Syarat-syarat kelayakan hakim mahkamah syariah dan mahkamah sivil dalam sistem peradilan Terengganu Malaysia

(1)

SYARAT-SYARAT KELAYAKAN HAKIM MAHKAMAH SYARIAH DAN MAHKAMAH SIVIL DALAM SISTEM PERADILAN TERENGGANU

MALAYSIA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

UMMU NURUL AIMAN BT MAT JAMIL NIM : 108045200024

K O N S E N T R A S I S I Y A S A H S Y A R I’ Y Y A H

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

1431 H / 2010 M


(2)

SYARAT-SYARAT KELAYAKAN HAKIM MAHKAMAH SYARIAH DAN MAHKAMAH SIVIL DALAM SISTEM PERADILAN TERENGGANU

MALAYSIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

UMMU NURUL AIMAN BT MAT JAMIL NIM : 108045200024

Pembimbing :

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma SH, MA, MM NIP : 19550505 198203 1 012

K O N S E N T R A S I S I Y A S A H S Y A R I ’ Y Y A H

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “SYARAT-SYARAT KELAYAKAN HAKIM MAHKAMAH

SYARIAH DAN MAHKAMAH SIVIL DALAM SISTEM PERADILAN TERENGGANU MALAYSIA” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 8 Maret 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah, Konsentrasi Siyasah Syari’yyah (Ketatanegaraan Islam)

Jakarta, 8 Maret 2010 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,

Prof. DR. KH. Muhammad Amin Suma, SH, MA. MM.

NIP. 19550505 198203 1 012

PANITIA UJIAN

1.Ketua: Dr. Asmawi M.Ag.

(...)

NIP. 19721010 199703 1 008

2.Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag.

(...)

Nip: 19710215 199703 2 002

3.Pembimbing: Prof. DR. KH. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. (...)

NIP. 19550505 198203 1 012

4.Penguji I : Dr. Asmawi M.Ag

(………...)


(4)

5.Penguji II : Sri Hidayati, M.Ag.

(...)


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yaang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 8 Maret 2010


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya, dan semua yang telah dianugerahkan-Nya kepada penulis. Salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada pembawa risalah Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang telah memberikan dorongan serta motivasi kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan dan merampungkan skripsi dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Siyasah Syariyyah (Ketatanegaraan Islam) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis amat berbangga akan hasil penulisan skripsi ini karena di buat dengan semangat dan perjuangan yang tak kenal lelah. Penulis sangat mengharapkan sekali masukan baik itu sifatnya saran maupun kritik selama dapat membangun dan terus memotivasi penulis agar memperbaiki sehingga penyajian yang lebih sempurna.

Pada kesempatan yang sangat berharga ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada :

1. Pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan kami untuk menimba ilmu.

2. Kepada Republik Indonesia yang telah memberikan kami izin tinggal untuk mencari dan mendapatkan ilmu yang sangat bermanfaat untuk kami.


(7)

4. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, juga merangkap dosen pembimbing saya dengan arahan beliau penulis dapat memahami dengan mudah apa yang akan dikerjakan.

5. Dr. Asmawi, M.Ag. dan Sri Hidayati Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah

6. Kepada seluruh dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum.

7. Seluruh pihak kedutaan Malaysia di Indonesia yang banyak membantu penulis hingga tuntasnya skripsi ini

8. Kepada pihak Mahkamah Syariah Terengganu, Jabatan Hal Ehwal Agama Terengganu yang banyak memberikan Kerjasama kepada penulis sehingga dapat menulis karya ilmiah ini.

9. Ayahanda H. Mat Jamil Bin H. Abdullah dan Ibunda Rokiah Binti Darus yang telah mencurahkan kasih dan sayang mereka serta berkorban apa saja untuk anak tercinta. Sepenuh perhatian dan dorongan yang tak terhingga diberikan amat penulis hargai.

10.Warga Kudqi yang telah memberikan dorongan dan motivasi terutama Dato’ Tuan Guru H. Harun bin Taib, Rektor Ustaz Mahmud Sulaiman, Ustaz Soud Said, Ustaz Khalil, Ustaz Shaari, Ustaz Rezki dan seluruh Asatizah yang tak dapat penulis sebutkan disini.

11.Kepada keluarga di Malaysia yang banyak memberikan dorongan dan motivasi, Kekanda Abu Akasyah dan Adinda Ummu Nurul Amirah dan Abu A’qib, terima kasih penulis ucapkan.


(8)

12.Buat teman-teman se-kost-an, Siti Aishah, Nur Suhaida yang sama-sama mengharungi detik suka-duka bersama di Jln Sedap Malam. Kenangan bersama akan ku ingati. Juga kepada teman-teman di Sedap Malam Kak Nur dan Suami yang banyak membantu penulis.

13.Kepada teman-teman seangkatan dari KUDQI dari Fakultas Syariah dan Usuluddin yang banyak membantu penulis, Suha, Yam, Yati, Zainab, Fakhri, Pian, Ayah Su. Juga buat junior-junior yang banyak menghabiskan masa bersama Shaidah, Najihah, Tn. Syazwani. Buat teman-teman Malaysia di Universitas Trisakti, semoga perkenalan kita yang singkat membenihkan ikatan ukhuwah islamiyyah dan berkekalan. Semoga kita sama-sama mencapai kejayaan Dunia dan Akhirat.

14.Kepada teman-teman dari APID, IPA, KIDU. Semoga perkenalan tidak sampai disini dan berpanjangan dalam naungan Ilahi. Kepada teman-teman dari Malaysia yang banyak memberikan semangat, Hamizah, Laili, Wan Khadijah. Junior-junior dari KUDQI, Awen, Zuriah, Anis, Nurul dan semua yang mengenali penulis. Semoga kalian berjaya Dunia dan Akhirat

15.Kepada teman-teman Indonesia, Ade Rahmi, Nara, Khusnul Khatimah, Fitri, Ayu Megawati, Dian dan teman-teman dari Konsentrasi Siyasah Syari’yyah yang tak dapat penulis sebutkan. Moga kita bisa ketemu lagi.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik dari semua yang telah mereka berikan dan lakukan untuk penulis khususnya dan kepada semua pihak pada umumnya. Penulis menyampaikan harapan yang besar agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis


(9)

sendiri dan pembaca sekalian. Semoga Allah SWT menjadikan penulisan skripsi ini sebagai satu amal yang baik disisi-Nya.

Jakarta, 17 Maret 2010 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI. ...iv

BAB I PENDAHULUAN. ...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...6

D. Tinjauan Pustaka...7

E. Metode Penelitian ...8

F. Sistematika Penulisan...10

BAB II KEDUDUKAN HAKIM DALAM HUKUM ISLAM...12

A. Definisi Hakim...12

B. Kedudukan Hakim ...17

C. Syarat-syarat Hakim...21

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG NEGERI TERENGGANU DAN WEWENANG PERADILAN. ...28

A. Gambaran Umum Tentang Negeri Terengganu...28

B. Mahkamah Syariah Dan Wewenangnya ...31

C. Mahkamah Sivil Dan Wewenangnya ...38

BAB IV SYARAT-SYARAT KELAYAKAN HAKIM DALAM PERADILAN TERENGGANU ...45


(11)

A. Mahkamah Syariah ...45

B...Mahk amah Sivil...48

C...Anali sis Perbandingan Syarat Hakim Dalam Sistem Perundangan Islam ...50

BAB V PENUTUP ...54

A. Kesimpulan...54

B. Saran ...56


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Arab di zaman Jahiliyyah hidup di padang pasir (badwi) tanpa kerajaan dan tanpa undang-undang. Mereka terbagi kepada beberapa suku kaum yang terbagi kepada beberapa kelompok-kelompok keluarga dan keturunan. Setiap suku kaum merupakan satu kesatuan yang kuat dan dialah yang menjadi panglima di dalam peperangan, dialah yamg mewakili sukunya saling bantu membantu. Setiap ketua suku kaum mempunyai kuasa tertinggi. Dalam urusan dengan suku-suku lain, dan dialah yang menjadi hakim bagi menyelesaikan pertikaian yang berlaku dikalangan anak buahnya.

Di dalam mengadili sesuatu perkara dan menjatuhkan hukuman, ketua suku kaum itu senantiasa mengikut adat kebiasaan dan tradisi. Malahan ia memperoleh kekuatannya dari suku kaumnya sendiri. Jika seorang anggota sukunya menentang hukumannya, ia tidak dapat mengenakan sebarang hukuman keatas penentang itu. Tetapi penentang tersebut akan menghadapi kemarahan dan cemohan anggota-anggota suku yang lain sehingga mungkin menyebabkannya meninggalkan sukunya dan menggabungkan diri dengan golongan penderhaka yang menentang sistem suku itu.

Jika berlaku pertikaian diantara dua suku kaum, dan kedua-duanya bersetuju supaya diadili, maka kedua belah pihak akan mendapatkan seorang yang terkemuka dan di segani yang diketahui berfikiran waras dan berpanjangan jauh


(13)

seperti Aktham bin Saifi dan ‘Amir bin Az-Zharb . Menurut sejarah, Akhtam bin Saifi adalah seorang hakim berbangsa arab di zamannya. Sementara Amir Az-Zharb pula merupakan salah seorang pendita Arab yang pandangan serta keputusannya tetap dihormati dan diterima baik oleh orang-orang Arab.

Di Makkah yang merupakan sebuah negeri yang senantiasa di ziarahi oleh orang luar karena di Makkah terdapat ka’abah rumah suci yang dibina nabi Ibrahim A.S. penduduk Quraisy telah membuat suatu perjanjian yang dinamakan “Hilful Fudhul”, kaum Quraisy telah sepakat berjanji tidak akan membenarkan orang dagang atau kerabat, samada hamba sahaya atau bukan, dan mereka akan tetap menyebelahi orang yang dianayai sehingga orang itu memperolehi semula haknya selagi mana mereka berada di tanah suci itu. Penduduk Makkah merasakan perlu melakukan itu karena penziarah yang datang membelanjakan uang serta kemewahannya yang menyebabkan Makkah menjadi makmur dan mewah. Orang yang berperan dalam menjatuhkan hukuman dizaman pra-Arab itu adalah Abu Bakar as-Sidiq, dia menguruskan hal yang berkait dengan pengadilan seperti menentukan bayaran sanksi dan ganti rugi.1

Didalam Islam jabatan hakim merupakan kedudukan yang berada dibawah khalifah. Ia suatu lembaga yang tersedia untuk tujuan menyelesaikan gugatan serta memutuskan perselisihan dan pertikaian. Bagaimanapun, ia tetap berjalan sepanjang rel hukum syar’iyyah yang telah ditetapkan didalam al-Quran dan as-Sunnah. Oleh karena itu, jabatan hakim merupakan bagian tugas khalifah, dan secara umum berada di wilayahnya.

1


(14)

Meskipun pelaksanaan jabatan hakim merupakan tugas khalifah, namun mereka mempercayakan kepada orang lain karena kesibukan urusan-urusan pemerintahan, tugas tersebut tidak akan dilakukan sendirian , sedang tugas hakim begitu pentingnya. Para khalifah berusaha mencari kemudahan dalam proses pengadilan di antara manusia, dan oleh itu mereka mewakilkan diri untuk perlaksanaan jabatan hakim demi meringankan beban mereka. Namun mereka hanya mempercayakan jabatan hakim itu hanya kepada orang yang termasuk solidaritas mereka, mereka tidak mempercayakan kepada orang yang sudah diluar keluarga solidaritas mereka.

Menurut buku al-Muqaddimah karangan Ibn Khaldun, tugas hakim pada masa khalifah terbatas hanya menyelesaikan gugatan antara penggugat. Lalu secara bertahap masalah lain ditimpakan dan dilimpahkan kepadanya lebih banyak, sesuai dengan kesibukan khalifah dan raja-raja. Akhirnya jabatan hakim mencakup disamping menyelesaikan gugatan pemenuhan sebagian hak-hak umum bagi kaum muslimin,juga mengurusi harta benda orang gila. Anak yatim, orang pailit dan tidak mampu yang berada dibawah pengawasan para wali, mengurusi surat wasiat, mengawinkan perempuan yang tidak mempunyai wali, mengurusi jalan serta bangunan, menguji barang bukti, pengacara dan mengganti tugas pengadilan, berusaha menyempurnakan pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan tahan uji atau tidaknya mereka. Semua ini menjadi bagian dari kedudukan dan tugas seorang hakim.2

2

Mujar ibn Syarif DKK, Fiqh Siyasah Doktrin Dan Pemikiran Politik Islam,PT gelora Aksara Pratama 2008. h 315


(15)

Menurut buku Ensiklopedia Islam, dalam sejarah Islam, nabi SAW bertindak sebagai hakim dalam menyelesaikan perkara, beliau juga pernah melantik beberapa hakim dalam daripada kalangan sahabat, antaranya Ali bin abi Talib dan Muaz bin Jabal, begitu juga halnya pada zaman Khulafa’ Rasyidun. Jika dalam suatu masyarakat tidak terdapat imam atau kepala negara, maka pelantikan hakim dilakukan oleh Ahl Hall wa al –Aqd.

Dalam konteks negara Malaysia, badan kehakiman merupakan salah satu badan penting yang mengasingkan wewenang eksekutif dan legislatif. Bagi negara bagian di Malaysia, kedudukan hakim Mahkamah Syari’ah berada dibawah Jabatan Kehakiman Syari’ah bagian masing-masing.3 Dan kedudukan hakim Mahkamah Sivil berada dibawah lembaga kehakiman negara.

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa hakim dalam Mahkamah Syariah dan Sivil mempunyai perbedaan. Apakah kedudukan hakim mempunyai persamaan atau perbedaan antara dua badan peradilan? dan apakah sistem perundangan tersebut mempunyai persamaan atau perbedaan dengan sistem perundangan Islam?. Oleh karenanya hal ini sangat menarik untuk diteliti, sehingga penulis menjadikan penelitian skripsi dengan judul: “SYARAT-SYARAT KELAYAKAN HAKIM MAHKAMAH SYARIAH DAN MAHKAMAH SIVIL DALAM SISTEM PERADILAN TERENGGANU MALAYSIA”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

3

Mahamad Arifin, Pentadbiran Undang-Undang Islam di Malaysia,jilid 12 ,Dawama Sdn.Bhd, 2007, h 120.


(16)

Sejauh mengenai syarat-syarat kelayakan hakim Mahkamah Syaria’h dan Sivil dalam sistem perundangan Terengganu, dapat diidentifikasikan sejumlah masalah yang harus di teliti, antara lain, yaitu:

1. Bagaimanakah kedudukan hakim menurut hukum Islam?

2. Apakah syarat-syarat kelayakan hakim Mahkamah Syari’ah dan Hakim Mahkamah Sivil Terengganu?

3. Apakah perbedaan atau persamaan kelayakan hakim dalam sistem perundangan Terengganu dan perundangan Islam ?

Dengan mengacu kepada identifikasi masalah diatas, penelitian ini menjadikan masalah yang terakhir sebagai fokus masalahnya, yakni apakah perbedaan atau persamaan kelayakan hakim dalam sistem perundangan Terengganu dan perundangan Islam ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin di capai diantara adalah: 1. Merumus dan menjelaskan secara utuh teori hakim dalam dinamika pemikiran

ulama’

2. Merumuskan dan menjelaskan secara utuh kedudukan hakim dalam ketatanegaraan islam


(17)

3. Merumuskan dan menjelaskan secara utuh perbandingan antara sistem perundangan Islam dengan sistem perundangan Terengganu? Sedang manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi upaya transformasi hukum ketatanegaraan Islam kedalam politik hukum perundang-undangan nasional;

2. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi upaya pembaruan pemikiran hukum ketatanegaraan Islam dalam konteks negara bagian Terengganu dan kemoderan

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan kontribusi pemikiran bagi upaya mencari formula yang tepat bagi tranformasi hukum ketatanegaraan Islam kedalam hukum negara bagian Terengganu

D. Tinjauan Pustaka

Dalam kajian pustaka ini penulis berusaha mendata dan membaca beberapa penelitian dengan bahasan pokok yang berkaitan dengan hakim dan lembaga kehakiman, setidaknya ada beberapa penelitian tentang hakim yang penulis temukan dalam bentuk skripsi, yaitu antara lain:

No Nama/Judul Dan

Tahun


(18)

1 Siti Hajar binti Zainal/2009, Kedudukan Mufti Dalam

Pelaksanaan Fatwa Sebagai Sumber Hukum Di Negeri Johor.

Penulis mengkaji adakah fatwa hanya sebatas memberi naseha yang dijadikan petunjuk oleh mustafti. Ia juga mengkaji

bagaimanakah proses fatwa dijadikan sumber

hukum oleh

negara.

Perbedaan dengan yang dibahas penulis amatlah berbeda karena penulis membahas syarat-syarat kelayakan hakim dalam sistem peradilan di

terengganu dan

membandingkan dengan syarat-syarat hakim dalam hukum Islam

2 Ruzian

Markom/2003, Apa Itu Undang-Undang Islam.

Buku ini membahas pentingnya

syariah kepada manusia, sumber-sumber hukum yang disepakati, sejarah

pelaksanaan undang-undang

Manakala perbedaan ini adalah penulis tidak

hanya membahas

tentang Mahkamah

Syariah tetapi penulis juga membahas tentang Mahkamah Sivil. Dan penulis mengkhususkan bahasan hanya di negara


(19)

Islam di Malaysia dan Mahkamah

Syariah di

Malaysia.

bagian Terengganu.

E. Metode Penelitian Dan Teknik Penulisan

1. Jenis penelitian

Pada prinsipnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan menelusuri berbagai literatur, karena memang pada dasarnya sumber data yang hendak digali lebih terfokus pada studi pustaka. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Deskriptif disini di maksudkan dengan membuat deskripsi secara sistematis dengan melihat dan menganalisis data-data secara kualitatif.

2. Sumber Data

a) Data Primer: berupa Enakmen Mahkamah Syari’ah Terengganu 2001, dan lain-lain

b) Data Sekunder: merupakan sumber pendukung dari sumber primer yang berasal dari data kepustakaan, seperti buku-buku yang membahas tentang hakim, peradilan dan lain-lain.


(20)

c) Data Tertier: yaitu kamus, jurnal dan artikel. Kemudian untuk menguatkan data-data, penulis dapat melakukan wawancara dengan hakim Mahkamah Syari’ah Terengganu.

