commit to user 7
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembangunan Sektor Perikanan Perikanan sebenarnya berasal dari bahasa Inggris aquaculture
aqua= perairan; culture= budidaya dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi budidaya perairan atau budidaya perikanan. Akuakultur
perikanan adalah kegiatan memproduksi biota organisme akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan profit.
Oleh karena itu, perikanan dapat didefinisikan sebagai campur tangan upaya-upaya manusia untuk meningkatkan produktivitas perairan
melalui kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya yang dimaksud adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak reproduksi, menumbuhkan
growth, serta meningkatkan mutu biota akuatik sehingga diperoleh keuntungan secara ekonomi Effendi, 2004.
Produk perikanan merupakan salah satu andalan utama sumber pangan dan gizi bagi masyarakat. Ikan sebagai “functional food”
mempunyai arti penting bagi kesehatan karena mengandung asam lemak tidak jenuh berantai panjang terutama yang tergolong asam lemak omega-
3, vitamin, serta makro dan mikro mineral Heruwati, 2002. Sebagai negara kepulauan yang besar, dengan pulau-pulau seluas
735.000 mil persegi yang mempunyai potensi perairan darat yang besar dan luas lautan empat kali luas daratan, maka pada hakikatnya Indonesia
adalah negara perikanan yang besar. Hasil tangkapan tahun 1971 adalah 1,2 juta ton ikan dimana 40 dari tangkapan total adalah hasil perikanan
darat Ilyas, 1971. Produksi akuakultur Indonesia pada tahun 2000 mencapai 994.000 ton dengan nilai sebesar US 2,268 juta. Produksi
akuakultur berada pada urutan ke-5 dunia setelah Cina, India, Jepang dan Filipina Effendi, 2004.
Arti ekonomis dari perikanan sangat penting terutama di Negara- negara Asia Tenggara kalau diukur dari sumbangannya pada indikator
commit to user 8
ekonomi seperti Produk Nasional Bruto PNB atau Produk Domestik Bruto PDB dari kesempatan kerja, dari pendapatan devisa dan dari
penggantian impor. Kesempatan kerja pada usaha perikanan cukup besar dan sebagai contoh dapat memberi nafkah kepada lebih dari satu juta
orang, seperti di Indonesia atau 5 dari tenaga kerja seperti di Negara Vietnam dan Taiwan Marr, 1987.
Berdasarkan pada kondisi pembangunan perikanan budidaya sampai saat ini, dapat diidentifikasi permasalahan pokok pembangunan budidaya
ke depan baik kendala internal maupun eksternal yang secara bertahap dan terus menerus harus dipecahkan. Menurut Gustiano, Eni, dan Tri Heru,
2005 Kendala internal yang yang masih akan menghambat dan harus dijawab melalui pelaksanaan pembangunan perikanan budidaya ke depan
adalah: a. Teknologi pembenihan dan pembesaran untuk beberapa komoditas
belum sepenuhnya dikuasai. b. Infrastruktur untuk pembudidayaan masih belum merata.
c. Mutu sarana produksi dan produktivitas usaha budidaya masih rendah. d. Pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan belum terintegrasi.
e. Lemahnya kelembagaan kelompok pembudidaya Menurut Koeshendrajana dkk. 2004, pembangunan perikanan perlu
memecahkan berbagai permasalahan yang ada melalui pembangunan berkelanjutan.
Konsep pembangunan
berkelanjutan mengandung
pengertian secara garis besar dalam kontek perikanan budidaya adalah sebagai berikut:
a. Terjaminnya keamanan pangan bagi penduduk dunia. b. Terciptanya suatu operasional kegiatan pembudidayaan ikan serta
pengolahannya yang bersifat kompetitif dan menguntungkan. c. Terjaminnya keberlanjutan sumberdaya yang dapat mendukung
kegiatan perikanan dalam jangka panjang. d. Terpeliharanya tingkat kesehatan dan kesatuan ekosistem pada
sumberdaya tersebut untuk pemanfaat uses dan pengguna users yang
commit to user 9
lain, termasuk didalamnya keanekaragaman hayati, ilmu pengetahuan, nilai intrinsik dan kegunaan ekonomi lainnya seperti pariwisata dan
rekreasi. Perubahan paradigma pembangunan kelautan dan perikanan yang
dilakukan DKP Departemen Kelautan dan Perikanan adalah perlunya keseimbangan dalam pendekatan Resource Based Development RBD
dengan Social Based Development SBD. RBD adalah pembangunan berorientasi pada pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya, sedang
SBD adalah pembangunan yang berorientasi pada masyarakat Nasution dkk., 2004. Keberhasilan dalam pemberdayaan masyarakat dalam konteks
pembangunan antara lain bermakna bahwa suatu masyarakat tersebut menjadi bagian dari pelaku pembangunan itu sendiri Nasution, Tjahjo Tri,
dan Sastrawidjaja, 2008. Salah satu konsep pembangunan perikanan berkelanjutan yang ada
di Kabupaten Boyolali adalah program minapolitan. Pembangunan perikanan melalui program minapolitan merupakan salah satu upaya dalam
mempercepat proses pembangunan di sektor perikanan. Pengembangan minapolitan merupakan pembangunan agribisnis yang terintegrasi dengan
pembangunan wilayah, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan melalui pengembangan agribisnis Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, 2008
a
. 2. Minapolitan “Kampung Lele”
Minapolitan terdiri dari kata mina dan politan polis. Mina berarti perikanan dan politan berarti kota. Minapolitan adalah kota perikanan
yang tumbuh dan berkembang dengan sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik kegiatan pembangunan perikanan
agribisnis di wilayah sekitarnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali, 2008
b
. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Boyolali 2009, pengertian mengenai kawasan minapolitan adalah kota
commit to user 10
perikanan yang direncanakan mampu tumbuh dan berkembang sejalan dengan komoditas unggulan dan usaha agribisnis yang dikembangkan.
Konsep minapolitan kota dengan basis ekonomi sektor perikanan merupakan salah satu upaya meningkatkan percepatan pembangunan pada
desa-desa pusat pertumbuhan. Menurut Marr 1987, peningkatan produksi ikan dapat dicapai
dengan metode ekstensif dan intensif. Belajar dari pengalaman terlihat bahwa demi peningkatan produksi ikan dengan metode intensif lebih
berhasil dibandingkan dengan budidaya secara ekstensif. Budidaya secara intensif lebih menguntungkan karena lahan sempit, kualitas dan kuantitas
air dapat terjaga. Selain itu, ikan mempunyai pertumbuhan yang cepat, waktu pemeliharaan akan lebih singkat dan frekuensi budidaya dapat
ditingkatkan. Berikut ini adalah beberapa ketentuan untuk dapat melakukan usaha budidaya dengan baik:
a. Pemilihan tempat dan kondisi lingkungan didasarkan pada jenis tanah, kualitas dan kuantitas air serta temperatur air.
b. Perencanaan usaha budidaya ikan meliputi ukuran unit usaha, penyediaan air dan sistem pengeringan.
c. Perencanaan pembuatan kolam pada ukuran kolam budidaya, bentuk kolam, kedalaman kolam dan bahan pembuatan kolam.
d. Perencanaan metode budidaya didasarkan pada pertimbangan biologis dan ekonomis, cara pengelolaan dan rencana tahunan.
Menurut Ngraho 2007, syarat hidup pembudidayaan ikan lele di kolam diantaranya sebagai berikut:
a. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liatlempung, berlumpur, subur, dan tidak porous melalukan air.
b. Lahan ideal untuk budi daya lele adalah sawah, kecomberan, kolam pekarangan, kolam kebun, dan blumbang.
c. Ikan lele hidup dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah yang tingginya maksimal 700 m dpl.
d. Ketinggian tanah dari permukaan sumber air dan kolam adalah 5-10.
commit to user 11
e. Lokasi untuk pembuatan kolam harus berhubungan langsung atau dekat dengan sumber air dan tidak dekat dengan jalan raya.
f. Lokasi kolam hendaknya di tempat yang teduh tetapi tidak berada di bawah pohon yang daunnya mudah rontok.
g. Pertumbuhan lele optimal pada suhu 20°C atau antara 25-28°C. Anak lele tumbuh baik pada kisaran suhu antara 26-30°C dan suhu ideal
untuk pemijahan 24-28°C. h. Lele dapat hidup dalam perairan agak tenang dan kedalamannya cukup,
sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin oksigen. i. Perairan tidak boleh tercemar oleh bahan kimia, limbah industri,
merkuri, atau mengandung kadar minyak atau bahan yang dapat mematikan ikan.
j. Perairan ideal untuk lele adalah yang banyak mengandung nutrien dan bahan makanan alami, dan bukan perairan yang rawan banjir.
k. Permukaan perairan tidak boleh tertutup rapat oleh sampah atau daun- daunan hidup, seperti enceng gondok.
Cara pembudidayaan lele yang harus dikuasai, juga harus melihat tanda-tanda serangan penyakit dan menanggulanginya secepat dan
secermat mungkin Susanto, 1987. Penyakit yang menyerang ikan budidaya tidak datang begitu saja, melainkan akibat dari interaksi yang
tidak serasi antara tiga komponen utama yaitu lingkungan, ikan dan organisme penyebab penyakit. Beberapa jenis dan sumber penyebab
penyakit adalah jasad patogen virus, parasit, bakteri dan jamur, hama dan lingkungan. Berdasarkan daerah penyerangan penyakit pada tubuh ikan,
terutama penyakit terinfeksi dibagi menjadi 3 yaitu kulit, insang dan organ dalam. Penanggulangan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu jangka pendek metode perendaman, pembilasan, jangka panjang metode pemandian, perlakuan aliran air tetap, jangka waktu tidak
terbatas pengobatan di kolam dengan dosis rendah, penyemprotan pestisida, penyuntikan, dengan cara pengobatan melalui makanan yang
diberikan pada ikan Ghufron dan Kordi, 2004.
commit to user 12
Ikan lele Clarias Barrachus merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang yang makin ke belakang makin pipih,
kepalanya besar dan gepeng. Ikan lele senang hidup di dalam air yang alirannya tidak deras, ikan lele tidak bersisik, tubuhnya licin, mempunyai 4
pasang sungut di sekitar mulutnya dan pada setiap kedua sirip dadanya terdapat taji yang runcing. Taji tersebut, selain sebagai alat untuk
mempertahankan diri, digunakan sebagai alat untuk merayap. Selain itu, sirip perut tidak bersatu dengan sirip dubur Murtidjo, 2001
.
3. Evaluasi Grondlund 1981 mengemukakan bahwa evaluasi didefinisikan
sebagai proses sistematis untuk menentukan sejauh mana tujuan pembelajaran yang dicapai oleh murid. Menurut Wand and Brown 1975
dalam Arifin 1990 mengemukakan bahwa evaluasi bersal dari bahasa inggris evaluation yang berarti mengacu pada suatu tindakan atau proses
untuk menentukan nilai sesuatu. Evaluasi adalah suatu kajian terhadap program pembangunan
dengan fokus perhatian pada hasil dan dampaknya. Evaluasi dapat dilakukan melalui pemantauan, audit lingkungan sosial, investigasi dan
studi lapangan Purba, 2002. Evaluasi program dirancang dari awal untuk melibatkan sebanyak
mungkin dari peserta proyek dalam perancangan, pelaksanaan, dan interpretasi evaluasi tersebut, adalah suatu usaha untuk mencerminkan
sifat sukarela dan orientasi peserta proyek Alderson, 1992. Menurut pengertiannya istilah ”evaluasi” merupakan kegiatan yang
terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk
memperoleh kesimpulan Thoha, 1991. Remmers dan Gage 1943 dalam bukunya “evaluation education”
mengungkapkan bahwa dalam memilih instrumen evaluasi pada dasarnya adalah proses lipat ganda: 1 menentukan mungkin persis seperti apa
commit to user 13
yang akan diukur, dan 2 mendapatkan instrument yang terbaik dalam melakukan pengukuran. Proses ini dapat lebih diringkas oleh kata apa
dan bagaimana. Semua orang yang melakukan evaluasi, terus-menerus harus mempertimbangkan kata-kata ini, dan semua yang tersirat didalam
kata ini. Keakuratan evaluasi terkait erat dengan tujuannya. Perkiraan pengukuran kadang-kadang cukup. Di lain waktu perlu memiliki ukuran
yang setepat dan seakurat mungkin. Evaluasi program adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji
kembali draft atau usulan program yang sudah dirumuskan, bertujuan untuk mengkaji kembali keterandalan program untuk mencapai tujuan
yang diinginkan sesuai dengan pedoman Mardikanto, 1993. Stufflebeam 1971 dalam Mardikanto 1996 mengemukakan bahwa dengan melihat
ketercapaian program akan dapat diketahui tingkat efektifitas dan efisiensi kegiatan yang telah dilaksanakan, untuk segera diambil langkah-langkah
guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan seperti yang dikehendaki.
McNamara 2010 mengungkapkan beberapa alasan mengapa perlu dilakukan evaluasi program, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Memahami dampak jasa pelayanan pada pelanggan atau klien. b. Evaluasi dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program
untuk meningkatkan program. c. Evaluasi dapat memverifikasi program jika program sungguh
dijalankan seperti awal mula direncanakan. d. Memudahkan manajemen berpikir tentang keseluruhan dari program,
mencakup tujuannya, bagaimana cara menuju tujuan tersebut dan bagaimana cara mengetahui jika tujuan telah tercapai atau belum.
e. Menghasilkan data atau memverifikasi hasil yang dapat digunakan untuk hubungan masyarakat dan mempromosikan layanan pada
masyarakat.
commit to user 14
f. Menghasilkan perbandingan yang valid antara program untuk memutuskan mana yang harus ditahan, misal menunggu keputusan
memotong anggaran awal. g. Secara penuh menguji dan menguraikan program efektif untuk
diduplikasi di tempat lain. Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif dan
fungsi sumatif. Fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan program, orang, produk.
Fungsi sumatif, evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi, evaluasi hendaknya membantu pengembangan,
implementasi, kebutuhan suatu program, perkembangbiakan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan
dukungan dari mereka yang terlibat Tayibnapis, 2000. Kerangka pikir Context Input Process Product membentuk cara
pandang kegiatan yang bersifat menyeluruh dan lengkap. CIPP dapat digunakan untuk perbaikan maupun untuk Cara ini sangat tepat bagi
kegiatan evaluasi yang seharusnya tidak hanya memusatkan sasaran pada beberapa bagian program yang dipandang sangat penting YIS, 1999.
Stufflebeam 1973 dalam Tayibnapis 2000 membagi evaluasi menjadi empat macam, yaitu:
a. Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang
akan dicapai oleh program dan memutuskan tujuan program. b. Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur
keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan.
Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. c. Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses
untuk membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan. Apa yang harus direvisi. Bagaimana
commit to user 15
pertanyaan tersebut terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol dan diperbaiki.
d. Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa yang dilakukan setelah program
berjalan. Model konsep CIPP mewakili evaluasi dari suatu kesatuan konteks,
masukan, proses, dan produk. Evaluasi context menilai kebutuhan, permasalahan, asset, peluang. Evaluasi input masukan menilai alternatif
pendekatan, rencana tindakan, rencana susunan kepegawaian, dan mengatur kelayakan pembelanjaan. Evaluasi input masukan menilai
alokasi sumber daya, menugaskan staff, penjadwalan pekerjaan,. Evaluasi process
proses menilai implementasi rencana dan menginterpretasikan hasil. Evaluasi Product hasil mengidentifikasi dan menilai hasil yang
diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka panjang, Stufflebeam, 2003.
B. Kerangka Berpikir