39
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam penelitian mengenai “Narasi Tragedi Kemanusiaan 1965 Pada Masa Orde Baru dan Pasca Orde Baru” dibahas dua permasalahan, yaitu; 1 Bagaimana
tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pada masa Orde Baru, dan 2 Bagaimana tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pasca Orde Baru. Dari uraian BAB II dan
BAB III, maka dibuat kesimpulan sebagai berikut. Narasi-narasi tentang tragedi 1965 yang berkembang pada
masa pemerintahan Orde Baru adalah, PKI dianggap sebagai pihak yang paling
bertanggung jawab atas terjadinya tragedy kemanusiaan di tahun 1965 hingga 1966. Narasi tentang tragedi tersebut ada yang bersifat umum dan berkembang di
masyarakat, yang penyebarannya dari mulut ke mulut, ada juga yang dinarasikan melalui buku-buku pelajaran di sekolah-sekolah. Selain kedua cara tersebut,
narasi lain tentang tragedi 1965 disampaikan melalui film “Pengkhianatan G30SPKI” yang isinya menunjukkan betapa mengerikannya peristiwa
penjemputan paksa para jendral sampai penyiksaan yang dilakukan oleh PKI. Hal lain yang dilakukan pemerintah dalam penyampaian narasi tentang tragedi 1965
adalah lewat indoktrinasi penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila P4. Narasi yang beredar umum di masyarakat tidak dapat kita
pisahkan dengan informasi yang beredar lewat surat kabar koran dan radio pada saat itu. Berdasarkan informasi yang diterima lewat media massa tersebut, maka
40
pada umumnya masyarakat memandang bahwa peristiwa 1 Oktober tersebut adalah peristiwa di mana orang-orang PKI menculik dan membunuh 7 Jendral
Angkatan Darat dengan kejam dengan menyiksa terlebih dahulu para Jendral tersebut sebelum mereka dibunuh. Tentu saja isu ini menyulut kemarahan
masyarakat terhadap PKI dan simpatisannya. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu cara pemerintah Orde Baru menyampaikan narasi tentang
tragedi 1965 adalah melalui buku-buku pelajaran di sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa pemikiran tentang PKI adalah musuh negara telah
ditanamkan pada generasi muda sejak dini. Film tentang tragedi 1965 yang sangat dikenal di masyarakat adalah film “Pengkhianatan G30SPKI”. Film yang dibuat
pada tahun 1984 ini, menggambarkan secara gamblang adegan penyiksaan yang dilakukan Gerwani dan Pemuda Rakyat terhadap para jendral di Lubang Buaya.
Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto memerintahkan TVRI untuk menayangkan film itu setiap tanggal 30 September. Murid-murid sekolah juga
diwajibkan menonton
film tersebut.
Pada tanggal 12
April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya
Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila P4. Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara
murni dan konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini
bertujuan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-
41
undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila P4,
dilengkapi dengan propaganda tentang musuh utama ideologi Pancasila, yang diperkuat dengan pemutaran film Pengkhianatan G30SPKI, sehingga ancaman
paling nyata terhadap ideologi Pancasila adalah seperti yang tervisualisaikan lewat film tersebut.
Narasi-narasi tentang tragedi 1965 pada masa pasca Orde Baru lebih beragam, narasi tentang tragedi tersebut tidak hanya berdasarkan pada narasi yang
ditawarkan dan berkembang pada masa Orde Baru yang menempatkan PKI sebagai penyebab tunggal pertistiwa G30S, tetapi juga melihat sisi lain dari
peristiwa tersebut, yakni begitu banyak korban masyarakat Indonesia yang di-cap PKI. Buku-buku yang bersifat kritis akademis banyak diterbitkan, forum-forum
publik tentang Tragedi 1965 pun banyak diselenggarakan. Angin reformasi juga membuat para survivor bisa memberikan narasi Tragedi 1965 menurut versinya,
apa yang mereka lihat dan apa yang mereka ketahui tentang Tragedi tersebut, yang kebanyakan berbeda dengan narasi yang disampaikan pemerintah Orde
Baru. Pasca Orde Baru runtuh, penarasian Tragedi 1965 ataupun penggalan- penggalan peristiwa seputar Tragedi 1965 banyak divisualisasikan pula lewatfilm.
Beberapa film yang cukup dikenal antara lain: film Shadow Play, film40 Years of Silence dan film The Act of Killing Jagal. Meski bangsa Indonesia masih
terpecah dalam dua pendapat antara percaya atau tidak kepada anggapan bahwa PKI lah yang paling bertanggung jawab atas Tragedi kemanusiaan tersebut namun
munculnya film-film diatas dan beberapa film lain berjasa memberikan narasi-
42
narasi lain dengan sudut pandang lain mengenai tragedi kemanusiaan yang selama masa Orde Baru ditabukan oleh negara. Harus diakui bahwa belum semua warga
masyarakat Indonesia bisa terbuka terhadap narasi-narasi non-pemerintah mengenai tragedi 1965, padahal narasi-narasi itu penting untuk 1 bisa
memahami sejarah Indonesia secara lebih terbuka dan obyektif; 2 mendorong para siswa dan mahasiswa mampu berpikir secara kritis dalam melihat sebuah
peristiwa dalam sejarah bangsanya terutama tragedi 1965. Oleh karena itu, setiap upaya untuk menulis dan mengajarkan sejarah Indonesia secara kritis dan terbuka,
khususnya berkaitan dengan tragedi 1965, perlu terus didorong dan diusahakan.
43
DAFTAR PUSTAKA A. Buku
Asvi Warman Adam. 2009. 1965 ; Orang-orang di Balik Tragedi, Yogyakarta : Galangpress.
Baskara T. Wardaya, et. al, Suara di Balik Prahara : Berbagi Narasi tentang Tragedi ’65, Yogyakarta : Galangpress, 2011.
Budiawan. 2004. Sejarah dan Emansipasi Politik. Jakarta : Kompas. Buku Pedoman Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya – Jakarta
Eros Djarot, dkk. 2006. Siapa Sebenarnya Soeharto, Jakarta : Mediakita. Fadjroel Rachman. 2008. Membela Kebebasan dan Demokrasi Melawan
Sensor dan Indoktrinasi, Jakarta. Herimanto. 2012. Sejarah :Pembeajaran Sejarah Interaktif, Jakarta : PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri. Hersri Setiawan. 2003. Kamus Gestok, Yogyakarta : Galangpress Offset.
_____________ 2003. Aku Eks Tapol, Yogyakara : Galangpress. I Ngurah Suryawan. 2012. Jiwa Yang Patah. Manokwari : Pusbadaya
Universitas Negeri Papua Luhulima, James. 2007. Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965,
Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara. Dwipayana. 1989. Otobiografi Soeharto : Pikiran, Ucapan, dan Tindakan
Saya, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Peraturan Menteri Pendidikan ditetapkan tanggal 1 Juli 2005.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi keempat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Triyana, Peristiwa Purwodadi : Kasus Pembunuhan Massal Anggota dan Simpatisan Partai Komunis Indonesia di Kabupaten Grobogan Tahun
1965- 1965, Semarang : Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, 2003.