45
8. Ketentuan dalam UU Pengampunan Pajak bertentangan dengan prinsip negara hukum, menciderai rasa keadilan buruh dan hak asasi manusia
sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945.
II. TANGGAPAN TERHADAP KEDUDUKAN HUKUM LEGAL STANDING
PARA PEMOHON Para Pemohon Tidak
Mampu Membuktikan Kerugian Hak Konstitusional Yang Bersifat Spesifik Khusus Dan AktualSerta
Tidak Adanya Hubungan Sebab Akibat Causal Verband
Di dalam masing-masing permohonannya, para Pemohon mendalilkan bahwa para Pemohon memiliki kedudukan hukum legal standing untuk
mengajukan permohonan pengujian ini karena adanya hak konstitusionalnya yang dirugikan dengan berlakunya UU Pengampunan Pajak. Para Pemohon
pada pokoknya mendalilkan bahwa dirinya selaku kelompok perorangan yang memiliki kepentingan yang sama sebagai masyarakat miskin yang taat
membayar pajak telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan adanya perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum dan pemerintahan serta tidak
mendapat kepastian hukum yang adil dengan berlakunya UU Pengampunan Pajak.
Para Pemohon pada pokoknya mendalilkan bahwa hak konstitusionalnya yang dirugikan dengan berlakunya UU Pengampunan Pajak adalah adanya
perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum dan pemerintahan serta tidak mendapat kepastian hukum yang adil antara para Pemohon sebagai Wajib
Pajak yang taat membayar pajak dengan Wajib Pajak yang tidak taat membayar pajak. Para Pemohon mendalilkan bahwa dirinya sebagai Wajib
Pajak yang taat membayar pajak tidak dapat memperoleh pengampunan pajak, sedangkan pihak-pihak yang tidak taat membayar pajak justru dapat
memperoleh pengampunan pajak dengan berlakunya UU Pengampunan Pajak.
Bahwa ketentuan Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi selanjutnya disebut
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
46
“UU Mahkamah Konstitusi” telah menentukan bahwa yang dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945
adalah pihak yang hak danatau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara.
Berdasarkan ketentuan Pasal 51 UU Mahkamah Konstitusi dimaksud, Pemerintah memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk dapat terlebih
dahulu memeriksa kualifikasi para Pemohon dan keabsahan dari kewenangan pihak yang mewakili organisasi tersebut Ketua Umum
danatau Sekretaris Jenderal, apakah mempunyai kewenangan untuk mewakili organisasi di muka badan peradilan berdasarkan Anggaran
DasarAnggaran Rumah Tangga ADART organisasi?
Selanjutnya dijelaskan dalam Penjelasannya bahwa yang dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam UUD 1945. Terkait hal
tersebut, Mahkamah Konstitusi telah berpendapat bahwa agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon yang memiliki kedudukan
hukum legal standing dalam permohonan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, Pemohon harus terlebih dahulu
menjelaskan dan membuktikan:
a. kualifikasinya sebagai pihak yang dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 sebagaimana yang telah
ditentukan dalam Pasal 51 ayat 1 UU Mahkamah Konstitusi;
b. hak danatau kewenangan konstitusionalnya yang dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang diuji sesuai dengan kualifikasinya
dalam mengajukan permohonan;
c. kerugian hak danatau kewenangan konstitusionalnya sebagai akibat dari berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian.
Kemudian Mahkamah Konstitusi sejak Putusan Nomor 006PUU-III2005 dan Putusan Nomor 11PUU-V2007 serta putusan-putusan selanjutnya telah
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
47
memberikan pengertian dan batasan secara kumulatif tentang kerugian hak danatau kewenangan konstitusional yang ditimbulkan karena berlakunya
suatu undang-undang harus memenuhi 5 lima syarat, yaitu: a. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
b. bahwa hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon
telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji; c. bahwa kerugian hak konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat
spesifik khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab akibat causal verband antara kerugian hak konstitusional dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk
diuji;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian hak konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi
terjadi.
Oleh karena itu, tidak terpenuhinya salah satu kriteria kerugian hak danatau kewenangan konstitusional sebagaimana diuraikan di atas akan
mengakibatkan Pemohon dianggap tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan uji konstitusi ke Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan ketentuan mengenai syarat-syarat kedudukan hukum legal standing
pemohon pengujian undang-undang tersebut di atas dan mencermati apa yang dikemukakan oleh para Pemohon pada bagian
kedudukan hukum legal standing permohonannya, Pemerintah berpendapat bahwa masing-masing Pemohon dalam keempat permohonan
pengujian Undang-Undang ini seluruhnya tidak memiliki kedudukan hukum legal standing, karenaUU Pengampunan Pajak tidak merugikan
masyarakat miskin, namun justru memberikan keuntungan kepada masyarakatmiskin.Setidaknya ada tiga manfaat pengampunan pajak
yangakan menguntungkan perekonomian nasional, yang tentunya juga akan memberikan keuntungan kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk
masyarakat berpenghasilan rendah. Pertama, bahwa uang yang masuk ke Indonesia melalui repatriasi aset keuangan dari luar negeri dapat
menggerakan perekonomian. Kedua, uang tebusan yang dihasilkan oleh pengampunan pajak bisa digunakan secara langsung bagi pembangunan
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
48
yang pro rakyat, termasuk pendidikan, kesehatan, perumahan, dan penciptaan lapangan pekerjaan untuk seluruh lapisan masyarakat. Ketiga,
dalam jangka panjang akan menjamin penerimaan pajak secara berkelanjutan karena kebijakan pengampunan pajak akan menciptakan
subjek ekstensifikasi dan objek pajak baru intensifikasi. Dengan meningkatnya
pertumbuhan di
berbagai sektor
perekonomian danmeningkatnya penerimaan negara dari perpajakan sebagai konsekuensi
dari diberlakukannya UU Pengampunan Pajak, maka akan tercipta lapangan pekerjaan, suku bunga kredit yang rendah, kurs rupiah menguat, yang pada
akhirnya juga meningkatkan daya beli masyarakat. Hal yang demikian tentunya tidak merugikan masyarakat miskin, namun justru sangat
bermanfaat bagi masyarakat miskin.Oleh karena itu, UU Pengampunan Pajak yang semata-mata bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum
demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia jelas-jelas tidak mengakibatkan kerugian konstitusional bagi siapapun.
