5
1.6 Kerangka Berfikir
Secara garis besar kerangka pemikiran penelitian Evaluasi Pelayanan Angkutan Umum Pada Ruas Jalan Arteri dapat dilihat pada Gambar 1.1
TINJAUAN PUSTAKA
PENGUMPULAN DATA
ANALISIS
HASIL DATA PRIMER
DATA SEKUNDER STANDARD
KESIMPULANSARAN IDENTIFIKASI MASALAH
EVALUASI PELAYANAN ANGKUTAN UMUM
Gambar 1.1 Kerangka berfikir
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Angkutan Umum, Mobil Penumpang Umum dan Trayek
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Angkutan Jalan yang dituangkan pada Bab I Ketentuan Umum mendefinisikan Kendaraan Umum
adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut biaya.
PP No. 14 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Bab I Ketentuan Umum mendefinisikan :
1. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 delapan tempat duduk pengemudi, baik dengan
maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. 2. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang
dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal.
Teori Atmodirono 1974, mengemukakan kegiatan manusia yang berbagai macam menyebabkan mereka perlu saling berhubungan. Untuk itu
diperlukan alat penghubung, salah satu diantaranya dan yang paling tua umurnya adalah angkutan. Jadi pengangkutan adalah bukan tujuan akhir melainkan sekedar
alat untuk melawan jarak.
6
Universitas Sumatera Utara
7
2.2. Konsep Pergerakan
Tamin, 1997 menyatakan dalam system transportasi terdapat konsep dasar pergerakan dalam daerah perkotaan yang merupakan prinsip dasar dan titik
tolak kajian di bidang transportasi. Konsep tersebut terbagi dalam dua bagian yaitu : i ciri pergerakan tidak spasial tanpa batas ruang di dalam kota, misalnya
yang menyangkut pertanyaan mengapa orang melakukan perjalanan, kapan orang melakukan perjalanan, dan jenis angkutan apa yang digunakan, ii ciri pergerakan
dengan batas ruang di dalam kota, termasuk pola tata lahan, pola perjalanan orang dan pola perjalanan barang.
2.2.1 Pergerakan Tidak Spasial
Ciri pergerakan tidak spasial adalah semua ciri pergerakan yang berkaitan dengan aspek tidak spasial, seperti sebab terjadinya pergerakan, waktu terjadinya
pergerakan dan jenis angkutan umum yang digunakan. 1. Terjadinya pergerakan dapat dikelompokkan berdasarkan maksud perjalanan
sebagai berikut : a. Aktivitas ekonomi, seperti mencari nafkah dan mendapatkan barang serta
pelayanan. Klasifikasi perjalanannya adalah dari dan ke tempat kerja, yang berkaitan dengan bekerja, ke dan dari toko dan keluar untuk keperluan
pribadi serta yang berkaitan dengan belanja atau bisnis pribadi. b. Aktivitas sosial, seperti menciptakan dan menjaga hubungan pribadi,.
Klasifikasi perjalanannya berupa ke dan dari rumah teman, ke dan dari tempat pertemuan bukan di rumah. Dalam aktifitas ini kebanyakan fasilitas
Universitas Sumatera Utara
8
terdapat dalam lingkungan keluarga dan tidak menghasilkan banyak perjalanan serta terkombinasi dengan perjalanan hiburan.
c. Aktivitas pendidikan, klasifikasi perjalanan ini adalah ke dan dari sekolah, kampus dan lain-lain. Aktivitas ini biasanya terjadi pada sebagian besar
penduduk yang berusia 5-22 tahun, di Negara sedang berkembang jumlahnya sekitar 85 penduduk.
d. Aktivitas rekreasi dan hiburan. Klasifikasi perjalanannya adalah ke dan dari tempat rekreasi atau yang berkaitan dengan perjalanan dan
berkendaraan untuk berekreasi. Aktifitas ini biasa terjadi seperti mengunjungi restoran, kunjungan social termasuk perjalanan hari libur.
e. Aktivitas kebudayaan, klasifikasi perjalanannya adalah ke dan dari daerah budaya serta pertemuan politik. Aktivitas ini berupa perjalanan
kebudayaan dan hiburan dan sangat sulit dibedakan. 2. Waktu terjadinya pergerakan
Waktu terjadinya pergerakan sangat tergantung pada kapan seseorang melakukan aktivitasnya sehari-hari, dengan demikian waktu perjalanan sangat
tergantung pada maksud perjalanan. Perjalanan ke tempat kerja atau perjalanan dengan maksud bekerja biasanya merupakan perjalanan yang
dominant, maka sangat penting diamati secara cermat. Karena pola kerja biasanya dimulai pukul 08.00 dan berakhir pada pukul 16.00, maka waktu
perjalanan untuk maksud perjalanan kerja biasanya mengikuti pola kerjanya.