3. Teknis Analisis Data

Untuk pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi atau bahan tertulis. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskritif, yaitu menganalisis data yang telah dikumpulkan yang berisi informasi, pendapat dan konsep, serta analisis hukum yang bersifat yuridis normatif yang menggambarkan tentang peradilan di negeri Terengganu

4. Teknik penulisan

Dalam teknik penulisan ini, penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudahkan dan memperoleh gambaran yang utuh serta menyeluruh, penelitian skripsi ini ditulis dengan menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,


(21)

BAB II Membahas tentang kedudukan hakim dalam hukum Islam, ia mencakup definisi hakim menurut pandangan doktrin hukum Islam, kedudukan hakim dalam hukum Islam serta syarat-syarat kelayakan seorang hakim menurut hakim Islam.

BAB III Menerangkan latar belakang negeri Terengganu mencakup keadaan geografis, struktur dan menerangkan wewenang peradilan di negara bagian Terengganu.

BAB IV Merupakan bab inti yaitu analisis perbandingan kedudukan Hakim Mahkamah Syariah dan Hakim Mahkamah Sivil dan juga analisis Sistem Perundangan Terengganu dengan Sistem Perundangan Islam. BAB V Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.


(22)

BAB II

KEDUDUKAN HAKIM DALAM HUKUM ISLAM

A. Definisi Hakim 1. Menurut Bahasa

Kata Hakim menurut bahasa, memiliki beberapa arti, di antaranya: 1. Al-Qadha’: Al-Faraagh, artinya: putus, selesai

Seperti firman Allah swt:

! "

# $%&

'( )

*+

,

- .

%/ 0 12345.%&

/

66

Artinya: “Maka tatkala Zaid putuskan kehendak daripada Zainab itu, kami kawinkan dia kepadamu.”(QS: Al-Ahzab:37/33)

2. Al-Qadha’:Al-Adaa’, artinya: menunaikan, membayar Seperti: qadha’ muhamadun dainahu, artinya:Muhamad telah membayar hutangnya.

3. Al-Qadha’: Al-Hukmu artinya: mencegah. Menghalang-halangi. Dan dari arti inilah maka Hakim-Hakim disebut hukum, karena mencegah terjadinya kezaliman orang yang mau berbuat zalim. Kemudian yang dimaksudkan kata-kata hakamul haakimu bi kadzaa: hakim meletakkan hak kepada yang punya, sedang al-qadha’ dengan arti al-hukmu inilah yang dimaksudkan disini.

Asal kata qadha’ adalah qadhlaayun dari fiil madhi qadha yaitu, hanya karena ya’ apabila terletak sesudah alif di akhir kata, maka diganti dengan hamzah sehingga menjadi qadhaa’un, jama’ nya qadhiyyah.


(23)

Dan Hakim menurut bahasa artinya: orang yang memutuskan perkara dan menetapkannya.4

Perkataan Hakim adalah berasal dari Bahasa Arab, di dalam Bahasa Melayu dan hakim memberi pengertian yang sama. Perkataan Qadhi berasal dari qadha’ yang memberi arti hukuman yang diputuskan dan Hakim ialah orang yang memutuskan hukuman, atau seseorang yang membuat putusan didalam sesuatu perkara.5

Telah dijelaskan bahwa definisi hukum syar’i adalah: ‘Titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku orang mukallaf dalam bentuk tuntutan, pilihan untuk berbuat dan ketentuan-ketentuan”.

Dapat difahami bahwa “pembuat hukum” dalam pengertian Islam adalah Allah SWT. Dia menciptakan manusia di atas bumi ini dan Dia pula yang menetapkan aturan-aturan bagi kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan kepentingan hidup dunia maupun untuk kepentingan hidup dunia maupun kepentingan hidup di akhirat, baik aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan Allah, maupun hubungan manusia sesamanya dan alam sekitarnya6. Firman Allah:

78

9

:;<0=->

?@

9

A

Artinya: “Sesungguhnya tidak ada hukum kecuali bagi Allah”. (QS: Al-An’am/6:57)

4

Muhammad Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam,(Surabaya: PT Bina Ilmu) h.2

5

Mahmud Saedon, Peranan Prinsip “Adabul Qadhi” Dalam Kehidupan Qadhi Dan Semasa

Bertugas Di Mahkamah, h.173

6


(24)

Tentang kedudukan Allah sebagai satu-satunya pembuat hukum dalam pandangan Islam tidak ada perbedaan pendapat dikalangan umat Islam. Masalahnya adalah bahwa Allah sebagai pembuat hukum berada dalam alam berbeda dengan manusia yang akan menjalankan hukum itu. Apakah manusia sendiri sendiri secara pribadi dapat mengenal hukum Allah itu atau hanya dapat mengenalnya melalui perantara yang ditetapkan Allah untuk itu, dalam hal ini adalah Rasul.7 Nabi Muhammad Sebagai Rasul pilihan Allah menjadi contoh yang ulung dan unggul, tidak menyalahgunakan haknya menjadi ketua Negara apabila berlaku pertelingkahan antara manusia dan dalam banyak peristiwa. Baginda juga Berjaya memisahkan kedudukannya sebagai ketua Negara dan tidak mempengaruhi kehakiman dengan melantik orang lain sebagai hakim.8 Dalam perkara 23 Perlembagaan Madinah telah termaktub bahwa Rasulullah merupakan Ketua Hakim Negara dan tempat untuk menyelesaikan hukuman. Justeru itu, kelayakan Rasulullah SAW sebagai hakim adalah mutlak dan tidak boleh dijadikan ukuran terhadap mana-mana manusia di dunia ini.9

Hakim ialah seorang yang dilantik oleh pemerintah (sultan) untuk menyelesaikan tuntutan dan persengketaan. Rasulullah SAW sendiri telah melantik hakim baginda untuk menyelesaikan tuntutan dan persengketaan di

7

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, jilid I h.380

8

Abdul Hadi Awang, Islam Untuk Semua, (Selangor: PTS Islamika SDN BHD, 2009) h.59

9

Mahamad Arifin, Pentadbiran Undang-undang Islam Di Malaysia, jilid 12,(Kuala Lumpur: Dawama SDN BHD,2007)H.123


(25)

wilayah-wilayah jauh. Ternyata hakim merupakan tunggak kepada sistem kehakiman. 10

2. Menurut Syar’i

Kata Hakim menurut istilah syar’i

Ahli-ahli fiqh memberikan definisi qadha’ sebagai berikut:

Qadha’ yaitu suatu keputusan produk pemerintah, atau menyampaikan hukum Syar’i dengan penetapan, maka kalau dikatakan qadhal qadhi, artinya hakim telah menetapkan suatu hak kepada yang punya.

Maka berdasarkan definisi ini jelas, bahwa penetapan itu sifatnya melaksanakan perintah agama dan bukan menciptakannya karena perintah seperti itu tetap diperkirakan adanya, sedang penetapan itu sifatnya mentapkan secara lahir, dan bukannya menetapkan sesuatu yang belum ada.

Dan ada yang berpendapat, bahwa qadha’ artinya mencampuri urusan antara makhluk dengan khaliknya, untuk menyampaikan perintah-perintahNya dan hukum-hukumNya kepada mereka, dengan perantaraan Al-Quran dan as-Sunnah, dan dari pendapat ini, maka timbul pengertian, bahwa qadha’ adalah menyelesaikan sengketa antara dua pihak dengan hukum Allah.11Hakim ialah orang yang bertindak menyelesaikan perbalahan atau perselisihan yang berlaku antara dua pihak atau lebih di dalam masyarakat dimana ianya dilantik. Hukuman

10

Mahmud Saedon, Institusi Pentadbiran undang-undang Dan Kehakiman Islam, (Selangor: Percetakan Dewan Bahasa Dan Pustaka, 1996) h. 19

11


(26)

atau penyelesaian yang diberi oleh Hakim hendaklah berdasarkan hukuman syara’ dan ianya wajib diterima dan dilaksanakan dengan patuh.

Dengan ini jelaslah, bahwa Hakim bertugas untuk menzahirkan hukum syara’ yang wajib ditaati dan dilaksanakan didalam sesuatu kasus yang telah diputuskannya.12

Qadhi adalah pejabat yang diserahi wewenang untuk memeriksa, mengadili dan memberikan keputusan hukum yang berdasarkan syariat Islam yang bersumberkan al-Quran dan as-Sunnah terhadap perkara yang diajukan kepadanya di pengadilan. Qadhi juga disebut hakim dalam melaksanakan undang-undang.13

Juga terdapat beberapa ta’rif yang dikemukakan oleh ulama’tentang al-qada’ ini, antaranya ialah menurut ibn Irfah, dari mazhab Maliki, al-qadha’sebagai sifat kehakiman yang menyebabkan wajib dilaksanakan hukum syara’ walaupun hukuman tersebut ta’dil dan tarjih, tetapi tidak yang berkaitan dengan maslahah umum kaum muslimin.takrif Ibn Irfah ini menekankan tentang sifat kehakiman yaitu keputusan atau hukuman yang diberikan oleh seseorang hakim wajib dilaksanakan dan hukuman tersebut hendaklah berdasarkan hukum syara’. Bermakna, jika sebaliknya ia tidak wajar dinamakan al-qadha. Al-Qadha’ini mempunyai bidang kuasa yang luas yaitu bukan sahaja menyelesaikan pertikaian malahan menentukan tarjih dan ta’dil. Dalam hal ini mahkamah boleh memutuskan seseorang itu sama ada adil dan shahadahnya diterima, atau tidak

12

Mahmud Saedon, Peranan Prinsip “Adabul Qadhi” Dalam Kehidupan Qadhi Dan Semasa

Bertugas Di Mahkamah, h.173

13 Jabatan Mufti Terengganu, Perbedaan Mufti Dengan Qadhi, (Terengganu: pengarah Bagian keurusetiaan dan Perhubungan Antarabangsa Jabatan Mufti Terengganu, 2006) h.2


(27)

adil (tarjih) maka shahadahnya ditolak. Bagaimanapun menurut Ibn Irfah mentadbir maslahah umum seperti membahagikan harta rampasan, mentadbir tentera, menyusun peperangan, memerangi penderhaka, membahagikan dan mengurus harta baitul mal bukanlah dibawah bidang kuasa al-qadha’.14

B. Kedudukan Hakim Dalam Hukum Ketatanegaraan Islam 1. Jabatan Hakim

Jabatan Hakim adalah perkara yang penting bagi menegakkan keadilan sebenar dalam masyarakat secara praktek. Undang-undang yang adil sekalipun kadang-kadang menjadi tidak adil dengan sebab pelaksanaannya pincang. Hukum Islam yang yang dinyatakan oleh Allah yang maha adil, dan contoh yang ditunjukkan oleh Rasul yang bersifat adil, harus dilaksanakan dengan adil juga. Islam menetapkan cara yang menjamin dan mengukuhkan tegaknya keadilan dalam aspek kehakiman (Hakim). Antaranya menetapkan pemisahan kuasa kehakiman daripada di pengaruhi oleh badan yang lain.

Badan kehakiman adalah suatu kewajiban yang ditetapkan oleh al-Quran dan as-Sunnah dan Ijma’. Ia termasuk dalam urusan ibadah, pemerintahan dan memikul amanah besar dalam Islam. Walaupun hukumnya fardhu kifayah. Banyak ayat-ayat al-Quran yang mewajibkan pelaksanaan hukum Allah dengan adil, disertakan dengan amalan Nabi Muhammad dan para sahabat. Hukum yang berkait dengannya dan adab-adabnya, menjadi fardhu ain kepada orang yang melaksanakan yaitu hakim.

14 Mahmud Saedon, Penatdbiran Undang-undang Islam,(Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1996) h.17


(28)

Di zaman Nabi SAW, Jabatan Hakim diberi hak mengendalikan pertelingkahan dalam masyarakat dengan kebebasan yang tersendiri, tanpa diganggu oleh pihak lain. Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul pilihan Allah menjadi contoh ulung dan unggul, tidak menyalahgunakan haknya menjadi ketua negara apabila berlaku pertelingkahan antara manusia dalam banyak peristiwa. Nabi Muhammad berjaya memisahkan kedudukannya sebagai ketua negara dan tidak mempengaruhi jabatan Hakim dengan melantik orang lain menjadi Hakim dengan perkara yang melibatkan pribadinya tanpa apa-apa gangguan. Keadaan ini menyebabkan orang Yahudi dan Musyrikin yang paling bermusuh dalam Islam berubah menjadi penganut Islam dan sahabat yang setia. Mereka melihat keadilan Islam secara langsung terhadap diri sendiri dan perkara ini tidak berlaku pada mereka sebelum kedatangan Islam.15 Diantara butir perjanjian yang metrikan oleh Rasulullah SAW diantara orang Muhajirin dengan pendududk Islam kota Madinah, orang-orang Yahudi dan sebagainya, diantara butir tersebut itu ada menyebutkan “sekiranya berlaku diantara pihak yang memetrikan perjanjian ini sesuatu kejadian atau perbalahan yang di khawatirkan akan menyebabkan keburukan, maka penyelesaiannya dipulangkan kepada Allah dan Rasulullah. Ini tegas menunjukkan bahwa Rasullullah SAW merupakan hakim yang memutuskan segala sesuatu diantara penduduk asli kota Madinah dengan orang Muhajirin yang mendatang. Segala perbalahan dirujuk kepada Rasulullah SAW dan baginda merupakan satu-satunya Hakim mereka dalam setiap perbalahan.16

15


(29)

2. Pengangkatan Hakim

Pengangkatan Hakim adalah menjadi keharusan bahwa setiap masyarakat memerlukan penguasa yang menerbitkan (pergaulan diantara) mereka mengatur urusan-urusan mereka, dan memelihara kemaslahatan-kemaslahatan mereka, padahal penguasa umum pemerintahan tidak mungkin mampu menangani sendiri seluruh urusan masyarakat, maka sudah pasti diperlukan pembantu-pembantu yang akan melaksanakan berbagai urusan manusia, dan melaksanakan bidangnya sendiri-sendiri, yang diantaranya yaitu bidang qadha’ (peradilan). Maka sudah tentu diperlukan pejabat menanganinya dan diperlukan juga pengangkatannya, karena itu mengangkat Hakim itu wajib, dan tidak dibedakan antara pemberian wewenang kepada Hakim oleh pihak penguasa, atau dengan jalan pelimpahan wewenang kepada pembantu-pembantu pemerintah untuk tugas-tugas khusus di bidang peradilan, dan atas dasar ini, maka sebenarnya seorang hakim menyandarkan putusan hukumnya atas pengangkatannya dari pihak penguasa.17

Para Hakim di zaman Nabi SAW dan Khulafa’ Rasyidun diangkat oleh khalifah atau oleh pejabat daerah atas pelimpahan wewenang dari khalifah dan masing-masing hakim berdiri sendiri (tidak ada hubungan administratif antara satu hakim dengan hakim yang lain). Sehingga tidak ada kekuasaan seorang hakim atas hakim yang lain, dan tidak ada keistimewaan seorang hakim melebihi yang lain dihadapan khalifah, baik hakim daerah maupun hakim berkedudukan di ibu kota negara. Keadaan ini berterusan sampai masa pemerintahan Bani

16

Subhi Saleh, Politik Dan Pentadbiran Didalam Islam, (Kuala Lumpur: Percetakan Sentosa SDN BHD, 1984) h.89.

17


(30)

Umayyah, hanya pada masa khalifah Bani Abbas dan khusunya pemerintahan Harun ar-Rasyid, telah terdapat satu jabatan peradilan baru yaitu Qadhi Qudhat18, yang diangkat oleh khalifah dan kepadanya diserahi urusan peradilan, dan diberi hak mengangkat pejabat-pejabat peradilan bagi yang di pandang mampu, baik yang jauh dari pusat pemerintahan maupun yang dekat. Dan satu pendapat mengatakan bahwa, Qadhi qudhat tidak boleh mengangkat ayahnya sendiri atau anaknya, dan ada yang berpendapat bahwa boleh apabila ayah atau anak yang diangkat memenuhi syarat-syaratnya, karena hal wewenang mengangkat itu tidak pernah ada pengecualiannya (umum). Dan Qadhi Qudhat juga diberi hak memecat bawahannya, demikian juga kepada setiap Hakim diberi hak mengundurkan dirinya dari jabatan yang dipangkunya apabila hal itu dipandang membawa maslahat.19

3. Pemecatan Hakim

Pemerintah mempunyai hak memecat Hakim yang ia angkat apabila ada sebab yang menghendakinya, dan tidak dibenarkan tindakan pemecatan tanpa ada sebab, demikian menurut mazhab syafie’, karena hal itu dikaitkan dengan kemaslahatan kaum muslimin dan hak umat, maka tidak dibenarkan tindakan pemecatan terhadap hakim yang tidak bersalah, karena hal itu disamakan dengan wakalah (perwakilan) apabila ada hubungannya dengan hak orang lain.20

18

Sekarang dapat disamakan dengan ketua mahkamah agung

19

Muhammad Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam, (Jakarta: Darul Falah, 2000) h. 64

20


(31)

Dan kalau seorang hakim meninggal dunia atau dipecat oleh orang yang tidak berhak memecatnya, maka tidak terpecat dan tidak diperlukan pengangkatan baru, sebab pada dasarnya ia melaksanakan kekuasaan umum dibidang peradilan dari umat dan mengadili atas namanya.21

C. Syarat-syarat Kelayakan Hakim Dalam Hukum Ketatanegaraan Islam

Islam menetapkan cara yang menjamin dan mengukuhkan tegaknya keadilan dalam aspek kehakiman, antaranya menetapkan pemisahan kekuasaan hakim dari dipengaruhi oleh jabatan-jabatan yang lain . Syarat hakim, saksi, keterangan dan adab mahkamah dan hakim mestilah dengan cara yang jelas dan wajib22. Tidak boleh diangkat menjadi hakim, kecuali orang-orang yang memiliki syarat-syarat menjadi hakim. Jika seseorang mempunyai syarat-syarat untuk menjadi hakim, ia berhak diangkat menjadi hakim, dan keputusannya diterapkan.23 Dan pengangkatan penguasa pemerintahan umum atau wakilnya, terhadap orang yang telah memenuhi syarat keahlian dan kepatutan, untuk jabatan hakim ini tidak menghalangi hakim untuk bolehnya memeriksa persengketaan di antara pihak-pihak yang di antara mereka terdapat pihak-pihak penguasa itu sendiri, dan mengadili serta menjatuhkan putusan atas mereka sepanjang tuntutan keadilan dan bukti-bukti.24

21

Ibid h. 64

22

Abdul Hadi Awang, Islam Adil Untuk Semua, (Selangor: PTS Islamika SDN BHD, 2009) h.58

23

Imam Mawardi,Al-Ahkam As-sulthaniyyah, (Jakarta: Darul Falah, 2000) h.122

24


(32)

Ada tujuh syarat untuk bisa diangkat menjadi hakim;

1. laki-laki.

Syarat ini menghimpunkan syarat, tidak wanita.25

Syarat ini menjadi syarat sah menurut Mazhab Maliki, Syafie, dan Hanbali, sekiranya dilantik perempuan menjadi hakim maka pelantikan itu tidak sah dan hukumanya tidak diluluskan karena jawatan hakim termasuk dalam Wilayah Am yang tidak layak diberi kepada perempuan karena sabda Rasulullah:

! "#$ $%$& ' ( ) $*+$ " & ,-. & /0$

#1/ ' ( 2

/. 3 &

4 $( $567ی $. ' ( 9$:# . ( ;$6<$:

' ( =*,> ?6@ $. A6 B 906& ! "6ﺹ ! '

)$D$* E A@$* $ $.$B

26

Artinya: “ Daripada Khalid bin Harist telah berkata Humaid daripada al-Hasan daripada Abi Bakar aku telah mendengar Rasulullah SAW binasalah Raja Kisra yamg telah melantik anak perempuannya, sabda Nabi SAW lagi, tiada berjaya kaum yang melantik perempuan menjadi wali urusan mereka”.

Dan orang-orang perempuan mempunyai fitrah (sifat semulajadi) yang tidak melayakkan mereka memegang jawatan Wilayah Am dan tidak dapat menjamin melaksanakan tugas dengan sempurna dan sopan menurut Islam.

Mazhab Hanafi pula berpendapat bahwa boleh perempuan diangkat menjadi hakim dalam urusan selain had dan qisas karena kesaksian perempuan dalam dua perkara tersebut tidak dapat diterima.27

25

Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam Sulthaniyyah Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Negara Islam,(Jakarta: Darul Falah, 2000) h.

26

Kitab Sunan an-Nasai’, An-nahyu A’nil Isti’mali An-Nisa’ fiil hukmi, Juzu’ 16, h.224

27


(33)

2. Berakal.

Syarat ini menghimpunkan syarat baligh yang dikenali dengan mukallaf (yang mempunyai tanggung jawab). Syarat ini disepakati dan tidak cukup hanya dipandang sekadar mukallaf, karena berakal disini harus benar-benar sehat pikiran, cerdas, dan dapat memecahkan masalah yang pelik dengan kecerdasannya.28

B CDEF

.

G%

CD

>

5H%

I

9

J

CF

%%" 0

*K

8

L

HJM

N

J

E;O( )

*+

2#3PQR

S :B

E;(EU

9

E;W XY

>+.Z

F,#.

G

Artinya:“Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurutmu pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah pada mereka hartanya.(QS: an-Nisa’: 4/6)

3. Merdeka.

Budak itu kekuasaan atas dirinya sendiri tidak sempurna, oleh karena itu ia tidak bisa berkuasa atas yang orang lain. Selain itu, kesaksian budak dalam kasus–kasus hukum tidak diterima, maka sangat logis kalau status budak juga menghalangi penerapan hukum olehnya dan pengangkatan dirinya sebagai hakim.

28


(34)

Jika budak telah telah bebas, ia diperbolehkan untuk menjabat sebagai hakim, kendati perwalian dirinya berada ditangan pemiliknya, karena nasab tidak termasuk kriteria dalam kekuasaan hukum.

4. Islam

Karena Islam menjadi syarat diterimanya kesaksian, dan karena firman Allah SWT:

'([#.\] C$

C^_

"P

:KC+

J

`@

.Ja

bcD d

C^_

e

0>

J

..Z

+

78.=

C^f

K

+

= >

F,#.

Artinya: “Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang- orang kafir sebagai pemimpin selain dari orang mu’min” Pandangan Imam al-Mawardi mengatakan bahwa orang kafir tidak boleh dilantik menjadi hakim secara mutlak adalah pandangan kebanyakan ulama’. Malahan keseluruhan ulama’ berpandangan bahwa orang kafir tidak boleh dilantik menjadi hakim untuk menghakimi orang-orang Islam berdasarkan ayat-ayat yang disebutkan di atas tadi .

Orang kafir tidak boleh diangkat menjadi hakim untuk kaum muslimin, bahkan untuk orang-orang kafir

Abu Hanifah berkata: “Orang kafir boleh diangkat menjadi hakim untuk orang-orang kafir”


(35)

Inilah kendati pengangkatan orang kafir tersebut terjadi dalam tradisi penguasa, namun pengangkatannya adalah pengangkatan menjadi pejabat, dan bukan pengangkatan menjadi hakim. Imam boleh tidak menerima keputusan hakim tersebut. Jika orang-orang menolak membawa perkaranya kepada hakim kafir, mereka tidak boleh dipaksa membawa perkaranya kepadanya, karena hukum Islam lebih layak diterapkan terhadap mereka.

5. Adil.

Syarat adil ini berlaku dalam semua jabatan. Adil ialah berkata benar, jujur, bersih dari hal-hal yang diharamkan, menjauhi dosa-dosa, jauh dari sifat ragu-ragu, terkontrol ketika senang dan marah, serta menggunakan sifat muruah (ksatria) dalam agamanya dan dunianya. Jika seseorang memiliki syarat diatas, ia orang adil, kesaksiannya diterima dan kekuasaanya sah, jika syaratnya tidak lengkap, kesaksian tidak diterima dan kekuasaanya tidak sah. Untuk itu, ucapannya tidak perlu didengar, dan hukumnya tidak perlu diterapkan.

6. Sehat Pancaindera

Ia dapat membedakan antara pendakwa dengan terdakwa, membedakan pihak yang mengaku dengan pihak yang tidak mengaku, membedakan kebenaran dengan kebatilan, dan mengenali pihak yang benar dan pihak yang salah.

Jika ia buta, kekuasaanya batal, namun Imam Malik membolehkannya sebagaimana ia mengesahkan kesaksiannya. Jika ia tuli, maka ada perbedaan pendapat di dalamnya seperti perbedaan pendapat tentang tuli dalam jabatan Imam (khalifah).


(36)

Sehat organ tubuh tidak termasuk syarat dalam jabatan hakim, kendati sehat organ tubuh menjadi syarat dalam jabatan Imam (khalifah).

7. Mengetahui Hukum

Ia mengetahui hukum-hukum syariat; ilmu dasar, ushul dan cabang-cabangnya furu’.

Ilmu-ilmu dasar dalam syari’at itu ada empat:

1. Mengetahui kitabullah Azza wa jalla dengan benar, hingga ia mengetahui hukum-hukumnya yang nasikh (nas yang menghapus) dan mansukh (nas yang dihapus), ayat-ayat muhkam dan ayat-ayat mutasyabihat, umum dan khusus. 2. Mengetahui Sunnah Rasulullah SAW yang eksis; ucapan beliau dan

tindakannya, tehnis penyampaiannya; mutawatir atau ahad, shahih atau tidaknya, dan sebab-sebabnya.

3. Mengetahui penafsiran para generasi salaf dalam kesepakatan mereka dan ketidaksepakatan mereka, agar ia bias berhujjah dengan ijma’ mereka dan berijtihad dengan pendapatnya sendiri dalam masalah-masalah yang mereka perselisihkan.

4. Mengetahui qiyas yang mengharuskannya mengembalikan masalah-masalah yang tidak disebutkan dalam nash, hingga ia mendapatkan jalan untuk mengetahui ilmu tentang kasus-kasus aktual dan membedakan antara yang benar dengan yang batil.29

Islam juga mewajibkan seseorang hakim yang dilantik bukan sahaja mempunyai ilmu dalam perundangan dan kehakiman, tetapi juga hendaklah

29

Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam Sulthaniyyah Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Negara Islam,(Jakarta: Darul Falah, 2000) h. 122


(37)

seorang Islam yang beriman, percaya kepada hukum Allah secara zahir dan batin, yang nyata dan tersembunyi. Hakim juga wajib bersifat adil pada dirinya sendiri dan tidak melakukan dosa besar dan dosa kecil secara berterusan serta tidak melakukan perkara yang merendahkan maruahnya, walaupun tidak berdosa. Hakim wajib memiliki ilmu dan mampu beramal dengan ilmunya secara adil.30nabi Muhammad pernah menyebut:

' ( A6 B 906& ! "6ﺹ HI#. JD 90 & /ی* & /0I& /

&

KL.

#. "M N OM N P A6 M Q-. *0R S( TU V#W. "M X (B

#. "M J 0ﺽ ( V1Z1

V#W. "M ?.OM Q-. X ( X (B

#. "M [M \ #. ] L ?6@ M A6 ی

X (B

^

Artinya: “Dari Sa’ad bin Ubaidah dari Ibnu Buraidah dari Ayahnya, bahwa Nabi SAW telah bersabda: hakim itu tiga jenis, satu jenis masuk syurga, dua jenis lagi masuk neraka. Hakim yang jahil, lalu menjatuhkan hukuman secara jahil, dia masuk neraka. Hakim yang mengetahui perkara yang benar dan menjatuhkan hukuman dengan cara tidak benar, maka dia masuk neraka”31.

