Selain itu diharapkan rumah tangga dapat berlangsung seumur hidup dan perceraian diharapkan tidak akan terjadi. Untuk itu suami isteri perlu saling
membantu, melengkapi dan mengisi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya serta mencapai kesejahteraan spiritual dan material.
53
Pembentukan keluarga erat hubungannya dengan keturunan, dimana pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi hak dan kewajiban orang tua.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan menurut Unddang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah untuk kebahagian suami isteri
untuk mendapatkan keturunan dan menegakkankan keagamaan dalam kesatuan keluarga yang bersifat parental keorangtuaan.
54
2. Tujuan perkawinan Menurut Hukum Adat
Tujuan perkawinan bagi masyarakat adat yang bersifat kekerabatan adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis kebapakan atau
keibuan atau keibu-bapakan, untuk kebahagiaan rumah tangga keluargakerabat, untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian, dan untuk
mempertahankan kewarisan.
55
Oleh karena sistem keturunan dan kekerabatan antara suku-suku di Indonesia berbeda-beda, termasuk lingkungan hidup dan agama yang dianut
berbeda-beda, maka tujuan perkawinan menurut Hukum Adat berbeda-beda di setiap masyarakat adat di Indonesia. Dengan daerah yang berbeda-beda satu sama
lain maka akibat hukum dan upacara perkawinannya pun berbeda-beda.
53
Ibid, hal 22
54
Ibid, hal.23
55
Hilman,Op.Cit, hal 22
Universitas Sumatera Utara
Pada masyarakat kekerabatan adat patrilineal, perkawinan bertujuan mempertahankan garis keturunan bapak, sehingga anak laki-laki harus melakukan
bentuk perkawinan ambil isteri dengan pembayaran uang jujur, dimana setelah terjadinya perkawinan isteri ikut masuk dalam kekerabatan suami dan
melepaskan kedudukan adatnya dalam susunan kekerabatan bapaknya. Sebaliknya, dalam kekerabatan matrilineal maka tujuan perkawinan adalah untuk
memepertahankan garis keturunan ibu. Sehingga anak perempuan harus melaksanakan perkawinan ambil suami semanda dimana suami akan ikut masuk
ke dalam kekerabatan isteri, dan melepaskan kedudukan adat dalam susunan kekerabatan orang tuanya. Namun berbeda halnya dengan masyarakat adat yang
bersifat parental dimana ikatan kekerabatannya sudah lemah seperti di kalangan orang Jawa dan juga bagi mereka yang melakukan perkawinan campuran anatar
suku bangsa atau antara agama yang berbeda, upaya mempertahankan garis keturunan tidak begitu kental terlihat.
3. Tujuan Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam
Menurut Kompilasi Hukum Islam bahwa tujuan perkawinan itu adalah untuk menegakkan agama, memelihara keturunan, mencegah maksiyat dan untuk
membina keluarga rumah tangga yang damai dan teratur. Menegakkan Agama Allah memiliki arti bahwa setiap orang harus
mentaati semua perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Allah telah menjadikan manusia hidup berpasangan, maka hendaknya manusia itu bisa hidup
bersama atas dasar kasih sayang, sehingga dengan mendirikan sebuah rumah tangga lewat perkawinan maka ajaran Agama Allah telah dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
Begitu pula dengan tujuan mendapatkan keturunan yang sah. Perkawinan yang sah akan menghasilkan keturunan yang sah di hadapan Allah. Nabi
Muhammad SAW menyatakan ‘Kawinlah dengan orang yang dicintai dan yang berkembang berketurunan. Supaya keturunan itu sah maka perkawinan harus
dilaksanakan secara sah menurut Hukum Islam. Tujuan perkawinan untuk mencegah maksiyat atau pun terjadinya
perzinahan dan pelacuran sebagaimana. Nabi Muhammad SAW berseru kepada generasi muda berdasarkan jamaah ahli hadist. “Hai para pemuda, jika di antara
kamu mampu dan berkeinginan untuk kawin, hendaklah kawin. Karena sesungguhnya perkawinan itu memejamkan mata terhadap orang yang tidak halal
dipandang, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat jika tidak mampu untuk kawin hendaklah berpuasa, karena dengan puasa hawa nafsu terhadap wanita akan
berkurang”. Dengan demikian tujuan perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam
merupakan perkara yang harus dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai Al Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad SAW.
E. Larangan Perkawinan