Universitas Sumatera Utara
9
3. Jenis sarana angkutan yang dipergunakan Dalam melakukan perjalanan pada umumnya orang akan dihadapkan pada
pilihan moda angkutan seperti mobil, angkutan umum, pesawat terbang atau kereta api. Dalam menentukan pilihan jenis angkutan, orang
mempertimbangkan berbagai faktor yaitu maksud perjalanan, jarak tempuh, biaya dan tingkat kenyamanan. Meskipun dapat diketahui faktor yang
menyebabkan seseorang memilih jenis moda yang digunakan, pada kenyataannya sangatlah sulit merumuskan mekanisme pemilihan moda.
2.2.2 Pergerakan Spasial
Konsep paling mendasar yang menjelaskan terjadinya pergerakan atau perjalanan selalu dikaitkan dengan pola hubungan antar distribusi spasial
perjalanan dengan distribusi tata guna lahan yang terdapat pada suatu wilayah. Dalam hal ini konsep dasarnya adalah bahwa suatu perjalanan dilakukan untuk
kegiatan tertentu di lokasi yang dituju, dan lokasi kegiatan tersebut ditentukan pola tata guna lahan kota tersebut, oleh karenanya faktor tata guna lahan sangat
berperan. Ciri perjalanan spasial, yaitu pola perjalanan orang dan pola perjalanan barang.
a. Pola perjalanan orang Perjalanan terbentuk karena adanya aktivitas yang dilakukan bukan ditempat
tinggal sehingga pola tata guna lahan suatu kota akan sangat mempengaruhi pola perjalanan orang. Dalam hal ini pola penyebaran spasial yang sangat
berperan adalah sebaran spasial dari daerah industri, perkantoran dan
Universitas Sumatera Utara
10
pemukiman. Pada lokasi yang kepadatan penduduknya lebih tinggi dari kesempatan kerja yang tersedia, terjadi surplus penduduk, dan mereka harus
melakukan perjalanan ke pusat kota untuk bekerja. Disini terlihat bahwa makin jauh jarak dari pusat kota makin banyak daerah perumahan dan makin
sedikit kesempatan kerja yang berakibat makin banyak perjalanan yang terjadi antara daerah tersebut yang menuju pusat kota. Kenyataan sederhana ini
menentukan dasar ciri pola perjalanan orang di kota, pada jam sibuk pagi hari akan terjadi arus lalu lintas perjalanan orang menuju ke pusat kota dari daerah
perumahan dan sibuk sore dicirikan oleh arus lalu lintas perjalanan orang dari pusat kota ke sekitar daerah perumahan.
b. Pola perjalanan barang Pola perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh aktivitas produksi dan
konsumsi yang sangat tergantung pada pola tata guna lahan pemukiman konsumsi serta industri dan pertanian produksi. Selain itu pola perjalanan
barang sangat dipengaruhi oleh pola rantai distribusi yang menghubungkan pusat produksi ke daerah konsumsi, 80 perjalanan barang yang dilakukan di
kota menuju daerah perumahan, ini menunjukkan bahwa perumahan merupakan daerah konsumsi yang dominan.
2.3 Sistem Transportasi Kota
Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, Medan berada dalam tahap pertumbuhan urbanisasi yang tinggi akibat laju pertumbuhan ekonomi yang pesat
sehingga kebutuhan penduduk untuk melakukan pergerakan pun meningkat.
Universitas Sumatera Utara
11
Peningkatan jumlah penduduk kota Medan menyebabkan Wilayah kota semakin meluas sehingga kebutuhan akan jasa transportasi pun semakin meningkat. Moda
angkutan khususnya angkutan umum memegang peranan penting dalam sistem transportasi kota Medan. Akan tetapi hanya sebagian kecil penduduk kota Medan
yang menggunakan fasilitas angkutan umum karena sebagian besar memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi, kecenderungan penduduk untuk lebih memilih
kendaraan pribadi dari pada angkutan umum tidak hanya terjadi di Medan melainkan di semua kota-kota besar di Indonesia.
