EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN ”KAMPUNG LELE” DENGAN MODEL CIPP (CONTEXT, INPUT, PROCESS, PRODUCT) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI

(1)

commit to user

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN

”KAMPUNG LELE” DENGAN MODEL CIPP (CONTEXT, INPUT,

PROCESS, PRODUCT) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI

SKRIPSI

Oleh:

Ivan Beny Mustofa H 0406049

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

(3)

commit to user

i

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN

”KAMPUNG LELE” DENGAN MODEL CIPP (CONTEXT, INPUT,

PROCESS, PRODUCT) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Oleh:

Ivan Beny Mustofa H 0406049

Dosen Pembimbing

1. D. Padmaningrum, SP, MSi

2. Arip Wijianto, SP, MSi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(4)

commit to user

ii

HALAMAN PENGESAHAN

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN

”KAMPUNG LELE” DENGAN MODEL CIPP (CONTEXT, INPUT,

PROCESS, PRODUCT) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI

Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Ivan Beny Mustofa

H 0406049

Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Pada tanggal: 14 April 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji Ketua

D. Padmaningrum, SP, MSi. NIP. 19720915 199702 2 001

Anggota I

Arip Wijianto, SP, MSi. NIP. 19771226 200501 1 002

Anggota II

Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD. NIP. 19490320 197611 1 001

Surakarta, April 2011 Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS. NIP. 19551217 198203 1 003


(5)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis diberikan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Program Pengembangan Kawasan Minapolitan ”Kampung Lele” Dengan Model Cipp (Context, Input, Process, Product) Di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit

Kabupaten Boyolali”. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Ir Kusnandar, MSi selaku Ketua Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta serta selaku pembimbing utama dalam penulisan skripsi.

4. Arip Wijianto, SP, MSi selaku pembimbing pendamping dalam penulisan skripsi.

5. Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan guna perbaikan skripsi penulis.

6. Bapak Ketut dan seluruh karyawan Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kemudahan dalam menyelesaikan administrasi penulisan skripsi.

7. Kepala Bappeda dan Kesbangpolinmas Kabupaten Boyolali yang telah mempermudah perijinan pengumpulan data.

8. Kepala Desa Tegalrejo dan Camat Kecamatan Sawit yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di Desa Tegalrejo.

9. Penyuluh di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit yang telah membantu mempermudah pengumpulan data.


(6)

commit to user

iv

11.Kedua orang tua penulis, Ibu Hj. Tumsiyah dan Bapak H. Surono, serta Kyai Nur Khotib terimakasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan penulis. 12.Teman-teman Pondok Pesantren Mahasiswa Roudhotut Tholibin,

teman-teman di Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, terimakasih atas bantuan dan dukungan serta persahabatan yang telah diberikan kepada penulis. 13.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan, yang telah

membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Surakarta, April 2011


(7)

commit to user

v DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

RINGKASAN ... xi

SUMMARY ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 5

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Kerangka Berfikir ... 15

C. Hipotesis... 18

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 18

III.METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 24

B. Metode Penentuan Lokasi ... 24

C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

D. Sumber Data ... 26

E. Teknik Pengumpulan Data ... 26

F. Metode Analisis Data ... 26

IV.KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Alam ... 29


(8)

commit to user

vi

B. Keadaan Penduduk ... 30

C. Keadaan Sarana Perekonomian ... 36

D. Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo... 37

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden ... 45

B. Evaluasi Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 46

1. Aspek Konteks (Context) ... 46

a. Permasalahan ... 46

b. Kebutuhan akan adanya program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo .... 49

c. Asset yang mendukung program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 51

d. Peluang terkait program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 53

2. Aspek Input ... 57

a. Organisasi Pendukung... 57

b. Motivasi petani ikan mengikuti program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo .... 57

c. Fasilitator ... 58

d. Anggaran ... 59

3. Aspek Proses (Process) ... 61

a. Survei Lokasi ... 61

b. Kegiatan program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 62

c. Kegiatan fasilitasi petani ikan dalam program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 69

4. Aspek Produk (Product) ... 73

VI.KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA


(9)

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Luas Lahan Desa Tegalrejo menurut Penggunaan Tanah ... 29 Tabel 2 Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Jenis Kelamin .... 31 Tabel 3 Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Kelompok

Umur ... 32 Tabel 4 Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 34 Tabel 5 Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Mata

Pencaharian ... 35 Tabel 6 Sarana Perekonomian di Desa Tegalrejo ... 37 Tabel 7 Distribusi Responden Petani ikan Berdasarkan Umur, Jenis

Kelamin dan Tingkat Pendidikan ... 45 Tabel 8 Permasalahan Dari Kawasan Minapolitan “Kampung Lele”

Desa Tegalrejo ... 47 Tabel 9 Kebutuhan Dari Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa

Tegalrejo ... 49 Tabel 10 Asset Dari Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa

Tegalrejo ... 52 Tabel 11 Peluang Pengembangan Dari Kawasan Minapolitan “Kampung

Lele” Desa Tegalrejo ... 54 Tabel 12 Hasil Evaluasi Aspek Context Program Pengembangan Kawasan

Minapolitan “Kampung Lele Di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali ... 56 Tabel 13 Distribusi Responden Petani Ikan Berdasarkan Motivasi

Mengikuti Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 58 Tabel 14Hasil Evaluasi Aspek Input Program Pengembangan Kawasan

Minapolitan “Kampung Lele Di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali ... 60 Tabel 15 Fasilitasi Petani Ikan dalam Program Pengembangan Kawasan

Minapolitan “Kampung Lele Di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali ... 69 Tabel 16 Hasil Evaluasi Aspek Process Program Pengembangan

Kawasan Minapolitan “Kampung Lele Di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali ... 72


(10)

commit to user

viii

Tabel 17 Parameter Efektifitas Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo ... 73 Tabel 18 Distribusi Jawaban Responden ... 76 Tabel 19 Hasil Analisis Uji Beda ... 77 Tabel 20 Matrikulasi Aspek CIPP Program Pengembangan Kawasan

Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali ... 78


(11)

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Skema Kerangka Berfikir Evaluasi Program Pengembangan Kawasan Minapolitan ”Kampung Lele” Di Desa Tegalrejo dengan Model CIPP ... 18 Gambar 2 Alur Budidaya Ikan Lele ... 39 Gambar 3 Sistem Agribisnis ... 40 Gambar 4 Peta Struktur Tata Ruang Kawasan Minapolitan “Kampung

Lele” Kabupaten Boyolali ... 41 Gambar 5 Pelaksanaan Program Pengembangan Kawasan Minapolitan

”Kampung Lele” Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali ... 42


(12)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kuisisoner Penelitian ... 87

Lampiran 2 Data Jumlah Sampel dan Identitas responden ... 92

Lampiran 3 Tabulasi Data ... 94

Lampiran 4 Hasil Analisis Uji Beda Chi Kuadrat ... 101

Lampiran 5 Surat Ijin ... 102

Lampiran 6 Peta Desa Tegalrejo ... 103

Lampiran 7 Foto Penelitian ... 104

Lampiran 8 Analisis Usaha Abon Dan Kulit Lele ... 105

Lampiran 9 Analisis Usaha Budidaya Ikan Lele ... 106

Lampiran 10 Bantuan Peralatan ... 108

Lampiran 11 Sumber Anggaran Pelaksanaan Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele“ Desa Tegalrejo ... 109


(13)

commit to user

xi RINGKASAN

IVAN BENY MUSTOFA, H0406049. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN ”KAMPUNG LELE”

DENGAN MODEL CIPP (CONTEXT INPUT PROCESS PRODUCT) DI

DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI”.

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Di bawah bimbingan D.Padmaningrum, SP, MSi dan Arip Wijianto, SP, MSi.

Pemanfaatan wilayah perairan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia sangat penting untuk menunjang pembangunan nasional. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Salah satu penerapan program tersebut adalah revitalisasi perikanan yang dikembangkan melalui program minapolitan. Di Kabupaten Boyolali program tersebut berupa pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” dilihat dari aspek konteks, input, proses dan produk (CIPP). Evaluasi model ini dapat mendeskripsikan semua unsur yang berperan dalam program tersebut. Metode penelitian ini adalah deskriptif. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purpossive) di Desa Tegalrejo. Pengambilan sampel petani ikan dilakukan dengan sistematic random sampling sebanyak 28 responden. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Aspek CIPP diukur dengan kuisioner dan untuk mengetahui perbedaan pendapat pada aspek product oleh responden digunakan tes satu sampel Chi kuadrat.

Berdasarkan hasil penelitian, aspek context (permasalahan, kebutuhan, aset, peluang) dan aspek input (organisasi pendukung, fasilitator, motivasi, anggaran) mampu mendukung penerapan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo. Aspek process (survei lokasi, pelaksanaan kegiatan dan fasilitasi kegiatan) juga mendukung pelaksanaan program tersebut. Dilihat dari aspek product, sebanyak 86% reponden menyatakan keefektifan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo, namun 14% responden menyatakan program ini tidak efektif. Berdasarkan hasil analisis Chi kuadrat dengan tingkat a 5% menunjukkan bahwa ada perbedaan pendapat oleh responden mengenai efektifitas program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.


(14)

commit to user

xii SUMMARY

IVAN BENY MUSTOFA, H0406049, "AN EVALUATION OF THE DEVELOPMENT PROGRAM IN “KAMPUNG LELE” MINAPOLITAN

AREA, TEGALREJO, SAWIT, BOYOLALI WITH CIPP (CONTEXT

INPUT PROCESS PRODUCT) MODEL". Under the guidance of D. Padmaningtum, SP, MSi. and Arip Wijianto SP, MSi. Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University, Surakarta.

As the largest archipelago country in the world, water territorial in Indonesia plays important role in the national development. Moreover Indonesia government released a program namely “Revitalisasi Pertanian Perikanan Kehutanan (RPPK)”. One of the implementation of this program is the revitalization in fisheries through Minapolitan program. Boyolali applied this program by “Kampung Lele” minapolitan area.

This research aimed to evaluate the development program in “Kampung Lele” minapolitan area in terms of context, input, process and product (CIPP). This model of evaluation can describe all elements of the program. The method of this research is descriptive. The location of this research was chose intentionally (purposive) in Tegalrejo village. The data sampling from the fish farmers was systematic random sampling of 28 respondents. The data used in this research are primary and secondary data. The aspect of CIPP measured with questionnaires and to know the differences opinion of the aspects of product by the respondents, the researcher used Chi square test.

Based on the results of this research, the aspect of context (consists of problems, needs, assets and opportunities) and the aspect of input (consists of supporting organization, facilitators, motivation and budget) were supported the implementation of the development program in “Kampung Lele” minapolitan area in Tegalrejo. This program also supported by the aspect of process (consists of site survey, implementation and facilitation). Based on the aspect of product, about 86% respondents say that the development program of “Kampung Lele” minapolitan area in Tegalrejo was effective, but 14% respondents say that this program was not effective. Based on the results of Chi square analysis with 5% a level show that the respondents has different opinion in the effectiveness of the development program in “Kampung Lele” minapolitan area in Tegalrejo.


(15)

commit to user 1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dimana luas wilayah perairannya lebih besar dari wilayah daratan. Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Riyadi (2004) Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki 18.306 pulau dan dipersatukan oleh laut dengan panjang garis pantai 81.000 km terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Untuk itu, pemanfaatan wilayah perairan secara maksimal dapat memberikan peran yang cukup penting dalam pembangunan nasional. Salah satu sektor yang dapat dikembangkan untuk memaksimalkan wilayah perairan yaitu sektor perikanan. Sektor perikanan memiliki potensi untuk dikembangkan, mengingat semakin bertambahnya jumlah penduduk semakin bertambah pula jumlah permintaan produk perikanan sebagai salah satu bahan makanan.

Menurut Direktur Pemasaran Luar Negeri Departemen Kelautan Perikanan (DKP), Hutagalung (2007) tingkat konsumsi ikan rata-rata penduduk Indonesia pada tahun 1998 sebesar 17 kg/orang/tahun, dan pada tahun 2003 mencapai 23 kg/orang/tahun, sedangkan tahun 2006, tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia mencapai 25,03 kg/tahun. Peningkatan ini perlu adanya perencanaan pembangunan perikanan guna memenuhi konsumsi ikan tersebut. Potensi pengembangan untuk perikanan diantaranya adalah budidaya air laut, budidaya air payau (tambak), budidaya air tawar yang terdiri dari perairan umum (danau, waduk, sungai, dan rawa), kolam air tawar, dan mina padi di sawah.

Salah satu usaha untuk pengembangan perikanan khususnya perikanan darat yaitu dikeluarkannya kebijakan oleh pemerintah pusat melalui program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Program ini bertujuan untuk mengembalikan peran penting dari sektor pertanian, perikanan, dan


(16)

commit to user

kehutanan. Salah satu bagian dari RPPK yaitu revitalisasi perikanan, dengan program minapolitan yang bertujuan untuk mengembangkan suatu kawasan menjadi pusat perikanan.

Program minapolitan dikembangkan di 33 provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah dikembangkan di 2 Kabupaten Boyolali, dan Banyumas. Sesuai hasil pra survei 2009, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali Drh. Dwi Priyatmoko menyatakan bahwa program pengembangan kawasan minapolitan meliputi pengembangan kota tani (desa dengan fasilitas kota) sebagai pusat kegiatan, pusat pelayanan agribisnis, serta desa pemasok bahan baku.

Program pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Boyolali berpusat di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit yang sudah dikenal sebagai “Kampung Lele”. Nama ini diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto pada tahun 2006. Nama “Kampung Lele” sekaligus sebagai nama program pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Boyolali. Dengan adanya program pengembangan kawasan minapolitan tersebut, diharapkan dapat lebih meningkatkan eksistensi “Kampung Lele” di Desa Tegalrejo dan sekitarnya. Selain itu, hasil pra survei 2009 menurut PPL (Petugas Penyuluh Perikanan) Suparman, “Kampung Lele” Desa Tegalrejo juga dijadikan sebagai tempat pembelajaran petani ikan dari luar Desa Tegalrejo maupun dari luar Kecamatan Sawit. Hal ini terlihat dari banyaknya petani ikan dari luar Desa Tegalrejo seperti dari kelompok pembudidaya Kecamatan Banyudono yang mengadakan kunjungan dan studi banding. Walaupun “Kampung Lele” sudah menjadi daerah studi banding namun tetap diperlukan pengembangan lebih lanjut untuk menunjang kemajuan kawasan tersebut.

Program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo memerlukan suatu penilaian terhadap tujuan awal dicanangkannya program ini. Penilaian ini merupakan umpan balik terhadap apa yang telah dilaksanakan, sehingga bisa menjadi bahan koreksi bagi program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Kabupaten Boyolali secara keseluruhan.


(17)

commit to user

Oleh karena itu peneliti mengambil judul Evaluasi Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Dengan Model CIPP Di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Evaluasi dengan menggunakan model CIPP (context, input, process, product) dibanding dengan model lainnya dapat memberikan gambaran program secara keseluruhan mulai dari awal hingga akhir.

B. Perumusan Masalah

Program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani ikan dan potensi daerah dengan mendorong perkembangan sistem dan usaha agribsinis yang berdaya saing, serta berbasis kerakyatan. “Kampung Lele” merupakan daerah khusus budidaya pembesaran dari benih yang berukuran 7-9 cm hingga siap panen. Menurut Ketua Kelompok Tani Karya Mina Utama Darseno, usaha pembesaran ini mengalami kenaikan tiap tahun. Jumlah petani ikan, pada tahun 1998 hanya 15 orang bertambah menjadi 92 orang pada tahun 2006. Namun kenaikan ini belum menunjukan kemandirian “Kampung Lele”. Hal ini karena masih ada beberapa kendala yang dapat mempengaruhi produksi ikan, karena benih ikan yang berukuran 7-9 cm masih didatangkan dari luar daerah seperti Kabupaten Tulungagung Provinsi Jawa Timur.

Kekurangan pasokan benih ikan lele diatasi dengan memasok kebutuhan benih ikan lele dari Desa Tegalrejo. Diharapkan nantinya daerah sekitar “Kampung Lele” yang mempunyai protensi perikanan akan berkembang menjadi daerah perikanan baru. Agar “Kampung Lele” dan daerah sekitarnya dapat berkembang bersama dengan baik diperlukan suatu perencanaan yang matang. Untuk mengetahui perencanaan dengan realisasi di lapang maka perlu adanya suatu evaluasi.

Evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu upaya untuk mengetahui efektifitas komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan supaya program dapat berjalan dengan baik. Evaluasi program sangat bermanfaat


(18)

commit to user

terutama bagi pengambil keputusan karena dengan masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan (Arikunto dan Cepi, 2004).

Salah satu model evaluasi yang bisa diaplikasikan dalam program ini adalah CIPP (Context, Input, Process, Product). Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. Model CIPP dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan (1976) di Ohio State University, CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu: context evaluation (evaluasi terhadap konteks), input evaluation

(evaluasi terhadap masukan), process evaluation (evaluasi terhadap proses), dan

product evaluation (evaluasi terhadap hasil). Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem (Arikunto dan Cepi, 2004). Dengan menggunakan model CIPP dalam penelitian ini, diharapkan dapat membandingkan antara rencana dengan implementasi program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” di Desa Tegalrejo.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo dilihat dari aspek context (konteks)?

2. Bagaimana program pengembangan kawasan minapolitan dilihat dari aspek

input (masukan)?

3. Bagaimana program pengembangan kawasan minapolitan dilihat dari aspek

process (proses)?

4. Bagaimana program pengembangan kawasan minapolitan dilihat dari aspek


(19)

commit to user

5. Apakah ada perbedaan pendapat oleh responden mengenai efektifitas program pengembangan kawasan minapolitan berdasarkan parameter dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengevaluasi program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung

Lele” Desa Tegalrejo dari aspek context (konteks) antara standar dengan realita.

2. Mengevaluasi program pengembangan kawasan minapolitan dari aspek input

(masukan) antara standar dengan realita.

3. Mengevaluasi program pengembangan kawasan minapolitan dari aspek

process (proses) antara standar dengan realita.

4. Mengevaluasi program pengembangan kawasan minapolitan dari aspek

product (hasil) anatara standar dengan realita.

5. Mengetahui apakah ada perbedaan pendapat oleh responden mengenai efektifitas program pengembangan kawasan minapolitan berdasarkan parameter dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi pemerintah dan instansi terkait.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk menentukan kebijakan yang terkait dengan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.


(20)

commit to user 3. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk kajian penelitian sejenis.

4. Bagi petani ikan

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan informasi dan pemecahan masalah di “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.


(21)

commit to user

7

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembangunan Sektor Perikanan

Perikanan sebenarnya berasal dari bahasa Inggris aquaculture (aqua= perairan; culture= budidaya) dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi budidaya perairan atau budidaya perikanan. Akuakultur (perikanan) adalah kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Oleh karena itu, perikanan dapat didefinisikan sebagai campur tangan (upaya-upaya) manusia untuk meningkatkan produktivitas perairan melalui kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya yang dimaksud adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak (reproduksi), menumbuhkan (growth), serta meningkatkan mutu biota akuatik sehingga diperoleh keuntungan secara ekonomi (Effendi, 2004).

Produk perikanan merupakan salah satu andalan utama sumber pangan dan gizi bagi masyarakat. Ikan sebagai “functional food” mempunyai arti penting bagi kesehatan karena mengandung asam lemak tidak jenuh berantai panjang (terutama yang tergolong asam lemak omega-3), vitamin, serta makro dan mikro mineral (Heruwati, 2002).

Sebagai negara kepulauan yang besar, dengan pulau-pulau seluas 735.000 mil persegi yang mempunyai potensi perairan darat yang besar dan luas lautan empat kali luas daratan, maka pada hakikatnya Indonesia adalah negara perikanan yang besar. Hasil tangkapan tahun 1971 adalah 1,2 juta ton ikan dimana 40% dari tangkapan total adalah hasil perikanan darat (Ilyas, 1971). Produksi akuakultur Indonesia pada tahun 2000 mencapai 994.000 ton dengan nilai sebesar US$ 2,268 juta. Produksi akuakultur berada pada urutan ke-5 dunia setelah Cina, India, Jepang dan Filipina (Effendi, 2004).

Arti ekonomis dari perikanan sangat penting terutama di Negara-negara Asia Tenggara kalau diukur dari sumbangannya pada indikator


(22)

commit to user

ekonomi seperti Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik Bruto (PDB) dari kesempatan kerja, dari pendapatan devisa dan dari penggantian impor. Kesempatan kerja pada usaha perikanan cukup besar dan sebagai contoh dapat memberi nafkah kepada lebih dari satu juta orang, seperti di Indonesia atau 5% dari tenaga kerja seperti di Negara Vietnam dan Taiwan (Marr, 1987).

Berdasarkan pada kondisi pembangunan perikanan budidaya sampai saat ini, dapat diidentifikasi permasalahan pokok pembangunan budidaya ke depan baik kendala internal maupun eksternal yang secara bertahap dan terus menerus harus dipecahkan. Menurut Gustiano, Eni, dan Tri Heru, (2005) Kendala internal yang yang masih akan menghambat dan harus dijawab melalui pelaksanaan pembangunan perikanan budidaya ke depan adalah:

a. Teknologi pembenihan dan pembesaran untuk beberapa komoditas belum sepenuhnya dikuasai.

b. Infrastruktur untuk pembudidayaan masih belum merata.

c. Mutu sarana produksi dan produktivitas usaha budidaya masih rendah. d. Pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan belum terintegrasi.

e. Lemahnya kelembagaan kelompok pembudidaya

Menurut Koeshendrajana dkk. (2004), pembangunan perikanan perlu memecahkan berbagai permasalahan yang ada melalui pembangunan berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan mengandung pengertian secara garis besar dalam kontek perikanan budidaya adalah sebagai berikut:

a. Terjaminnya keamanan pangan bagi penduduk dunia.

b. Terciptanya suatu operasional kegiatan pembudidayaan ikan serta pengolahannya yang bersifat kompetitif dan menguntungkan.

c. Terjaminnya keberlanjutan sumberdaya yang dapat mendukung kegiatan perikanan dalam jangka panjang.

d. Terpeliharanya tingkat kesehatan dan kesatuan ekosistem pada sumberdaya tersebut untuk pemanfaat (uses) dan pengguna (users) yang


(23)

commit to user

lain, termasuk didalamnya keanekaragaman hayati, ilmu pengetahuan, nilai intrinsik dan kegunaan ekonomi lainnya seperti pariwisata dan rekreasi.

Perubahan paradigma pembangunan kelautan dan perikanan yang dilakukan DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) adalah perlunya keseimbangan dalam pendekatan Resource Based Development (RBD) dengan Social Based Development (SBD). RBD adalah pembangunan berorientasi pada pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya, sedang SBD adalah pembangunan yang berorientasi pada masyarakat (Nasution dkk., 2004). Keberhasilan dalam pemberdayaan masyarakat dalam konteks pembangunan antara lain bermakna bahwa suatu masyarakat tersebut menjadi bagian dari pelaku pembangunan itu sendiri (Nasution, Tjahjo Tri, dan Sastrawidjaja, 2008).

Salah satu konsep pembangunan perikanan berkelanjutan yang ada di Kabupaten Boyolali adalah program minapolitan. Pembangunan perikanan melalui program minapolitan merupakan salah satu upaya dalam mempercepat proses pembangunan di sektor perikanan. Pengembangan minapolitan merupakan pembangunan agribisnis yang terintegrasi dengan pembangunan wilayah, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan melalui pengembangan agribisnis (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, 2008a).

2. Minapolitan “Kampung Lele”

Minapolitan terdiri dari kata mina dan politan (polis). Mina berarti perikanan dan politan berarti kota. Minapolitan adalah kota perikanan yang tumbuh dan berkembang dengan sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik kegiatan pembangunan perikanan (agribisnis) di wilayah sekitarnya (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali, 2008b).

Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali (2009), pengertian mengenai kawasan minapolitan adalah kota


(24)

commit to user

perikanan yang direncanakan mampu tumbuh dan berkembang sejalan dengan komoditas unggulan dan usaha agribisnis yang dikembangkan. Konsep minapolitan (kota dengan basis ekonomi sektor perikanan) merupakan salah satu upaya meningkatkan percepatan pembangunan pada desa-desa pusat pertumbuhan.

Menurut Marr (1987), peningkatan produksi ikan dapat dicapai dengan metode ekstensif dan intensif. Belajar dari pengalaman terlihat bahwa demi peningkatan produksi ikan dengan metode intensif lebih berhasil dibandingkan dengan budidaya secara ekstensif. Budidaya secara intensif lebih menguntungkan karena lahan sempit, kualitas dan kuantitas air dapat terjaga. Selain itu, ikan mempunyai pertumbuhan yang cepat, waktu pemeliharaan akan lebih singkat dan frekuensi budidaya dapat ditingkatkan. Berikut ini adalah beberapa ketentuan untuk dapat melakukan usaha budidaya dengan baik:

a. Pemilihan tempat dan kondisi lingkungan didasarkan pada jenis tanah, kualitas dan kuantitas air serta temperatur air.

b. Perencanaan usaha budidaya ikan meliputi ukuran unit usaha, penyediaan air dan sistem pengeringan.

c. Perencanaan pembuatan kolam pada ukuran kolam budidaya, bentuk kolam, kedalaman kolam dan bahan pembuatan kolam.

d. Perencanaan metode budidaya didasarkan pada pertimbangan biologis dan ekonomis, cara pengelolaan dan rencana tahunan.

Menurut Ngraho (2007), syarat hidup pembudidayaan ikan lele di kolam diantaranya sebagai berikut:

a. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, berlumpur, subur, dan tidak porous (melalukan air). b. Lahan ideal untuk budi daya lele adalah sawah, kecomberan, kolam

pekarangan, kolam kebun, dan blumbang.

c. Ikan lele hidup dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah yang tingginya maksimal 700 m dpl.


(25)

commit to user

e. Lokasi untuk pembuatan kolam harus berhubungan langsung atau dekat dengan sumber air dan tidak dekat dengan jalan raya.

f. Lokasi kolam hendaknya di tempat yang teduh tetapi tidak berada di bawah pohon yang daunnya mudah rontok.

g. Pertumbuhan lele optimal pada suhu 20°C atau antara 25-28°C. Anak lele tumbuh baik pada kisaran suhu antara 26-30°C dan suhu ideal untuk pemijahan 24-28°C.

h. Lele dapat hidup dalam perairan agak tenang dan kedalamannya cukup, sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin oksigen.

i. Perairan tidak boleh tercemar oleh bahan kimia, limbah industri, merkuri, atau mengandung kadar minyak atau bahan yang dapat mematikan ikan.

j. Perairan ideal untuk lele adalah yang banyak mengandung nutrien dan bahan makanan alami, dan bukan perairan yang rawan banjir.

k. Permukaan perairan tidak boleh tertutup rapat oleh sampah atau daun-daunan hidup, seperti enceng gondok.

Cara pembudidayaan lele yang harus dikuasai, juga harus melihat tanda-tanda serangan penyakit dan menanggulanginya secepat dan secermat mungkin (Susanto, 1987). Penyakit yang menyerang ikan budidaya tidak datang begitu saja, melainkan akibat dari interaksi yang tidak serasi antara tiga komponen utama yaitu lingkungan, ikan dan organisme penyebab penyakit. Beberapa jenis dan sumber penyebab penyakit adalah jasad patogen (virus, parasit, bakteri dan jamur), hama dan lingkungan. Berdasarkan daerah penyerangan penyakit pada tubuh ikan, terutama penyakit terinfeksi dibagi menjadi 3 yaitu kulit, insang dan organ dalam. Penanggulangan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu jangka pendek (metode perendaman, pembilasan), jangka panjang (metode pemandian, perlakuan aliran air tetap), jangka waktu tidak terbatas (pengobatan di kolam dengan dosis rendah), penyemprotan (pestisida), penyuntikan, dengan cara pengobatan melalui makanan yang diberikan pada ikan (Ghufron dan Kordi, 2004).


(26)

commit to user

Ikan lele (Clarias Barrachus) merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang yang makin ke belakang makin pipih, kepalanya besar dan gepeng. Ikan lele senang hidup di dalam air yang alirannya tidak deras, ikan lele tidak bersisik, tubuhnya licin, mempunyai 4 pasang sungut di sekitar mulutnya dan pada setiap kedua sirip dadanya terdapat taji yang runcing. Taji tersebut, selain sebagai alat untuk mempertahankan diri, digunakan sebagai alat untuk merayap. Selain itu, sirip perut tidak bersatu dengan sirip dubur (Murtidjo, 2001).

3. Evaluasi

Grondlund (1981) mengemukakan bahwa evaluasi didefinisikan sebagai proses sistematis untuk menentukan sejauh mana tujuan pembelajaran yang dicapai oleh murid. Menurut Wand and Brown (1975) dalam Arifin (1990) mengemukakan bahwa evaluasi bersal dari bahasa inggris evaluation yang berarti mengacu pada suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu.

Evaluasi adalah suatu kajian terhadap program pembangunan dengan fokus perhatian pada hasil dan dampaknya. Evaluasi dapat dilakukan melalui pemantauan, audit lingkungan sosial, investigasi dan studi lapangan (Purba, 2002).

Evaluasi program dirancang dari awal untuk melibatkan sebanyak mungkin dari peserta proyek dalam perancangan, pelaksanaan, dan interpretasi evaluasi tersebut, adalah suatu usaha untuk mencerminkan sifat sukarela dan orientasi peserta proyek (Alderson, 1992).

Menurut pengertiannya istilah ”evaluasi” merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan (Thoha, 1991).

Remmers dan Gage (1943) dalam bukunya “evaluation education” mengungkapkan bahwa dalam memilih instrumen evaluasi pada dasarnya adalah proses lipat ganda: (1) menentukan mungkin persis seperti apa


(27)

commit to user

yang akan diukur, dan (2) mendapatkan instrument yang terbaik dalam melakukan pengukuran. Proses ini dapat lebih diringkas oleh kata "apa" dan "bagaimana". Semua orang yang melakukan evaluasi, terus-menerus harus mempertimbangkan kata-kata ini, dan semua yang tersirat didalam kata ini. Keakuratan evaluasi terkait erat dengan tujuannya. Perkiraan pengukuran kadang-kadang cukup. Di lain waktu perlu memiliki ukuran yang setepat dan seakurat mungkin.

Evaluasi program adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji kembali draft atau usulan program yang sudah dirumuskan, bertujuan untuk mengkaji kembali keterandalan program untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan pedoman (Mardikanto, 1993). Stufflebeam (1971) dalam Mardikanto (1996) mengemukakan bahwa dengan melihat ketercapaian program akan dapat diketahui tingkat efektifitas dan efisiensi kegiatan yang telah dilaksanakan, untuk segera diambil langkah-langkah guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan seperti yang dikehendaki.

McNamara (2010) mengungkapkan beberapa alasan mengapa perlu dilakukan evaluasi program, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Memahami dampak jasa pelayanan pada pelanggan atau klien.

b. Evaluasi dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program untuk meningkatkan program.

c. Evaluasi dapat memverifikasi program jika program sungguh dijalankan seperti awal mula direncanakan.

d. Memudahkan manajemen berpikir tentang keseluruhan dari program, mencakup tujuannya, bagaimana cara menuju tujuan tersebut dan bagaimana cara mengetahui jika tujuan telah tercapai atau belum. e. Menghasilkan data atau memverifikasi hasil yang dapat digunakan

untuk hubungan masyarakat dan mempromosikan layanan pada masyarakat.


(28)

commit to user

f. Menghasilkan perbandingan yang valid antara program untuk memutuskan mana yang harus ditahan, misal menunggu keputusan memotong anggaran awal.

g. Secara penuh menguji dan menguraikan program efektif untuk diduplikasi di tempat lain.

Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk). Fungsi sumatif, evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi, evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perkembangbiakan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat (Tayibnapis, 2000).

Kerangka pikir Context Input Process Product membentuk cara pandang kegiatan yang bersifat menyeluruh dan lengkap. CIPP dapat digunakan untuk perbaikan maupun untuk Cara ini sangat tepat bagi kegiatan evaluasi yang seharusnya tidak hanya memusatkan sasaran pada beberapa bagian program yang dipandang sangat penting (YIS, 1999). Stufflebeam (1973) dalam Tayibnapis (2000) membagi evaluasi menjadi empat macam, yaitu:

a. Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan memutuskan tujuan program.

b. Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.

c. Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan. Apa yang harus direvisi. Bagaimana


(29)

commit to user

pertanyaan tersebut terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol dan diperbaiki.

d. Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa yang dilakukan setelah program berjalan.

Model konsep CIPP mewakili evaluasi dari suatu kesatuan konteks, masukan, proses, dan produk. Evaluasi context menilai kebutuhan, permasalahan, asset, peluang. Evaluasi input (masukan) menilai alternatif pendekatan, rencana tindakan, rencana susunan kepegawaian, dan mengatur kelayakan pembelanjaan. Evaluasi input (masukan) menilai alokasi sumber daya, menugaskan staff, penjadwalan pekerjaan,. Evaluasi process (proses) menilai implementasi rencana dan menginterpretasikan hasil. Evaluasi Product (hasil) mengidentifikasi dan menilai hasil yang diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka panjang, (Stufflebeam, 2003).

B. Kerangka Berpikir

Pembangunan perikanan merupakan usaha meningkatkan penyediaan bahan pangan dan gizi. Salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan gizi terutama protein hewani adalah produk perikanan. Cara yang bisa menjawab tuntutan akan pemenuhan kebutuhan protein hewani adalah dengan mengembangkan usaha budidaya ikan di kolam seperti ikan bandeng, gurame dan lele.

Ikan lele sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan protein hewani juga tidak terlepas dari tuntutan peningkatan produksi dan kontinuitas produk ikan lele. Namun peningkatan produksi tidak lepas dari berbagai kendala baik fisik maupun non fisik. Kendala fisik diantaranya masalah ketersediaan air, serangan hama dan penyakit, kurangnya modal dan kendala fisik lainnya. Selain itu, adanya kendala non fisik seperti tingkat pengetahuan dan ketrampilan petani ikan dalam budidaya, pengendalian hama dan penyakit


(30)

commit to user

ikan lele. Adanya kendala fisik dan non fisik perlu untuk dicari pemecahannya.

Program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo merupakan suatu kegiatan terencana yang diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan yang ada dalam proses budidaya ikan lele. Selain itu, adanya program ini juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan petani ikan dalam kerja sama, baik dengan sesama petani ikan maupun dengan pihak lain seperti pemerintah dan swasta.

Pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” tahun 2009-2014 perlu diikuti adanya suatu evaluasi, sehingga dapat diketahui antara rencana dengan realisasi yang ada. Peneliti mengambil evaluasi program di tahun 2009. Evaluasi ini termasuk on-going evaluation, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan itu masih/sedang dilaksanakan.

Model evaluasi yang digunakan adalah model evaluasi CIPP. Aspek context yang dievaluasi adalah: (1) kebutuhan akan adanya program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo, (2) permasalahan yang dihadapi petani, (3) asset yang mendukung program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo, dan (4) peluang terkait program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

Evaluasi input (masukan) menilai alternatif pendekatan, rencana tindakan, rencana susunan kepegawaian, dan mengatur kelayakan pembelanjaan dan potensi keefektifan anggaran untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditargetkan dalam mencapai tujuan. Aspek input program minapolitan yang di evaluasi yaitu (1) organisasi pendukung, (2) motivasi petani ikan mengikuti program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo, 3) fasilitator, 4) anggaran.

Process merupakan pelaksanaan beragam mekanisme kerja program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo bagi pencapaian tujuan. Aspek process program minapolitan yang dievaluasi


(31)

commit to user

adalah (1) survei lokasi, (2) kegiatan program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo, (3) kegiatan fasilitasi petani ikan dalam program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo

Product merupakan hasil dari proses kegiatan program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo yang menggambarkan tingkat efektifitasnya. Indikator dari keberhasilan program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo menggunakan parameter dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali yaitu: (1) peningkatan pendapatan petani ikan, (2) peningkatan produksi perikanan dan kegiatan lainnya misal peningkatan produksi hasil olahan ikan, (3) peningkatan sektor pendukung dari kegiatan budidaya perikanan seperti pembenihan ikan, (4) peningkatan produktivitas lahan melalui alternatif sistem budidaya yang dilakukan dengan tanaman hortikultura, penambahan alternatif jenis ikan (gurame dan nila), (5) peningkatan investasi baik dari petani ikan, swasta, dan pemerintah, (6) peningkatan kelembagaan pembudidaya ikan yang dapat dilihat dari adanya peningkatan kemampuan petani ikan dalam menyusun usaha yang berorientasi pasar dan ramah lingkungan, (7) terciptanya sistem kemitraan yang produktif serta mampu memperoleh keuntungan yang memadai

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat suatu kerangka berpikir dari penelitian ini yaitu pada gambar 1:


(32)

commit to user

Gambar.1 Skema Kerangka Berfikir Evaluasi Program Pengembangan Kawasan Minapolitan ”Kampung Lele” dengan Model CIPP (Context Input Process Product) di Desa Tegalrejo

C. Hipotesis

Ada perbedaan pendapat oleh responden mengenai efektifitas program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo berdasarkan parameter dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Evaluasi program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” lewat model CIPP adalah penilaian suatu program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” dilihat dari aspek context, input, process, dan product:

1. Aspek Context, merupakan deskripsi rinci mengenai permasalahan, kebutuhan, asset, dan peluang dari ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo sebagai kawasan minapolitan, meliputi:

Evaluasi Program Pengembangan Kawasan Minapolitan ”Kampung Lele” dengan Model CIPP

Input Program 1.Organisasi pendukung 2.Motivasi 3.Fasilitator 4.Anggaran Context Program 1. Permasalahan 2. Kebutuhan 3. Asset 4. Peluang Product Program

1. Peningkatan pendapatan petani ikan.

2. Peningkatan produksi 3. Timbul sektor pendukung 4. Peningkatan produktivitas

lahan.

5. Peningkatan investasi baik dari petani ikan, swasta, dan pemerintah

6. Peningkatan kelembagaan 7. Tercipta sistem kemitraan

Process Program

1.Survei lokasi 2.Kegiatan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” 3.Kegiatan

fasilitasi petani ikan dalam program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”


(33)

commit to user

a. Permasalahan yaitu kesenjangan yang dirasakan oleh petani ikan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan sebenarnya di Desa Tegalrejo sebelum ada program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”. Permasalahan diukur dengan pendapat responden mengenai ada tidaknya permasalahan dalam pengembangan perikanan di Desa Tegalrejo.

b. Kebutuhan terhadap program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” yaitu kebutuhan petani ikan yang diperlukan dalam kegiatan budidaya ikan lele di Desa Tegalrejo sebelum ada program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”. Kebutuhan diukur dengan pendapat responden mengenai perlu tidaknya pemenuhan kebutuhan dalam pengembangan perikanan di Desa Tegalrejo.

c. Asset yaitu modal yang tersedia dan mendukung kegiatan budidaya ikan lele, dilihat dari kondisi letak geografis, ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di Desa Tegalrejo sebelum ada program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”. Asset diukur dengan pendapat responden mengenai ada tidaknya asset yang mendukung dalam pengembangan perikanan di Desa Tegalrejo.

d. Peluang yaitu suatu kesempatan yang berasal dari dalam maupun dari luar Desa Tegalrejo berkaitan dengan pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo sebelum ada program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”. Peluang diukur dengan ada tidaknya peluang dalam pengembangan perikanan di Desa Tegalrejo.

2. Aspek Input yaitu suatu rencana tindakan, rencana susunan kepegawaian, dan pengaturan kelayakan pembelanjaan yang menjadi dasar dan kelengkapan untuk terselenggaranya proses dan mekanisme kerja bagi tercapainya tujuan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” di Desa Tegalrejo, meliputi:


(34)

commit to user

a. Organisasi pendukung kegiatan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” yaitu lembaga-lembaga yang ikut serta melaksanakan kegiatan nyata pada program ini. Organisasi pendukung diukur dengan pendapat responden mengenai ada tidaknya organisasi ini dalam pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

b. Motivasi adalah keinginan atau dorongan dari diri petani ikan yang menyebabkan untuk mengkuti program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” di Desa Tegalrejo. Motivasi diukur dengan menggunakan pernyataan-pernyataan yang menggambarkan motivasi petani ikan dengan pilihan sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Motivasi responden dikategorikan menjadi sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Kemudian disimpulkan mendukung tidaknya motivasi petani ikan dalam pelaksanaan program (lampiran 1).

c. Fasilitator yaitu seseorang yang membantu petani ikan dengan memberi pengetahuan, petunjuk atau arahan dalam menyelesaikan masalahnya. Fasilitator diukur dari ada tidaknya fasilitator dalam kegiatan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

d. Anggaran yaitu sumber-sumber pembiayaan bagi kegiatan-kegiatan yang terkait dengan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” yang ada di Desa Tegalrejo. Anggaran diukur dari ada tidaknya anggaran dalam pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo

3. Aspek Process, merupakan pelaksanaan beragam mekanisme kerja program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo. Pelaksanaan kegiatan meliputi:

a. Survei lokasi yaitu kegiatan pengamatan lokasi di Desa Tegalrejo guna memperoleh data yang terkait dengan program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo, diukur dari:


(35)

commit to user

1) Ada tidaknya pelaksanaan kegiatan 2) Bentukkegiatan

3) Kendala yang dihadapi 4) Hasil kegiatan

b. Kegiatan program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo yaitu kegiatan yang dilakukan oleh organisasi pendukung dalam pengembangan perikanan di ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo, diukur dari:

1) Ada tidaknya pelaksanaan kegiatan 2) Bentukkegiatan

3) Kendala yang dihadapi 4) Hasil kegiatan

c. Kegiatan fasilitasi petani ikan dalam program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” di Desa Tegalrejo yaitu kegiatan fasilitasi pada petani ikan yang dilakukan oleh fasilitator dalam pengembangan perikanan di ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo. Kegiatan fasilitasi diukur dari ada tidaknya bantuan yang diberikan kepada petani ikan dalam kegiatan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” di Desa Tegalrejo.

4. Aspek product, merupakan hasil dari proses kegiatan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” di Desa Tegalrejo yang menggambarkan efektifitasnya antara sebelum dan sesudah program dilaksanakan. Efektifitas program ini dapat dikategorikan efektif apabila responden menjawab berhasil pada 5-7 parameter yang ada. Program diakatakan tidak efektif apabila responden menjawab berhasil kurang dari 5 parameter yang ada. Aspek product diukur dengan parameter:

a. Ada tidaknya peningkatan pendapatan/bulan petani ikan. Pendapatan dilihat dari nominal pendapatan/bulan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.


(36)

commit to user

b. Ada tidaknya peningkatan produksi perikanan baik produksi perikanan maupun kegiatan pengolahan hasil (kegiatan yang termasuk didalamnya). Peningkatan produksi dilihat dari jumlah produksi ikan lele segar/panen yang ikan lele olahan/hari antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

c. Ada tidaknya peningkatan sektor pendukung dari kegiatan budidaya perikanan. Peningkatan sektor pendukung dilihat dari ada tidaknya pertumbuhan sektor pendukung kegiatan budidaya ikan lele antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

d. Ada tidaknya peningkatan produktivitas lahan di tepi kolam ikan lele melalui alternatif sistem budidaya yang dilakukan dengan tanaman hortikultura dan produktivitas kolam ikan lele melalui penambahan alternatif jenis ikan (gurame dan nila). Peningkatan produktivitas lahan dilihat dari ada tidaknya pemanfaatan lahan sekitar kolam untuk tanaman hortikultura dan penambahan jenis ikan selain ikan lele antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

e. Ada tidaknya peningkatan investasi dari petani ikan, swasta, dan pemerintah. Peningkatan investasi dilihat dari penambahan penanaman modal baik dari petani ikan, swasta maupun pemerintah dalam kegaitan budidaya ikan lele antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo. Modal dapat berupa fisik (misal: uang, kolam, peralatan) dan non fisik (misal: pelatihan, penyuluhan, seminar).

f. Ada tidaknya peningkatan kelembagaan pembudidaya ikan yang dapat dilihat dari adanya tidaknya peningkatan kemampuan petani ikan dalam menyusun usaha yang berorientasi pasar dan lingkungan. Peningkatan kelembagaan dilihat dari kualitas maupun kuantitas kelembagaan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program


(37)

commit to user

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo. Kualitas kelembagaan dilihat dari kemampuan anggota kelompok merencanakan kegiatan usahatani, kemampuan menaati perjanjian dengan pihak lain, kemampuan meningkatkan hubungan dengan kelompok tani lain, kemampuan memanfaatkan informasi. Secara kuantitas dapat dilihat dari tumbuhnya kelompok tani lain yang bergerak pada kegiatan perikanan.

g. Tercipta tidaknya sistem kemitraan yang produktif serta mampu memperoleh keuntungan yang memadai antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo. Sistem kemitraan dapat dilihat dari adanya jalinan kerjasama dengan mitra dari luar Desa Tegalrejo.


(38)

commit to user

24

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Berdasarkan tujuannya, metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yang bermaksud untuk memberikan uraian mengenai suatu gejala sosial yang diteliti. Peneliti mendeskripsikan suatu gejala berdasarkan pada indikator-indikator yang dijadikan dasar dari ada tidaknya suatu gejala yang diteliti. Selanjutnya, berdasarkan kegunaannya metode dalam penelitian ini adalah metode evaluasi yang bermaksud untuk menilai suatu program, kegiatan atau kebijakan yang ditujukan untuk mengintervensi masyarakat. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan umpan balik agar suatu program, kegiatan atau kebijakan memberikan dampak yang sesuai dengan yang diharapkan (Slamet, 2006).

Evaluasi dalam penelitian ini termasuk dalam on-going evaluation, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan masih/sedang dilaksanakan. Penelitian dilakukan dengan teknik survei, dimana dilakukan dengan cara mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Sofian Effendi, 2006).

B. Metode Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Soffian Effendi, 2006). Daerah yang dipilih adalah di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali dengan pertimbangan bahwa Desa Tegalrejo merupakan salah satu desa yang melaksanakan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”. Selain itu, daerah ini merupakan daerah pembudidayaan ikan lele yang telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto sebagai daerah perikanan dengan nama “Kampung Lele” pada tanggal 7 Juni 2006. Selain


(39)

commit to user

itu, Desa Tegalrejo sudah sampai pada tahap implementasi (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali,2009).

C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah petani ikan yang tergabung dalam kelompok tani Karya Mina Utama di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali yang pernah terkait dengan pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele”.

