Kekerasan Emosi yang Dialami Remaja Putri oleh Remaja Putra dalam Berpacaran

18 keterbukaan misalnya dimana remaja putri menolak untuk membuka diri demi menghindari terjadinya masalah dalam hubungan berpacaran sedangkan remaja putra menolak membuka diri untuk mempertahankan kendalinya terhadap hubungan. Perbedaan inilah yang tidak disadari dapat menjadi penyebab terjadinya kekerasan emosi karena tiap individu memiliki pengharapan yang berbeda tentang bagaimana masing-masing seharusnya bertindak Unger dan Crawford dalam Dinastuti, 2008. Tindak kekerasan emosi yang sering muncul dalam hubungan berpacaran ini antara lain sikap merendahkan pasangannya, tuntutan dari pasangan untuk berikap tunduk dan patuh terhadap apa yang dikatakan pasangan demi meredam konflik, mempergunakan kata-kata yang menyakitkan dan kasar untuk dapat memperoleh apa yang diinginkan, adanya usaha untuk mengucilkan pasangan dengan bersikap acuh didepan teman- temannya serta ada usaha untuk menyembunyikan perasaan dari pasangannya dilakukan untuk mengatasi konflik yang dialami dalam hubungan berpacaran pada remaja putri. Tindakan tersebut membentuk sebuah gambaran tentang tindak kekerasan emosi yang dialami remaja putri selama hubungan berpacaran. Ketidakmampuan remaja putri untuk berkata dan bertindak secara asertif dengan menolak untuk diperlakukan secara keras, kasar dan kecenderungan untuk menilai rendah kemampuan diri sehingga kepercayaan dan kebanggaan diri pun menjadi rendah dapat menyebabkan ketergantungan 19 dan ketakutan secara berlebihan akan ditinggalkan oleh pasangannya merupakan faktor pendorong munculnya kekerasan emosi dalam berpacaran Kontrol diri yang rendah terhadap segala bentuk rangsang memicu timbulnya kekerasan emosi dalam berpacaran. Adanya pengalaman kekerasan dimasa kecil yang dilakukan sebagai upaya menyelesaikan konflik, tekanan- tekanan dari luar yang memunculkan stress serta adanya faktor dimana kekerasan digunakan sebagai alat untuk memperoleh apa yang diinginkan oleh pasangannya dapat memicu dan mempengaruhi munculnya tindak kekerasan emosi pada remaja putri dalam berpacaran. Kemudian seberapa jauh tingkat kekerasan emosi yang dialami remaja putri oleh remaja putra dalam berpacaran? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif menggunakan metode pendekatan kuantitatif. Karena peneliti ingin mengangkat fakta, keadaan dan fenomena yang terjadi pada remaja berpacaran. Sedangkan penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu Azwar, 2001.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini hanya menggunakan satu variabel utama yaitu variabel kekerasan emosi yang dialami remaja putri dalam berpacaran.

C. Definisi Operasional

Kekerasan emosi yang dialami remaja putri dalam berpacaran merupakan segala bentuk tindakan yang memiliki unsur paksaan, tekanan dan pelecehan yang dilakukan oleh pasangannya dengan tujuan menyakiti pasangannya secara psikologis. Maka dalam hal ini sejauh mana remaja putri mengalami bentuk-bentuk perilaku kekerasan emosi dimana dalam hubungan berpacaran, pasangannya melakukan hal-hal sebagai berikut: 21 a. Mengucilkan pasangannya sebagai contoh pasangan menunjukkan tingkah laku seperti menghindar atau berperilaku diam ketika berada didekat pasangan namun berbeda jika berada didekat teman-temannya akan menunjukkan sikap ceria. b. Pasangan menuntut untuk selalu bersikap tunduk, patuh dan mengikuti kehendaknya. c. Munculnya perilaku menyerang secara verbal dengan menggunakan kata-kata yang menyakitkan, mengkritik, mempermalukan, mengejek, mengancam, menyalahkan terus- menerus, menggunakan kata-kata kasar untuk mengekspresikan kebencian. d. Berusaha untuk merendahkan harga diri pasangannya dengan membesar-besarkan kesalahan dan mempermalukan pasangan didepan orang lain. e. Pasangan menyembunyikan perasaan dan tidak lagi berterus terang terhadap apa yang dirasakan dengan meragukan persepsi pasangan. Kelima bentuk perilaku kekerasan emosi tersebut yang menjadi dasar dalam pembuatan alat ukur. Kekerasan emosi akan diukur dengan menggunakan skala tingkat kekerasan emosi dimana skor yang semakin tinggi menunjukkan bahwa subyek cenderung mengalami tingkat kekerasan emosi dalam berpacaran yang tinggi, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh