PENENTUAN DEFISIENSI SEKRESI PROGESTERON OLEH CORPUS LUTEUM PADA FASE LUTEAL

diperkirakan dibutuhkan untuk suplai substrat, sebagaimana produk transport pada sirkulasi sistemik, angiogenesis luteal yang inadekuat dapat menjadi penyebab penurunan konsentrasi progesteron sistemik pada Defek Fase Luteal. Demikian, inadekuasi luteal diyakini terjadi sebagai akibat adanya defek pada proses angiogenesis dan proses netralisasi VEGF.

2.9. PENENTUAN DEFISIENSI SEKRESI PROGESTERON OLEH CORPUS LUTEUM PADA FASE LUTEAL

2.9.1. SAAT OVULASI DAN PEMBENTUKAN CORPUS LUTEUM

Pada saat Ovulasi, yaitu pada saat folikel berkonversi menjadi Corpus Luteum ,perubahan jaringan vaskuler disekeliling folikel matang menjadi sangat luar biasa. Pembuluh kapiler Theca menginvasi lapisan Granulosa avaskuler pada hari ke 2 setelah Ovulasi dan seterusnya menuju kavitas sentral pada hari ke 4. Pada hari ke 6 setelah Ovulasi, pembuluh kapiler mengelilingi sel-sel Granulosa, dan dilatasi kapiler terjadi. Pada hari ke 7, pembuluh vena muncul di sepanjang batas kavitas yang seterusnya menuju ke kanal vena yang mengalir kembali melewati jaringan luteal ke vena yang lebih besar di luar Corpus Luteum. 3 Gambar 11. Representasi Skematik perubahan vaskularisasi selama hidup Folikel tunggal yang diseleksi untuk menjadi matang dan ber-Ovulasi. Corpus Luteum diperkirakan berada pada aktivitas puncak pada hari ke 7 setelah Ovulasi, ditandai dengan meningkatnya jumlah vena di sepanjang kavitas yang mana telah mengandung jaringan ikat definitif. Vaskulogenesis Luteal sangat meluas dan menjadi hal yang penting pada hiperplasia seluler yang dapat dikesan pada tumbuh kembang Corpus Luteum. Lei dkk melakukan determinasi bahwa ruang vaskuler sel-sel endothelial pada Corpus Luteum manusia meningkat mulai dari fase mid-luteal awal, dengan jumlah sel sel nonsteroidogenik terus meningkat jumlahnya sampai ke fase luteal akhir. Universitas Sumatera Utara

