Penetapan Status Daya Dukung Lingkungan

8 Curah hujan lebih kemudian akan diturunkan dalam bentuk limpasan dan pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan proporsi koefisien limpasan pada wilayah tersebut. Sedangkan besarnya pengisian air tanah merupakan sisa nilai curah hujan lebih yang tidak menjadi limpasan. Total limpasan dan pengisian air tanah dapat dikelola dan dijadikan suplai air. Untuk menduga besaran limpasan yang terjadi di suatu wilayah, perlu diketahui nilai koefisien aliran permukaan. Schwab et al 1981 menyatakan bahwa koefisien aliran permukaan C didefinisikan sebagai nisbah laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup dan intensitas hujan. Nilai C untuk DAS pertanian bagi tanah kelompok hidrologi B tertera pada Tabel 4. Frekuensi terjadinya hujan mempengaruhi debit air dalam DAS. Tabel 4. Koefisien limpasan C untuk daerah tangkapan air lahan pertanian kelompok tanah B No Tanaman Penutup Tanah dan Kondisi Hidrologi Koefisien C untuk Laju Hujan 25 mmjam 100 mmjam 200 mm jam 1 Tanaman dalam baris, buruk 0.63 0.65 0.66 2 Tanaman dalam baris, baik 0.47 0.56 0.62 3 Padian, buruk 0.38 0.38 0.38 4 Padian, baik 0.18 0.21 0.22 5 Padang rumput potong, pergiliran tanaman, baik 0.29 0.36 0.39 6 Padang rumput potong, penggembalaan tetap, baik 0.02 0.17 0.23 7 Hutan dewasa, baik 0.02 0.10 0.15 Sumber : Schwab, et al, 1981

2.3 Daya Dukung Lingkungan

Daya dukung lingkungan berbasis neraca air suatu wilayah dapat diketahui dengan menghitung kapasitas ketersediaan air pada wilayah tersebut. Kapasitas ketersediaan air ini sangat tergantung pada kemampuan menjaga dan mempertahankan dinamika siklus hidrologi pada daerah hulu Daerah Aliran Sungai DAS. Dinamika mempertahankan siklus hidrologi buatan sangat ditentukan oleh kemampuan meningkatkan kapasitas simpan air, baik penyimpanan secara “alami” dengan upaya melakukan rehabilitasi dan konservasi pada wilayah hulu DAS, ataupun secara “struktur buatan” seperti waduk Rustiadi et al, 2010. Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air menunjukan perbandingan kondisi suplai air pada suatu wilayah dengan kebutuhan yang ada, dari perbandingan keduanya akan diperoleh status kondisi ketersediaan air pada wilayah tersebut.

2.3.1 Penetapan Status Daya Dukung Lingkungan

Konsep ini membandingkan antara ketersediaan air hujan nilai CH andalan dengan water footprint untuk menilai status daya dukung lingkungan berbasis neraca air Prastowo, 2010. Water footprint merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengetahui jumlah air yang dibutuhkan oleh seseorang, komunitas, ataupun kegiatan produksi Bulsink et al, 2009. Ketersediaan air yang dinyatakan sebagai CH andalan dihitung dengan peluang kejadian hujan ≥ 50 dengan metode perhitungan yang lazim digunakan, seperti metode Hazen, metode Gumbel, atau metode lainnya. perhitungan kebutuhan air dapat dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : D A = N x KHL A ...................................................................................................................................9 dengan : 9 D A : total kebutuhan air m 3 tahun N : jumlah penduduk jiwa KHL A : Kebutuhan air untuk hidup layak 1600 m 3 airkapitatahun 2 x 800 m 3 airkapitatahun, 800 m 3 airkapitatahun adalah kebutuhan air untuk keperluan domestik dan untuk menghasilkan pangan 2,0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan hidup layak yang mencakup kebutuhan pangan, domestik dan lainnya. Kebutuhan air untuk wilayah Kampus IPB Dramaga dihitung berdasarkan jumlah mahasiswa dan staf, serta jenis gedung yang terdapat di dalam kampus. Menurut Noerbambang dan Morimura 2000 kebutuhan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 10. Q d = 1.20 × N p × Pemakaian air rata-rata sehari ......................................................................... 10 dengan: Q d : pemakaian air sehari N p : jumlah pemakai T : jangka waktu pemakaian air rata-rata sehari Konstanta pemakaian air rata-rata sehari disajikan pada Lampiran 1, sedangkan 1.20 merupakan konstanta 20 penambahan untuk mengatasi kebocoran pancuran air, tambahan air untuk pemanas atau mesin pendingin gedung, penyiraman tanaman. Kebutuhan air Kriteria status daya dukung lingkungan berbasis neraca air tidak cukup dinyatakan dengan “surplus-defisit” saja namun untuk menunjukkan besaran relatif, perlu juga dinyatakan dengan nilai “supplydemand”. Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kriteria penetapan status DDL-Air Kriteria Status DDL-air Rasio supplydemand 2 Daya dukung lingkungan aman sustain Rasio supplydemand 1-2 Daya dukung lingkungan aman bersyarat conditional sustain Rasio supplydemand 1 Daya dukung lingkungan telah terlampaui overshoot Sumber: Prastowo, 2010

2.3.2 Zona Agroklimat