47
2.4 Defenisi Operasional
1. Tingkat suku bunga yang mewakili instrumen moneter adalah harga dari
penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu, dalam kurun waktu 1986- 2013.
2. Pengeluaran pemerintah yang memawakili instrument fiskal adalah
pengeluaran oleh pemerintah untuk membeli barang dan jasa, dalam kurun waktu 1986-2013.
3. Inflasi adalah tingkat kenaikan harga-harga secara umum, dalam kurun waktu 1986-2013.
4. PDB adalah faktor- faktor produksi milik warga negara, negara tersebut dan warga negara asing yang tinggal di negara tersebut dalam dalam kurun
waktu 1986-2013.
2.5 Pengolahan Data
Dalam pengolahan data penulis menggunakan program E-Views 7.0 dan excel sebagai software pembantu dalam mengkonversi data kedalam bentuk baku
yang disediakan oleh sumber kedalam bentuk yang lebih resprentatif untuk digunakan pada software e-views nantinya.
2.6 Model Analisis Data
Model Analisis yang akan digunakan oleh peneliti adalah model ekonometrika yaitu Analisis Vector auto regression VAR. Model Analisis yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan Persamaan sebagai berikut: Y
1t
= β
01
+ ∑
i p
=
1
β
i1
Y
1t-i
+ ∑
i p
=
1
α
i
1
Y
2t-1
+ ∑
i p
=
1
π
i1
Y
3t-1
+ ∑
i p
=
1
φ
i1
Y
4t-1
+e
1t
Y
2t
= β
01
+ ∑
i p
=
1
β
i2
Y
1t-i
+ ∑
i p
=
1
α
i
2
Y
2t-1
+ ∑
i p
=
1
π
i2
Y
3t-1
+ ∑
i p
=
1
φ
i2
Y
4t-1
+e
2t
Universitas Sumatera Utara
48
Y
3t
= β
01
+ ∑
i p
=
1
β
i3
Y
1t-i
+ ∑
i p
=
1
α
i
3
Y
2t-1
+ ∑
i p
=
1
π
i3
Y
3t-1
+ ∑
i p
=
1
φ
i3
Y
4t-1
+e
1t
Y
4t
= β
01
+ ∑
i p
=
1
β
i4
Y
1t-i
+ ∑
i p
=
1
α
i
4
Y
2t-1
+ ∑
i p
=
1
π
i4
Y
3t-1
+ ∑
i p
=
1
φ
i4
Y
4t-1
+e
1t
Dimana :
Y
1t
= Tingkat Suku bunga Y
2t
= Pengeluaran Pemerintah Y
3t
= Inflasi Y
4t
= PDB
Keempat persamaan tersebut diatas dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih ringkas dengan mengunakan notasi matrik sebagai berikut :
Y
t
= A
o
+ A
1
Y
t-1
+ A
2
Y
t-2
+… + A
p
Y
t-p
+ e
t
Dimana :
Y
t
= Vektor yang berisi n variabel di dalam system SVAR n x 1 A
o
= Vektor intersep n x1 A
1
= Matriks koefisien n x n e
t
= Vektor ganguan
n x 1
2.7 Metode Analisis Data
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, peneliti dalam menganilisis data yang telah diperoleh menggunakan metode VAR.
2.7.1 Vector Auto Regression
VAR merupakan salah satu model yang mampu menganalisis hubungan saling ketergantungan variabel time series. VAR dikembangkan oleh Christoper
Sim 1980, VAR hanya memperhatikan dua hal yaitu, 1. Kita tidak perlu membedakan mana yang variabel eksogen dan endogen.
Semua variabel baik endogen maupun eksogen yang dipercercaya saling berhubungan seharusnya dimaksudkan di dalam model. Namun kita juga
bisa memasukkan variabel eksogen di dalam VAR.
