BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau
pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan perlindungan, atau ketidakmampuan seorang wanita untuk mempertahankan
kehamilan hingga usia kehamilannya cukup bulan. Prakiraan yang ditemukan pada beberapa literatur menunjukkan bahwa insidensi kejadian infertilitas di Amerika Serikat berkisar antara
10-15 .Dari beberapa literatur, penyebab infertilitas dantara lain : Faktor Pria 30-40, Gangguan Ovulasi Diminished Ovarian Reserve, Ovarium Polikistik, Hiperprolaktinemia,
Disfungsi Tiroid 15, Faktor mukus Serviks 5-10, Perlengketan Tuba 20, Defek Fase Luteal 10, Unknown 10, Lain-lain Penyakit Autoimun, TumorEndokrin, Endometriosis
1
Gamba r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri.
Universitas Sumatera Utara
Defek Fase Luteal ialah keadaan defisiensi berulang Pasca Ovulasi untuk menghasilkan hormon Progesteron dari Corpus Luteum yang mengakibatkan infertilitas dan abortus berulang.
Pada keadaan ini, Corpus Luteum tidak mampu menghasilkan hormon Progesteron yang adekuat, sehingga mengakibatkan gangguan pada Endometrium berupa tidak sinkronnya keadaan
stroma dan kelenjar yang membangun Endometrium. Yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya gangguan implantasi. Sehingga seorang wanita tidak mampu untuk mempertahankan
kehamilan hingga usia kehamilannya cukup bulan dan mengakibatkan kejadian abortus berulang.
Literatur memperkirakan bahwa didapati angka kejadian 10 dalam populasi normal di Amerika Serikat. Di Indonesia, angka kejadian Defek Fase Luteal adalah 3-4 dari semua
wanita infertil, dan 5 pada wanita dengan riwayat abortus berulang. Namun ada juga yang menemukan Defek Fase Luteal dengan angka kejadian yang tinggi, yaitu 25-60 pada wanita
dengan riwayat abortus berulang dan 3-20 pada wanita infertil. Walau bagaimanapun, angka ini kurang akurat mengacu kepada kurang seragamnya kriteria yang baku untuk mengevaluasi
dan menegakkan diagnosa banding Defek Fase Luteal.
Banyak uji klinis yang dilakukan untuk mendiagnosa Defek Fase Luteal dan berbagai kombinasi telah digunakan untuk menginvestigasi keadaan ini. Sejumlah perangkat diagnostik
telah dilakukan, termasuk pengukuran Chart Suhu Basal Badan, Biopsi Endometrium, USG Pelvik pra-ovulasi untuk mengukur diameter folikel pra-ovulasi, kadar progesteron serum Fase
Mid-Luteal, Panjang periode Fase Luteal. Diskrepansi berkembang dalam berbagai literatur bahwasanya kapan sebaiknya waktu yang paling optimal dalam siklus haid untuk pengambilan
sampel untuk menegakkan Defek Fase Luteal,bervariasi mulai dari antara 1 sampai 2 hari sebelum onset menstruasi berikutnya, hingga 9 hari pasca ovulasi. Namun, waktu yang paling
optimal ialah saat Mid Fase Luteal, yaitu pada 7 hari setelah Lonjakan LH atau 7 hari sebelum onset menstruasi berikutnya. Dikategorikan sebagai Defek Fase Luteal bila ditemukan Kadar
Serum Progesteron 10 ngml pada 7 hari setelah Lonjakan LH atau 7 hari sebelum onset menstruasi berikutnya.
Angiogenesis pada Corpus Luteum terjadi pada siklus menstruasi dan sangat penting dalam mempertahankan kehamilan dini.Setelah Ovulasi, saat lapisan sel Granulosa terluteinisasi
mulai menjadi menebal, membran dasar yang memisahkan lapisan sel Granulosa dari lapisan sel Theca akan terurai.Kemudian pembuluh darah dari lapisan sel Theca interna menginvasi rongga
dari folikel yang ruptur dan membentuk jaringan neovaskularisasi yang mensuplai sel-sel Luteal.
1
Corpus Luteum menjadi salah satu organ yang paling kuat mengalami vaskularisasi di
Universitas Sumatera Utara
dalam tubuh. Aliran darah di dalam Corpus Luteum penting untuk perkembangan Corpus Luteum itu sendiri dan pemeliharaan fungsi Luteal.
