Petitum Bahwa begitu pula dengan adanya ketentuanPasal 3 ayat 3 huruf a Undang-Undang

18 25. Bahwa Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4 dan ayat 5, Pasal 4ayat 1, ayat 2 dan ayat 3, Pasal 21 ayat 2, dan ayat 3, Pasal 22 dan Pasal 23 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan seluruh uraian di atas, para Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi cq. Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa perkara a quo untuk memutuskan:

V. Petitum

1. Menyatakan dan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4 dan ayat 5, Pasal 4ayat 1, ayat 2 dan ayat 3, Pasal 21 ayat 2, dan ayat 3, Pasal 22 dan Pasal 23 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3, Pasal 23A, Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4 dan ayat 5, Pasal 4ayat 1, ayat 2 dan ayat 3, Pasal 21 ayat 2, dan ayat 3, Pasal 22 dan Pasal 23 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Memerintahkan pemuatan amar putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi mempunyai pendapat lain atas perkara aquo mohon agar diberikan putusan yang seadil-adilnya ex aequo et bono. [2 .2 ] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, para Pemohon telah mengajukan alat bukti surattulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-2, yang disahkan dalam persidangan Mahkamah pada tanggal14 September 2016, sebagai berikut: 1. Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak; 2. Bukti P-2 : Fotokopi Undang-Undang DasaR Tahun 1945. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 19 Selain itu, Pemohon menghadirkan beberapa tiga orang ahli yang didengar keterangannya di depan persidangan Mahkamah tanggal 28 September 2016 dan tanggal 11 Oktober 2016, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: AHLI PARA PEMOHON 1. Salamuddin Daeng, S.E. Pertama adalah menyangkut apa yang menjadi latar belakang pemerintah dan DPR membuat regulasi dalam rangka merealisasikan ambisi yang besar dalam mewujudkan berbagai projek infranstruktur yang dijanjikan oleh pemerintah sejak dari masa kampanye hingga saat ini dan itu hendak diwujudkan melalui upaya memobilisasi anggaran dalam jumlah yang cukup besar ke dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. Ambisi tersebut jelas tercermin dalam peningkatan APBN dari sejak APBN 2015, APBNP 2015, APBN 2016, dan APBNP tahun 2016. Padahal sebagian besar pengamat ekonomi mengetahui keadaan ekonomi dunia, keadaan ekonomi regional, dan keadaan ekonomi nasional kita yang tengah mengalami pelemahan. Akan tetapi, pemerintah tetap begitu ambisius merancang sejumlah anggaran dengan persentase peningkatan yang cukup tinggi. Secara umum dapatdigambarkan, pemerintah merancang target penerimaan pajak pada APBNP 2016 itu mencapai 45,8 dibandingkan dengan realisasi anggaran yang dicapai oleh Pemerintah pada APBN 2015. Jadi, target APBNP 2016 dari realisasi 2015 itu ditingkatkan hingga 45,8 target penerimaan pajak. Hampir seluruh diskusi yang berkembang di luar itu menyebutkan bahwa target itu sangatlah ambisius dan tidak mungkin dapat direalisasikan di tengah situasi ekonomi global dan ekonomi nasional yang tengah memburuk. Apalagi harga minyak juga tidak naik, harga komoditas juga tidak mengalami kenaikan, dan bank dunia sudah merilis laporan bahwa ada 2 anomali di dalam ekonomi Indonesia yang sangat ekstrem. Yang pertama adalah inflasi yang tinggi, yang kedua adalah daya beli masyarakat yang merosot tajam. Padahal kedua faktor itulah yang menjadi penopang utama ekonomi kita di dalam 10 tahun terakhir. Jadi, daya beli masyarakat itulah yang menjadi sirkulasi utama dari ekonomi kita. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 20 Berikutnya ketika seluruh realisasi itu tidak tercapai dan berbagai perdebatan muncul, Pemerintah melakukan perubahan APBN 2016 menjadi APBNP 2016 lalu memotong Rp160 triliun di dalam APBNP 2016. Lalu kemudian, Menteri Keuangan secara sepihak memotong kembali Rp130 triliun melalui kebijakan Menteri Keuangan dan rencana akan ada juga pemotongan tahap kedua yang jumlahnya kira-kira akan sama dengan pemotongan tahap pertama. Jadi, keadaan sulit yang dihadapi akibat menurunnya jumlah penerimaan pajak inilah yang dijadikan alasan oleh Pemerintah dan DPR untuk menjalankan tax amnesty yang spiritnya semata-mata hanya untuk mendapatkan uang tebusan di dalam rangka untuk memenuhi target APBN. Kita tidak melihat niat-niat yang lain sebagaimana tax amnesty yang kita pelajari di berbagai negara yang diberlakukan yang lebih ditujukan bagi kepentingan industri makro ekonomi dan upaya untu menolong masyarakatnya. Bahkan tidak tanggung-tanggung, rencana denda yang hendak diraih dan dimasukkan ke dalam APBN itu mencapai Rp165 triliun. Ahli tidak membayangkan kalau dibagi 2 itu nilainya bisa mencapai Rp8.000 triliun lebih aset bersih, kekayaan bersih. Sementara kita tahu pengusaha-pengusaha punya utang banyak, mungkin 50-70 dari aset mereka. Berarti kalau aset bersihnya itu Rp8.000 triliun, maka aset kotornya bisa 3 kali lipat dari itu, 3x8. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana mereka akan menverifikasi aset senilai itu dalam waktu 9 bulan. Pokok pikiran yang kedua adalah berkaitan dengan berbagai upaya untuk melegalisasi satu kejahatan, baik itu kejahatan di bidang perpajakan maupun kejahatan kriminal yang murni seperti prostitusi, drugs, dan lain sebagainya, money laundry , trafficking, dan seterusnya. Saya langsung saja mengutip statement Menteri Keuangan di dalam proses penyusunan Undang-Undang Tax Amnesty yang mengatakan bahwa tax amnesty tidak memandang sumber dana yang masuk ke dalam penerimaan pajak, apakah haram ataupun halal. Semua wajib membayar pajak, dan memang tampaknya di dalam isi Undang-Undang itu sangat sulit untuk membedakan itu harta haram apa halal karena pendekatannya harta kekayaan, bukan pendapatan dari sumber-sumber yang produktivitas dan lain sebagainya.Karena pendekatan yang memajak harta, memajaki deposito orang, memajaki tabungan orang yang ada di bank nanti karena saya dengar Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 21 Menteri Keuangan juga sudah meminta akses ke perbankan dalam rangka mengetahui deposito dan tabungan-tabungan orang yang ada di bank karena pendekatan dari undang-undang ini adalah harta kekayaan. Semua wajib membayar pajak. Dengan demikian, sasaran tax amnesty adalah termasuk uang haram, hasil perbuatan kriminal murni, bukan merupakan piutang pajak Pemerintah semata. Jadi, termasuk di dalamnya yang semacam itu. Dengan demikian, secara garis besar ada 3 sumber keuangan yang diincar dalam hal ini. Pertama adalah dana-dana yang berasal dari pengemplang pajak yang menjadi piutang Pemerintah. Kedua, dana-dana yang disimpan di luar negeri yang juga bisa berasal dari hasil kejahatan pajak internasional. Kita enggak tahu kejahatan pajaknya di mana, apakah di Indonesia, apakah di Malaysia, apakah di ASEAN, bisa saja. Lalu yang ketiga adalah dana-dana yang bersumber dari bisnis ilegal yang dijalankan di Indonesia atau di internasional, seperti judi, trafficking, money laundering , dan lain sebagainya, yang mencari bentuk-bentuk legalisasi aset mereka di Indonesia. Jadi, apakah kita mau menjadi negara semacam itu, negara di mana tempat bersarangnya para kriminal? Jika melihat sumber dana tersebut maka dapat disimpulkan bahwa negara melakukan legalisasi kejahatan serius yang dilakukan oleh para koruptor, penjahat, kriminal, dan sejenisnya. Pemberian tax amnesty kepada mereka akan membawa konsekuensi masuknya uang ilegal ke dalam institusi negara. Hal ini juga berarti bahwa negara membuka peluang lebih luas lagi bagi praktik kejahatan yang sama di masa yang akan datang. Korupsi dan bisnis ilegal lainnya karena dalam pandangan mereka sewaktu-waktu bisa memperoleh tax amnesty dan memperoleh legalisasi atas kekayaan yang didapatkan dari sumber-sumber semacam itu. Pokok pikiran yang ketiga, itu menyangkut dugaan ahli pribadi mengamati proses yang terjadi. Disebutkan oleh pemerintah bahwa tax amnesty bersifat tertutup, datanya bersifat rahasia bagi publik, bagi para penegak hukum, dan bagi masyarakat pada umumnya. Ahli menganggap dalam penerapan peraturan pajak yang sifatnya normal saja korupsi di dalam perpajakan kita masih berlangsung secara terus-menerus, apalagi dengan Undang-Undang yang memberikan satu otoritas untuk menutup diri dari publik dari keterbukaan. Kita sulit sekali membayangkan apa yang terjadi dan apa yang mereka Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 22 lakukan. Kedua, ketika pemerintah mengumumkan bahwa dana yang masuk dalam proses tax amnesty Rp41,74 triliun di beberapa hari yang lalu, sekitar tanggal 25 September 2016. Saya kaget dan heran kalau penerimaan itu sudah sebesar itu, berarti kalau dikali dengan 2 aset murni yang sudah mereka deklarasi itu ya Rp2.087 triliun. Kalau aset kotornya bisa tiga kali lipat dari itu. Ini merupakan suatu pencapaian yang besar. Banyak teman-teman yang mau jadi saksi ahli di sini ciut nyalinya, “Oh ini program benar-benar sukses.” Padahal menurut saya, ini bisa jadi dugaan saya adalah suatu angka-angka semata dan karena tidak mungkin ada uang yang masuk sebesar itu dalam tempo yang sesingkat ini, dan itu prosesnya