2. Sampel

Pengambilan sampel petani ikan dilakukan dengan menggunakan metode sampel acak sistematik (sistematic random sampling) berdasar urutan yang tertera pada daftar kelompok tani Karya Mina Utama. Metode ini diambil karena tiap individu dari suatu populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak sebanyak 28 responden. Penentuan jumlah sampel petani ikan responden ditentukan dengan rumus:

Unsur pertama (s) : s Interval sampel (k) :

n N Unsur kedua : s + k dimana :

N : Jumlah populasi atau jumlah petani ikan dalam satu kelompok tani n : Jumlah petani responden yang diambil sebanyak 28 petani ikan Unsur pertama (s) : 1 diperoleh dengan pengambilan secara acak angka

antara 1-5

Interval sampel (k) : ( 96 : 28 ) = 3,4 = 3 Responden kedua : s + k = 1 + 3 = 4

Responden ketiga : 4 + 3 = 7 dan seterusnya

Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini sesuai dengan rumus dapat dilihat pada lampiran 2.


(40)

commit to user

D. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dengan teknik wawancara dengan menggunakan kuisioner.

2. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari instansi pemerintah/lembaga terkait, berupa daftar kelompok tani, monografi wilayah (Desa Tegalrejo), dan data-data yang berkaitan dengan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

E. TeknikPengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode:

1. Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal (Gulo, 2003).

2. Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokemen-dokumen (Susanto, 2006).

3. Pencatatan adalah kegiatan pengumpulan data dengan cara mencatat informasi yang berkaitan dengan penelitian.

4. Observasi adalah pengamatan secara sistematik tentang gejala-gejala yang diamati. Pengamatan dilakukan untuk megetahui keadaan wilayah penelitian (Kriyantono, 2007).

F. Metode Analisis Data

Analisis data penelitian evaluasi program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” dengan model CIPP di Desa Tegalrejo yaitu: 1. Evaluasi context data dianalisis dengan tabulasi frekuensi dan

membandingkan antara pedoman dan teori dengan kegiatan di lapang. 2. Evaluasi input data dianalisis dengan tabulasi frekuensi dan


(41)

commit to user

3. Evaluasi process data dianalisis dengan tabulasi frekuensi dan membandingkan antara pedoman dan teori dengan kegiatan di lapang. 4. Evaluasi product data dianalisis dengan tabulasi frekuensi dan

membandingkan antara pedoman dan teori dengan kegiatan di lapang. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan pendapat oleh responden mengenai efektifitas program, data dianalisis dengan menggunakan tes satu sampel Chi-kuadrat (X2). Pendapat responden dikategorikan menjadi 2 yaitu 1). Berhasil (memenuhi 5-7 parameter), 2) Tidak berhasil (memenuhi kurang dari 5 parameter). Penentuan nilai X2 menggunakan rumus (Siegel, 1997):

Keterangan:

Oi : Banyak kasus yang diamati dalam kategori i

Ei : Banyak kasus yang diharapkan dalam kategori i di bawah H0 ∑ : Penjumlahan semua kategori

Kriteria pengembalian keputusan :

1) Apabila suatu harga X2 hitung ≥ X2 tabel (α = 0,05) tabel maka H0 ditolak, berarti tidak ada perbedaan pendapat oleh responden mengenai efektifitas program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

2) Apabila suatu harga X2 hitung ≤ X2 tebel (α = 0,05) tabel maka H0 ditolak, berarti ada perbedaan pendapat oleh responden mengenai efektifitas program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

Nilai-nilai yang biasa digunakan untuk tingkat a adalah 0,05 dan 0,01. Jika probabilitas yang berkaitan dengan kemunculan harga tertentu yang dihasilkan suatu tes statistik dibawah H0 (yaitu jika H0 benar) adalah

k (Oi – Ei)2 X2 = ∑ ___________________ i=1 Ei


(42)

commit to user

sama dengan atau lebih kecil daripada a, kita menolak H0, dan menerima H1. Penetapan tingkat a bukan merupakan suatu harga mati, sehingga tergantung pihak yang akan menilai (Siegel, 1997; Kriyantono, 2007).


(43)

commit to user

29

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Alam

Desa Tegalrejo terletak di Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali dengan luas wilayah 139,5 ha (hektar). Jarak Desa Tegalrejo dengan kecamatan Sawit yaitu 3 km, sedangkan jarak dengan Ibu Kota Kabupaten 12 km. Batas wilayah Desa Tegalrejo yaitu sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Tlawong

Sebelah Selatan : Desa Janti Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten Sebelah Barat : Desa Doplang

Sebelah Timur : Desa Gombang

Luas wilayah Desa Tegalrejo 139,5 ha (hektar) memiliki potensi yang yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh penduduk untuk berbagai kegiatan. Luas tersebut terdiri dari tahan sawah 80,8 ha (58%) dan tanah kering 58,7 ha (42%). Tata guna lahan menggambarkan sejauh mana penduduk disuatu wilayah dapat mendayagunakan luas lahan yang ada agar lebih bermanfaat bagi penduduk setempat. Tata guna lahan di Desa Tegalrejo dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Luas Lahan Desa Tegalrejo Menurut Penggunaan Tanah

No Jenis Tanah Luas (Ha) Prosentase (%)

1. Tanah

Sawah

a. Irigasi teknis - -

b. Irigasi 1/2 teknis 80,8 58

c. Irigasi Sederhana - -

d. Tadah Hujan - -

Jumlah 80,8 58

2. Tanah

Kering

a.Pekarangan/bangunan 29,2 21

b.Tegal/kebun 23,1 17

c. Lain-lain 6,4 5

Jumlah 58,7 42

Jumlah (1+2) 139,5 100

Sumber: Monografi Desa Tegalrejo tahun 2010

Berdasarkan Tabel 1, lahan sawah yang menggunakan irigasi setengah teknis sebesar 80,8 ha (58%). Hal ini akan memudahkan pengelolaan air untuk usaha taninya. Tanah kering di Desa Tegalrejo luasnya 58,7 ha (42%).


(44)

commit to user

Sebagian besar tanah kering 29,2 ha (21%) digunakan untuk pekarangan atau bangunan, tegal atau kebun sebesar 23,1 ha (17%). Tanah kering tegal atau kebun kebanyakan sudah dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha budidaya perikanan. Sehingga dengan adanya perubahan ini diharapkan dapat menambah penghasilan penduduk apabila dikelola dengan baik.

Desa Tegalrejo berada pada ketinggian 150 mdpl (meter diatas permukaan laut) dengan curah hujan 2297 mm/th (millimeter pertahun). Daerah ini termasuk dalam iklim yang sedikit basah (Golongan C menurut Scmidth Ferguson). Iklim ini artinya kejadian bulan kering lebih sedikit dibanding dengan bulan basah, dengan tujuh bulan basah, dua bulan lembab dan tiga bulan kering. Kondisi tersebut merupakan salah satu pendukung karena kondisi curah hujan akan memberi pasokan air bagi tanah. Sehingga sumur yang ada dapat terjaga persediaan airnya. Persediaan air sumur dapat menunjang kebutuhan air pada budidaya perikanan.

Budidaya perikanan dapat dilakukan pada kawasan yang merupakan dataran rendah dan memiliki ketersediaan air. Wilayah Desa Tegalrejo cocok untuk budidaya ikan lele karena syarat ketinggian tanah untuk pertumbuhan ikan lele adalah kurang dari 700 mdpl dan curah hujannya 1500-2000 mm/th. Selain itu, Desa Tegalrejo memiliki sumber mata air Mungup dan dilewati oleh Sungai Gandul. Potensi tersebut mendukung untuk peningkatan dan pengembangan perikanan.

Kesesuaian kondisi topografi Desa Tegalrejo dengan jenis komoditas perikanan yang akan dikembangkan adalah budidaya jenis ikan lele, karper, tawes dan nila. Kondisi geografi Desa Tegalrejo yang mendukung dengan budidaya perikanan ini sesuai dengan penerapan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele”.

B. Keadaan Penduduk

1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk yang diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin dapat digunakan untuk menghitung sex ratio di desa tersebut. Sex ratio


(45)

commit to user

digunakan untuk mengetahui perbandingan banyaknya penduduk laki-laki dengan perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Dinyatakan dengan banyaknya penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan. Tabel 2 menunjukkan jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Desa Tegalrejo tahun 2010.

Tabel 2. Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Jenis Kelamin

No Umur (tahun) Distribusi

Jiwa (orang) Prosentase (%) 1.

2.

Laki-laki Perempuan

1.739 1.724

50 50

Jumlah 3.463 100

Sumber: Monografi Desa Tegalrejo Tahun 2010

Untuk menghitung sex ratio menggunakan rumus yaitu jumlah penduduk laki dibanding dengan jumlah penduduk perempuan dikalikan 100. Di mana sex ratio Desa Tegalrejo adalah:

SR = x100

perempuan penduduk

laki laki Penduduk

å

å

= 100 724 . 1

739 . 1

x = 100,8 = 101

Berdasarkan data di atas, sex ratio pada data monografi wilayah tahun 2010 adalah 101, yang artinya dalam setiap 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Keadaan ini menggambarkan bahwa jumlah penduduk laki-laki dibandingkan jumlah penduduk perempuan seimbang. Jumlah penduduk yang seimbang dapat disebabkan oleh adanya migrasi, kematian dan kelahiran yang terjadi di desa tersebut.

Apabila angka SR (sex ratio) seimbang, berarti di wilayah tersebut penduduk laki-laki dan perempuan seimbang. Keadaan ini menunjukan tenaga kerja laki-laki dan perempuan tersedia untuk melaksanakan berbagai kegiatan perekonomian dan sosial yang memerlukan tenaga dari keduanya.


(46)

commit to user

Keadaan jumlah penduduk yang seimbang ini dapat mendukung program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo. Hal ini dikarenakan pekerjaan budidaya perikanan dapat dikerjakan oleh tenaga laki-laki dan perempuan. Laki-laki mengerjakan suatu kegiatan yang memerlukan lebih banyak tenaga seperti pembuatan kolam ikan. Perempuan memiliki peran dalam mengusahakan budidaya perikanan yaitu memberikan pakan ikan. Selain itu, perempuan dapat membantu membuat produk olahan ikan lele.

