Akibat Hukum dari Perkawinan di Bawah Umur Menurut Undang-

BAB IV PERKAWINAN DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT SERTA KOMPILASI HUKUM ISLAM

A. Akibat Hukum dari Perkawinan di Bawah Umur

1. Akibat Hukum dari Perkawinan di Bawah Umur Menurut Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Suatu keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan hukum nasional dalam bidang hukum keluarga, oleh karena itu kita harus melakukan unifikasi hukum yang berkembang dalam masyarakat. Dalam era globalisasi, kehidupan masyarakat cenderung materialistis dan individualistis. Akibatnya, kontrol sosial semakin lemah, hubungan suami istri semakin renggang, hubungan orang tua dan anak semakin bergeser dan keharmonisan keluarga semakin menipis. Biasanya, dalam kehidupan rumah tangga suami istri tumbuh pada keluarga yang berbeda, yang masing-masing keluarga memiliki tradisi, perilaku dan cara sikap yang berbeda sehingga dalam mengarungi bahtera rumah tangga banyak menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. Salah satu yang menjadi konflik yang terjadi dalam perkawinan anak di bawah umur yang dapat menimbulkan akibat hukum adalah kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap isteri di dalam rumah tangga yaitu seperti penyiksaan terhadap isteri atau tepatnya penyiksaan terhadap perempuan dikarenakan masih labilnya emosi sebagai suami 69 Universitas Sumatera Utara atau kepala keluarga. 90 Perkawinan di bawah umur yang dilakukan oleh anak berpotensi masalah sebab nantinya akan terjadi benturan kaidah hukum yang berkaitan dengan kedewasaan dan kecakapan melakukan perbuatan hukum terutama dalam masalah perkawinan. Akan tetapi, sejauh tidak melakukan pelanggaran maka perkawinan di bawah umur yang dilakukan adalah sah selama mendapatkan izin dari kedua orang tua dan mengikuti syarat–syarat sah untuk melangsungkan perkawinan di bawah umur. Melakukan perkawinan haruslah sesuai prosedur yang telah ditetapkan Undang-Undang Perkawinan, namun ketika perkawinan itu harus tetap dilaksanakan karena suatu alasan tertentu maka dapat dilakukan penyimpangan yaitu dengan dispensasi perkawinan. Dispensasi merupakan salah satu bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah berkenaan dengan sesuatu hal yang istimewa. Kebijakan tersebut ada kaitannya dengan peraturan ataupun perundang-undangan yang dikeluarkan oleh penguasa atau pihak pemerintah. Dispensasi meliputi soal-soal dimana oleh pembentuk Undang-Undang diadakan larangan, akan tetapi karena hal-hal yang penting dapat diberi kebebasan. 91 Dari pengertian di atas peraturan atau perundang-undangan yang ada tetap berlaku dalam masyarakat tetapi dikarenakan sesuatu hal tertentu seseorang berdasarkan ketentuan dapat tidak mematuhi ketentuan perundang-undangan. Tetapi dispensasi tersebut tidak dapat digunakan untuk semua orang, dan 90 http:female.kompas.comread2012101711230692Pernikahan.Dini.Berpotensi.Mem icu.KDRT. diakses pukul 12.34 WIB tanggal 16 september 2013 91 http:lib.uin-malang.ac.idthesisfullchapter 03210081-ginanjar-fitria-saputro.ps, diakses 5 Juni 2013 Universitas Sumatera Utara diberikan karena alasan atau sebab yang memang khusus menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. 92 Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka faktor umur merupakan salah satu patokan apakah seseorang sudah dianggap dewasa dan matang dalam berbuat sesuatu, salah satunya ketika akan melakukan perkawinan. Namun, bila terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur kawin ini dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan Agama yang ditunjuk oleh kedua orang tua dari pihak pria maupun pihak wanita. 93 Sedangkan dispensasi perkawinan adalah suatu kebijakan yang diberikan Pengadilan Agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan. Dispensasi perkawinan diajukan oleh para pihak yang akan melaksanakan perkawinan kepada Pengadilan yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. Kemudian selanjutnya diproses sesuai dengan aturan perundang-undangan yang terbentuk dalam persidangan. 94 Apabila perkawinan di bawah umur tersebut belum disahkan oleh negara sesuai Undang-Undang Perkawinan maka pihak-pihak dalam perkawinan tersebut belum mendapat pengakuan sah dan dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum terutama melangsungkan perkawinan. Dengan demikian apabila suatu perkawinan telah sah sesuai Undang-Undang Perkawinan maka akan menimbulkan akibat hukum bagi masing-masing pihak di dalam perkawinan tersebut sesuai menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun tentang Perkawinan sebagai landasan hukum perkawinan di Indonesia. 92 Ibid 93 Yusuf Hanafi M.Fil, hal.111 94 Ibid Universitas Sumatera Utara Adapun perkawinan di bawah umur akan menimbulkan akibat hukum baik terhadap hubungan suami-isteri, anak yang dilahirkan, dan harta kekayaan.

a. Akibat hukum terhadap hubungan suami-isteri.

1 Suami istri memikul tanggung jawab yang luhur untuk menegakkan rumah tangga berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa Pasal 30. 2 Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan hidup bersama dalam masyarakat Pasal 31 ayat 1. 3 Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum ayat 2. 4 Suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. 5 Suami istri menentukan tempat kediaman mereka. 6 Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, saling setia. 7 Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu dengan kemampuannya. 8 Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya.

b. Akibat hukum terhadap anak yang dilahirkan.

1 Kedudukan anak. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat beberapa akibat hukum terhadap anak. Diantaranya: a Anak yang dilahirkan dalam perkawinan adalah anak yang sah Pasal 42. b Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan kerabat ibunya saja. Pasal 43 ayat 1. Universitas Sumatera Utara Menurut Putusan MK nomor 46PUU-VIII2010 tanggal 17 Februari 2012 menyatakan bahwa Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi danatau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya. 95 Sehingga ayat tersebut harus dibaca “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubngan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi danatau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah,termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.” 96 Menurut Chatib Rasyid dalam kajian yuridis terhadap Putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 tanggal 17 Februari 2012, bahwa yang dimaksud majelis dengan frasa “anak di luar perkawinan” bukan anak hasil zina melainkan anak hasil nikah sirri. Hubungan perdata yang diberikan kepada anak di luar perkawinan tidak bertentangan dengan nasab, waris, dan wali nikah. Hak yang dapat dituntut anak di luar perkawinan yang tidak diatur fikih antara lain, berupa hak menuntut pembiayaan pendidikan atau hak menuntut ganti rugi karena perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain seperti yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata atau hak untuk menuntut karena ingkar janji. Intinya 95 Putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 tanggal 17 Februari 2012, hlm.37 96 Ibid, hal.35 Universitas Sumatera Utara adalah hak-hak perdata selain hak nasab, hak waris, wali nikah, atau hak perdata apapun yang tidak terkait dengan prinsip-prinsip munakahat sesuai fikih. 97 2 Kekuasaan orang tua a Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin ada di bawah kekuasaan orang tua. b Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan Pasal 47. c Orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang berumur 18 tahun atau belum pernah kawin. Kekuasaan orang tua terhadap diri anak adalah kewajiban untuk memberi pendidikan dan penghidupan kepada anaknya yang belum dewasa dan sebaliknya, anak-anak dalam umur berapapun juga wajib menghormati bapak dan ibunya. Apabila orang tua kehilangan hak untuk memangku kekuasaan orang tua atau menjadi wali, maka hal ini tidak membebaskan mereka dari kewajiban memberi tunjangan-tunjangan dengan keseimbangan sesuai pendapatan mereka untuk membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak mereka Pasal 298 KUH Perdata. Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memperlihatkan bahwa Undang-Undang ini memberi batasan kekuasaan orang tua terhadap anaknya karena ada kemungkinan dicabutnya kekuasaan orangtua tersebut. Meskipun demikian, alasan yang dapat dipergunakan untuk mencabut kekuasaan orang tua dengan keputusan pengadilan adalah dalam hal: 1. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya. 97 Buah Simalakama Putusan MK dalam Harian Surat Kabar Jawa Pos, Rabu, 28 Maret 2012 Universitas Sumatera Utara 2. Ia berkelakuan buruk sekali. 98 Pencabutan atau pemecatan kekuasaan orang tua terjadi dengan putusan hakim atas permintaan: 1. Orang tua yang lain. 2. Keluarga. 3. Dewan Perwakilan. 4. Kejaksaan. Terdapat perbedaan dari pencabutan kekuasaan dengan pembebasan kekuasaan orang tua itu sendiri diantaranya: 1. Pencabutan mengakibatkan hilangnya hak penikmatan hasil, sedangkan pembebasan tidak. 2. Pencabutan dilakukan atas permintaan dari orangtua yang lain, keluarga sedarah sampai derajat ke empat, Dewan Perwakilan dan Jaksa, sedangkan Pembebasan hanya diminta oleh Dewan Perwakilan dan Jaksa. 3. Pencabutan dapat dilakukan terhadap orangtua masing-masing meski ia tidak nyata melakukan kekuasaan orangtua, asal belum kehilangan kekuasaan orang tua. 99 98 Ibid, hal.149 99 120 http:shootjustice.blogspot.com200902iii-kekuasaan-orang-tua-ouderlijke.html diakses pada tanggal 12 Juni 2013, pukul 15.03 WIB Universitas Sumatera Utara

c. Akibat hukum terhadap harta kekayaan.

