Deskripsi Data Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

35 100, rerata empiris 61,39 dan standart deviasi sebesar 17,314. Data tersebut menunjukkan bahwa rerata teoritik subyek lebih tinggi dari rerata empiriknya. Perbandingan rerata empirik dan rerata teoritik dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 8 Deskripsi Data Empirik dan Data Teoritik Skala Tingkat Kekerasan Emosi dalam Berpacaran. Ukuran Empirik Teoritik Skor Minimal 32 32 Skor Maksimal 100 160 Rerata 61,39 96 Standart Deviasi 17,314 21,32 Berdasarkan rerata empirik dan rerata teoritik tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pada remaja putri sebenarnya ditemukan adanya kekerasan emosi dalam berpacaran yang dilakukan oleh pasangannya akan tetapi relatif sedang dan cenderung rendah. Hal ini dapat dilihat pada rerata teoritik yang lebih tinggi dari rerata empirik. Ini membuktikan bahwa rerata skor diprediksikan lebih tinggi dari yang ditemukan dilapangan. Setelah mendapatkan perbandingan antara rerata empirik dan rerata teoritik, kemudian dilanjutkan dengan membuat kategorisasi secara normatif skor subyek pada pengalaman kekerasan yang dilakukan pasangannya. Pembuatan kategorisasi ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 menurut Azwar 1999 bersifat relatif, oleh karena itu boleh ditetapkan secara subyektif selama penetapan tersebut berada dalam batas kewajaran dan dapat diterima akal. Dalam penelitian ini, kategorisasi dibagi dalam tiga bagian yaitu: a. Tinggi, jika X M+1,0s b. Sedang, jika M-1,0sX M+1,0s c. Rendah, jika X M-1,0s Untuk lebih rincinya, kategorisasi tingkat kekerasan dalam berpacaran dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 9 Kategorisasi Subyek pada Skala Tingkat Kekerasan Emosi Remaja Putri dalam Berpacaran Kategori Skor Jumlah Subyek Persentase Tinggi 117,32 Sedang 74,68 X 117,32 18 24 Rendah 74,68 57 76 Jumlah 75 100 Hasil kategorisasi skala pengalaman kekerasan dalam berpacaran menunjukkan bahwa lebih dari separuh subyek berada pada kategori jarang. Untuk pengalaman kekerasan dalam berpacaran dengan kategori sangat sering, tidak ada satupun subyek yang memiliki pengalaman kekerasan dalam berpacaran pada 37 kategori tersebut 0. Untuk pengalaman kekerasan dalam berpacaran dengan kategori sering terdapat 18 orang subyek 24, sedangkan pengalaman kekerasan dalam berpacaran pada kategori jarang sebanyak 57 orang 76. Telaah pada deskripsi data kategori diatas menunjukkan bahwa mayoritas subyek memiliki pengalaman kekerasan dalam berpacaran dengan kategori jarang. Fenomena tersebut juga nampak pada rerata empisik sebesar 61,39 yang lebih rendah dari rerata teoritik sebesar 96. pengalaman kekerasan pada remaja putri meskipun tidak dapat dikatakan sangat sering, namun 24 subyek mengalaminya dengan frekuensi yang masuk dalam kategori sering. Hal ini patut untuk diperhatikan lebih khusus guna melakukan pencegahan-pencegahan atau tindakan preventif guna menekan terjadinya tindakan perilaku-perilaku kekerasan dalam berpacaran yang dialami remaja putri.

C. Pembahasan

Tujuan utama penelitian ini adalah mencoba menjawab masalah penelitian yaitu seberapa jauh tingkat pengalaman kekerasan emosi yang dialami oleh remaja putri dalam berpacaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek yang mengalami kekerasan emosi dalam berpacaran untuk kategori sedang sebanyak 24 dan kategori rendah sebanyak 76 pada tabel 9. Maka hasil yang diperoleh adalah bahwa tingkat pengalaman kekerasan emosi yang dialami oleh remaja putri termasuk kategori sedang menuju rendah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi rendahnya tingkat pengalaman kekerasan emosi pada remaja putri yang diartikan bahwa remaja putri dalam hubungan berpacaran memiliki tingkat pengalaman kekerasan emosi yang rendah adalah yang pertama dari lama usia berpacaran di mana sebanyak 64 remaja putri memiliki hubungan berpacaran kurang dari 1 tahun yang diasumsikan bahwa hubungan yang terjalin belumlah erat, sehingga keterlibatan emosi belum sepenuhnya terjalin. Kelly dalam Ardyan, 1999 menyebutkan beberapa ciri khas tentang sebuah hubungan yang erat. Yaitu pertama, ada frekuensi interaksi pertemuan yang kerap untuk waktu yang relatif panjang. Kedua, hubungan yang erat melibatkan bermacam-macam bentuk kegiatan dan peristiwa sehingga keterlibatan secara emosionalnya lebih terjalin. Semakin lama sebuah hubungan terjalin maka semakin erat keterlibatan emosi yang muncul. Berbagai konflik juga akan muncul. Hasil penelitian menyebutkan sebanyak 64 remaja putri menjalin hubungan dengan pasangannya kurang dari 1 tahun dan faktor lama berpacaran tersebut menyumbang rendahnya hasil dari penelitian tersebut. Faktor yang kedua, dapat digambarkan bahwa yang terlihat berupa fenomena gunung es iceberg, dimana kasus sebenarnya masih jauh lebih besar lagi, namun banyak hal yang membuatnya tidak terungkap http:www.kompas.com. Adanya faktor internal berupa perbedaan penghayatan tentang pengalaman mengalami tindak tindak kekerasan emosi dimana subyek cenderung merasakan emosi-emosi negatif pada saat berpacaran sebagai hal yang wajar dan masih dapat diterima dalam hubungan berpacaran sehingga seiring dengan berjalannya waktu dan tindak kekerasan emosi ini terjadi berulang, terdapat semacam penerimaan bahwa tindak kekerasan emosi tersebut