Sebesar apapun kebutuhan dan prasarana transportasi penduduk kota pasti ada suatu batasan berupa daya tampung lingkungan, dalam hal ini berupa daya
tampung kota seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Pergeseran Paradigma dalam Kebijakan Transportasi Perkotaan Sumber: Tamin, 2000
Catatan: KT
= Kebutuhan akan transportasi pada situasi ideal
PT =
Prasarana transportasi pada situasi ideal KT
1
= Kebutuhan akan transportasi pada situasi sekarang
Universitas Sumatera Utara
12
PT
1
= Peningkatan sarana transportasi dengan pendekatan konvensional KT
2
= Kebutuhan akan transportasi dengan pendekatan MKT PT
2
= Peningkatan sistem transportasi secara selektif dengan pendekatan MKT
2.3.1 Pelayanan Angkutan Umum Kota
Selama ini kota-kota di Indonesia telah dilayani oleh berbagai jenis moda angkutan umum jalan raya, baik dalam kota maupun antar kota. Sistem angkutan
umum dalam kota terdiri dari bus kota, taxi, becak, angkot. Adapun kecenderungan penduduk untuk menggunakan kendaraan pribadi menurut Tamin
2000 sedikit banyak menberikan aspek negatif pada sistem angkutan umum. Karena adanya pandangan bahwa angkutan kota memiliki beberapa kelemahan
antara lain: 1. Tidak adanya jadwal yang tetap.
2. Pola rute yang memaksa terjadinya transfer 3. Kelebihan penumpang pada jam sibuk
4. Cara mengemudi kendaraan yang sembarangan dan membahayakan keselamatan
5. Kondisi internal dan eksternal yang buruk
Penelitian Tamin 2000 telah mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kelemahan sistem pengelolaan transportasi perkotaan di beberapa kota di
Indonesia sebagai berikut: a. Belum terbentuknya Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Tingkat II pada setiap
kota di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
13
b. Lemahnya mekanisme hubungan kerja atau koordinasi antar instansi yang terkait dalam masalah transportasi perkotaan
c. Tidak jelasnya wewenang dan tanggung jawab setiap instansi dalam penanganan masalah transportasi perkotaan
d. Kurangnya sumber daya manusia, baik dari sisi kualitas mapun dari sisi kuantitas
e. Kurang lengkapnya peraturan pelaksanaan yang ada dan tidak tersedianya arahan mengenai bagaimana sebaiknya sistem pengelolaan transportasi
perkotaan dilakukan dengan melihat tingkat kompleksitas permasalahan transportasi perkotaan yang ada, tipologi kota, dan lain-lain.
Suprihadi s.a. menyatakan bahwa angkutan umum berkapasitas besar sangat efisien dalam pemakaian ruas jalan, sehingga menghemat pengeluaran Negara
dalam penyediaan fasilitas jalan dan mengurangi kemacetan. Adapun angkutan umum dalam kota yang dapat memindahkan orang dalam jumlah besar adalah bus
kota dan kereta listrik. Saat ini khusus kota Medan angkutan yang telah ada dan memungkinkan untuk dilakukan peningkatan pelayanannya adalah bus kota
Damri.
2.3.2 Pengertian Bus
Kota
Bus kota mempunyai ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan dengan angkutan umum jenis lainnya, sehingga daya angkut penumpang menjadi lebih
banyak, dengan demikian apabila bus dapat dimaksimalkan penggunaannya akan dapat mengurangi jumlah kendaraan yang berada di jalan raya. Pemaksimalan
Universitas Sumatera Utara
14
pengunaan bus kota hanya dapat terjadi apabila terdapat peralihan moda dari kendaraan pribadi ke angkutan umum. Supaya penduduk kota mau beralih moda,
perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan bus kota.
2.3.3 Kualitas Pelayanan Angkutan Umum
Adapun kriteria kualitas pelayanan angkutan umum diwilayah perkotaan dalam trayek tetap dan teratur menurut Mudita 2000, sesuai dengan Keputusan
Direktur Jendral Perhubungan Darat no. 274HK.105DRJD1996, yaitu :
1. Waktu tunggu di pemberhentian bus rata-rata 5-10 menit dan maksimum 10- 20 menit guna menjamin kepastian pelayanan.
2. Jarak untuk mencapai tempat pemberhentian bus di pusat kota 300-500 meter, sedangkan untuk dipinggiran kota 500-1.000 meter.
3. Penggantian rute dan moda pelayanan dengan jumlah pergantian kendaraan rata-rata satu maksimum dua.
4. Lama perjalanan ke dan dari tempat tujuan setiap hari tidak lebih dari 2 dan 3 jam.
Untuk bus kota non ekonomi memenuhi kriteria tambahan yaitu : 1. Jadwal keberangkatan dan kedatangan harus dipatuhi, baik ada atau tidak ada
penumpang. 2. Fasilitas tempat duduk yang empuk dan dilengkapi dengan AC.
3. Penumpang yang diangkat sesuai dengan jumlah tempat duduk yang disediakan.
4. Keamanan penumpang terjaga.
Universitas Sumatera Utara
15
5. Awak bus selalu berpakaian rapi, ramah, sopan, serta lugas.
2.3.4 Manejemen Kebutuhan Transportasi MKT
Definisi Manajemen Kebutuhan Transportasi MKT seperti yang dinyatakan oleh Tamin 2000 adalah upaya pengaturan permintaan akan lalu
lintasmobilitaspergerakan orang dan ataubarang khususnya yang menuju lokasi tertentu yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi, seperti pusat kota CBD
untuk mengurangi tingkat kemacetan yang ditimbulkan oleh arus kendaraan khususnya kendaraan pribadi keluar dan masuk ke daerah tersebut.
Konsep MKT dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 2.1. terlihat bahwa pada pendekatan konvensional peningkatan kebutuhan transportasi
dipenuhi dengan meningkatankan prasarana transportasi yang pada akhirnya akan terbetur oleh batas lingkungan. Sedangkan pada pendekatan MKT, kebutuhan
akan transportasi berusaha untuk dikendalikan sementara prasarana terus ditingkatkan.
Pengendalian kebutuhan akan transportasi menurut Tamin 2000 tidak dilakukan dengan cara membatasi pergerakan yang akan terjadi melainkan
mengelola proses pergerakan tersebut supaya tidak terjadi pada saat bersamaan dan atau terjadi pada lokasi yang bersamaan pula. Karena itu beberapa kebijakan
yang akan dilakukan dapat mengacu pada beberapa proses pergerakan berikut ini : 1. Proses pergerakan. pada lokasi yang sama tetapi waktu yang berbeda
pergeseran waktu
Universitas Sumatera Utara
16
2. Proses pergerakan pada waktu yang sama tetapi lokasi atau rute yang berbeda pergesaran lokasi atau rute
3. Proses pergerakan pada lokasi dan waktu yang sama tetapi dengan moda trasnportasi yang berbeda pergeseran moda
4. Proses pergerakan pada lokasi, waktu dan moda transportasi yang sama tetapi dengan lokasi tujuan yang berbeda pergeseran lokasi tujuan
Gambar 2.2 Perubahan Mobilitas dengan Manajemen Kebutuhan Transportasi MKT Sumber: Tamin, 2000
Gambar 2.2 memperlihatkan kecenderungan mobilitas pada masa sekarang dan masa yang akan datang di mana mobil cenderung lebih banyak dipakai
dibanding dengan angkutan umum. Hal ini sangat memprihatinkan karena begitu banyak kendaraan di jalan yang tidak efektif pengunaannya sehingga
menyebabkan kepadatan arus lalu lintas. Gambar tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah pergerakan yang terjadi tetap, akan tetapi terjadi perubahan
persentase jumlah pergerakan dari kendaraan berpenumpang sedikit ke kendaraan berpenumpang lebih banyak, sehingga jumlah kendaraan yang beroperasi di jalan
menjadi lebih sedikit.
Universitas Sumatera Utara
17
Beberapa strategi yang mendukung konsep perubahan mobilitas dengan MKT antara lain :
1. Car pooling Strategi ini dapat mengurangi jumlah kendaraan yang beroperasi dengan cara
meningkatkan okupansi kendaraan pribadi. Sebagai contoh adalah konsep 3- in-1 di Jakarta, di mana kendaraan pribadi yang berpenumpang kurang dari
tiga akan mendapat sanksi atau tidak diperbolehkan melewati ruas jalan tertentu. Penyediaan bus karyawan dan kendaraan atar jemput anak sekolah
juga termasuk dalam strategi ini. 2. Pergeseran moda transportasi ke moda telekomunikasi
Proses pemenuhan kebutuhan yang bersifat informasi dan jasa dapat dipenuhi lewat moda telekomunikasi seperti email, faksimil dan internet. Hal ini akan
mengurangi jumlah pergerakan karena dapat dilakukan tanpa seseorang harus bergerak.
3. Kebijakan peningkatan pelayanan angkutan umum Melalui kombinasi strategi prioritas bus, kebijakan parkir, batasan lalu lintas,
sistem angkutan umum massa SAUM dan fasilitas pejalan kaki.
2.3.5 Prioritas Angkutan Umum
Pemberian prioritas angkutan umum dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi waktu perjalanan dan membuat bus lebih diminati, Prayudyanto
1998. Pemberian prioritas angkutan umum, khususnya bus kota biasanya dilakukan di kota-kota besar karena akan membawa penumpang dalam jumlah
Universitas Sumatera Utara
18
besar sehingga pengurangan waktu tempuh yang kecil akan membawa keuntungan yang besar. Tamin, 2000. Adapun beberapa prioritas yang diberikan untuk bus
kota adalah : 1. lajur khusus bus
2. prioritas bus di persimpangan dengan lalu lintas 3. penertiban halte
Dengan memberikan prioritas bagi bus kota menurut Prayudyanto 1998 antara lain.
1. Dengan adanya lajur khusus bus otomatis lajur untuk kendaran lain akan berkurang satu. Hal ini akan menyebabkan kendaraan lain mengalami
penurunan kecepatan atau jalan menjadi sedikit macet, karena dengan volume kendaraan yang sama kapasitas jalan menjadi berkurang. Dengan demikian
pengguna kendaraan pribadi mengalami sedikit kesulitan karena perjalanannya mengalami hambatan, berupa kemacetan. Akibat biaya perjalanan dengan
menggunakan kendaraan pribadi menjadi relatif lebih mahal, karena Biaya Operasional Kendaraan atau B.O.K. bertambah dan waktu tempuh menjadi
lebih lama, sedangkan para pengguna bus akan relatif lebih cepat sampai ke tujuan dan lebih nyaman dalam perjalanan karena tidak terjebak dalam
kemacetan. 2. Pemberian prioritas bus pada persimpangan dengan lampu lalu lintas
dimaksudkan supaya bus berada pada urutan pertama antrian. Dengan demikian bus dapat segera berangkat begitu lampu lalu lintas hijau, dan tidak
terjebak antrian.
Universitas Sumatera Utara
19
3. Adapun maksud dari ditertibkannya halte adalah dengan ditetapkannya halte- halte untuk berhentinya bus yang memenuhi kriteria jarak antar halte dan tidak
berhenti disembarang tempat dan di semua halte, sehingga total waktu tempuh bus akan berkurang.
Biaya perjalanan dengan menggunakan bus kota juga menjadi relatif lebih murah, terlebih lagi bila dibandingkan dengan biaya penggunaan mobil pribadi.
Dengan diberlakukannya prioritas perjalanan bagi bus, diharapkan masyarakat akan lebih memilih untuk menggunakan bus kota sebagai sarana transportasi
mereka, sehingga pribadi dapat dibatasi. Intinya adalah dengan membatasi penggunaan kendaraan pribadi dan memberikan alternatif dengan menggunakan
angkutan umum bus kota. Willumsum-Ortuzar,1994.
Gambar 2.3 memperlihatkan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk membatasi pemakaian kendaraan pribadi, dalam hal ini adalah mobil pribadi dan
mengalihkannya pada pemakaian angkutan umum. Pembatasan pemakaian kendaraan pribadi dapat dilakukan antara lain menaikkan pajak kendaraan
bermotor, mahalnya biaya parkir, pajak progresif pemilikan kendaraan bermotor, dll. Pembatasan kendaraan pribadi akan menyebabkan pemakaian angkutan umum
meningkat terlebih lagi dengan diberikannya prioritas bagi angkutan umum, dalam hal ini adalah bus kota.
Universitas Sumatera Utara
20
Gambar 2.3 Diagram Pembatasan Mobil Pribadi dan Pemberian Prioritas Bagi Bus Sumber: Willumsen, 1994
Untuk itu bus kota perlu dikondisikan sedemikian rupa sehingga masyarakat mempunyai keinginan untuk beralih menggunakan moda yang selama
ini dipandang masih kurang baik, dalam segi pelayanan, manajemen, penampilan, maupun kenyamanannya.
2.3.6 Trayek Angkutan Umum
Berdasarkan wilayah pelayanan, angkutan umum terdiri atas angkutan antar kota, angkutan kota, angkutan pedesaan dan angkutan lintas batas negara.
Berdasarkan operasi pelayanannya, angkutan umum dapat dilaksanakan dalam trayek tetap dan teratur serta tidak dalam trayek. Pemberian trayek tetap dan
teratur adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
21
1. Trayek antar kota antar propinsi AKAP dan lintas batas negara,trayek yang wilayah pelayanannya lebih dari satu propinsi.
2. Trayek antar kota dalam propinsi AKDP, trayek yang wilayah pelayanannya melebihi satu wilayah kabupatenkota namun masih dalam satu propinsi.
3. Trayek perkotaan dan pedesaan.
Hubungan antara klasifikasi trayek dan jenis pelayananjenis angkutan dan penentuan jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek dapat dilihat pada
Tabel 2.1 dan 2.2 berikut.
Tabel 2.1 Hubungan antara klassifikasi trayek dan jenis pelayananjenis angkutan
Klasifikasi Trayek
Jenis Pelayanan
Jenis Angkutan Kapasitas
PenumpangHariKender aan
Utama Cabang
Ranking Langsung
Cepat Lambat
Cepat Lambat
Lambat Cepat
Bus besar lantai ganda Bus besar lantai tunggal
Bus sedang Bus besar
Bus sedang Bus kecil
Bus sedang Bus kecil
MPU Bus besar
Bus sedang Bus kecil
1.500-1.800 1.000-1.200
500-600 1.000-1.200
500-600 300-400
500-600 300-400
250-300
1.000-1.200 500-600
300-400
Sumber: Munawar A Dasar-Dasar Teknik Transportasi
Universitas Sumatera Utara
22
Tabel 2.2 Jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek
Ukuran Kota
Klasifikasi Trayek
Kota Raya 1.000.000
Penduduk Kota besar
500.000-1.juta penduduk
Kota sedang 100.000-500.000
penduduk Kota kecil
100.000 penduduk
Utama Cabang
Ranting Langsung
KA BusBesar
SDDD Bus
besarsedang Bus
sedangkecil Bus besar
Bus Besar Bus sedang
Bus kecil Bus besar
Bus besarsedang
Bus sedangkecil
MPU Bus sedang
Bus sedang
Bus kecil MPU
Bus sedang
Sumber: Munawar A Dasar-Dasar Teknik Transportasi
2.3.7 Lajur Khusus Bus
Definisi dari lajur khusus bus kota adalah sebuah lajur terpisah dari lajur lalu lintas lainnya yang dibatasi oleh marka jalan dan dipergunakan hanya untuk
bus kota pada jam-jam sibuk atau bahkan sepanjang hari sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan yang ada.
Tujuan pembuatan lajur khusus bus kota ini adalah supaya bus kota dapat berjalan dengan lancar tanpa terhalang oleh kendaraan lain sehingga waktu
perjalanan bus kota menjadi relatif lebih cepat dari pada sebelumnya, Vuchic, 1981. Pemberian prioritas bagi bus kota relatif tidak memerlukan biaya yang
mahal akan tetapi sangat efektif untuk mengurangi waktu perjalanan bus Buchana, 1994. Beberapa tipe-tipe lajur khusus bus kota, yaitu :
1. With-flow bus lanes atau lajur khusus bus kota yang searah dengan arus lalu lintas normal.
Universitas Sumatera Utara
23
2. Contra-flow bus lanes lajur khusus bus kota yang berlawanan arah dengan arus lalu lintas normal.
Pembuatan lajur khusus bus kota harus didisain sedemikian rupa supaya tidak merugikan pemakai jalan lainnya dan angkutan umum lain yang hendak
menaikkan dan atau menurunkan penumpang. Lebar lajur khusus bus kota adalah 3,5 meter dan pada kondisi perkecilan dapat ditolerir minimum 2,8 meter.