30

Abdul Hadi Awang, Islam Adil Untuk Semua, (Selangor: PTS Islamika SDN BHD, 2009) h.61

31


(38)

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG NEGERI TERENGGANU DAN WEWENANG PERADILAN TERENGGANU

A. Keadaan Geografi dan Demografi

Malaysia merupakan suatu negara yang luas wilayahnya sekitar 336.700 KM32, terdiri dari Semenanjung Malaysia, Sabah dan Sarawak yang dipisahkan oleh laut Cina Selatan yang luasnya 1.036 KM, berbatasan dengan negara Thailand di Utara dan Singapura di Selatan. Sementara Sabah dan Serawak luasnya sekitar 202.020 KM yang berbatasan dengan wilayah Kalimantan (Indonesia)33.

Negara Malaysia terbagi menjadi 13 negara bagian34, yaitu Melaka, Negeri Sembilan, Selangor, Terengganu, Pahang, Johor, Kelantan, Kedah, Perak, Perlis, Pulau Pinang, Sabah dan Serawak. semenanjung malaysia terbagi kepada dua wilayah yaitu pantai barat yang terdiri daripada negeri Johor, Kedah, Melaka, Negeri Sembilan, Perak, Perlis, Pulau Pinang dan Selangor, dan pantai timur yang terdiri dari negeri Kelantan, Pahang, Terengganu.

Letak Malaysia hampir berada di garis katulistuwa antara 1˚ dan7˚ lintang utara serta 100˚ dan 119˚ bujur timur. Iklim Malaysia di pengaruhi oleh laut dan

32 http://wikisource.org/wiki/Perlembagaan_Persekutuan_Malaysia#Bahagian_X_-Perkhidmatan-Perkhidmatan_Awam, Diakses : 10.35, 23 Juni 2009.

33 Abdullah Jusuh, Pengenalan Tamadun Islam Di Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1990), h.1.

34 Yang Di Maksudkan Dengan Negara Bagian Di Malaysia, Sama Dengan Propinsi Di Negara Rupablik Indonesia.


(39)

perubahan sistem angin yang bertiup dari lautan Hindi dan laut China Selatan. Biasanya iklim ini terbagi menjadi dua musim yaitu musim monson barat-daya dan monsum timur-laut.suhu sehari-hari di seluruh malaysia rata-rata antara 70F sampai 90f. kelembapannya dapat dikatakan tinggi35

Terengganu yang terletak di semenanjung pantai timur luasnya kira-kira 1.295.638.3 hektar. Pantainya membentang sepanjang 225 KM dari utara Besut ke Selatan Kemaman. Terdapat tujuh daerah (kabupaten) di Terengganu, yaitu Kuala Terengganu, Kemaman, Dungun, Marang, Hulu Terengganu dan Besut, kemudian pada 1 januari 1985, sebuah daerah baru yaitu Setiu telah di bentuk dan menjadi daerah yang ketujuh di negeri Terengganu. Tiap-tiap daerah ini di kepalai oleh seorang pegawai daerah (bupati). Kota-kota utama di Terengganu adalah bandar Kuala Terengganu (ibu kota negeri). Chukai (ibu kota Kemaman), Kuala Besut (Besut), Dungun (Kuala Dungun), Hulu Terengganu (Kuala Berang).36

Terengganu terbatas dengan Kelantan di sebelah utara, Pahang di sebelah selantan dan laut china selatan di sebelah timur. Iklim yang tropis membuat daerah-daerah di Terengganu menjadi subur bagi lahan pertanian dan perkebunan, sedangkan daerah persisir bagian pantai laut cina selatan merupakan sektor perikanan dan parawisata.37

Dilihat dari segi sejarahnya, kedatangan Islam ke Terengganu sebelum Inggeris menjajah Terengganu pada waktu itu Terengganu belum menyatu menjadi Negara Persekutuan Malaysia sekitar abad ke-8 H atau abad ke-14 M.

35 Abdullah jusuh, Pengenalan Tamadun Islam Malaysia, h.xii. 36Ibid., h.7.


(40)

Sebagai buktinya adalah seperti yang tercatat dalam batu bersurat Terengganu.yang bertuliskan: “Tuan mendudukan Tamra ini di Benua Terengganu adi pertama ada jumaat di bulan Rajab di tahun saratan di sasanakala Baginda Rasulullah telah lalu tujuh ratus dua”

Tulisan tersebut berdasarkan hitungan ilmu falak (astronomi), bahwa Batu Bersurat itu telah di buat pada hari jumaat tanggal 6 rejab 702 H38 kerana pada tanggal tersebut bulan sedang berada dan bergerak dalam buruj saratan.39 berdasarkan kalender hijri istilahi (0001 H-1500 H) yang di keluarkan oleh kerajaan negeri Terengganu dalam menyebut tahun baru 1413 H, 6 Rajab 702 H adalah bertepatan dengan 24 februari 1303M. Tanggal tersebut bukanlah tanggal masuknya Islam ke Terengganu, tetapi itu adalah tanggal pengisytiharan (pengumuman) titah di raja berlakunya hukum syara’ dan undang-undang Islam di Terengganu.40

Ketika Terengganu di perintah oleh Sultan Zainal Abidin III (1881-1918), undang-undang Islam di Terengganu telah dilaksanakan dan dijadikan sebagai undang-undang negeri di mana Baginda Raja telah menyusun struktur organisasi Mahkamah (lembaga peradilan), membuat undang-undang Mahkamah dan perlembagaan negeri. Undang-undang ini di buat berdasarkan qawa’id

38 Hussin Hasnah Dan Nordin Mardiana, Pengajian Malaysia, (Selangor: Oxford Fajar Sdn.Bhd.,2007), Dan Lihat: http://ms. wikipedi.org/wiki/Batu Bersurat Terengganu, diakses 10:35, 23 June 2009.

39 Rumusan Kertas Kerja Yang Di Buat Oleh Tuan Haji Muhammad Khair Bin Haji Taib, Seorang Ahli Falak Yang Terkenal Di Negara Ini Dan Di Ulas Oleh Yang Berhormat Dato’ Perda Di Raja, Seorang Ahli Falak Terengganu Yang Terkenal, Di Seminar “Kedatangan Islam Ke Terengganu”, Yang Di Laksanakan Oleh Yayasan Islam Terengganu Pada 13-14 Rajab 1401 hijrah Bersama 17-18 Mei 1981 M.


(41)

syar’iah atau al-qawai’id al-fiqhiyyah, yang berisi tiga belas (13) bab, meliputi tugas-tugas pejabat dan pegawai Mahkamah, hukuman dan dana operasional Mahkamah, secara umum, undang-undang Mahkamah ini berdasarkan sistem kehakiman Islam. Dapat dikatakan, bahwa pada masa itu undang-undang ini ternyata begitu lengkap dan tersusus rapi serta pelaksanannya di seluruh Terengganu sesuai dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip kehakiman Islam.41

B. Mahkamah Syariah Dan Wewenangnya

Mahkamah Syariah ialah institusi kehakiman yang menangani serta menjatuhkan hukuman kepada orang yang beperkara perdata dan pidana Islam sesuai kewenangan yang telah di tetapkan.pada tahun 1948, ordinan42. Kewenangan yang diberikan kepada Mahkamah Syariah adalah seperti perkawinan, perceraian, kekeluargaan serta penyelesaian harta pusaka kecil. Mahkamah Syariah pula menjalankan tugas yang terpisah dengan Pejabat Agama. Pejabat Agama menjalankan urusan dalam hal-hal yang bersangkut dengan masyarakat Islam seperti urusan zakat, baitulmal, dakwah, pendidikan, dan sebagainya berdasarkan kewenangan setiap negeri bagian di Malaysia. Terdapat negeri yang meletakkan Mahkamah Syariah di bawah wewenang Pejabat Agama negeri di bidang kuasa dan tugas yang berlainan.43

41 http://ms. wikipedia.org/wiki/Mahkamah Syariah Malaysia, diakses 14 june 2009, at 8:30 am.

42 Ordinan adalah istilah, Undang-Undang yang dibuat pada waktu Inggeris berkuasa, hingga saat ini hanya di gunakan oleh Negara bagian Sabah dan Serawak.

43 http://ms.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syariah_di Malaysia, diakses 23 jun 2009 at 08:30 am.


(42)

Kebanyakan negeri menjadikan majelis mesyuarat DUN sebagai institusi yang tertinggi dan di ikuti majelis agama dan adat istiadat44. Terdapat di bawahnya Mahkamah syariah dan jabatan agama Islam. Di setiap buah negeri di bentuk sebuah jabatan agama Islam untuk menangani perkara-perkara yang berkaitan dengan undang-undang syariah. Mahkamah Syariah juga di tubuhkan di setiap daerah bagi kebanyakan negeri untuk memudahkan lagi menjalankan pentadbiran agama Islam. Ketua bagi setiap daerah berkenaan di lantik seorang kadi daerah.45

Mahkamah Syariah Terengganu ataupun Mahkamah di setiap negeri mempunyai fungsi antara lain:46

1. Menerima dan menyelesaikan kasus-kasus yang di bawa di Mahkamah syariah dengan adil dan saksama sesuai dengan hukum syarak dan ketentuan undang-undang;

2. Melaksanakan sistem kehakiman Islam yang teratur dan berkesusan(baik); 3. Mengurus kasus-kasus rayuan (banding) syariah secara teratur;

4. Mengurus permohonan pembagian harta pusaka;

5. Membangun sumber daya manusia yang terlatih dan profesional; 6. Memberi pelayanan mediasi (perundingan pedamaian).

Pada tahun 2001 DUN Terengganu telah membuat suatu undang-undang Mahkamah Syariah yaitu Enakmen no. 3 Tentang Mahkamah Syariah Terengganu) 2001 dan Enakmen no. 6 Tentang Keterangan dan Penjelasan

44 Yang Dimaksudkan Dengan DUN ( Dewan Undangan Negeri), di Negara Rupablik Indonesia ialah DPRD, (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

45 Http://ms.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syariah_di Malaysia,


(43)

Mahkamah Syariah (Terengganu) 2001. berdasarkan Enakmen Mahkamah ini, Mahkamah Syariah di bentuk dalam tiga tingkat yaitu:

a. Mahkamah Rayuan Syariah

Mahkamah rayuan syariah merupakan lembaga peradilan agama yang berdiri sendiri, terdiri dari tiga anggota yaitu mufti kerajaan negeri dan dua orang yang telah di lantik oleh Duli Yang Maha Mulia Sultan. Hanya berwenang untuk menerima dan memutuskan perkara-perkara yang telah di putuskan oleh Mahkamah Tinggi Syariah dan tidak boleh meminta untuk mengadili. Mahkamah Rayuan Syariah adalah peringkat kasasi dalam ruang lingkup Mahkamah Syariah. Mahkamah Rayuan berkedudukan di ibu kota Kuala Terengganu.