Mengenai harta benda yang diperoleh sebelum maupun selama perkawinan. Hal ini diatur dalam pasal 35 sampai dengan Pasal 37 Undang- Undang Perkawinan. 1 Harta Bawaan Harta bawaan adalah harta yang dibawa oleh masing-masing suami isteri ke dalam perkawinannya, harta benda yang diperoleh masing-masing baik sebagai hadiah atau warisan. Harta bawaan dikuasai oleh masing-masing pemiliknya yaitu suami dan isteri. Artinya seorang suami atau isteri berhak sepenuhnya untk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya masing-masing. Tetapi bila suami isteri menentukan lain yang dituangkan dalam perjanjian perkawinan misalnya, maka penguasaan harta bawaan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian itu. Demikian pula bila terjadi perceraian, harta bawaan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 100 2 Harta Bersama Sesuai dengan definisi ayat 1 Pasal 35 Undang-Undang Perkawinan yang disebut harta bersama ini ialah segala milik yang diperoleh selama perkawinan adalah harta pecaharian bersama dan dengan sendirinya menjadi lembaga harta bersama yang biasa disebut harta syarikat. 100 121 http:www.lnh-apik.or.idfact20-20pemisahan20harta20perk.htm diakses pada tanggal 12 Juni 2013 pukul 16.48 WIB Universitas Sumatera Utara Adapun untuk mengetahui luas batas-batas harta bersama ini disamping penting untuk kedua belah pihak suami-isteri, juga penting untuk pihak ketiga sesuai dengan ketentuan Pasal 35 ayat 2 Undang-Undang No.11974, maka luasnya harta bersama: a Semua harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan sekalipun harta atau barang diatas terdaftar atas nama salah seorang suami atau isteri, maka harta yang atas nama suami atau isteri dianggap sebagai harta bersama. b Kalau harta itu diusahakan dan telah dialihkan namanya ke atas nama orang lain, jika harta yang demikian dapat dibuktikan hasil yang diperoleh selama masa perkawinan, maka harta tersebut harus dianggap harta bersama suami- isteri. c Adanya suatu kaedah bahwa adanya harta bersama istri harus ikut aktif membantu terwujudnya harta bersama, yang menjadi prinsip asal harta itu terbukti diperoleh selama masa perkawinan. Rumusan kaedah ini belum memenuhi suatu keseimbangan yang adil berdasarkan kepatutan, rumusan itu menguntungkan isteri. d Harta atau rumah yang dibangun atau dibeli sesudah terjadi perceraian dianggap harta suami isteri jika biaya pembangunan atau pembelian barang tersebut diperoleh dari hasil usaha bersama selama perkawinan. e Harta yang dibeli baik oleh suami atau isteri ditempat yang jauh dari tempat tinggal mereka adalah harta bersama suami isteri jika pembelian itu dilakukan selama perkawinan. Universitas Sumatera Utara f Barang yang termasuk harta bersama suami isteri: 1 Segala penghasilan harta benda yang diperoleh selama perkawinan, termasuk penghasilan yang berasal dari barang asal bawaan maupun barang yang dihasilkan oleh harta bersama itu sendiri. 2 Demikian juga segala penghasilan pribadi suami-isteri baik dari keuntungan yang diperoleh dari perdagangan masing-masing ataupun hasil perolehan masing-masing pribadi sebagai pegawai. g Jika seorang suami meninggal dunia dan sebelum meninggal dunia mereka telah mempunyai harta bersama, kemudian isterinya kawin lagi dengan laki- laki lain, keadaan seperti ini harta bersama tetap terpisah antara suami yang telah meninggal dengan isteri yang akan diwarisi oleh keturunan-keturunan mereka dan adatidak ada hak anak keturunan yang lahir dari perkawinan isteri dengan suaminya yang kedua. Demikian juga sebaliknya jika isteri yang meninggal maka harta bersama yang mereka peroleh terpisah dari harta yang diperoleh kemudian setelah perkawinan suami dengan isteri yang kedua. Akibat perkawinan terhadap harta kekayaan menurut UU Perkawinan No.1 tahun 1974, diantaranya: 1. Timbul harta bawaan dan harta bersama. 2. Suami atau istri masing-masing mempunyai hak sepenuhnya terhadap harta bawaan untuk melakukan perbuatan hukum apapun. 