Universitas Sumatera Utara
49
2. Untuk melihat hubungan antar variabel di dalam VAR, kita membutuhkan sejumlah kelambanan variabel tersebut terhadap yang lain di model. Selain
kedua hal tersebut, model VAR adalah model linear sehingga kita tidak perlu khawatir tentang bentuk model serta model VAR mudah di estimasi
dengan metode OLS. Model VAR menganggap bahwa semua variabel ekonomi saling bergantung
dengan yang lain. Model VAR adalah persamaan regresi yang menggunakan data time series. Persoalan yang muncul di dalam data time series berkaitan dengan
stasionaritas data time series dan kointegrasi. Pembentukan model VAR ini juga sangat terkait erat dengan masalah stasionaritas data dan kointegrasi antar variabel
di dalamnya. Langkah pertama pembentukan model VAR adalah melakukan uji
stasionaritas data. Jika data adalah stasioner pada tingkat level maka kita mempunyai VAR biasa unrestricted VAR. Sebaliknya jika data tidak stasioner
pada tingkat level tetapi stasioner pada proses diferensiasi data, maka kita harus menguji apakah data mempunyai hubungan dalam jangka panjang atau tidak
dengan melakukan kointegrasi. Apabila terdapat kointegrasi maka model Vector Error Corection Model
VECM . Model VECM ini merupakan model yang terestriksi restrictic VAR karena adanya kointegrasi yang menunjukkan adanya hubungan jangka panjang
antar variabel di dalam system VAR. Apabila terjadi tidak ada kointegrasi antar variabel endogen tetapi data stasioner dalam proses diferensiasi disebut VAR
dengan data diferensiasi. Namun pada penelitian ini tidak dilakukan uji
Universitas Sumatera Utara
50
kointegrasi,bila nantinya dalam pengujian di misalkan dilakukan uji akar unit tingkat diferensiasi itu dilakukan hanya untuk menghindari reggresi lancung.
Gambar 3.1 Proses Pembentuka VAR
2.7.2 Uji Akar Unit
Uji akar unit digunakan untuk mengetahui ada tidaknya stasioneritas data. Pengertian stasioneritas terkait erat dengan konsistensi pergerakan data time
Data Time series
Uji Stasionaritas Data
Stasioner
VAR Bentuk Level
Tidak Stasioner
Stasioner diferensi Data
Terjadi kointegrasi
VCM VAR Bentuk
Diferensi
Universitas Sumatera Utara
51
series. Suatu data dikatakan stasioner apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu jika nilai rata-rata dan varians konstan sepanjang waktu dan kovarians antara dua
runtut waktuperiode waktu hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu tersebut. Estimasi model ekonometrik time series akan menghasilkan
kesimpulan yang tidak berarti, ketika data yang digunakan mengandung akar unit tidak stasioner. Gujarati, 2004.
Uji yang biasa digunakan adalah uji augmented Dickey –Fuller. Uji lain
yang serupa yaitu Uji Phillips –Perron. Keduanya mengindikasikan keberadaan
akar unit sebagai hipotesis null. Perlu diketahui bahwa data yang dikatakan stasioner adalah data yang bersifat flat, tidak mengandung komponen trend,
dengan keragaman yang konstan, serta tidak terdapat fluktuasi periodik. Untuk diketahui adanya akar unit, maka dilakukan pengujian Dickey-Fuller
DF-test sebagai berikut: Jika variabel Yt sebagai variabel dependen, maka akan
diubah menjadi : Y
t
= ρ Y
t-1
+ U
t
……………………1 Jika koefisien Y
t-1
ρ adalah = 1 dalam arti hipotesis diterima, maka variabel mengandung unit root dan bersifat non-stasioner. Untuk mengubah trend
yang bersifat non-stasioner menjadi stasioner dilakukan uji orde pertama first difference
ΔY
t
= ρ-1 Y
t
– Y
t-1
……………..2 Koefisien ρ akan bernilai 0, dan hipotesis akan ditolak sehingga model
menjadi stasioner. Hipotesis yang digunakan pada pengujian augmented dickey
fuller adalah: H0
: ρ = 0 Terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner H1 : ρ ≠ 0 Tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner
Universitas Sumatera Utara
52
Kesimpulan hasil root test diperoleh dengan membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel pada tabel Dickey-Fuller.
2.7.3 Penetuan Lag Optimum
Salah satu tahapan yang krusial di dalam estimasi VAR adalah masalah penentuan kelambanan atau penentuan lag optimum. Dalam penentuan lag
optimum terdapat beberapa kriteria yang seringkali digunakan, namun dalam penelitian ini akan digunakan Akaike Information Criterion AIC,Schwartz
Information Criterion SIC, LR squential modified LR test statistisc, FPE Final Prediction Error, dan HQ Hannan-Quinn information criterion, dengan
tetap mempertimbangkan adjusted R
2
sistem VAR. Panjang kelambanan optimal terjadi jika nilai Akaike Information Criterion AIC dan Schwartz Information
Criterion SIC LR squential modified LR test statistisc, FPE Final Prediction Error, dan HQ Hannan-Quinn information criterion bernilai absolut paling
kecil dan nilai adjusted R
2
paling tinggi. 2.7.4 Pengujian Stabilitas Data
Pembahasan tentang estimai tentunya diharuskan mempunyai tingkat validitas yang tinggi sehigga hasil estimasinya dapat dipercaya. Hasil tersebut
hanya dapat dipecaya jika model persamaan yang digunakan mempunyai stabilitas. Dalam hal ini stabilitas dapat diartikan jika model diperpanjang perode
waktunya maka hasil estimasinya akan mendekati nilainol. Uji stabilitas bertujuan untuk melihat apakah model yang dugunakan stabil atau tidak. Stabilitas bertujuan
untuk melihat apakah model yang digunakan stabil atau tidak. Stabilitas menjadi penting karena jika model VAR yang digunakan tidak stabil, maka hasil dari
estimasi dengan model VAR tidak mempunyai tingkat validtas yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
53
Sebuah model dikatakan mempunyai stabilitas yang tinggi jika inverse akar karakteristiknya mempunyai modulus tidak lebih dari satu Dan semuanya berda
dalam unit circle. Jika kebanyakan modulusnya berada dalam lingkaran maka bisa dikatakan model cukup stabil. Namun sebaliknya, jika kebanyakan modulus
berada di luar lingkaran maka dkhawatikan model kurang stabil. Jika AR tersebut memiliki tingkat stabilitas yang rendah atau semua inverse akar karakteristiknya
berada di luar unit circle, maka hasil dari estimasi VAR tersebut meragukan.
2.7.5 Impulse Response
Analisis impulse response ini melacak respon dari variabel endogen di dalam system VAR karena adanya goncangan shocks atau perubahan di dalam
variabel gangguan pada saat sekarang atau yang akan datang. Dengan kata lain, uji Impulse Response berguna untuk melacak respon saat ini dan masa depan
setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. Impulse response merupakan salah satu
analisis yang penting didalam VAR, karena secara individual koefisien di dalam VAR sulit di interprestasikan.
2.7.6 Variance Decompositon
Variance Decompositon ini memberikan metode yang berbeda di dalam system dinamis VAR dibandingkan impulse response. Analisis variance
decomposition ini menggambarkan relative pentingnya setiap variabel di dalam system VAR karena adanya shock. Variance decomposition berguna untuk
memprediksi kontribusi presentase varian setiap variabel karena adanya
perubahan variabel tertentu di dalam system VAR.
Universitas Sumatera Utara
54
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dipaparkan hasil perhitungan dan analisis interaksi kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia berdasarkan metodologi penelitian yang
telah dikemukakan pada Bab 3. Pembahasan diawali dengan analisis perkembangan dan periodisasi kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia. Pada
tahap berikutnya, akan di analisis hasil dari pengolahan data menggunakan analisis VAR.
4.1 Periodisasi Kebijakan Moneter di Indonesia
Di Indonesia yang memegang otoritas kebijakan moneter adalah Bank Indonesia, karakteristik kebijakan sektor moneter di bawah otorisasi BI
menunjukkan kecenderungan bahwa sektor moneter bukanlah sektor yang pasif. Kebijakan moneter yang diambil tidak hanya semata-mata ditujukan untuk
mempertahankan kondisi anggaran pemerintah, namun juga untuk kepentingan stabilisasi sektor moneter dan perekonomian secara keseluruhan.
Data evaluasi kebijakan moneter dan data awal perilaku variabel moneter menunjukkan bahwa Indonesia mengalami beberapa kali perubahan yang cukup
tajam secara instrumen, tujuan maupun kelembagaan. Perubahan kebijakan yang paling menonjol adalah penggunaan kebijakan kaidah policy rule dan
penargetan inflasi. Perubahan instrumen, tujuan maupun kelembagaan otoritas moneter diduga akan mengakibatkan perubahan struktural pada variabel-variabel
ekonomi lain yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi kondisi anggaran
Universitas Sumatera Utara
55
pemerintah. Kondisi ini tentunya akan membawa perubahan dalam interaksi kebijakan moneter dan fiskal di Indonesia.
Tabel 4.1 Periodisasi dan Evaluasi Kebijakan Moneter
Periode Kebijakan moneter
Evaluasi berdasarkan optimal policy rule Suku bunga
inti 1980-1982 Deregulasi dan liberalisasi Cenderung ketat Cenderung
finansial ketat 1983-1984 Penguatan perbankan dan Cukup optimal Cenderung
pertumbuhan ekonomi ekspansioner 1985-1987 Diskresi akibat tekanan BOP Cukup optimal 8586, Cukup optimal
Tapi terlalu longgar pada 8687
1988-1989 Kebijakan ekspansif
Terlalu longgar Cukup optimal, tapi terlalu
ketat pada 88.489.3
1990-1992 Kebijakan uang ketat, Terlalu ketat
Terlalu longgar kebijakan perbankan
pada 9091, terlalu ketat
pada 9192
1993-1994 Kebijakan dalam kondisi Cukup optimal Cukup Optimal yang cukup stabil
1995-1997.2 Diskresi akibat inflasi Terlalu longgar Terlalu ketat dan permintaan domestik Pada 1995,
Cukup Optimal pada
1996
1997.3-1999 Kebijakan krisis ekonomi Terlalu ketat Terlalu longgar
pada 1998 2000-2003 Kebijakan jaga stabilitas Terlalu longgar Cukup optimal
untuk pemulihan ekonomi 200001, tapi cukup pada 200001, optimal pada 200203 terlalu ketat
pada 200203
Sumber : Goeltom, 2005
.
Universitas Sumatera Utara
56
Pada tahun 1980-1982 kebijakan moneter melalui tingkat suku bunga cendrung ketat, hal tersebut dilakukan Bank Indonesia untuk menurukan inflasi
yang cukup tinggi pada tahun tersebut, dimana inflasi pada tahun 1980 sebesar 18. Agar inflasi tersebut tidak semakin naik dan iklim perekonomian tetap
terjaga, maka Bank Indonesia melakukan kebijakan cendrung ketat terhadap suku bunga. Dan hal tersebut berhasil, dimana inflasi pada tahu 1981 menurun menjadi
12,2, semakin menurun pada tahun 1982 sebesar 9,4. Tahun 1985 dan 1986 kebijakan moneter Bank Indonesia cukup optimal,
diamana fokus kebijakan moneter pada saat itu adalah penguatan perbankan dan pertumbuhan ekonomi.
Gambar 4.1 Inflasi 1980-2012
Sumber : World Bank
Dikarenakan kebijakannya cukup optimal sehingga inflasi terjaga dengan baik, meskipun terjadi kenaikan tetapi kenaikkan nya masih dianggap stabil.
Namun pada tahun 1987 kebijakan moneter terlalu longgar sehingga terjadinya
18 12,2
9,4 11,7
10,4 4,7
5,8 9,2
8 6,4
7,8 9,4
7,5 9,6
8,5 9,4
7,9 6,2
58,3
20,4 3,7
11,5 11,8
6,5 6,2
10,4 13,1
6,4 9,7
4,8 5,1 5,3
4,2
10 20
30 40
50 60
70
Universitas Sumatera Utara
57
kenaikan inflasi menjadi 9.2. Kebijakan moneter yang cukup optimal juga terjadi di tahun 1993 dan 1994, meskipun inflasi cukup tinggi sebesar 9,6.
Tetapi 1994 inflasi menurun, tetapi penurunan nya tidak langsung secara cepat dan drastis, sehingga tetap menjaga iklim perekonomian.
Pada tahun 2000 kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia terlalu longgar, dengan cara menurunkan tingkat suku bunga sehingga masyarakat
lebih senang menginvestasikan uangnya dari pada menyimpannya, sehingga akibat yang terjadi adalah terjadi kenaikan inflasi yang cukup cepat dari 5,7
menjadi 11.5 di Indonesia. Namun pada tahun setelah nya Bank Sentral sebagai otoritas kebijakan moneter di Indonesia melakukan kebijakan monster yang cukup
optimal, sehingga menjaga inflasi tidak terlalu turun dan terlalu naik.
4.2 Periodisasi Kebijakan Fiskal di Indonesia