Dalam pasal 17 Enakmen no.3 tentang Mahkamah Syariah (Terengganu) 2001 di sebutkan bahwa bidang kuasa Mahkamah Rayuan Syariah47:

1) Mahkamah Rayuan Syariah hendakalah mempunyai bidang kuasa untuk mendengar dan memutuskan apa-apa rayuan terhadap apa-apa keputusan yang di buat oleh Mahkamah Tinggi Syariah dalam menjalankan bidang kuasa asalnya,

2) Apabila suatu rayuan daripada sesuatu Mahkamah Rendah Syariah telah di putuskan oleh Mahkamah Tinggi Syariah, Mahkamah Rayuan Syariah boleh atas permohonan mana-mana pihak memberikan kebenaran untuk di putuskan olehnya sendiri apa-apa persoalan undang-undang berkepentingan awam yang timbul dalam perjalanan rayuan itu dan yang keputusannya oleh Mahkamah Tinggi Syariah telah menyentuhkan keputusan rayuan itu.

3) Apabila kebenaran telah diberikan oleh Mahkamah Rayuan Syariah, ia hendaklah mendengar dan memutuskan persoalan yang di benarkan di rujukan bagi keputusannya dan membuat apa-apa perintah yang boleh dibuat oleh Mahkamah Tinggi Syariah, dan yang di fikirkannya adil bagi pemberesan rayuan itu.

Kemudian dalam pasal 18 di sebutkan bahwa bidang kuasa pengawasan dan peninjauan kembali oleh Mahkamah Rayuan Syariah 48;


(44)

1) Mahkamah Rayuan hendaklah mempunyai bidang kuasa pengawasan dan penyemakan ke atas Mahkamah Tinggi Syariah dan boleh, jika di dapati olehnya demi kepentingan keadilan, sama ada atas kehendaknya sendiri atau kehendak mana pihak atau orang yang berkepentingan, pada mana-mana peringkat dalam apa-apa perkara dan prosuding, sama ada mal dan jinayah, dalam Mahkamah Tinggi Syariah, memanggil dan memeriksa mana-mana rekod tentang perkara atau prosuding itu dan boleh memberikan apa-apa arahan yang di kehendaki demi keadilan.

2) Apabila Mahkamah Rayuan Syariah memanggil rekod tentang apa-apa perkara atau prosiding di bawah subseksyen (1), semua prosiding dalam Mahkamah Tinggi Syariah tentang perkara atau prosuding itu hendaklah di gantung sementera diganti perintah selanjutnya daripada Mahkamah Rayuan Syariah. 49

b. Mahkamah Tinggi Syariah

Mahkamah Tinggi Syariah merupakan lembaga Peradilan Tingkat Tinggi yang berkedudukan di ibu kota Negara bagian (provinsi) yaitu di Kuala Terengganu. Mahkamah ini diketuai oleh seorang Hakim Besar tugasnya mengawasi dan mengatur semua Hakim yang ada di kabupaten (Mahkamah Rendah Syariah). Sedangkan wewenangnya meliputi bidang jinayah (pidana) dan perdata yang telah diputus oleh Mahkamah Rendah Syariah dengan kata lain Mahkamah Tinggi Syariah adalah peradilan tingkat banding.

Berdasarkan pasal 11 Enakmen no.3 tentang Mahkamah Syariah (Terengganu) 2001, kewenangan Mahkamah Tinggi Syariah:

1) Mahkamah Tinggi Syariah hendaklah mempunyai kuasa di seluruh negeri Terengganu dan hendaklah di ketuai oleh seorang hakim Mahkamah Tinggi Syariah.

2) Walau apa pun subseksyen (1), ketua hakim syariah boleh bersidang sebagai hakim Mahkamah Tinggi Syariah dan mengetuai Mahkamah itu. 3) Mahkamah Tinggi Syariah hendaklah ;

a) Dalam bidang kuasa jinayah, membicarakan apa-apa kesalahan yang di lakukan oleh seseorang orang Islam dan boleh di hukum di bahawa

48Ibid, h. 214


(45)

Enakmen ini atau mana-mana undang-undang bertulis lain yang sedang berkuatkuasa yang menetapkan kesalahan-kesalahan terhadap rukun-rukun agama Islam, dan boleh mengenakan apa-apa hukuman yang di peruntukkan bagi kesalahan itu; dan

b) Dalam bidang kuasa mal, mendengar dan memutus ;

c) Semua tindakan dan prosiding jika semua pihak dalam tindakan atau prosiding itu orang Islam dan tindakan prosiding itu adalah berhubungan dengan

i. Pertunagan, perkawinan, ruju’, perceraian , pembubaran perkawinan (fasakh), nusyuz , atau pemisahan kehakiman (faraq), atau apa-apa perkara yang berkaitan dengan hubungan antara suami isteri; ii. Apa-apa pelupusan atau tuntutan harta yang berbangkit daripada

mana-mana perkara yang di nyatakan dalam sub perenggan (i); iii. Nafkah orang-orang tanggungan, kesahtarafan, atau penjagaan

(hadhanah) budak-budak;

iv. Pembahgian dan tuntutan harta sepencarian; v. Wasiat atau alang semasa marad-al-maut;

vi. Alang semasa hidup, atau penyelesaian yang di buat tanpa balasan yang memadai dengan wang atau nilaiab wang, oleh seorang orang Islam;

vii. Wakaf dan nazar;

viii. Pembahagian dan pewarisan harta berwasiat atau tak berwasiat; ix. Penentuan orang-orang yang berhak kepada harta pusaka seseorang si

mati yang beragama Islam atau bahagian-bahagian yang kepadanya masing-masing orang itu berhak;

x. Pengisytiharaan bahwa seseorang itu bukan lagi orang Islam;

xi. Pengisytiharaan bahwa seseorang yang telah mati itu ialah seseorang Islam atau sebaliknya pada masa kematiannya; dan

xii. Perkara-perkara lain yang berkenaan dengannya bidang kuasa di berlakukan oleh mana-mana undang-undang bertulis.50

Selain menerima dan menyelesaikan kasus-kasus yang di bawa ke Mahkamah ini dengan di adili dan saksama sesuai dengan kewenangan, Mahkamah Tinggi Syariah juga mempunyai wewenang

a. Dapat melakukan koreksi atau peninjauan terhadap kasus-kasus yang telah diproses di Mahkamah Syariah daerah-daerah,

50Ibid,


(46)

b. Mendengar, meneliti atau memproses dan memutuskan kasus-kasus yang di ajukan banding dari Mahkamah Rendah Syariah daerah-daerah,

c. Menyediakan jurnal Mahkamah untuk di tertibkan (bagi sesetengah negeri).

Dalam pasal 13 ayat(2) di sebutkan bahwa dalam menerima perkara banding, Mahkamah Tinggi Syariah boleh51;

a. Dalam perkara jinayah, menolak rayuan, mensabitkan dan menghukum pihak yang merayu, memerintah Mahkamah perbicaraan memanggil pembelaan atau membuat saisatan lanjut, menambah atau meminda hukuman, memerintah pembicaraan semula apa perintah Mahkamah.

b. Dalam perkara mal, mengesahkan atau mengubahkan keputusan Mahkamah, menjalankan mana-mana kuasa yang boleh di jalankan oleh Mahkamah perbicaraan.

c. Mahkamah-Mahkamah Rendah Syariah

Mahkamah Rendah Syariah berkedudukan di setiap kabupaten yang menangani perkara-perkara untuk wilayahnya saja sebagai pengadilan tingkat pertama. Tiap-tiap Mahkamah Rendah Syariah Daerah diketuai oleh seorang Hakim Mahkamah Rendah Syariah. Tugasnya adalah memproses kasus-kasus yang menjadi kewenangannya, menerima dan memutuskan kasus-kasus tersebut, dan menyediakan kertas-kertas keputusan dan laporan Mahkamah.52 Ada pun

51Ibid, h. 211

52 Mimi Kamariah Majid, Undang-Undang Keluarga Di Malaysia, (Kuala Lumpur: Butterworths Asia, 1992), h.24.


(47)

wewenangnya sebagaimana di sebutkan dalam pasal 12 Enakmen no. 3 tentang Mahkamah Syariah (Terengganu) 2001, 53yaitu;

1. Sesuatu Mahkamah Rendah Syariah hendaklah mempunyai bidang kuasa di seluruh negeri Terengganu dan hendakalah di ketuai oleh seorang hakim, 2. Mahkamah Rendah Syariah hendaklah;

a. Dalam bidang kuasa jinayah, membicarakan apa-apa kesalahan atau mana-mana oleh seseorang orang Islam di bawah Enakmen ini atau mana-mana undang-undang bertulis lain yang menetapkan kesalahan-kesalahan terhadap rukun-rukun agama Islam yang baginya hukuman maksimun yang diperuntukan oleh Enakmen atau mana-mana undang-undang bertulis itu tidak melebihi tiga ribu ringgit54, atau memenjara selama tempoh dua tahun atua kedua-duanya, dan boleh mengenakan mana-mana hukuman yang di peruntukan bagi kesalahan itu;

b. Dalam bidang kuasa mal, mendengar dan memutuskan semua tindakan dan prosiding yang Mahkamah Tinggi Syariah diberikan kuasa untuk mendengar dan memutuskan, jika amaun atau nilai hal perkara yang di pertikaikan itu tidak melebihi seratus ribu ringgit atau tidak dapat di anggarkan dengan wang (tidak termasuk tuntutan hadhanah atau harta sepencarian).