Neovaskularisasi ini sangat penting untuk pengiriman steroid luteal pada sirkulasi sistemik termasuk untuk pemasokan substrat, Low Density Lipoprotein yang digunakan oleh
sel-sel Luteal untuk biosintesis Progesteron. Oleh karena itu terlihat bahwa aliran darah ke Ovarium umumnya dan ke Corpus Luteum khususnya, dapat menjadi hal penting dalam
pengaturan fungsi Luteal. Aliran darah ke Ovarium akan mengakibatkan vaskularisasi Corpus Luteum meningkat sampai dengan tiga hingga tujuh kali lipat selama Fase Luteal dan kemudian
sangat berkurang ketika Corpus Luteum mengalami regresi Niswender dkk, 1976 .
1
Progesteron diproduksi dalam dua cara oleh sel-sel Ovarium. Pertama, disekresikan secara Tonik kontinu oleh sel Granulosa terluteinisasi, dan Kedua, dilepaskan secara Pulsatil
oleh sel Techa terluteinisasi. Pelepasan secara Tonik tidak dipengaruhi oleh rangsangan LH dan selanjutnya terlibat sebagai penyokong untuk maturasi
endometrium. Pelepasan secara Pulsatil menghasilkan respon secara langsung untuk menstimulasi LH dan bertanggung jawab untuk
merespon hCG pada saat konsepsi, untuk membantu Corpus Luteum mendukung kehamilan yang sukses.
Bila Corpus Luteum tidak memproduksi progesteron dalam jumlah yang cukup dan tidak tepat waktu, maka kesulitan muncul dari beberapa fokus atau berbagai interaksi dari fokus-
fokus tersebut pada siklus reproduksi. Adanya perubahan Aliran Darah Corpus Luteum pada Fase Luteal dan hubungannya
yang erat dengan aliran darah Luteal dan fungsi Luteal menjadi topik menarik untuk diperbincangkan
18
. Yang menarik, aliran darah Luteal berkorelasi secara signifikan dengan konsentrasi serum Progesteron selama fase Mid-Luteal, dan aliran darah Luteal lebih rendah
secara signifikan pada wanita dengan Defek Fase Luteal daripada wanita dengan fungsi Luteal normal, yang menunjukkan bahwa rendahnya aliran darah pada Corpus Luteum terkait dengan
adanya Defek Fase Luteal.
Pencitraan USG Power Doppler-berwarna Transvaginal telah lama digunakan untuk
menunjukkan indeks echogenisitas dan aliran darah intrafollikuler Collins dkk, 1991 dan
untuk mengevaluasi indeks serial dari echogenisitas, vascularitas dan aliran darah sepanjang
usia hidup Corpus Luteum dan sangat jelas terkait dengan Fungsi Luteal Bourne dkk, 1996 .
Lebih lanjut, aliran berwarna dari denyut aliran darah Doppler telah lama digunakan untuk
memprediksikan adanya Defek Fase Luteal Tinkannen, 1994 : Glock dan Brumsted, 1995 .
Universitas Sumatera Utara
Penelitian sebelumnya menggunakan Pencitraan USG Power Doppler-berwarna telah terbukti dapat mengukur indeks Aliran darah pada Ovarium dan pada Corpus Luteum,
Penelitian ini difokuskan pada Korelasi antara Aliran Darah Corpus Luteum dengan Konsentrasi Serum Progesteron pada wanita Infertil. Berdasarkan literatur, Aliran Darah pada
Corpus Luteum dan Konsentrasi Serum Progesteron terkait dengan fungsi reproduksi wanita. Sesuai tujuan ini, Penelitian dilaksanakan untuk meneliti adakah Korelasi antara Aliran Darah
Corpus Luteum dengan Konsentrasi Serum Progesteron pada wanita infertil. Penelitian ini dilakukan karena di Indonesia masih jarang ada penelitian untuk mengetahui Fungsi Luteal dan
Konsentrasi serum Progesteron pada infertilitas. Dan belum pernah ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui apakah korelasi antara Aliran darah Luteal dengan Konsentrasi
serum Progesteron yang kurang adekuat dapat menyebabkan infertilitas. Di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran USU, Medan belum pernah dilakukan penelitian untuk
meneliti korelasi tersebut. Berdasarkan pertimbangan itu, penelitian ini dilakukan untuk meneliti Korelasi antara Aliran darah Corpus Luteum dengan Konsentrasi serum Progesteron pada Fase
Luteal wanita infertil dengan menggunakan pemeriksaan Ultrasonografi Doppler-berwarna Transvaginal untuk menilai Aliran darah Corpus Luteum dan Pemeriksaan darah untuk menilai
Konsentrasi serum Progesteron yang dinilai pada puncak Fase Luteal .
1.2. RUMUSAN MASALAH