kuesioner dan observasi yang masing-masing bobot dijumlahkan yaitu pakaian, handuk dan tempat tidur karena merupakan satu kesatuan kebersihan, diberikan kategori baik, sedang dan kategori kurang. 7. Penyediaan Air Bersih adalah ketersediaan air yang sesuai standar kesehatan yang digunakan sehari-hari untuk mandi, cuci dan kakus MCK.

3.6. Metode Pengukuran

Untuk mempermudah melakukan penilaian, maka diperlukan suatu cara Universitas Sumatera Utara 52 pengukuran variabel sebagai berikut :

3.6.1. Umur

Variabel umur dikategorikan berdasarkan tingkat pendidikan. 1. SD = 6 - 12 tahun. 2. SMP = 13 - 15 tahun. 3. SMA = 16 - 18 tahun.

3.6.2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki : apabila responden berjenis kelamin laki-laki b. Perempuan : apabila responden berjenis kelamin perempuan

3.6.3. Pendidikan

Variabel pendidikan dikategorikan berdasarkan UU RI, No.20 Tahun 2003. a. Tingkat menengah atas = SMA atau sederajat b. Tingkat menengah pertama = SMP atau lainnya yang sederajat. c. Tingkat dasar = SD atau yang sederajat. hanya pada anak kelas 4 empat sampai dengan kelas 6 enam SD yang diwawancara sebagai responden

3.6.4. Pengetahuan

Untuk variabel pengetahuan penelitian ini merujuk pada pendapat Riduan 2005 yang mengkategorikan diatas 50 baik dan dibawak 50 tidak baik. Metode ini dipakai karena sasaran responden dalam penelitian ini yang tingkat pendidikannya masih rendah yaitu pendidikan dasar dan pendidikan menengah. a. Baik : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit scabies bila didapatkan Universitas Sumatera Utara 53 bobot nilai 50 b. Tidak baik : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit skabies bila didapatkan bobot nilai ≤ 50

3.6.5. Sikap

Untuk mengetahui sikap responden diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner yang telah diberikan bobot skala likert. Jumlah pertanyaan 10, total skor 20, dengan kriteria sebagai berikut: - Jawaban sangat setuju, diberi skor 2 dua - Jawaban setuju, diberi skor 1 satu - Jawaban tidak setuju, diberi skor 0 nol Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu: a. Baik : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit skabies bila didapatkan bobot nilai 50 b. Tidak baik : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit skabies bila didapatkan bobot nilai ≤ 50

3.6.6. Kebersihan Diri

Kebersihan diri diukur dengan menggunakan 14 pertanyaan, total skor 28, dengan kriteria sebagai berikut : - Jawaban a, diberi skor 2 dua Universitas Sumatera Utara 54 - Jawaban b, diberi skor 1 satu - Jawaban c, diberi skor 0 nol a. Baik : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan dan observasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan pinjam meminjamkan pakaian, handuk dan tukar menukar tempat tidur bila didapatkan bobot nilai 50 b. Tidak baik : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan dan observasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan pinjam meminjamkan pakaian, handuk dan tukar menukar tempat tidur bila didapatkan bobot nilai ≤50 Riduan, 2005

3.6.7. Penyediaan Air Bersih

Variabel penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan dilihat berdasarkan Permenkes No.492 tahun 2010 tentang persyaratan kualitas air. a. Memenuhi syarat kesehatan : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ketersediaan air dan sarana penampungan air yang baik bila didapatkan bobot nilai 50 b. Tidak Memenuhi syarat kesehatan : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ketersediaan air dan sarana penampungan air yang tidak layak pakai bila didapatkan bobot nilai ≤ 50. Universitas Sumatera Utara 55 Tabel 3.1 Cara Ukur, Alat Ukur, Skala Ukur, dan Hasil Ukur Variabel Penelitian Variabel Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur Variabel Independen Pengetahuan Wawancara Kuesioner Ordinal Baik 50 dari total nilai Tidak baik ≤ 50 dari total nilai Sikap Wawancara Kuesioner Ordinal Baik 50 dari total nilai Tidak baik ≤ 50 dari total nilai Kebersihan Diri Wawancara Kuesioner Ordinal Baik 50 dari total nilai Tidak baik ≤ 50 dari total nilai Penyediaan Air Bersih Wawancara Kuesioner Ordinal Memenuhi syarat kesehatan 50 dari total nilai Tidak Memenuhi syarat kesehatan ≤ 50 dari total nilai 3.7. Metode Analisa Data 3.7.1. Analisi Univariat Untuk menjelaskan variabel independen dan dependen yang dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dihitung persentasenya dan dideskripsikan.