3. Suami atau istri harus selalu ada persetujuan unuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama Pasal 35 dan 36. Universitas Sumatera Utara Mengenai luas harta bersama dengan jelas telah ditegaskan dalam Pasal 35 ayat 1 yang hanya diperlukan satu syarat, yaitu harta itu diperoleh selama perkawinan. Oleh karena itu, menurut M. Yahya Harahap yang termasuk harta bersama suami-istri adalah: 1. Segala penghasilan harta benda yang diperoleh selama perkawinan, termasuk penghasilan yang berasal dari barang-barang asal bawaan maupun barang yang dihasilkan harta bersama itu sendiri. 2. Demikian juga segala penghasilan pribadi suami istri baik dari keuntungan yang diperoleh dari perdagangan masing-masing ataupun hasil perolehan masing-masing pribadi sebagai pegawai. 101 Menurut Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan, untuk melindungi istri terhadap kekuasaan suami yang sangat luas atas kekayaan bersama serta kekayaan pribadi si istri, dapat dilakukan pemisahan kekayaan yang dituangkan dalam perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan ini dapat dilakukan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan dan dibuat secara tertulis oleh kedua calon mempelai atau persetujuan bersama. 102 Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan tidak menyebutkan secara spesifik hal-hal yang dapat diperjanjikan, kecuali menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak dapat disahkan jika melangar batas-batas hukum dan kesusilaan. Hal ini berarti semua hal asal tidak bertentangan dengan hukum dan kesusilaan 101 M. Yahya Harahap, Pembahasan Undang-Undang Perkawinan Nasional, Zahir Trading Co, Medan 1975. Hlm 121 102 124 http:www.lnh-apik.or.idfact20-20pemisahan20harta20perk.htm diakses pada tanggal 12 Juni 2013 pukul 16.48 WIB Universitas Sumatera Utara dapat dituangkan dalam perjanjian tersebut termasuk tentang harta sebelum dan sesudah kawin, atau setelah bercerai. 103 Pemisahan kekayaan lewat perjanjian perkawinan menurut Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan disahkan oleh Pegawai Pencatatan Perkawinan, yakni Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil bagi non-Islam. Perjanjian perkawinan mengenai harta mengikat para pihak dan pihak ketiga terhitung tanggal mulai dilangsungkannya perkawinan di hadapan pegawai pencatat perkawinan menurut Pasal 29 ayat 3 Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 50 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam. Isi perjanjian tidak dapat diubah selama perkawinan berlangsung kecuali ada persetujuan kedua belah pihak untuk merubah dan tidak merugikan pihak ketiga, menurut Pasal 29 ayat 4 Undang-Undang Perkawinan. Jika terjadi pelanggaran mengenai pemisahan harta kekayaan dalam perjanjian perkawinan, isteri berhak meminta pembatalan perkawinan atau mengajukannya sebagai alasan gugatan cerai di Pengadilan Agama Pasal 51 Kompilasi Hukum Islam. 103 Ibid Universitas Sumatera Utara

2. Akibat Hukum dari Perkawinan di bawah Umur Menurut Hukum Adat

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Pernikahan Siri Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

3 77 140

Persintuhan Hukum Perkawinan Adat Minangkabau Dengan Hukum Perkawinan Islam Dikaitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

2 32 140

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM

0 9 14

PERBANDINGAN HUKUM PERKAWINAN DIBAWAH UMUR ANTARA HUKUM ADAT MADURA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMER 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.

0 6 38

Perkawinan Anak Dibawah Umur Tanpa Izin Orang Tua Menurut Fiqih Islam, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

0 0 14

Perkawinan Anak Dibawah Umur Tanpa Izin Orang Tua Menurut Fiqih Islam, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

0 0 2

BAB II PENGATURAN PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengaturan Perkawinan Sebelum Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan - Perkawinan Dibawah Umur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Adat Serta Kompil

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perkawinan Dibawah Umur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Adat Serta Kompilasi Hukum Islam

0 0 12

PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT SERTA KOMPILASI HUKUM ISLAM SKRIPSI

0 0 13

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN SKRIPSI

0 0 13