Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

38 Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi rendahnya tingkat pengalaman kekerasan emosi pada remaja putri yang diartikan bahwa remaja putri dalam hubungan berpacaran memiliki tingkat pengalaman kekerasan emosi yang rendah adalah yang pertama dari lama usia berpacaran di mana sebanyak 64 remaja putri memiliki hubungan berpacaran kurang dari 1 tahun yang diasumsikan bahwa hubungan yang terjalin belumlah erat, sehingga keterlibatan emosi belum sepenuhnya terjalin. Kelly dalam Ardyan, 1999 menyebutkan beberapa ciri khas tentang sebuah hubungan yang erat. Yaitu pertama, ada frekuensi interaksi pertemuan yang kerap untuk waktu yang relatif panjang. Kedua, hubungan yang erat melibatkan bermacam-macam bentuk kegiatan dan peristiwa sehingga keterlibatan secara emosionalnya lebih terjalin. Semakin lama sebuah hubungan terjalin maka semakin erat keterlibatan emosi yang muncul. Berbagai konflik juga akan muncul. Hasil penelitian menyebutkan sebanyak 64 remaja putri menjalin hubungan dengan pasangannya kurang dari 1 tahun dan faktor lama berpacaran tersebut menyumbang rendahnya hasil dari penelitian tersebut. Faktor yang kedua, dapat digambarkan bahwa yang terlihat berupa fenomena gunung es iceberg, dimana kasus sebenarnya masih jauh lebih besar lagi, namun banyak hal yang membuatnya tidak terungkap http:www.kompas.com. Adanya faktor internal berupa perbedaan penghayatan tentang pengalaman mengalami tindak tindak kekerasan emosi dimana subyek cenderung merasakan emosi-emosi negatif pada saat berpacaran sebagai hal yang wajar dan masih dapat diterima dalam hubungan berpacaran sehingga seiring dengan berjalannya waktu dan tindak kekerasan emosi ini terjadi berulang, terdapat semacam penerimaan bahwa tindak kekerasan emosi tersebut 39 adalah bagian dari kepribadian pasangan Dinastuti, 2008. Sedangkan faktor eksternal dimana terdapat penghayatan yang memandang bahwa tindak kekerasan emosi yang dilakukan pasangannya adalah sebuah cara penyelesaian masalah yang wajar dan bahkan mungkin harus dilakukan yang diperoleh dari masa lalunya dimana orang tua, tetangga atau teman mempunyai pola atau kebiasaan yang menggunakan kekerasan sebagai respon yang wajar. Ketiga, adanya kontrol diri yang tinggi terhadap munculnya tindak kekerasan emosi dalam hubungan berpacaran. Sikap remaja putri yang mandiri, optimis dan percaya diri yang dimiliki merupakan suatu cara untuk mengantisipasi timbulnya kekerasan emosi dalam berpacaran Hadi Aminah dalam Goeritno, Soeharsono Arsitasari, 2006. Dengan demikian pasangan tidak lagi memiliki anggapan bahwa dirinya paling benar sehingga mampu menekan sikap berbuat sesuka hati yang dilakukan oleh pasangannya. Keempat, dimana remaja putri yang mampu menunjukkan pada pasangannya bahwa dirinya merupakan pribadi kreatif, ulet dan percaya diri maka peluang terjadinya tindak kekerasan dalam berpacaran dapat dikurangi bahkan dihindari. Sikap kemandirian yang dimiliki oleh remaja putri mampu mengurangi ketergantungan terhadap pasangannya yang mana ketergantungan terhadap pasangan merupakan faktor pendukung timbulnya kekerasan emosi dalam berpacaran Goeritno. H, Soeharsono, dkk, 2006. Banyaknya media-media masa yang memberitakan tentang kekerasan emosi dalam berpacaran dapat membuat semakin luasnya wawasan remaja putri tentang mitos-mitos yang berkembang seputar berpacaran seperti perasaan cemburu maupun 40 kekerasan yang dilakukan oleh pasangan adalah bentuk cinta dan perhatian sehingga dapat mengurangi tingginya tingkat kekerasan emosi dalam berpacaran. 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa tingkat kekerasan emosi yang dialami remaja putri oleh remaja putra dalam berpacaran pada usia 18 hingga 22 tahun termasuk dalam kategori yang rendah yaitu sebanyak 76.

B. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari adanya kekurangan dalam penelitian ini. Kekurangan dalam penelitian ini adalah peneliti kurang memperhatikan hal- hal seperti lama usia berpacaran sebagai salah satu syarat pengambilan sampel. Oleh karena itu diharapkan kepada pihak atau peneliti yang memiliki minat melakukan penelitian selanjutnya yang memiliki persamaan topik dengan penelitian ini, diharapkan lebih memperhatikan hal-hal lain yang mempengaruhi seperti intensitas pertemuan dengan pasangannya sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan subyek penelitian. 42

C. Saran-saran 1. Remaja yang mengalami tindak kekerasan emosi

Dari hasil penelitian mengindikasikan bahwa masih terdapatnya kekerasan emosi yang terjadi pada remaja putri dalam berpacaran meskipun terdapat angka yang rendah. Harus diperhatikan adalah bahwa semua hubungan yang terdapat unsur kekerasan emosi dapat terjadi pada siapa saja tanpa dapat kita sadari. Dibutuhkan sikap yang waspada dan lebih mencermati kembali munculnya tindak kekerasan emosi dalam hubungan berpacaran.

2. Penelitian selanjutnya

Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat lebih jeli melihat permasalahan yang berkembang pada subyek penelitian. Peneliti selanjutnya juga perlu melihat bahwa tema pengalaman kekerasan emosi dalam berpacaran merupakan hal yang sensitif, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk dapat membuat kata- kata dalam angkat yang lebih seksama. Hal ini dilakukan sebagai pertimbangan agar jawaban yang diberikan subyek merupakan jawaban murni dan sesuai dengan kondisi atau keadaan yang sebenarnya tanpa harus ragu, khawatir dan malu dengan keadaan dirinya.