Begitu pula dengan tujuan mendapatkan keturunan yang sah. Perkawinan yang sah akan menghasilkan keturunan yang sah di hadapan Allah. Nabi
Muhammad SAW menyatakan ‘Kawinlah dengan orang yang dicintai dan yang berkembang berketurunan. Supaya keturunan itu sah maka perkawinan harus
dilaksanakan secara sah menurut Hukum Islam. Tujuan perkawinan untuk mencegah maksiyat atau pun terjadinya
perzinahan dan pelacuran sebagaimana. Nabi Muhammad SAW berseru kepada generasi muda berdasarkan jamaah ahli hadist. “Hai para pemuda, jika di antara
kamu mampu dan berkeinginan untuk kawin, hendaklah kawin. Karena sesungguhnya perkawinan itu memejamkan mata terhadap orang yang tidak halal
dipandang, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat jika tidak mampu untuk kawin hendaklah berpuasa, karena dengan puasa hawa nafsu terhadap wanita akan
berkurang”. Dengan demikian tujuan perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam
merupakan perkara yang harus dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai Al Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad SAW.
E. Larangan Perkawinan
1. Larangan Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan
Larangan perkawinan menurut Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu :
56
a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan ke atas.
56
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Op. cit, hal.38
Universitas Sumatera Utara
b. Berhubungan darah garis keturunan ke samping.
c. Berhubungan semenda.
d. Berhubungan sesusuan.
e. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagi bibi atau kemanakan dari istri
dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang. f.
Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.
g. Telah bercerai untuk kedua kalinya sepanjang hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaan tidak menentukan lain Pasal 10. h.
Masih terikat tali perkawinan dengan orang lain kecuali dalam hal tersebut pada Pasal 3 ayat 2, Pasal 4 dan Pasal 9.
Selain itu, larangan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sesuai dengan interpretasi dari pengertian perkawinan,
maka perkawinan oleh sesama jenis tidak diperbolehkan di Indonesia. Aturan perundang-undangan tidak mengakomodir hubungan hukum yang dilakukan oleh
pasangan sesama jenis.
2. Larangan Perkawinan Menurut Hukum Adat
Pada umumnya larangan perkawinan yang dituangkan dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak bertentangan dengan
Hukum Adat yang berlaku di berbagai daerah di Indonesia, namun masih ada hal- hal yang berlainan karena pengaruh struktur masyarakat adat yang unilateral,
Universitas Sumatera Utara
apakah menurut garis patrilineal ataupun matrilineal, dan mungkin juga pada masyarakat yang bilateral di pedalaman.
Istilah larangan dalam Hukum Adat yang biasa dipakai ialah ‘sumbang’, ‘pantang’, ‘pamali’, dan lain sebagainya.
Kenyataan umum yang biasa dilihat adalah pada pelaksanaan sistem eksogami marga dan endogami marga. Sistem ini merupakan larangan perkawinan
dengan semarga, sekampung walaupun beda suku, dan sesuku dalam satu nagari.
57
3. Larangan Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam.