Keseimbangan dan Proporsionalitas Hak dan Kewenangan

292 jenis hukum mengatur aanvullend recht yang sifatnya privaatrehtelijk, dapat dikesampingkan oleh pihak-pihak, sedang “dwingend recht” yang umumnya bersifat publik, tidak. Tentang frasa “memaksa” dalam pasal tersebut adalah menunjuk karakter hukum yang mengaturnya sebagai bersifat memaksa yang berasal dari apa yang disebut 2 karakter norma hukum, yang disebut hukum memaksa dwingend recht, sebagai norma hukum yang mengikat secara wajib dan tidak dapat dikesampingkan pihak-pihak. Hukum mengatur anvullend recht yang hanya berlaku ketika pihak-pihak memiliki kebebasan mengatur sendiri dan mengesampingkan aturan yang sifatnya aanvullend recht. Sifat memaksa yang dimaksud menyatakan bahwa dasar hukum pajak dan pungutan lain, harus didasarkan kepada undang-undang dan tidak ada pilihan dengan hukum yang bersifat aanvullend. Dengan demikian tampak tidak ada pertentangan karena jikalau pengenaan pajak dengan undang- undang dengan sifat memaksa, maka juga pengampunan harus didasarkan dengan Undang-Undang yang sifatnya memaksa, dan tidak terdapat aanvullend recht yang digunakan.

3. Keseimbangan dan Proporsionalitas Hak dan Kewenangan

Konstitusional. Selama ini banyak orang yang beranggapan bahwa konstitusi atau Undang-Undang Dasar sebagai sebuah dokumen merupakan dokumen yang utuh dan harmonis dalam keseluruhan tubuhnya. Ada anggapan bahwa tidak mungkin terjadi bahwa satu norma dalam pasal atau ayat bertentangan dengan pasal atau ayat lain dalam batang tubuh konstitusi tersebut, atau menimbulkan ketegangan tertentu dengan Pembukaan yang menjadi jiwa dan keadilan konstitusional tersendiri. Tetapi fakta atau kenyataan tidak demikian. Terutama dengan perkembangan waktu yang membentuk jarak yang panjang antara dibentuknya satu konstitusi dengan penggunaannya pada masa sekarang, dengan perubahan atau amandemen yang berlangsung secara bertahap seperti yang dialami UUD 1945, harmoni yang diimpikan dari satu konstitusi boleh jadi menjadi sangat jauh dari kenyataan. Tetapi justru merupakan tugas hakim konstitusi untuk membangun konstitusi sebagai satu dokumen yang utuh dan harmonis the Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 293 integrity of the constitution melalui interpretasi dan konstruksi yang harus dilakukan. Demikian juga permohonan judicial review yang dihadapi oleh MK dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, maka MK harus meniti di antara hak-hak konstitusional yang di dalilkan yang berada dalam posisi berhadapan dengan kewenangan konstitusional pembuat kebijakan regulasi yang sah di pihak lain, sehingga proses pengambilan keputusan atau decision making process di MK harus mempertimbangkan persaingan diantara kepentingan konstitusional yang sah tersebut untuk sampai kepada suatu putusan yang menggambarkan keadilan konstitusional bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam keadaan demikian kita akan menyaksikan bahwa Hukum Konstitusi harus membentuk hierarki norma, dan hirarki ini juga mengkondisikan interpretasi konstitusi, yang menentukan dengan metode penyeimbangan balancing hak konstitusional dengan kewenangan konstitusional melalui proportionality test, manakah di antara hak dan kewenangan konstitusional yang bersaing demikian, menjadi kepentingan konstitusional yang harus dianggap adil dan sah bagi rakyat secara keseluruhan. Akibat langsung dari hal demikian akan membentuk satu hubungan atau kedudukan hierarkis yang dapat menjelaskan posisinya dalam legal policy putusan hakim MK. Satu hirarki dalam konstitusi intraconstitutional hierarchies menjadi lebih rumit, tetapi hukum konstitusi dapat meletakkan keadilan konstitusional melalui balancing dan proportionality test , kepentingan konstitusional mana yang menjadi lebih unggul atau utama dalam benturan diantara hak dan kewenangan konstitusional yang dihadapi sebagaimana terjadi dalam kasus ini. Jika satu sengketa memuat satu konflik yang inheren diantara dua kepentingan konstitusional, yaitu antara satu ketentuan HAM dengan kepentingan konstitusional pemerintah yang tidak dapat diabaikan dengan tafsir, hakim bergerak kearah penyeimbangan. Dalam penyeimbangan, hakim menentukan apakah, dan sejauh mana, satu nilai hukum satu hak individu atau satu kepentingan konstitusional pemerintah harus memberi jalan kepada satu nilai hukum kedua. Penggunaan ini diatur oleh batu ujian proporsionalitas, yaitu bagaimana mencapai tujuan konstitusionalitas norma dengan kerugian atau pelanggaran yang paling Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 294 minimum. Penyeimbangan merupakan teknik interpretif yang disukai, yang digunakan untuk memutus kasus dimana nilai-nilai hukum yang diajukan oleh para pihak, keduanya memiliki status yang sederajat dalam hierarki norma, namun bertentangan satu sama lain dalam konflik spesifik yang dihadapi. Ketika Mahkamah mengklaim menyeimbangkan dua hak konstitusional, atau hak konstitusional terhadap satu tujuan negara yang sah secara konstitusional, satu batu uji proporsionalitas – sesungguhnya sebagai satu cara melindungi salah satu hak konstitusional, yang menimbulkan kerugian minimal terhadap satu hak konstitusional lainnya – yang secara logis tiimbul sebagai akibat dari penggunaan alat keseimbangan balancing exercise dan hampir di semua perkara sesungguhnya terjadi. Jika dalam proses penyeimbangan, MK menentukan bahwa satu Undang-Undangmelanggar satu hak konstitusional, namun demikian Undang-Undangtersebut masih konstitusional – sejauh bahwa secara seimbang manfaatpelayanan Undang-Undangterhadap beberapa nilai konstitusi yang lain melampaui keburukannya – sehingga sebagai akibatnya, kecuali pelanggaran yang terjadi secara minimum merupakan hal yang absolut dan perlu untuk melayani nilai lainnya, Undang- Undangtersebut masih konstitusional. Ini disebabkan karena semua pengurangan atas hak-hak tidak dapat dibenarkan oleh balancing, karena pengurangan demikian tidak menambahkan sesuatu yang positif yang tidak dapat melampaui efek negatifnya yang marginal. Dikatakan secara sederhana, tidak pernah cukup secara konstitusional, menurut satu standar keseimbangan, bahwa keuntungan konstitusional lebih besar dari kerugian konstitusional; sebaliknya keuntungan konstitusional harus dapat dicapai setidaknya dengan ongkos konstitusional paling sedikit atau minimum. Dalam jenis peradilan seperti ini hakim MK tidak mempunyai pilihan kecuali menjawab pertanyaan berikut: dapatkah kita bayangkan adanya ketentuan undang-undang selain dari pada yang ada dihadapan kita yang dapat mencapai hasil yang sama, melayani nilai konstitusional yang sama, dengan ongkos konstitusi yang lebih rendah? Jika jawabannya ya, maka Undang- Undangini konstitusional. Satu jurisprudensi MK berdasarkan penyeimbangan konstitusi constitutional balancing memimpin hakim untuk menempatkan dirinya ditempat legislator, dan melakonkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 295 pertimbangan yang bergaya legislatif, yang dapat menjelaskan mengapa kita melihat MK sekali-sekali memerintahkan pembuat Undang- Undanguntuk membuat Undang-Undangdengan cara tertentu. Satu jurisprudensi penyeimbang tidak hanya memberi MK diskresi yang besar, tetapi pada akhirnya menggolongkan kerja MK ke dalam jenis pertimbangan dan pembuatan putusan yang lebih bergaya legislatif. Batu uji penyeimbang dan doktrin proporsionalitas hanya berbuat sedikit dari pada mengakui, meskipun dalam cara yang berbelit-berbelit, seperti dalam contoh berikut ini: bahwa melindungi hak konstitusional individu dan kepentingan atau kewenangan konstitusional Pemerintah yang sah, merupakan kerja yang sukar; hakim MK harus memiliki dan menggunakan kekuasaan diskresioner yang luas agar dapat melaksanakan pekerjaan ini dengan sewajarnya; dan tidak terdapat aturan yang ketat dan tegas bagi perlindungan HAM yang dapat diartikulasikan. Tidak bermaksud mengatakan bahwa MK tidak mencoba membangkitkan aturan yang stabil untuk mengatur jenis pembuatan putusan konstitusi jenis ini, maupun tidak juga hasil putusan bersifat acak. Makna penyeimbang lebih dalam, MK tidak melindungi HAM dalam hubungan dengan kewenangan Pemerintah yang sah, tanpa menjadi terlibat secara mendalam dalam fakta, atau konteks sosial, atau pembuatan putusan yang mengandung unsur legislasi yang menggaris bawahi atau telah tahankan itusional sic negara membangkitkan persoalan konstitusi. Dalam cara pembuatan keputusan semacam ini, dimensi kebijakanlah yang berbeda, bukan hukum per se, dan perbedaan ini secara berat mengkondisikan pembangunan konstitusi dengan memaksa hakim MK masuk kedalam kehidupan warga, dan karya legislator. Kesimpulan. Dari seluruh uraian yang disajikan, maka meskipun dengan segala kontroversi yang terlihat, dapat ditarik kesimpulan yang sahih bahwa dengan argumen yang diutarakan, tidak cukup alasan untuk menyatakan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak cukup alasan untuk menyatakannya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Jika ada kepentingan dan hak konstitusional yang dirugikan, maka kewajiban negara untuk melaksanakan upaya meningkatkan kesejahteraan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id 296 sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat, merujuk pada kepentingan dan kewenangan konstitusional yang lebih besar yang harus dilindungi. [2 .4 ] Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR-RI memberi keterangan dalam persidangan Mahkamah pada tanggal 20 September 2016 dan telah menyerahkan keterangan tertulis bertanggal 20 September 2016 yang diterima di Kepaniteraan pada tanggal 27 Oktober 2016, pada pokoknya sebagai berikut: Terhadap dalilPara Pemohon sebagaimana diuraikan dalam permohonan para Pemohon, DPR RI dalam penyampaian pandangannya terlebih dahulu menguraikanmengenai kedudukan hukum legal standing yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kedudukan Hukum legal standing Para Pemohon

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN KORBAN ANAK (Putusan Nomor 24/Pid.Sus/A/2012/PN.Pso)

7 78 16

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENGHAPUSAN ATAS MEREK DAGANG "SINKO" DARI DAFTAR UMUM MEREK OLEH DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (Studi Putusan Pengadilan Niaga No. 03/Merek/2001/PN.Jkt.Pst)

0 23 75

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT ADANYA HUBUNGAN NASAB (Studi Putusan No. 1136/Pdt.G/2006/PA.Lmj) STUDY JURIDICAL TO MARRIAGE ANNUALMENT CONSEQUENCE OF EXISTENCE LINEAGE (Study of Decision No. 1136/Pdt.G/2006/PA.Lmj)

1 45 18

KEABSAHAN PERMOHONAN POLIGAMI KARENA ISTRI TIDAK MAU BERTEMPAT TINGGAL BERSAMA DENGAN SUAMI (Studi Putusan Nomor :36 / Pdt.G / 2010 / PA. Bdg)

1 29 17

PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PENGADAAN BARANG SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HUKUM PERSAINGAN USAHA (Studi pada Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2008 dan No. 01/KPPU-L/2008)

2 62 11

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KASUS TINDAK PIDANA GRATIFIKASI OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL TULANG BAWANG (Studi Putusan Nomor:02/Pid./TPK/2012/PT.TK.)

0 40 59

KARAKTERISTIK SENGKETA PEMILUKADA Studi Putusan Mahkamah Konstitusi 2008-2013

0 35 59

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEGAWAI PDAM WAY RILAU BANDAR LAMPUNG YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN SOLAR (Studi Putusan Nomor: 21/PID/TPK/2012.PN.TK)

4 34 65

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22