2.9.2. PENGUKURAN SUHU BASAL BADAN BBT = BASAL BODY TEMPERATURE

Gambar 12. Rekaman Suhu Basal Badan Ideal Metode yang tidak mahal untuk mendeteksi Defisiensi Progesteron Fase Luteal pasca Ovulasi adalah dengan cara merekam temperatur tubuh pasien setiap pagi pada Chart Suhu Basal Badan BBT Chart . Pengukuran BBT dikerjakan setiap hari pada saat terjaga pagi hari,sebelum matahari terbit ,saat kondisi basal yaitu kondisi istirahat, sebelum bangkit dari tempat tidur, ataupun sebelum makan dan minum. BBT dikerjakan setiap pagi,saat kondisi basal yaitu kondisi istirahat, sebelum matahari terbit dan pada keadaan badan sedang tidak sakit demam. Alat yang diperlukan adalah sebuah thermometer Celcius khusus , alat tulis dan kertas Chart BBT yang disiapkan. Thermometer diletakkan di bawah lidah selama 4 menit. Nilai yang tertera pada thermometer ditandai beri tanda silang pada suhu yang tertera pada thermometer dengan ballpoint pada kertas Chart BBT yang telah disiapkan.Pengukuran BBT dimulai pada hari pertama haid dan dikerjakan setiap hari sampai haid berikutnya siklus klasik biasanya 28 hari ,namun tergantung kondisi individu, antara 25 sampai 35 hari . Jika wanita siklus haidnya berovulasi, maka grafik akan memperlihatkan gambaran bifasik, sedangkan pada siklus haid yang tidak berovulasi, gambaran grafiknya monofasik. Chart BBT harian menghasilkan karakteristik pola bifasik pada wanita yang memiliki siklus Ovulatoar. Secara teratur, titik nadir 36 o C pada Chart BBT dinyatakan yaitu pada saat lonjakan LH .Hari ke 14 siklus haid dinyatakan sebagai hari terjadinya Ovulasi. Setelah Ovulasi Lonjakan LH = suhu berada pada titik nadir 36 C ,Rekaman Chart BBT harian didasarkan kepada thermogenik Progesteron, saat kadarnya meningkat setelah Universitas Sumatera Utara Ovulasi, BBT meningkat pula. Sekresi Progesteron yang signifikan oleh Ovarium lazimnya terjadi setelah ovulasi. Fase Luteal siklus haid yang normal dikarakterisasi sebagai kenaikan rekaman temperatur dari titik nadir 36 C saat Ovulasi ,kemudian meningkat selama Fase Luteal yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 10 hari dari total 14 hari panjang Fase Luteal normal. Fase Mid-Luteal ialah fase dimana Progesteron dihasilkan dalam kadar yang paling tinggi 6-8 hari setelah ovulasi . 26,27,28 Chart BBT umumnya bernilai rendah dan fluktuatif antara 36,0°C dan 36,5°C selama Fase Folikuler siklus haid, kemudian menurun sampai ke titik nadir di bawah 36 C pada saat terjadinya Ovulasi, lalu meningkat secara perlahan 0,4°C - 0,8°C diatas rata-rata temperatur Fase Folikuler selama Fase Luteal siklus haid, yang merefleksikan adanya produksi Progesteron oleh Corpus Luteum yang distimulasi oleh hormon hCG human Chorionic Gonadothropin 26,27, dan menurun kembali ke dasar sesaat sebelum onset menstruasi berikutnya. Pada wanita yang Ovulatoar, pola bifasik biasanya langsung terlihat. Jika tidak dijumpai adanya peningkatan temperatur, maka diperkirakan tidak merefleksikan adanya produksi Progesteron yang adekuat.

2.9.3. PENENTUAN PANJANG FASE LUTEAL

Chart BBT ini dibuat untuk memperkirakan Panjang Fase Luteal dan menentukan Defek Fase Luteal Down and Gibson,USA,1983, Lenton and colleagues,USA,1984, Smith et al,USA,1984. Panjang Fase Luteal normal adalah 14 hari dimulai dari hari terjadinya Ovulasi. Diklasifikasikan sebagai penderita Defek Fase Luteal ialah wanita dengan Panjang Fase Luteal ≤ 11 hari Jordan and colleagues, USA,1994 .