panjang sekali, dan itu bisa jadi hanya catatan dalam bentuk piutang Pemerintah. Karena nanti akan verifikasi aset, dan lain sebagainya, dan seterusnya yang juga akan sama prosesnya dengan pemungutan pajak biasa. Piutang-piutang yang belum tentu terbayarkan. Apalagi kalau ini adalah aset kotor maka harus dikurangi kewajiban dan piutang-piutang mereka. Bisa jadi tidak ada nanti penerimaan itu yang sebenarnya. Kemudian, ahli mengikuti terus perkembangan utang pemerintah di pasar keuangan internasional dan utang dalam bentuk surat utang negara. Jadi, kita sendiri kaget di era pemerintahan Jokowi ini utang yang sudah dibentuk oleh pemerintah sebelum dua tahun ini, 2 September ini akan dua tahun, selama dua tahun kurang pemerintah Jokowi memerintah sudah menciptakan utang sekitar Rp732,36 triliun, tadi ada kaitannya dengan ambisi yang saya gambarkan di depan. Yang bersumber dari dalam negeri sebanyak Rp384,61 triliun sampai dengan Agustus 2016, September juga saya monitor terus dapat utang, dapat aliran utang, dan yang bersumber dari luar negeri Rp347,74 triliun sampai dengan kuartal pertama akhir tahun 2016. Jadi, sebenarnya di tengah pemerintah menggembar-gembor tentang pencapaian tax amnesty tetapi utang terus ditumpuk. Kalau begini caranya menumpuk utang maka dua tahun ini Rp1.000 triliun pemerintah bisa mencetak utang karena tahun kemarin berdasarkan laporan Bank Dunia lebih dari Rp500 triliun, berarti tahun ini untuk menutup kekurangan anggaran akibat tax amnesty tidak tercapai, target pajak tidak tercapai, maka bisa jadi sebesar itu. Dengan demikian setiap bulan pemerintahan ini rata-rata menciptakan utang Rp33,28 triliun setiap bulan, belum termasuk utang Pemerintah dari luar negeri Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 23 sepanjang Juli dan September 2016 karena BI belum merilis ini. Dengan demikian setiap orang Indonesia selama 22 bulan terakhir dibebani tambahan utang Rp2.900.000,00 per kapita. Bahkan sejak program tax amnesty ini diberlakukan, antara bulan Juli sampai dengan Agustus 2016 terdapat tambahan utang pemerintah yang bersumber dari surat utang negara sebesar Rp59, 071 triliun. Dari keterangan pokok-pokok pikiran di atas, saya melihat bahwa berdasarkan pengalaman pajak di berbagai negara, secara umum saya menyimpulkan bahwa tax amnesty ini merupakan suatu hukuman bagi orang baik, bagi pembayar pajak yang taat, bagi orang yang bisnis bersih, bagi orang yang tidak korupsi. Karena apa? Karena seorang pembayar pajak yang tidak taat, seorang koruptor, seorang pelaku kejahatan kriminal, itu memperoleh perlakuan yang istimewa dengan mendapatkan amnesty dan dilegalisasi aset- aset mereka. Dalam pengalaman di berbagai negara, memang diakui bahwa tax amnesty bersifat menghukum wajib pajak yang taat. Jadi, kalau berkaitan dengan gugatan yang disampaikan oleh Pemohon, maka ini jelas melanggar keadilan bagi setiap orang di hadapan hukum karena dia dihukum, padahal dia taat, sementara yang tidak taat terus diberi keleluasaan. Dan sampai dengan sekarang ini pun, pembayar pajak yang taat masih tetap dipungut pajaknya sebagaimana undang-undang yang berlaku, sementara pembayar pajak yang tidak taat mendapatkan pengampunan. Kita semua di ruangan ini masih tetap bayar pajak sebagaimana biasanya, tetapi ada orang yang tengah mendapatkan pengampunan. Kalau undang-undang ini bersifat adil, maka seluruh orang saat ini mendapatkan pajak 2. Jadi, seluruh kita ini pajak 2 kalau mau adil. Jadi, dia bersifat menghukum wajib pajak yang taat. Kesimpulan yang kedua bahwa undang-undang ini sungguh bertentangan dengan cita-cita negara kita sebagaimana yang ada di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 karena secara terbuka akan melegalisasi sumber- sumber keuangan yang bersumber dari kegiatan yang ilegal. Bahwa jelas ini merugikan para Pemohon, para buruh yang sebelum dia lihat gajinya sudah dipotong pajaknya. Dan seharusnya pajak itu dibayar oleh pengusaha-pengusaha di mana mereka bekerja. Tapi pengusaha-pengusaha kakap yang konon kabarnya paling banyak mengajukan tax amnesty dimana Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 24 para-para buruh bekerja justru menggelapkan pajak mereka karena sewaktu- waktu Pemerintah dapat mengampuni harta kekayaan mereka yang tidak jelas sumber dan asal usulnya itu. Seharusnya, kalau Pemerintah dan Menteri Keuangan memiliki data yang benar tentang masalah ini, maka kalau di atas 5 tahun wajib dikenai denda 100 kalau benar memiliki data. Tetapi memang ahli perhatikan ini, seperti memasang jaring yang besar sekali dan meraba-raba, ikan hiu, ikan teri, masuk semua.