2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Jumlah penduduk yang diklasifikasikan berdasarkan kelompok umur dapat digunakan untuk menghitung Angka Beban Tanggungan (ABT) di Desa Tegalrejo. ABT akan mempengaruhi tingkat perkembangan desa, semakin tinggi ABT maka perkembangan desa akan menjadi lambat. Hal ini dikarenakan penduduk berumur produktif harus menanggung penduduk non produktif yang jumlahnya lebih banyak. Tabel 3 menunjukkan keadaan penduduk Desa Tegalrejo berdasarkan umur.

Tabel 3. Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Kelompok Umur Umur (Tahun) Jumlah Penduduk (orang) Prosentase (%)

0 – 4 5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 > 59 199 247 209 235 194 209 196 210 183 132 77 1.377 6 7 6 7 6 6 6 6 5 4 2 40 Jumlah 3.463 100 Sumber : Monografi Desa Tegalrejo Tahun 2010

Berdasarkan Tabel 3, jumlah penduduk non produktif umur 0-14 tahun dan lebih dari 59 tahun berjumlah 2.032 orang (59%), sedangkan penduduk produktif umur 15-58 tahun berjumlah 1431 (41%). Angka ini digunakan untuk menghitung ABT. ABT adalah angka yang menunjukkan


(47)

commit to user

perbandingan antara jumlah kelompok umur non produktif dengan jumlah kelompok umur produktif. Ratio adalah perbandingan dua perangkat, yang dinyatakan dalam suatu satuan tertentu. Dalam pengerjaannya, rasio (ratio) adalah dikalikan 100. Ukuran rasio ini sangat sering dipergunakan (Mantra, 2003). Rumus yang digunakan untuk mengetahui Angka Beban Tanggungan (ABT) adalah.

ABT = X100

produktif usia

penduduk

produktif non

usia penduduk

S S

= 100

436 . 1

032 . 2

x = 141,5

Hasil penghitungan ABT pada tahun 2010 adalah 141,5 dibulatkan menjadi 142. Arti angka 142 yaitu tiap 100 penduduk umur produktif di Desa Tegalrejo harus menanggung 142 penduduk umur non produktif. Prosentase jumlah penduduk umur non produktif yang lebih besar menyebabkan beban tanggungan semakin besar bagi pendukuk umur produktif. Keadaan ini dapat disebabkan oleh banyaknya penduduk yang yang masih sekolah.

Pendukuk non produktif yang berumur diatas 59 tahun menjadi tanggungan karena kemampuan fisik dan non fisik mereka sudah menurun, sedangkan yang berumur 0-14 tahun menjadi tanggungan karena belum adanya kemampuan bekerja untuk memperoleh pendapatan. Sehingga keduanya masih menjadi tanggungan dari penduduk produktif. Usaha untuk mengatasi beban tanggungan pendukuk umur produktif tersebut yaitu dengan meningkatkan pendapatan melalui pengembangan budidaya perikanan. Pengembangan ini salah satunya adalah program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

Menurut Mantra (2003) tingginya ABT merupakan faktor penghambat pembangunan ekonomi, karena sebagian dari pendapatan yang diperoleh oleh golongan produktif, terpaksa harus dikeluarkan untuk


(48)

commit to user

memenuhi kebutuhan mereka yang belum produktif atau sudah tidak produktif.

3. Kedaaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang kelancaran pembangunan. Penduduk yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan mudah untuk menerima dan mengadopsi suatu inovasi baru. Sebaliknya penduduk yang memiliki tingkat pendidikan rendah cenderung sulit untuk menerima dan mengadopsi suatu inovasi baru sehingga akan memperlambat proses pembangunan. Tingkat pendidikan digunakan sebagai parameter kemampuan sumberdaya manusia dan kemajuan suatu wilayah. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung berpikir lebih rasional dan menerima adanya pembaharuan. Tabel 4 menunjukkan jumlah penduduk Desa Tegalrejo berdasarkan tingkat pendidikan.

Tabel 4. Keadaan Penduduk Desa Tegalrejo Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (orang) Prosentase (%) 1.Tidak Tamat Sekolah Dasar

2.Sekolah Dasar 3.SLTP / Sederajat 4.SMA / Sederajat 5.Akademi / D1 – D3 6.Sarjana

95 345 136 712 47 42

7 25 10 52 3 3 Jumlah 1.377 100 Sumber : Monografi Desa Tegalrejo Tahun 2010

Berdasarkan Tabel 4, jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan ada beberapa penduduk yang masih kecil dan ada bebarapa pendukuk yang tidak memperoleh pendidikan formal. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa penduduk Desa Tegalrejo sebagian besar tingkat pendidikannya tamat sekolah SMA/ Sederajat yaitu 712 orang (52%).

Tingkat pendidikan penduduk Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit sebagian besar tamat sekolah SMA akan berdampak pada pembangunan daerah bisa berkembang dan mudah menerima inovasi baru. Secara tidak


(1)

commit to user

Secara kuantitas dapat dilihat dari tumbuhnya kelompok tani lain yang berorientasi pada kegiatan perikanan. Kelompok tersebut yaitu kelompok Mina Maju Mandiri dan kelompok Alang-alang. Mina Maju Mandiri merupakan kelompok pembesaran dan pembenihan ikan lele. Latar belakang tumbuhnya kelompok pembenihan karena “Kampung Lele” Desa Tegalrejo belum dapat memenuhi kebutuhan benihnya secara mandiri. Alang-alang merupakan kelompok pengolahan ikan lele yang menghasilkan produk seperti abon lele dan kripik lele

g. Tercipta Sistem Kemitraan

Sistem kemitraan yang produktif dinyatakan ada oleh 28 orang responden (100%). Hal ini dapat dilihat dari kemitraan dengan mitra atau pembeli ikan lele segar diantaranya dari Yogyakarta, Solo dan Semarang. Petani ikan menjalin kemitraan lebih dari 5 tahun, sehingga antara petani ikan dengan mitra atau pembeli tercipta rasa kepercayaan dan komitmen dalam kerjasama. Kepercayaan inilah yang terus selalu dijaga oleh petani ikan. Selain itu, petani ikan juga memiliki mitra lainnya seperti bank, perusahaan pakan ikan dan koperasi.

Kegiatan evaluasi merupakan pengukuran dan penilaian terhadap suatu obyek yang diamati. Pengukuran pendapat responden mengenai efektifitas program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Desa Tegalrejo dikategorikan menjadi 2 yaitu: (1) efektif (memenuhi 5-7 parameter), (2) tidak efektif (memenuhi kurang dari 5 parameter). Pengukuran pendapat ini dapat dilihat pada tabel 18.

Tabel 18. Distribusi Jawaban Responden

Responden Pendapat ada tidaknya keberhasilan program Jumlah Jumlah orang dan prosentase (%)

Efektif (memenuhi 5-7 parameter) Tidak efektif (memenuhi kurang

dari 5 parameter)

Petani ikan 24 (86%) 4 (14%) 28 (100%)


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Berdasar tabel 18, diukur dari jumlah jawaban sebanyak 24 orang responden (86%) menyatakan pendapat bahwa program pengembangan kawasan minapolitan termasuk dalam kategori efektif. Sebanyak 4 orang responden (14%) menyatakan pendapat bahwa program ini termasuk dalam kategori tidak efektif. Hal ini menunjukan bahwa responden cenderung menyatakan pendapat bahwa program tersebut berhasil.

Penilaian adanya perbedaan pendapat antara responden mengenai keberhasilan program pengembangan kawasan minapolitan ”Kampung

Lele” Desa Tegalrejo dianalisis dengan menggunakan tes satu sampel

Chi-kuadrat (X2). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 19.

Tabel 19. Hasil Analisis Uji Beda

Produk antara sebelum dan sesudah adanya program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” tahun 2009

Oi Ei (Oi-Ei)2 (Oi-Ei)2

Ei

X2hit

ung

Koefisien P a

1. Efektif (memenuhi 5-7 parameter)

2. Tidak efektif (memenuhi kurang dari 5 parameter)

24

4 14

14 100 100

7,1

7,1

14,2 0,00 0,05

Sumber: Analisis Data Primer

Keterangan : Oi : Banyak kasus yang diamati dalam kategori i

Ei : Banyak kasus yang diharapkan dalam kategori i di

bawah H0

H0 : Tidak ada perbedaan pendapat oleh responden

H1 : Ada perbedaan pendapat oleh responden

Kriteria pengujian : Jika X2hitung ≤ X2tabel, maka H0 diterima

Jika X2hitung ≥ X2tabel, maka H0 ditolak

(Siegel, 1997)

Berdasark tabel 19 nilai X2 hitung sebesar 14,2 dengan tingkat a

0,05. X2 hitung (14,2) ≥ X2 tabel (3,8) maka H0 yang menyatakan tidak

ada perbedaan pendapat oleh responden ditolak. Dengan kata lain ada perbedaan pendapat mengenai efektifitas program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo. Hal ini dapat diketahui dari perbedaan pendapat mengenai parameter produktivitas lahan, dimana sebagian petani ikan ada yang melukakan penanaman tepian kolam dengan tanaman hortilultura namun ada juga yang membiarkannya kosong.