Selain itu, Pemerintah berpendapat bahwa kerugian hak konstitusional yang didalilkan oleh para Pemohon tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
yang telah ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi sejak Putusan Nomor 006PUU-III2005 dan Putusan Nomor 11PUU-V2007 serta putusan-
putusan selanjutnya,dikarenakan: a. kerugian hak konstitusional yang didalilkan oleh para Pemohon dalam
masing-masing permohonannya tidak bersifat spesifik khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang
wajar dapat dipastikan akan terjadi;
Hal tersebut dikarenakan para Pemohon tidak dapat membuktikan dirinya sebagai Wajib Pajak yang taat membayar pajak, sehingga kerugian hak
konstitusional berupa adanya perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum dan pemerintahan serta tidak mendapat kepastian hukum yang
adil antara para Pemohon sebagai Wajib Pajak yang taat membayar pajak dengan Wajib Pajak yang tidak taat membayar pajak yang
didalilkan oleh para Pemohon tidak terbukti benar.
Sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon dalam permohonannya, seluruh Pemohon dalam keempat permohonan pengujian Undang-
Undang ini merupakan masyarakat miskin yang taat membayar pajak
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
49
penghasilan atau sebagai badan hukum privat yang mewakili masyarakat miskin yang taat membayar pajak penghasilan.
Atas dalil para Pemohon tersebut, perlu Presdien sampaikan bahwa masyarakat miskin tidak dikenakan pajak penghasilan. Hal ini
dikarenakanbesarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101PMK.0102016 tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajakadalah sebesar Rp54.000.000,00 lima puluh empat juta rupiahtahun.Sehingga
masyarakat miskin yang penghasilannya di bawah Rp54.000.000,00 lima puluh empat juta rupiahtahun, nyata-nyata tidak diwajibkan membayar
pajak penghasilan.
Dari penjelasan terkait PTKP ini, maka dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa para Pemohon adalah bagian dari masyarakat miskin
yang membayar pajak penghasilan adalah hal yang tidak masuk akal. Apalagi para Pemohon tidak dapat menunjukkan masyarakat miskin
pembayar pajak penghasilan yang mana yang para Pemohon wakili kepentingannya dan apakah yang para Pemohon jadikan dasar dalam
penentuan kelompok masyarakat tersebut sebagai masyarakat miskin.
Selain itu, seandainya pun benar quad non para Pemohon dapat membuktikan dirinya sebagai pembayar pajak yang taat,kerugian hak
konstitusional yang didalilkan oleh para Pemohon tersebut adalah tidak benar, karena sebagaimana telah ditentukan dalam ketentuan Pasal 3
ayat 1 UU Pengampunan Pajak, Pengampunan Pajak merupakan hak bagi setiap Wajib Pajak.
b. tidak adanya hubungan sebab akibat causal verband antara kerugian hak konstitusional yang didalilkan oleh para Pemohon dengan berlakunya
UU Pengampunan Pajak yang dimohonkan untuk diuji;
Pemerintah berpendapat bahwa tidak ada hubungan sebab akibat causal verband antara kerugian hak konstitusional yang didalilkan oleh
para Pemohon dengan berlakunya UU Pengampunan Pajak yang dimohonkan untuk diuji, dikarenakan pajak merupakan iuran wajib
kepada negara yang tidak memberikan imbalan kontra prestasi secara langsung kepada pembayarnya Wajib Pajak. Sehingga meskipun
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
50
seandainya benar quod non para Pemohon adalah Wajib Pajak yang taat membayar pajak, Pemerintah berpendapat bahwa berlakunya UU
Pengampunan Pajak tidak mengakibatkan kerugian hak konstitusional bagi para Pemohon.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, Presiden berpendapat bahwa kerugian hak konstitusional yang didalilkan oleh para Pemohon dalam
masing-masing permohonannya tidak bersifat spesifik khusus dan aktual serta tidak adanya hubungan sebab akibat causal verband
antara kerugian hak konstitusional yang didalilkan oleh para Pemohon dengan berlakunya UU Pengampunan Pajak yang dimohonkan untuk
diuji
. Oleh karena itu, Presiden berpendapat bahwa para Pemohon dalam keempat permohonan pengujian UU Pengampunan Pajak ini tidak
memenuhi persyaratan kedudukan hukum legal standing untuk bertindak sebagai pemohon pengujian UU Pengampunan Pajak dan Presidenmohon
kebijaksanaan Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima.
III. KETERANGAN PRESIDEN ATAS MATERI UNDANG-UNDANG YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN