26
syarat vide Putusan Nomor 006PUU-III2005 dan Nomor 011 PUU-V 2007 yaitu sebagai berikut:
a. adanya hak danatau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan
oleh UUD 1945; b. bahwa hak danatau kewenangan konstitusional Pemohon tersebut
dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji;
c. kerugian hak danatau kewenangan konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik khusus dan aktual atau setidaknya bersifat
potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab akibat causal verband antara kerugian dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian danatau kewenangan konstitusional yang didalilkan tidak akan
atau tidak lagi terjadi. Syarat-syarat sebagaimana dinyatakan dalam Putusan Nomor 006
PUU-III2005 dan Perkara Nomor 011PUU-V2007 merupakan suatu yusiprudensi tetap, dan dalam hal ini ahli perlu kiranya menjelaskan bahwa
kelima syarat tersebut telah terpenuhi oleh para Pemohon dalam perkara pengujian UU Pengampunan Pajak, sehingga para Pemohon memiliki
kualifikasi kedudukan hukum legal standing sebagai para Pemohon. Adapun masing-masing syarat tersebut dapat dibuktikan yakni sebagai berikut:
1. Adanya hak danatau kewenangan konstitusional para Pemohon
yangdiberikan oleh UUD 1945 Para Pemohon dalam hal ini mewakili serikat buruh adalah wajib pajak
yang patuh dan merasa dirugikan dengan keberlakuan UU Pengampunan Pajak karena amnesty pajak tersebut lebih rendah dari tarif normal,
sehingga dalam hal ini yang diuntungkan adalah pihak-pihak yang memiliki keuangan yang banyak. Hal ini nyata-nyata tidaklah sejalan
dengan perintah konstitusi yakni dalam Pasal 23A UUD 1945 yangsecara tegas menyatakan sebagai berikut Pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang- undang.
Keberlakuan UU Pengampunan Pajak tersebut telah
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
27
menyebabkan bergesernya sistem perpajakan yang semula secara filosofis memiliki sifat memaksa menjadi sistem perpajakan yang
kompromis
melalui sistem pengampunan amnesty. Sehingga dalam hal ini yang dirugikan adalah Pemohon selaku perwakilan serikat buruh,
karena buruh yang justru memiliki keuangan yang tidak seberapa
justru merupakan pembayar pajak yang patuh melaksanakan sifat memaksa bagi pajak sedangkan para pihak yang memiliki keuangan
dalam jumlah besar justru diberkan pengampunan dalam membayar pajak melaksanakan sifat perpajakan yang kompromis
selain juga hal ini tentunya telah menghilangkan potensi pemasukan negara secara
pasti dalam penerimaan pajak Negara. Kedudukan Pemohon selaku pembayar pajak juga sesuai dengan yurisprudensi lainnya yakni Putusan
Nomor 27PUU-VII2009 tanggal 16 Juni 2010 dalam pengujian formil
Perubahan Kedua Undang-Undang Mahkamah Agung, yang menyebutkan sebagai berikut: Dart praktik Mahkamah 2003-2009,
perorangan WNI, terutama pembayar pajak tax payer; vide Putusan Nomor 003PUU-I2003 tanggal 29 Oktober 2004 berbagai asosiasi
dan NGOLSM yang concern terhadap suatu Undang-undang demi kepentingan pub ilk, badan hukum, pemerintah daerah, lembaga
negara, dan lain-lain, oleh Mahkamah dianggap memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan pengujian, baik formic
maupun materiil Undang-Undang terhadap UUD 1945.
Adalah lebih baik daripada membuat UU Pengampunan Pajak ini pula, bisa menjadi
solusi yakni cukup memperbaiki Undang-Undang lain terkait dengan perpajakan.
2. Bahwa hak danatau kewenangan konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang
yang diuji
Pemohon yang dalam hal ini mewakili serikat buruh mempersoalkan musalnya mengenai mengenaifrase uang tebusan
dalam ketentuan Pasal 1 angka 7 UU Pengampunan Pajak, pemerintah dalam hal ini telah melakukan diskriminasi dengan memposisikan
Wajib Pajak yang taat pajak dengan yang tidak taat pajak secara
berbeda,
serta cenderung memberikan perlakuan khusus kepada Wajib Pajak yang tidak taat dalam melakukan pembayaran pajak, yang dengan
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
28
sengaja telah
menghilangkanpenerimaan negara
dengan menyembunyikan hartanya, yang justru oleh negara diberi reward dengan
cukup membayar uang tebusan. Sehingga jelas dalam hal ini Pemohon selaku pembayar pajak yang taat, dengan keberlakukan ketentuan Pasal
1 angka 7 UU Pengampunan Pajak tersebut telah nyata-nyata dirugikan
dan hal ini jelas bertentangan dengan amanat Pasal 28D ayat
1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama dihadapan hokum.
Sehingga dalam hal ini jelas hak danatau kewenangan konstitusional Pemohon telah
dirugikan dengan keberlakuan UU Pengampunan Pajak dalam hal ini misalnya Pasal 1 angka 7 UU Pengampunan Pajak karena terdapat
perlakuan yang tidak samatidak setara
antara Pemohon yang mewakili serikat buruh yang merupakan wajib pajak yang taat membayar
pajak dan para pihak yang mempunyai keuangan besar selaku wajib pajak yang tidak taat dalam melakukan pembayaran pajak dan sengaja
telah menghilangkan penerimaan negara dengan menyembunyikan hartanya. Ketidaksetaraan ini juga bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3
UUD 1945 yang mendalilkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum,
karena justru ketidakpatuhan atas hukum yakni dalam hal ini kewajiban membayar pajak justru oleh negara diberi reward dengan
cukup membayar uang tebusan. Hal yang sama juga seperti termaktub dalam Pasal 20 UU Pengampunan Pajak ini yang menyatakan bahwa
Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan
lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak
dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, danatau
penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak,
lebih lanjut dalam penjelasan pasal a quo disebutkan pula bahwa Tindak pidana yang diatur dalam
pasal ini meliputi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan tindak pidana lain.
Pidana lain disini berarti UU Pengampunan Pajak ini jelasjelas telah menjadi legalisasi kejahatan dan dalam hal ini pidana
lain sangat mungkin berpotensi didalamnya kejahatan luar biasa extraordinary crime
misalnya pidana korupsi. Hal ini adalah kekeliruan besar yang menjadikan bahwa korupsi dimaafkan hanya demi
melaksanakan visi misi begitu juga program pemerintahan dimana yang diuntungkan dan naik daun karenanya adalah rezim pada saat ini
padahal dengan cara-cara yang keliru, padahal di negara-negara Tian tax amnesty
justru ada untuk membangun ekonomi.
3. Kerugian hak danatau kewenangan konstitusional Pemohon yang