(3)

78

Tabel 20. Matrikulasi Aspek CIPP Program Pengembangan Kawasan Minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali

Context Input Proses Produk

Masalah Kebutuhan Asset Peluang Oganisasi

Pendukung

Fasilitator Anggaran Kegiatan Bentuk

Kegiatan

Hasil (Keluaran)

(1)kemampuan dan keterampilan petani ikan dalam proses pembenihan, (2)

permasalahan ketersediaan benih ikan lele

Kebutuhan budidaya: (1)

pengaturan sistem budidaya

Kebutuhan teknologi: (1) penyuluhan mengenai parameter kesesuaian kandungan air, (2) pelatihan pembenihan, (3) pelatihan dalam proses pembesaran, olahan industri ikan dan pemasaran, (4) pengenalan teknologi baru dalam budidaya perikanan

Kebutuhan sarana

pendukung: (1) bantuan

permodalan, (2) jaminan kestabilan akan harga ikan, (3) peningkatan kelas dan mutu jalan seperti perbaikan jalan, (4) pembuatan sarana promosi, (5) peningkatan kondisi jaringan pengarian, (6) pembuatan jaringan air sebagai aliran untuk daerah budidaya yang tidak terdapat sumberdaya air, (7) pembuatan sumber air melalui sumur artesis

Kebutuhan kelembagaan:

(1)peningkatan interaksi kelembagaan

Asset budidaya

yang dimiliki: (1) letak geografis, (2) ketersediaan kolam , (3) ketersediaan pakan ikan lele, (4) ketersediaan modal (uang), (5) kketersediaan tenaga kerja

Asset prasarana

pendukung: (1)

industri

pengolahan ikan, (2) balai pertemuan

Asset lembaga pendukung: (1) koperasi, (2) kelembagaan penyuluhan, (3) kelembagaan keuangan, (4) kelembagaan kelompok tani Peluang budidaya: (1) tempat

pembenihan ikan lele, (2) pemanfaatan lahan di sekitar kolam

Peluang

industri dan

pemasaran: (1) pengolahan ikan lele asap, (2) area pemasaran diluar

Kabupaten Boyolali, (3) pameran produk ikan

Peluang jasa:

(1) tempat penelitian ikan, (2) tempat wisata dan studi banding

-Bappeda Kab. Boyolali

-Disnakan Kab. Boyolali

-Disperindagsar Kab. Boyolali

-DPUPPK Kab. Boyolali

-Lembaga Swasta (bank dan koperasi)

-Kelompok tani Karya Mina Utama

-Tim dari Bappeda

-PPL dari Disnakan

-Tim dari Disperindag

-Tim dari DPUPPK -Pegawai bank dan koperasi APBD Kabupaten Boyolali, -Swasta -Penyusunan RIPJM kawasan minapolitan -Peningkatan ketrampilan petani dalam budidaya dan pembenihan -Peningkatan Kemampuan Pengolahan produk ikan lele dan pemasaran -Peningkatan sarana dan prasarana -Sosialisasi pemberian kredit -Budidaya dan pengolahan ikan lele

-Survei lokasi, pengumpulan data dan analisa data -Penyuluhan, pelatihan pembenihan, dan pelatihan pengasapan -Pelatihan, bantuan peralatan dan promosi produk -Pembangunan (jalan, sumur, saluran air, gedung asap) -Penyaluran kredit bagi petani ikan dan pelaku usaha -Pertemuan rutin, pembenihan, pembesaran, pengolahan ikan lele Laporan RPIJM kawasan minapolitan Petani ikan sudah ada yang berhasil melakukan pembenihan Petani dapat mengolah dan memasarka n prouduk ikan Sarana menunjang kegiatan perikanan Pemenuhan modal bagi petani ikan Peningkatan hasil budidaya ikan lele segar dan olahan 1.Adanya Peningkatan pendapatan petani ikan. 2.Adanya peningkatan produksi 3.Adanya peningatan sektor pendukung 4.Tidak ada

peningkatan produktivita s lahan. 5.Adanya peningkatan investasi baik dari petani ikan, swasta, dan pemerintah 6.Adanya peningkatan kelembagaa n 7.Terciptanya sistem kemitraan


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa

Tegalrejo dilihat dari aspek context (konteks) yaitu:

a. Adanya permasalahan budidaya dalam pengembangan perikanan di

Desa Tegalrejo.

b. Adanya kebutuhan budidaya, sarana pendukung dan kelembagaan

dalam pengembangan perikanan di Desa Tegalrejo.

c. Adanya asset budidaya, prasarana pendukung dan lembaga

pendukung di “Kampung Lele” Desa Tegalrejo yang mendukung dalam pengembangan perikanan di Desa Tegalrejo.

d. Adanya peluang budidaya, industry, pemasaran dan jasa dalam

pengembangan perikanan di Desa Tegalrejo.

2. Program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa

Tegalrejo dilihat dari aspek input (masukan) meliputi:

a. Adanya organisasi pendukung yang mendukung dalam program

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

b. Adanya motivasi petani ikan yang mendukung dalam pelaksanaan

program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

c. Adanya fasilitator yang mendukung dalam pelaksanaan program

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa

Tegalrejo.

d. Adanya anggaran yang mendukung dalam pelaksanaan program

pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

3. Program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa


(5)

commit to user

a. Adanya proses kegiatan survei lokasi dengan bentuk kegiatan yaitu

FGD (Focus Group Discussion), hasil kegiatan berupa laporan

RPIJM kawasan minapolitan ”Kampung Lele” Kabupaten Boyolali tahun 2009.

b. Adanya pelaksanaan kegiatan program pengembangan kawasan

minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo dengan bentuk kegiatan; 1) perencanaan program dan penyusunan RPIJM kawasan minapolitan; 2) penyuluhan, pelatihan pembenihan, pelatihan pengasapan; 3) pelatihan pengolahan produk ikan lele, pemberian bantuan peralatan dan promosi produk ikan lele; 4) pembangunan sarana prasarana (jalan, sumur, saluran air dan gedung asap); 5) kegiatan budidaya (pembenihan dan pembesaran), pengolahan produk ikan lele..

c. Adanya kegiatan fasilitasi petani ikan dalam program

pengembangan kawasan minapolitan Kampung Lele” Desa Tegalrejo.

4. Pelaksanaan program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung

Lele” dilihat dari aspek product (hasil)

a. Terdapat peningkatan pendapatan petani ikan.

b. Terdapat peningkatan produksi perikanan.

c. Terdapat peningkatan sektor pendukung.

d. Tidak terdapat peningkatan produktivitas lahan.

e. Terdapat peningkatan investasi dari petani ikan, swasta dan

pemerintah.

f. Terdapat peningkatan kelembagaan petani ikan.

g. Tercipta sistem kemitraan yang produktif.

5. Terdapat perbedaan pendapat oleh responden mengenai efektifitas

program pengembangan kawasan minapolitan “Kampung Lele” Desa Tegalrejo.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

B. Saran

Saran dari penelitian ini adalah:

1. Petani ikan dan Pemerintah Kabupaten Boyolali perlu lebih

memperhatikan pembuatan pakan ikan sendiri sehingga tidak bergantung pada pakan ikan dari perusahaan pakan ikan.

2. Petani ikan perlu memperhatikan peluang pemanfaatan lahan disekitar

kolam.

3. Petani ikan dapat mencoba energi alternatif yang lebih murah untuk

proses pengasapan ikan lele yaitu dengan serbuk gergaji atau arang kelapa.


Dokumen yang terkait

EVALUASI PELAKSANAAN PRAKERIN DENGAN MODEL CONTEXS, INPUT, PROCESS, DAN PRODUCT (CIPP) PADA KOMPETENSI KEAHLIAN PEMASARAN DI SMK ISLAM BUSTANUL ULUM PAKUSARI JEMBER

1 6 13

EVALUASI PELAKSANAAN PRAKERIN DENGAN MODEL CONTEXS, INPUT, PROCESS, DAN PRODUCT (CIPP) PADA KOMPETENSI KEAHLIAN PEMASARAN DI SMK ISLAM BUSTANUL ULUM PAKUSARI JEMBER

6 26 118

EVALUASI PROGRAM EKSTRAKULIKULER JURNALISTIK MENGGUNAKAN MODEL CONTEXT, INPUT, PROCESS DAN PRODUCT (CIPP) PADA SISWA MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) 1 PATI

4 31 87

Pembangunan Perdesaan Berkelanjutan melalui Pendekatan Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Boyolali

0 2 17

EVALUASI PROGRAM LATIHAN FISIK SEPAKBOLA MENGGUNAKAN METODE CIPP PADA SEKOLAH SEPAK BOLA KABUPATEN PACITAN TAHUN 2013 (Penelitian Evaluatif Mengenai “Masukan” dan “Proses” Berdasarkan Model Context, Input, Process, Product Pada Para Pelatih SSB).

0 1 19

Evaluasi Program Literasi Perspektif Teori CIPP (context, input, process, product) di SMP Negeri 4 Surabaya.

35 141 109

EVALUASI PROGRAM PENERIMAAN SISWA BARU (PSB) ONLINE KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 (Studi Menggunakan Model Evaluasi Context Input Process Product)

0 6 147

Keefektifan Program Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tahap ke-3 Melalui Model Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) di Provinsi Jawa Tengah - UNS Institutional Repository

0 0 15

EVALUASI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN MODEL CONTEXT, INPUT, PROCESS, DAN PRODUCT (CIPP) DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA RINTISAN PENERAPAN KURIKULUM 2013 DI KABUPATEN WONOGIRI - UNS Institutional Repository

0 0 17

EVALUASI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PRAKTIK DI LABORATORIUM OTOMOTIF DENGAN MODEL CONTEXT INPUT PROCESS PRODUCT (CIPP) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FKIP UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA - UNS Institutional Repository

0 0 17