Beberapa ketentuan dari Bina Marga mengenai Lajur Khusus Bus adalah : 1. Lajur khusus bus kota dapat dibuat pada jalan dengan jumlah lajur minimum
tiga. 2. Lajur khusus bus kota hanya dipakai pada jam tersibuk lalu lintas atau saat
“peakhour”. 3. Kendaraan yang boleh melewati lajur khusus bus kota selain bus kota itu
sendiri hanyalah sepeda. 4. Bus kota harus selalu berada dalam lajur khusus kecuali dalam keadaan
darurat yang menyebabkan bus harus keluar dari lajur khusus ini. 5. Karena lajur khusus bus kota ada pada lajur I perlu dibuat peraturan bagi
angkutan umum lainnya yang akan menaikkan atau menurunkan penumpang.
Bus kota mempunyai ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan dengan angkutan umum jenis lainnya, sehingga daya angkut penumpang menjadi lebih
banyak, dengan demikian apabila bus dapat dimaksimalkan penggunaannya akan dapat mengurangi jumlah kendaraan yang berada di jalan raya. Pemaksimalan
pengunaan bus kota hanya dapat terjadi apabila terdapat peralihan moda dari
Universitas Sumatera Utara
24
kendaraan pribadi ke angkutan umum. Supaya penduduk kota mau beralih moda, perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan bus kota.
2.3.8 Prioritas Bus Di Persimpangan Dengan Lampu Lalu Lintas
Pemberian prioritas bus di persimpangan berlampu lalu lintas dimaksudkan untuk mengurangi waktu tundaan di persimpangan akibat lampu
merah Walsb, 1998. Sering kali bus berhenti cukup lama disuatu persimpangan akibat terkena lampu merah lebih dari satu siklus. Kemudian diusulkan satu cara
untuk mengurangi waktu tundaan di persimpangan yaitu dengan memberikan prioritas pada bus berupa lajur khusus pada persimpangan. Lajur khusus ini
diusulkan berada ditempat terdepan antrian pada persimpangan dan dibatasi marka supaya tidak ada kendaraan lain yang mempergunakannya. Dengan demikian bus
akan selalu berada di tempat terdepan antrian dan bisa langsung berangkat begitu lampu hijau menyala. Hal ini akan mengurangi waktu perjalanan bus karena pada
persimpangan bus hanya akan mengalami paling tidak satu kali antrian. Lajur khusus bus pada persimpangan ini didesain sedemikian rupa supaya tidak
mengganggu pemakai jalan yang akan berbelok ke kiri akan tetapi tetap memudahkan bus untuk melakukan manuver ketika akan menempatinya.
2.3.9 Penempatan Halte
Halte adalah tempat berhentinya bus kota untuk menaikkan dan atau menurunkan penumpang. Ada dua macam halte yaitu :
1. Halte resmi adalah tempat berhenti bus yang mempunyai bangunan halte dan sudah ditetapkan sebagai halte oleh bus.
Universitas Sumatera Utara
25
2. Halte tidak resmi adalah tempat berhenti bus yang tidak mempunyai bangunan halte dan tidak ditetapkan sebagai halte oleh bus.
Bus seharusnya berhenti pada halte-halte resmi saja dan tidak menaikkan dan atau menurunkan penumpang pada sembarang tempat, akan tetapi praktek
yang terjadi di lapangan tidaklah semudah teori yang seharusnya diterapkan. Terkadang para penumpang tidak mau menunggu bus pada halte resma yang telah
tersedia karena jarak yang cukup jauh. Mereka lebih memilih untuk menunggu bus di sembarang tempat yang mudah mereka capai. Kondisi ini menyebabkan
bus akhirnya berhenti pada sembarang tempat meskipun bukan pada halte resmi.
Ketidaktertiban penumpang dan supir ini akhirnya membuahkan dampak negatif bagi pengguna jasa bus sendiri dan juga pengguna jalan lain. Dengan
begitu banyaknya halte yang disinggahi otomatis akan menambah waktu perjalanan bus. Di samping itu akibat bus berhenti pada sembarang tempat,
pengguna jalan lain akan terganggu perjalanannya karena sering kali bus berhenti mendadak dan pada tempat-tempat yang tidak seharusnya.
Penentuan halte resmi telah diatur dan ditetapkan oleh Departemen Perhubungan dengan jarak antar halte sejauh 300-500 meter di pusat kota dan
500-1000 meter di pinggiran kota. Apabila dilakukan penertiban halte di mana bus berhenti untuk menaikkan dan atau menurunkan penumpang pada tempat-tempat
tertentu, dalam hal ini pada halte resmi saja, maka total waktu perjalanan dan kemacetan akibat ketidaktertiban bus yang berhenti di sembarang tempat untuk
menaikkan dan atau menurunkan penumpang akan berkurang.
