2.2.2.4 Ketidaksantunan Berbahasa
Ketidaksantunan berbahasa merupakan salah satu dari lima fenomena pragmatik. Pandangan mengenai ketidaksantunan berbahasa oleh Mariam A.
Locher 2008:3 dipahami sebagai berikut, “... a behaviour that is face-
aggravating in a particular context”. Dapat disimpulkan, ketidaksantunan berbahasa menunjuk pada perilaku penutur yang tidak “mengindahkan” muka
face-aggravating pada situasi tertentu.
Dalam pandangan Bousfield Bousfield Mariam A. Locher, 2008:3, ketidaksantunan berbahasa dipahami sebagai berikut,
“the issuing of intentionally gratuitous and conflictive face-threatening acts FTAs that are purposefully
performed”. Sementara itu, Culpeper Bousfield Bousfield Mariam A. Locher, 2008:3 memahami ketidaksantunan berbahasa sebagai
“impoliteness, as I would define it, involves communicative behaviour intending to cause the “faces loss” of
a target or perceived by the target to be so”. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa adalah
suatu perilaku dalam tuturan yang menimbulkan efek negatif bagi mitra tuturnya. Efek tersebut karena tidak digunakannya prinsip-prinsip kesantunan dalam
berbahasa.
2.2.2.5 Deiksis
Penafsiran seseorang mengenai suatu ujaran tergantung pada konteks, maksud penutur, dan ungkapan-ungkapan yang ditunjukkan melalui bahasa.
Keberhasilan seseorang dalam berkomunikasi tergantung pada pemahaman deiksis yang digunakan oleh seseorang.
Deiksis merupakan istilah teknis dari bahasa Yunani yang berarti penunjukkan
melalui bahasa. Deiksis mengacu pada bentuk yang terkait dengan konteks penutur Yule, 2006:13-14. Konsep lain mengenai deiksis oleh Nadar
2009:54-55, yaitu seorang penutur yang berbicara mengenai laan tuturnya seringkali menggunakan kata-kata yang menunjuk baik pada orang, tempat, atau
waktu. Levinson 1983:62 menyebutkan bahwa deiksis diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yakni deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Nababan
1995:40 mengklasifikasikan deiksis ke dalam lima macam, yakni: deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.
Jadi, deiksis merupakan penunjukkan melalui bahasa mengenai tuturan untuk menyampaikan maksud atau pesan kepada mitra tutur.
2.2.3 Implikatur sebagai Fenomena Pragmatik