3.7.2. Analisa Bivariat

Untuk melihat hubungan satu variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji Chi square dengan menggunakan program komputer software, pada tingkat derajat kepercayaan 95 yaitu α = 0,05 dengan ketentuan bila nilai p0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut Universitas Sumatera Utara 56 Sastroasmoro, 2011. Selain itu juga digunakan perhitungan Odds ratio OR yang digunakan untuk mengetahui besar risiko antara variabel independen dengan variabel dependen.

3.7.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel dependen dengan seluruh variabel independen yang diteliti, sehingga diketahui variabel mana yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian penyakit skabies dengan menggunakan uji regresi logistik berganda. Tahapan proses analisi multivariat adalah sebagai berikut: 1. Memasukkan variabel kandidat dalam proses analisis multivariat regresi logistik berganda dengan cara memilih variabel independen yang memiliki nilai p 0,25. 2. Melakukan analisis semua variabel independen yang masuk dalam pemodelan dengan cara mengeluarkan variabel independen yang memiliki nilai p terbesar sehingga didapatkan model awal dengan variabel faktor penentu yang memiliki nilai p 0,05. 3. Hasil uji multivariat yang mempunyai nilai p 0,05, merupakan pemodelan akhir dari penentu faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian skabies di Kota Langsa. Dalam penelitian kasus-kontrol kita dapat menghitung odds ratio OR dengan mengambil kelompok kasus a+c dan kelompok kontrol b+d, dan dapat menilai berapa sering terdapat pajanan pada kasus dibandingkan pada kontrol. Universitas Sumatera Utara 57 Hasil penelitian ini juga menunjukkan seberapa besarkah populasi dapat dicegah bila salah satu variabel diperbaiki dapat dilihat dari Population Attributable Risk PAR: ��� = pr − 1 pr − 1 + 1 x 100 Dimana: p = proporsi kasus yang mempunyai faktor terpajan r = Odds Rasio variabel yang paling dominan Universitas Sumatera Utara 58 BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Langsa merupakan bagian dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terletak pada 04 O 24’35,68” – 04 O 33’27,03” Lintang Utara dan 97 O 53’14,59” – 98 O 04’42,16” Bujur timur. Luas Wilayah keseluruhan 262,41 Km 2 , Panjang garis Pantai 16 Km dengan Batasan Wilayah Kota Langsa. • Sebelah Utara berbatasan dengan selat malaka • Sebelah Barat berbatasan dengan Birem Bayeun Kab.Aceh Timur • Sebelah Selatan berbatasan dengan Birem Bayeun Kab.Aceh Timur • Sebelah Timur Berbataan dengan Kec.Manyak Payed Kab.Aceh Tamiang Jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat menunjukkan jumlah penduduk produktif dan non produktif. Pengelompokkan penduduk dalam usia produktif dan non produktif dapat digunakan sebagai acuan menghitung Angka Beban Tanggungan ABT yang merupakan indikator ekonomi di suatu daerah. Badan Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk Kota Langsa Tahun 2013 sebanyak 157.011 jiwa. Jumlah penduduk Kota Langsa dengan jenis kelamin laki-laki adalah 77.966 jiwa dan perempuan adalah 79.045 jiwa. Tingkat pendidikan yang ditamatkan merupakan indikator pokok kualitas pendidikan formal berdasarkan data BPS. Persentase pendidikan berusia 10 tahun keatas. Tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh masyarakat Kota Langsa pada 58 Universitas Sumatera Utara 59 Tahun 2013 mayoritas tamat SD laki-laki 3.283 jiwa, perempuan 1.718 jiwa dan SMA laki-laki 2.392 jiwa, perempuan 2.117 jiwa sedangkan pendidikan yang ditamatkan paling minimal adalah perguruan tinggi.

