1. Pengertian Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah : ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga, yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
24
Pertimbangannya ialah Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dimana sila yang pertama ialah Ketuhanan yang Maha Esa, maka
perkawinan mempunyai hubungan erat sekali dengan agamakerohanian, sehingga perkawinan bukan sekadar mempunyai unsur lahiriahjasmaniah, tetapi unsur
batinrohani juga mempunyai peranan yang penting.
25
Membangun keluarga rapat hubungannya dengan keturunan, yang merupakan pula tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak
dan kewajiban orang tua. Apabila defenisi perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan yaitu “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” di atas kita telah, maka terdapat lima unsur di dalamnya, yaitu :
24
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, hal.1
25
Hilman Adikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundang-undangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Mandar Maju, Cet. Ke-1, bandung 1990, hal.9
Universitas Sumatera Utara
a. Ikatan lahir batin
Bahwa ikatan itu tidak cukup dengan ikatan lahir saja atau batin saja, akan tetapi kedua-duanya terpadu erat. Suatu ikatan lahir merupakan ikatan yang dapat
dilihat dan mengungkapkan adanya hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami isteri yang dimulai dengan
akad atau perjanjian yang dilakukan secara formal, menurut aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku. Dengan demikian hubungan hukum itu nyata , baik
bagi pihak-pihak itu sendiri atau bagi pihak ketiga. Sebaliknya suatu ikatan batin merupakan ikatan yang tidak kelihatan, tidak formal, tidak nyata, yang hanya bisa
dirasakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan ini diukur dengan agama dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. b.
Antara seorang pria dan seorang wanita. Ikatan perkawinan hanya boleh terjadi antara pria dan wanita , dan selain
antara pria dan wanita tidaklah mungkin terjadi. Sehingga Soetojo Prawirohamidjojo menyatakan bahwa dari unsur itu terkadung asas monogami.
26
c. Sebagi suami isteri.
Seorang pria dengan seorang wanita dapat dipandang sebagai suami isteri bila ikatan mereka didasarkan pada suatu perkawinan yang sah, bilamana
memenuhi syarat-syarat intern maupun extern. Syarat intern adalah yang menyangkut pihak-pihak yang melakukan perkawinan yaitu : kecakapan mereka,
26
Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralism dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, Airlangga University Press, Jakarta, 1986, hal.38
Universitas Sumatera Utara
kesepakatan mereka, dan juga adanya izin dari pihak yang lain yang harus diberikan untuk melangsungkan perkawinan. Sedangkan syarat-syarat extern
adalah yang menyangkut formalitas-formalitas pelangsungan perkawinan. d.
Melarang perkawinan sesama jenis. Membentuk keluarga di Indonesia harus memenuhi prinsip keTuhanan.
Berdasarkan prinsip ideal yang diambil dari penjelasan Undang-Undang Perkawinan menekankan bahwa tidak ada tempat bagi pasangan sesama jenis
untuk membentuk sebuah rumah tangga karena hal itu jelas bertentangan nilai- nilai norma sosial budaya dan agama di Indonesia. Hal ini diharapakan agar tidak
ditemukan pelanggaran hukum dan nilai-nilai budaya oleh sebuah keluarga yang baru dibentuk, yang pada akhirnya akan mempersulit pasangan tersebut di
hadapan masyarakat dan hukum. e.
Membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal. Yang dimaksud dengan keluarga disini ialah kesatuan yang terdiri dari
ayah, ibu, dan anak-anak yang merupakan sendi dasar susunan masyarakat Indonesia. Membentuk keluarga yang bahagia dekat hubungannya dengan
keturunan yang merupakan pula tujuan perkawinan itu sendiri, sedangkan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi hak dan kewajiban orang tua.
Untuk mencapai hal ini, maka diharapkan kekekalan dalam perkawinan.
f. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, yang sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan
erat dengan agamakerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur batin.
Dari rumusan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut, jelas bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat
sekali dengan agamakerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahirjasmani, tetapi unsur batinrohani juga mempunyai peranan penting.
2. Pengertian Perkawinan Menurut Hukum Adat