2.9.4. PEMERIKSAAN KONSENTRASI SERUM PROGESTERON FASE LUTEAL

Metode lain yang umum digunakan untuk menilai Kadar Progesteron Fase Luteal pasca Ovulasi ialah dengan mengukur Konsentrasi Serum Progesteron. Corpus Luteum merupakan sumber utama penghasil Progesteron 23 Kadarnya biasanya berada di bawah 1 ngm L selama Fase Folikuler ,meningkat tipis pada hari terjadinya lonjakan LH 1-2 ngm L dan demikian seterusnya, mencapai puncaknya pada 7 sampai 8 hari setelah Ovulasi, dan kemudian menurun Universitas Sumatera Utara pada saat beberapa hari menjelang menstruasi berikutnya. Pada umumnya, kadar diatas 3 ngm L yang menunjukkan bahwa Ovulasi telah terjadi. Kapankah waktu yang paling baik untuk mengukur kadar serum Progesteron jika ditentukan dari adanya suatu Ovulasi ? Satu rekomendasi populer untuk melakukan uji tersebut ialah pada hari ke 21. Pada siklus haid ideal 28 hari yang mana Ovulasi biasanya terjadi pada hari ke 14, hari ke 21 diperkirakan sebagai Fase Mid-Luteal, setidaknya 1 minggu setelah Ovulasi atau pula 1 minggu sebelum onset periode menstruasi berikutnya, yaitu sesaat ketika kadar serum Progesteron mencapai puncaknya. Jordan and colleagues,USA,1994 Kadar serum Progesteron telah pula digunakan untuk menentukan kualitas fungsi luteal. Jumlah dan durasi produksi Progesteron menggambarkan kapasitas fungsional dari Corpus Luteum;. Pemeriksaan tunggal kadar serum Progesteron Fase Mid-Luteal bernilai “rendah” merupakan suatu kriteria popular untuk mendiagnosa defisiensi atau defek fase luteal, suatu kelainan yang menunjukkan gambaran mengenai Disfungsi Ovulasi. Dikategorikan sebagai Defek Fase Luteal bila ditemukan Kadar Serum Progesteron 10 ngml pada 7 hari setelah Lonjakan LH atau 7 hari sebelum onset menstruasi berikutnya. Beberapa penulis melaporkan bahwa 5 ngml adalah batas terendah dari fase mid luteal yang normal, dan yang lainnya telah menunjukkan bahwa level Fase Mid-Luteal dari 10 ngml Hansleigh dan Fainstadt, 1979 , ada pula yang mengemukakan bahwa 15 ngml Radwanska dan Swyer, 1974 merupakan nilai diskriminan antara siklus normal dan siklus Defek Fase Luteal. 2.9.5. PEMANTAUAN DENGAN ULTRASONOGRAFI Defisiensi produksi Progesteron dapat pula dideteksi dengan menentukan terjadinya Ovulasi melalui pantauan Ultrasonografi. Ovulasi ditentukan dengan pemantuan perkembangan folikel dominan dengan menggunakan ultrasonografi sampai terjadinya Ovulasi. Ovulasi dikarakterisasi oleh baik dengan adanya penurunan ukuran folikel Ovarium yang dipantau, Universitas Sumatera Utara maupun dengan munculnya cairan pada daerah cul-de-sac. Sering terjadi ketika ukuran folikel mencapai sekitar 21 sampai 23 mm, atau sekurang-kurangnya ukuran folikel sekecil 17 mm, atau sebesar-besarnya ukuran folikel sebesar 29 mm. Metode ini merupakan observasi langsung dari karakteristik sekuensi perubahan yang terjadi sebelum dan segera setelah pelepasan Ovum. Walaupun masih tidak memberikan bukti yang positif bahwa Ovulasi sebenarnya terjadi , penentuan dengan ultrasonografi transvaginal serial memberikan informasi terperinci mengenai ukuran dan jumlah folikel preovulasi dan menunjukkan estimasi yang paling akurat kapan terjadinya Ovulasi. 26,27,28 Hari saat ovulasi ditandai dengan adanya sekurang-kurangnya dua dari temuan berikut : didapati penurunan diameter folikel secara akut, peningkatan tiba-tiba dari isi cairan intraperitoneal. Ukuran rata-rata folikel pre-ovulasi 17 mm menandai adanya suatu Defek Fase Luteal. Geisthoval et al,USA,1983, Checkk and colleagues,USA,1983, Jordan and colleagues, USA,1994

2.9.6. BIOPSI ENDOMETRIUM

Defisiensi produksi Progesteron dapat dideteksi dengan pemeriksaan Biopsi Endometrium. Ketepatan alamiah dari perubahan histologik yang terjadi dalam sekresi endometrium berhubungan dengan lonjakan LH memudahkan untuk memantau “normalitas” perkembangan Endometrium .Dengan mengetahui bahwa pasien secara kronologis berada pada keadaan pasca Ovulasi, sangat mudah untuk mengambil sampel Endometrium dengan melakukan Biopsi Endometrium dan mengukur apakah kondisi Endometrium berhubungan dengan fase fase siklus haid. Untuk melakukan uji diagnostik ini ,target utama ialah untuk menentukan kapan terjadinya Ovulasi. Apabila waktu Ovulasi dapat ditegakkan, investigator pada awalnya secara tradisional memilih 10 sampai 12 hari pasca Ovulasi sebagai waktu yang paling tepat untuk melakukan Biopsi Endometrium. Pengambilan dilakukan pada daerah fundus bagian anterior ,karena bagian ini sangat responsif terhadap perubahan siklus hormonal Ovarium. Namun, direkomendasikan pengambilan sampel Endometrium pada saat implantasi 6 sampai 8 hari pasca Ovulasi memberikan hasil yang lebih akurat. Jordan and colleagues,USA,1994 26,27,28 Universitas Sumatera Utara Dikatakan sebagai Defek Fase Luteal jika ditemukan sebarang ketidaksesuaian lebih dari 2 hari keterlambatan, dianggap berkaitan dengan terjadinya kedua-dua kegagalan ,baik kegagalan implantasi maupun kegagalan yang berakibat keguguran pada awal kehamilan .

2.10. HUBUNGAN ALIRAN DARAH CORPUS LUTEUM DENGAN KONSENTRASI SERUM PROGESTERON