2. H. Makmur Amir, S.H., M.H.

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN KORBAN ANAK (Putusan Nomor 24/Pid.Sus/A/2012/PN.Pso)

7 78 16

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENGHAPUSAN ATAS MEREK DAGANG "SINKO" DARI DAFTAR UMUM MEREK OLEH DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (Studi Putusan Pengadilan Niaga No. 03/Merek/2001/PN.Jkt.Pst)

0 23 75

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT ADANYA HUBUNGAN NASAB (Studi Putusan No. 1136/Pdt.G/2006/PA.Lmj) STUDY JURIDICAL TO MARRIAGE ANNUALMENT CONSEQUENCE OF EXISTENCE LINEAGE (Study of Decision No. 1136/Pdt.G/2006/PA.Lmj)

1 45 18

KEABSAHAN PERMOHONAN POLIGAMI KARENA ISTRI TIDAK MAU BERTEMPAT TINGGAL BERSAMA DENGAN SUAMI (Studi Putusan Nomor :36 / Pdt.G / 2010 / PA. Bdg)

1 29 17

PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PENGADAAN BARANG SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HUKUM PERSAINGAN USAHA (Studi pada Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 dan No. 01/KPPU-L/2008)

2 62 11

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KASUS TINDAK PIDANA GRATIFIKASI OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL TULANG BAWANG (Studi Putusan Nomor:02/Pid./TPK/2012/PT.TK.)

0 40 59

KARAKTERISTIK SENGKETA PEMILUKADA Studi Putusan Mahkamah Konstitusi 2008-2013

0 35 59

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEGAWAI PDAM WAY RILAU BANDAR LAMPUNG YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN SOLAR (Studi Putusan Nomor: 21/PID/TPK/2012.PN.TK)

4 34 65

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22