4.2. Analisis Univariat

Analisis univarat dalam penelitian ini adalah mendistribusikan secara distribusi frekuensi variabel independen yaitu karakteristik masyarakat dan kejadian skabies.

4.2.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik

Karakteristik masyarakat dalam penelitian ini mencakup umur, jenis kelamin dan pendidikan. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Karakteristik Kejadian Skabies Kasus Kontrol n n Umur Kanak-kanak 26 44,1 26 44,1 Remaja Awal 22 37,3 22 37,3 Remaja Akhir 11 18,6 11 18,6 Jenis Kelamin Laki-laki 36 61 36 61 Perempuan 23 39 23 39 Pendidikan SD 26 44,1 26 44,1 SMP 22 37,3 22 37,3 SMA 11 18,6 11 18,6 Universitas Sumatera Utara 60 Berdasarkan Tabel diatas diketahui hasil distribusi frekuensi karakteristik responden kasus dan kontrol, mayoritas responden berumur kanak-kanak yaitu sebanyak 52 orang 44,1, berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 72 orang 61 dan berpendidikan Sekolah Dasar yaitu sebanyak 52 orang 44,1. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1.

4.2.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku

Berdasarkan perilaku dalam penelitian ini dapat dilihat variabel pengetahuan, sikap, kebersihan diri dan penyediaan air bersih. Hasil distribusi frekuensi perilaku responden menunjukkan bahwa berdasarkan pengetahuan, mayoritas responden mempunyai pengetahuan tidak baik yaitu sebanyak 62 orang 52,5, untuk variabel sikap yaitu responden yang mempunyai sikap tidak baik yaitu sebanyak 66 orang 55,9, untuk variabel kebersihan diri yaitu responden dengan kebersihan diri tidak baik lebih besar sebanyak 62 orang 52,5. Berdasarkan penyediaan air bersih diketahui hanya terdapat sedikit perbedaan antara responden yang mempunyai sarana air bersih yang memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 58 orang 49,2 dibandingkan responden dengan penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan, yaitu sebanyak 60 orang 50,8. Dari hasil distribusi frekuensi mayoritas responden mempunyai pengetahuan, sikap dan kebersihan diri yang tidak baik, untuk penyediaan air bersih juga lebih banyak responden yang mempunyai sarana penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dibandingkan yang memenuhi syarat kesehatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Universitas Sumatera Utara 61 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku

4.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan proporsi variabel independen terhadap kejadian skabies. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

4.3.1. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Responden dengan Kejadian