Universitas Sumatera Utara
26
Lokasi tempat perhentian angkutan umum akan mempengaruhi efesiensi pengangkutan kecepatan keandalan pelayanan yang sedang beroperasi serta
kenyamanan penumpang yang beroreantasi pada jangkauan pelayanan dan kecepatan perjalanan travel speed yang akan ditempuh. Perencanaan tempat
perhentian angkutan umum menurut Vuchic 1981 menyangkut tiga aspek yaitu 1. Spasi atau jarak rata-rata antara pemberhentian angkutan umum sebesar 400
meter hingga 600 meter namun masih dimungkinkan 300 meter. Penggunaan spasi kurang dari 300 meter pada jalur-jalur bus reguler akan mengakibatkan
penurunan kualitas pelayanan dan berpengaruh negatif terhadap kelancaran lalulintas. Institute of Transportation Engineering 1976 memberikan stándar
spasial tempat perhentian bus seperti terlihat pada tabel 2.3 Tabel 2.3 Standar spasi tempat perhentian bus
Spasi m Non CBD
Tipe Bus CBD
Lama Baru Lokal
Limited stop Express
120-240 120-240
120-300 150-240
360-900 1.200-9.000
300-450 600-1.500
1-30 mil
Sumber: Munawar A 2005
2. Lokasi, menurut Vuchic 1981, lokasi tempat berhenti angkutan umum di jalan raya diklasifikasikan menjadi tiga macam,yaitu:
a. Near side NS, pada persimpangan jalan sebelum memotong jalan simpang cross street.
b. Far side FS, pada persimpangan jalan setelah melewati jalan simpang cross street.
Universitas Sumatera Utara
27
c. Mid block MB, pada tempat yang cukup jauh dari persimpangan atau pada ruas jalan tertentu.
Berdasarkan tipe area, lokasi pemberhentian angkutan umum dibedakan oleh Confederation of British Road Passenger Transpotart 1981
menjadi: daerah pemukiman, daerah industri, pusat kegiatan bisnis, fasilitas pendidikan dan kesehatan, kegiatan hiburan. Kriteria penenpatan halte
angkutan umum untuk masing-masing lokasi berbeda-beda sesuai dengan karakteristik daerah yang bersangkutan. Secara umum lokasi pemberhentian
angkutan umum harus memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah: koordinasi lampu pengatur lalu lintas, akses bagi
penumpang,kondisi lalu lintas dan pejalan kaki,geometri pemberhentian bus kota juga gerakan membelok bus kota.
3. Rancangan, ada beberapa bentuk tempat pemberhentian bus kota a. Kerb side, merupakan tempat pemberhentian bus kota dengan
memanfaatkan trotoar yang ada disisi jalan sebagai tempat turun naik penumpang dan dilengkapi rambu berhenti bus kota. Bus hanya diijinkan
berhenti sebentar sebab akan mengganggu arus lalu lintas b. Lay-bys, merupakan lahan atau trotoar yang cukup lebar sehingga dibuat
suatu lekukan yang memungkinkan bus berhenti didalam lekukan tersebut untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Disini memungkinkan bus
berhenti lebih lama. c. Bus shelter, bentuknya sama dengan kerb side dan lay-bys tetapi tempat
Universitas Sumatera Utara
28
penumpang yang menunggu bus mendapat fasilitas tempat tunggu beratap dan memungkinkan terhindar dari sinar matahari dan hujan.
2.4 Jalan Arteri
Sesuai Undang-Undang tentang jalan No.13 tahun 1980 dan Peraturan Pemerintah No.26 tahun 1985, sistem jaringan jalan di Indonesia terbagi atas
sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Sedangkan menurut fungsinya dibagi atas jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal. Jalan
arteri adalah jalan yang melayani angkutan umum dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara effisien
Jalan arteri primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota
jenjang kedua. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan arteri primer adalah
a. Kecepatan rencana 60 kmjam b. Lebar jalan 8,0 meter
c. Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata d. Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas
jalan dapat tercapai e. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal,lalu lintas lokal, lalu lintas yang
ulang alik. f. Jalan arteri primer tidak terputus walaupun memasuki kota
Universitas Sumatera Utara
29
Tingkat kenyamanan dan keamanan yang dinyatakan dengan indeks permukaan tidak kurang dari 2.
2.5 Standar Kinerja Pelayanan Angkutan Umum