Skabies Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square untuk melihat hubungan antara karakteristik dan perilaku responden dengan kejadian skabies dapat disajikan pada tabel 4.3 berikut : Perilaku Kejadian Skabies Kasus Kontrol n n Pengetahuan Tidak baik 37 62,7 25 42,4 Baik 22 37,3 34 57,6 Sikap Tidak baik 45 76,3 21 35,6 Baik 14 23,7 38 64,4 Kebersihan Diri Tidak baik 43 72,9 19 32,2 Baik 16 27,1 40 67,8 Air Bersih Tidak Memenuhi 37 62,7 23 39,0 Memenuhi Syarat 22 37,3 36 61,0 Universitas Sumatera Utara 62 Tabel 4.3. Tabulasi Silang Karakteristik Responden dan Perilaku dengan Kejadian Skabies di Kota Langsa s ignifikan pada α0,05 dan 0,25 dimasukkan dalam analisis multivariat Berdasarkan Tabel 4.3, diketahui proporsi responden dengan pengetahuan tidak baik menderita skabies sebesar 62,7, hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan pengetahuan responden dengan kejadian Skabies dengan nilai p=0,043 dan nilai OR sebesar 2,287, artinya kemungkinan anak-anak panti menderita skabies 2,3 kali terdapat pada anak-anak panti dengan pengetahuan tidak baik dibandingkan pada anak-anak panti dengan pengetahuan yang baik. Berdasarkan sikap responden diketahui proporsi penderita skabies 76,3 terjadi pada responden dengan sikap tidak baik, hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan sikap responden dengan kejadian Skabies dengan nilai Perilaku Kejadian Skabies Total Nilai P OR C I 95 Kasus Kontrol n n n Lower Upper Pengetahuan Tidak baik 37 62,7 25 42,4 62 52,5 0,043 2,287 1,093 4,786 Baik 22 37,3 34 57,6 56 47,5 Sikap Tidak baik 45 76,3 21 35,6 66 55,9 0,001 5,816 2,607 12,975 Baik 14 23,7 38 64,4 52 44,1 Kebersihan Diri Tidak baik 43 72,9 19 32,2 62 52,5 0,001 5,658 2,562 12,495 Baik 16 27,1 40 67,8 56 47,5 Air Bersih Tidak Memenuhi 37 62,7 23 39,0 60 50,8 0,006 3,052 1,440 6,469 Memenuhi Syarat 22 37,3 36 61,0 58 49,2 Universitas Sumatera Utara 63 p=0,001 nilai OR sebesar 5,816, artinya kemungkinan anak-anak panti menderita skabies 5,8 kali terdapat pada anak-anak panti dengan sikap tidak baik dibandingkan anak-anak panti dengan sikap baik. Berdasarkan kebersihan diri responden diketahui proporsi penderita skabies 72,9 terjadi pada responden dengan tingkat kebersihan diri tidak baik dengan hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara kebersihan diri responden dengan kejadian Skabies dengan nilai p=0,001 nilai OR sebesar 5,658, artinya kemungkinan anak-anak panti menderita skabies 5,7 kali terdapat pada anak- anak panti dengan tingkat kebersihan diri tidak baik dibandingkan pada anak-anak panti dengan tingkat kebersihan diri baik. Berdasarkan penyediaan air bersih proporsi responden yang menderita Skabies kasus sebesar 66,1 terdapat pada responden dengan keadaan penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dengan nilai p=0,006 dan nilai OR sebesar 3,052, artinya kemungkinan responden menderita skabies 3,1 kali terdapat pada anak-anak panti dengan penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat kesehatan dibandingkan anak-anak panti dengan penyediaan air bersih memenuhi syarat kesehatan. 4.4. Analisis Multivariat Berdasarkan hasil uji chi square pada analisis bivariat, ditemukan 4 empat variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian skabies yaitu, 1 pengetahuan, 2 sikap, 3 Kebersihan diri dan 4 penyediaan air bersih, maka dapat Universitas Sumatera Utara 64 diuji secara serempak dengan menggunakan uji regresi logistik ganda dengan menggunakan metode enter, seperti pada Tabel 4.5. Tabel 4.4. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Variabel Nilai B Nilai P OR 95 CI Pengetahuan -1,523 0,077 ,218 0,040 – 1,180 Sikap 2,285 0,006 9,826 1,953 – 49,426 Kebersihan Diri 1,737 0,022 5,678 1,290 – 24,984 Air Bersih -,543 0,501 ,581 0,120 – 2,826 Konstanta -3,037 Ket : Dikeluarkan dari model Dari hasil tabel 4.4 didapatkan P.valuenya yang lebih besar dari 0,05 akan dikeluarkan dari model, dari tabel diatas variabel yang dikeluarakan adalah pengetahuan dan air bersih, variabel sikap dan kebersihan diri dimasukkan ke analisis multivariat. Variabel pengetahuan dan air bersih tersebut tidak dimasukkan kedalam analisis multivariat. Pengetahuan dan air bersih mempunyai hubungan dengan kejadian skabies namun pengaruhnya kurang terhadap kejadian penyakit skabies. Tabel 4.5. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Mengidentifikasi Variabel yang Masuk dan Menentukan Variabel yang Lebih Besar Pengaruhnya Terhadap Kejadian Skabies Variabel Nilai B Nilai P OR 95 CI Sikap 1,133 0,022 3,104 1,953 – 49,426 Kebersihan Diri 1,093 0,025 2,983 1,290 – 24,984 Konstanta -3,447 Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, dari hasil uji regresi logistik ganda bertujuan untuk mendapatkan model yang terbaik dalam menentukan pengaruh kejadian skabies. Dalam pemodelan ini semua variabel independen dicoba secara bersama- Universitas Sumatera Utara 65 sama setelah dikeluarkan variabel yang nilai P nya lebih besar dari 0,05 secara bertahap maka didapatkan 2 variabel yang masuk dalam kandidat model yaitu sikap dan kebersihan diri. Model regresi logistik dengan 2 buah variabel independen yaitu sikap dan kebersihan diri dapat diperkirakan pengaruh faktor risiko dalam hubungannya dengan kejadian penyakit skabies sebesar 71,2 Overall percentage 71,2 . Variabel sikap mempunyai nilai OR sebesar 3,1 artinya anak-anak panti yang mempunyai sikap tidak baik mempunyai kemungkinan terkena skabies 3 kali lebih besar dari anak-anak panti yang mempunyai sikap baik. Variabel kebersihan diri mempunyai nilai OR sebesar 2,9 artinya anak-anak panti yang mempunyai kebersihan diri tidak baik mempunyai kemungkinan terkena skabies 2,9 kali lebih besar dari anak-anak panti yang mempunyai kebersihan diri baik. Berdasarkan nilai OR kita dapat memperkirakan kekuatan pengaruh variabel tersebut dengan kejadian penyakit skabies. Semakin besar nilai OR nya maka semakin kuat pengaruh varibel tersebut terhadap kejadian penyakit skabies. Variabel dengan nilai OR terbesar merupakan variabel yang paling dominan atau berisiko dalam hubungannya dengan kejadian skabies. Hasil penelitian ini juga menunjukkan nilai Population Attributable Risk PAR, yang mana salah satu variabel diperbaiki maka seberapa besar kejadian skabies dapat dicegah. Universitas Sumatera Utara 66 ��� = pr − 1 pr − 1 + 1 x 100 ��� = 0,692,983 − 1 0,692,983 − 1 + 1 x 100 = 0,57 = 57 Artinya : apabila variabel kebersihan diri dapat diperbaiki maka kejadian skabies di populasi dapat diturunkan sebesar 57. Universitas Sumatera Utara 67 67 BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Perilaku dengan Kejadian Skabies 5.1.1. Pengaruh Pengetahuan dengan Kejadian Skabies Dari hasil perhitungan statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan anak-anak panti dengan kejadian skabies. Anak-anak panti yang berpengetahuan kurang akan berpeluang menderita skabies lebih besar 2,3 kali dibandingkan anak-anak yang berpengetahuan baik. Pengetahuan anak-anak panti yang berkaitan dengan kejadian skabies masih sangat kurang, dari hasil penelitian masih dijumpai anak-anak yang belum mengetahui penyebab terjadinya skabies, begitu juga tentang penularan dan pencegahan skabies itu sendiri yaitu sebesar 52,5. Banyak penelitian yang sejalan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, diantaranya hasil penelitian Rosti 2009, menunjukkan terdapat hubungan signifikan pengetahuan responden dengan kejadian Skabies. Rosti mengatakan masyarakat yang berpengetahuan kurang kemungkinan akan menderita skabies 3,8 kali lebih besar dibandingkan pada masyarakat dengan pengetahuan baik. Muzakir 2007, mengatakan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan santri dengan kejadian skabies, santri yang berpengetahuan kurang akan berpeluang untuk terkena skabies. Taufik 2006, membuktikan ada peningkatan bermakna pengetahuan pengungsi tentang pencegahan skabies yang dilihat dari segi Universitas Sumatera Utara 68 promosi kesehatan. Tingkat pengetahuan mempunyai peran penting dalam pencegahan penyakit skabies, khususnya dalam lingkungan yang penduduknya padat dalam hal ini termasuk asrama. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behaviour Notoatmodjo, 2007. Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Berkaitan dengan pengetahuan masyarakat tentang kejadian skabies ada beberapa hal yang berkaitan dengan pengetahuan diantaranya ; tahu know diartikan mengingat suatu materi atau ilmu yang berkaitan dengan skabies. Dalam hal ini masyarakat mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau didapatkan atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang rendah. Misalnya dalam menguraikan, mendefinisikan tentang penyakit skabies. Memahami comprehension, adalah kemampuan masyarakat dalam menjelaskan secara benar tentang penyakit skabies. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi dapat menjelaskan kembali, misalnya dapat menjelaskan penyakit skabies dapat ditularkan melalui apa saja. Aplikasi application adalah kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang didapat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Analisis Universitas Sumatera Utara 69 analysis diartikan kemampuan dalam menjabarkan objek kehidupan sehari-hari misalnya saling menjaga kebersihan diri atau tidak menggunakan pakaian orang lain. Sintesis synthesis diartikan adanya kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menjelaskan tentang hal-hal yang harus dijaga dengan orang yang menderita skabies. Evaluasi artinya kemampuan seseorang dalam melakukan penilaian terhadap kejadian skabies. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria orang lain. Misalnya dapat membandingkan dengan kebiasaan hidup yang kurang maka santri mudah terkena penyakit skabies. Pada penelitian ini santri kemungkinan belum mengetahui penyebab skabies dan cara menghindari penyakit skabies. Roger 1974, berpendapat bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berturut-turut. Kesadaran awareness yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui objek terlebih dahulu, Interest adalah orang mulai tertarik kepada stimulus, misalnya masyarakat ingin mengikuti hidup bersih sesuai dengan kaidah yang menyatakan kebersihan bagian dari iman, evaluation artinya menimbang baik atau tidaknya stimulus yang diterima. Trial adalah mereka telah mulai mencoba dengan perilaku baru untuk menghindar terjadinya penyakit skabies. Adoption yaitu seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, sikap terhadap stimulus Notoatmodjo, 2007. Sesuai dengan teori di atas maka masyarakat yang menderita skabies membutuhkan tahap-tahap dalam meningkatkan pengetahuan. Peningkatan Universitas Sumatera Utara 70 pengetahuan juga harus diikuti dengan informasi-informasi yang dapat menguntungkan bagi masyarakat. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai tingkat yang berbeda-beda termasuk dalam hal ini kemampuan anak-anak panti dalam menjaga penyakit skabies baik dalam pencegahan maupun dalam pengobatan. Pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perseorangan untuk memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit Damayanti, 2005. Werner and Bower 1986 menyatakan bahwa bila seseorang pernah mengalami penyakit atau sedang menderita, bila ada informasi yang berkaitan dengan penyakit yang ia derita maka akan lebih tertarik untuk mendengarkannya. Seperti halnya anak-anak panti yang memiliki pengalaman menderita skabies baik diri atau kawannya serta anggota keluarganya memiliki ketertarikan lebih tinggi dalam mengikuti pendidikan atau penyuluhan yang disampaikan. Cara menghindari penyakit skabies yang efektif untuk menanggulangi skabies masih banyak kurang dipahami, kebiasaan selama ini mereka hanya mengobati penderita saja. Mereka juga masih banyak yang menganggap pengobatan skabies memerlukan karantina. Pencegahan efektif sebaiknya harus meliputi seluruh anggota keluarga dan untuk pengobatan hanya diperlukan obat esensial yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih murah Orkin dan Maibach, 1997. Pengetahuan yang bekaitan dengan penyakit skabies di lingkungan masyarakat masih merupakan suatu masalah yang menjadi perhatian khusus dalam Universitas Sumatera Utara 71 mencegah penyakit skabies. Peningkatan pengetahuan masyarakat dapat dilakukan secara berjenjang dan bertahap salah satunya dapat dilakukan melalui penyuluhan- penyuluhan.

5.1.2. Pengaruh Sikap dengan Kejadian Skabies

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh sikap terhadap kejadian skabies. Anak-anak panti yang mempunyai sikap tidak baik terhadap kebersihan diri akan lebih berisiko terkena skabies dibandingkan anak-anak yang mempunyai sikap baik. Hasil penelitian menunjukkan masih banyak anak-anak panti yang mempunyai sikap tidak baik yaitu sebesar 55,9. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Rosti 2009, Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan sikap responden dengan kejadian Skabies dengan nilai p=0,018, nilai OR sebesar 2,259, artinya kemungkinan masyarakat menderita skabies 2,2 kali terdapat pada masyarakat dengan sikap kategori kurang dibandingkan masyarakat dengan sikap kategori baik. Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini antara lain, Astuti, 2002 membuktikan bahwa sikap baik pada anak sekolah dasar untuk mencegah kecacingan dapat ditingkatkan dengan memberikan penyuluhan yang ideal. Santoso, 2002 membuktikan penyuluhan kesehatan mampu meningkatkan sikap positif penduduk untuk melakukan pencegahan malaria. Sikap positif kader posyandu untuk melaksanakan tugas pelayanan posyandu dapat ditingkatkan secara signifikan dengan pendidikan kesehatan menggunakan metode belajar berbasis masalah dibuktikan oleh Tjahjowati, 2002. Sikap positif untuk melakukan pencegahan penyakit demam Universitas Sumatera Utara 72 berdarah dengue oleh guru UKS dapat dapat ditingkatkan dengan penyuluhan kesehatan. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Misalnya, bagaimana pendapat anda tentang pelayanan dokter di Rumah Sakit? Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. Notoatmodjo, 2007 Berdasarkan analisis distribusi frekuensi terhadap pernyataan yang diukur dapat dibicarakan beberapa hal menarik. Sikap kurang positif yang dimiliki masyarakat antara lain menjaga jarak dengan penderita skabies. Kondisi ini dapat dipahami sebagai bentuk ketakutan mereka terhadap penularan penyakit skabies, meskipun alasan tersebut tidak terlalu kuat. Penjelasan yang lebih sederhana dan mudah diterima tentang cara penularan skabies mungkin akan lebih membantu mengatasi penularan tanpa muncul sikap antipati terhadap penderita skabies. Masyarakat perlu ditumbuhkan sikap baik bahwa masalah kesehatan menjadi tanggung jawab bersama untuk mengatasinya. Menggali pengalaman pribadi masyarakat tentang sikapnya terhadap masalah yang pernah dihadapinya, memberi contoh sikap orang-orang yang dihormati, menyandarkan cara bersikap pada tuntunan agama atau komunikasi dan informasi dari media massa tentang masalah yang sedang dihadapi adalah beberapa alternatif untuk menumbuhkan sikap baik yang bisa ditawarkan kepada semua orang. Azwar 2003. Universitas Sumatera Utara 73

5.1.3. Pengaruh Kebersihan Diri dengan Kejadian Skabies

Hasil penelitian ini menunjukkan secara statistik adanya pengaruh yang signifikan antara kebersihan diri dengan kejadian skabies. Anak-anak panti yang kebersihan dirinya tidak baik akan berisiko terkena skabies sebesar 3 kali dibandingkan dengan anak-anak panti yang kebersihan dirinya baik. Kebersihan diri yang kurang baik memudahkan penularan skabies. Kebersihan diri mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kejadian skabies, dimana setelah diuji secara bersamaan maka variabel kebersihan diri tersebut masih tetap berpengaruh terhadap kejadian skabies. Kebanyakan kasus-kasus yang terjadi karena adanya kontak personal. Secara tioritis kaum muda yang tinggal sendirian mereka kebanyakan terinfeksi penyakit menular, tetapi jika salah satu anggota keluarga terinfeksi, maka yang lainnya juga akan ikut terinfeksi Parish, 1997. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi dkk 2005, dalam jurnal Kesehatan Lingkungan, Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara hygiene perorangan dengan kejadian Skabies dengan hasil perhitungan statistik Chi kuadrat, p 0,01. Salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit skabies adalah dengan menjaga kebersihan diri. Kebersihan diri mempunyai banyak manfaat diantaranya meningkatkan derajat kesehatan seseorang, mencegah penyakit dan meningkatkan kepercayaan diri. Kebersihan diri bisa juga dilihat dari tingkah laku sehari-hari dalam usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan yang mengandung unsur afektifperasaan. Universitas Sumatera Utara 74 Kebersihan diri juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kebudayaan, dan dikembangkan manusia sejak ia lahir. Tingkah laku seseorang tidak terlepas dari kebiasaan yang ada dalam lingkungan masyarakat tempat seseorang atau kelompok masyarakat berinteraksi. Hal ini dapat disimpulkan kebiasaan para anak-anak panti yang ada dalam sebuah panti asuhan tentu tidak akan terlepas dari kebiasaan-kebiasan dalam lingkungan panti asuhan tersebut Damayanti, 2005.

5.1.4. Pengaruh Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Skabies

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit skabies salah satunya adalah penyediaan air bersih. Hasil penelitian ini menunjukkan secara statistik adanya pengaruh yang signifikan antara penyediaan air bersih dengan kejadian skabies. Anak-anak yang penyediaan air bersihnya tidak memenuhi syarat kesehatan akan berisiko terkena skabies 3 kali lebih besar dibandingkan pada anak- anak yang penyediaan air bersihnya memenuhi syarat. Tetapi hubungan penyediaan air bersih tidak terlalu kuat karena setelah diuji secara bersamaan variabel penyediaan air bersih tidak terdapat hubungan lagi. Berdasarkan laporan profil kesehatan Kota Langsa yang diperoleh bahwa penyediaan air bersih dikategorikan sudah baik, hal ini dapat dilihat dari sarana air bersih yang digunakan bersumber dari PDAM dan air sumur bor, secara fisik air sudah memenuhi syarat. Bagitu juga dengan penggunaan jamban yang tersedia setiap bak mandi. Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Tabri 2003, bahwa lingkungan atau perkembangan suatu wilayah dapat mempengaruhi penyebaran penyakit skabies. Universitas Sumatera Utara 75 Lingkungan yang buruk seperti pada keadaan karena perang memudahkan infeksi skabies sehingga penderita skabies pada umumnya dicirikan dengan lingkungan sekitar tempat tinggal yang kurang bersih. Pendapat tersebut dikaitkan dengan lingkungan yang lembab umumnya dijumpai di negara yang beriklim tropis dan subtropis adalah lingkungan yang mempermudah perkembangbiakan skabies, sehingga prevalensi skabies cenderung meningkat di negara tersebut. Pengetahuan berarti tindakan yang diambil untuk mengetahui sesuatu. Ketika seseorang telah mengetahui atau mendapatkan informasi mengenai sesuatu, maka ia akan melaksanakannya Devita, 2006. Penyediaan air bersih merupakan kunci utama sanitasi kamar mandi yang berperan terhadap penularan penyakit Scabies pada para santri Ponpes, karena penyakit Scabies merupakan penyakit yang berbasis pada persyaratan air bersih water washed disease yang dipergunakan untuk membasuh anggota badan sewaktu mandi Azwar, 1995. Universitas Sumatera Utara 76 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Ada pengaruh antara Pengetahuan dengan kejadian penyakit skabies di Panti Asuhan Taman Harapan dan Bustanul Fikri Kota Langsa 2. Ada pengaruh antara Sikap dengan kejadian penyakit skabies di Panti Asuhan Taman Harapan dan Bustanul Fikri Kota Langsa 3. Ada pengaruh antara Kebersihan Diri dengan kejadian penyakit skabies di Panti Asuhan Taman Harapan dan Bustanul Fikri Kota Langsa 4. Ada pengaruh antara Penyediaan Air Bersih dengan kejadian penyakit skabies di Panti Asuhan Taman Harapan dan Bustanul Fikri Kota Langsa 5. Jika variabel kebersihan diri diperbaiki maka kejadian skabies dipopulasi dapat diturunkan sebesar 57.

6.2. Saran