C. Mahkamah Sivil Dan Wewenangnya

Setelah terbentuknya Malaysia pada tahun 1963, maka undang-undang Sivil dan atucara jinayah telah diselaraskan antara negeri-negeri selat, negeri-negeri Melayu bersekutu, negeri melayu tidak bersekutu, Sabah dan Sarawak.

Pada kesimpulannya, menunjukkan bahwa kedatangan Inggris ke Tanah Melayu adalah bertujuan untuk menguasai ekonomi, politik, pentadbiran, memperkenalkan undang-undang Inggris dan menyebarkan agama kristian. Kenyataan inni terbukti apabila Inggris bertindak campurtangan dalam semua urusan pentadbiran, terutamanya dalam sistem perundangan. Kesan dari itu munculnya

53Enakmen Mahkamah Syariah (Terengganu) 2001 h. 210


(48)

pemerintahan sekular di Tanah Melayu, penggunaan undang-undang Inggris mengenepikan sebagian besar undang-undang Islam dilakukan melalui hakim-hakim British, melalui pengenalan undang-undang Inggris dan penubuhan majelis negeri yang berkuatkuasa membuat undang-undang yang berdasarkan undang-undang Inggris. Negeri Melayu yang mempunyai Mahkamah Syariah Inggris bertindak mengurangkan bidangkuasa Mahkamah tersebut. Dan membuatkan undang-undang Inggris digunakan di setiap negeri.55

Tugas kehakiman dalam Mahkamah Sivil wewenangnya sangat luas tidak terbatas kepada orang Islam saja bahkan merangkumi orang Islam dan bukan Islam yang boleh memutuskan banyak perkara mengikut bidangkuasa yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan akta persekutuan disamping enakmen negeri yang terpakai baginya dengan bersumberkan pada Perlembagaan Persekutuan dan juga berpandukan kepada common law Inggris.56Yang termasuk dengan Mahkamah sivil adalah Mahkamah atasan dan Mahkamah rendah, Mahkamah atasan termasuk Mahkamah persekutuan, Mahkamah rayuan dan Mahkamah tinggi dan yang termasuk dengan Mahkamah rendah adalah Mahkamah sesyen Mahkamah majistret. 57

a. Mahkamah Persekutuan

Terdapat satu sahaja kehakiman Persekutuan yang mentadbirkan Undang-Undang Persekutuan dan Undang-Undang-Undang-Undang Negeri bagi semua Negeri-Negeri

55

Abu Bakar Abdullah, Kearah Pelaksanaan Undang-undang Islam Di Malaysia: Masalah

dan Penyelesaiannya, (Kuala Terengganu: Pustaka Damai, 1986) h. 132

56

Institut Kefahaman Islam Malaysia,Sistem Kehakiman Islam (Kuala Lumpur: Malindo Printers SDN BHD, 2001) h. 21

57

http://ms.wikipedia.org/wiki/Kehakiman_di_Malaysia diakses pada 18/12/2009 pada jam 15.50 wib


(49)

Persekutuan, oleh karena ketiadaan Mahkamah awam negeri, maka tidak timbul masalah bidangkuasa Mahkamah Persekutuan.58

Mahkamah Persekutuan merupakan Mahkamah tertinggi di Malaysia. Mahkamah Persekutuan boleh membicarakan semua rayuan kasus sivil yang diputuskan oleh Mahkamah Rayuan jika Mahkamah Persekutuan memberikan kebenaran untuk berbuat demikian. Mahkamah ini juga membicarakan rayuan-rayuan

kasus jinayah daripada Mahkamah Rayuan yang berkait dengan kasus yang

dibicarakan oleh Mahkamah Tinggi dalam bidang kuasa aslinya, yaitu kasus-kasus yang bukan dirayu berdasarkan keputusan Mahkamah-Mahkamah Bawahan.

b. Mahkamah Rayuan

Mahkamah Rayuan umumnya membicarakan semua kasus rayuansivil terhadap putusan Mahkamah Tinggi, kecuali perintah atau putusan Mahkamah yang dibuat melalui persetujuan. Untuk kasus-kasus yang melibatkan:

1. Tuntutan yang kurang daripada RM250,000;

2. Putusan Mahkamah atau perintah yang berkait dengan biaya sahaja; 3. Rayuan yang berkenaan dengan keputusan hakim dalam kamar bicara

terhadap saman interplider tentang fakta-fakta yang tidak

dipertikaikan;kebenaran Mahkamah Rayuan harus diperoleh lebih dahulu. Mahkamah Rayuan juga membicarakan rayuan-rayuan keputusan kasus jinayah Mahkamah Tinggi.

58

Ahmad Mohamad Ibrahim, Sistem Undang-Undang Di Malaysia,(Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Dan Pustaka, 1986) h. 152


(50)

c. Mahkamah Tinggi

Mahkamah Tinggi mempunyai bidang kuasa penyeliaan dan pengubahan keputusan semua Mahkamah Bawahan, serta juga bidang kuasa untuk membicarakan semua rayuan daripada Mahkamah Bawahan, baik kasus sivil mahupun kasus jinayah.

Mahkamah Tinggi mempunyai bidang kuasa sivil yang tidak terhad, dan umumnya membicarakan kasus-kasus yang tuntutannya melebihi RM250,000, selain daripada kasus-kasus yang melibatkan kemalangankenderaan bermotor, penderitaan, dan pertikaian antara tuan rumah dan penyewa. Mahkamah ini juga membicarakan kasus-kasus yang berkait dengan:

1. Kesahan atau pembubaran perkahwinan (perceraian) dan perkara-perkara suami isteri;

2. Kemuflisan dan perkara-perkara berkait dengan penggulungan syarikat; 3. Penjagaan kanak-kanak;

4. Pemberian kenyataan sah wasiat, wasiat, dan surat kuasa mentadbirestet; 5. Injunksi, pelaksanaan tertentu (specific performance), atau pembatalan

kontrak;

6. Kesahan individu.

Mahkamah Tinggi mempunyai bidang kuasa yang tidak terhad terhadap semua kasus jinayah selain daripada perkara-perkara yang melibatkan undang-undang Islam.

Kasus-kasus dibicarakan oleh seorang hakim yang tunggal di dalam Mahkamah Tinggi, atau oleh seorang pesuruhjaya kehakiman. Sedangkan hakim-hakim Mahkamah Tinggi diberikan perlindungan jawatan (sila lihat Krisis


(51)

Perlembagaan Malaysia 1988), para pesuruhjaya kehakiman dilantik untuk penggal dua tahun dan tidak menerima perlindungan yang sama di bawah Perlembagaan.59

d. Mahkamah Rendah

Hakim-hakim Mahkamah rendah yaitu Mahkamah majistret dan Mahkamah sesyen adalah asal dari pegawai perkhidmatan awam bagi persekutuan dan negeri. Oleh sebab itu mereka ini boleh dilucutkan daripada jawatan mereka seperti melucutkan jawatan pegawai-pegawai lain. Gaji mereka pun tidak ditetapkan oleh parlimen tetapi hanya diluluskan oleh parlimen setiap tahun. Walaupun demikian, putusanputusan yang dibuat oleh Mahkamah rendah juga merupakan keadilan dan kebebasan. Ini karena hakim Mahkamah rendah adalah lulusan undang-undang, dan putusan-putusan yanng dibuat oleh mereka boleh dipinda oleh Mahkamah tinggi atas rayuan yang dibuat oleh Mahkamah itu.60

Di Malaysia Barat Mahkamah Rendah terbagi kepada tiga, yaitu Mahkamah Sesyen, Mahkamah Majistret, Mahkamah Penghulu

59

http://ms.wikipedia.org/wiki/Kehakiman_di_Malaysia diakses pada 18/12/2009 pada jam 15.50 wib

60

Tun Salleh Abbas, Prinsip-prinsip Pelembagaan dan Pemerintahan Di Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Dan Pustaka, 2006) h. 129


(52)

e. Mahkamah Sesyen

Mahkamah Sesyen dipengerusikan oleh seorang pegawai yang di gelar hakim. Pegawai ini dilantik oleh Yang di-Pertuan Agong atas nasehat hakim besar. Ia haruslah terdiri dari seorang yang mempunyai kelulusan sebagai advokat61

Mahkamah Sesyen Malaysia mempunyai bidang kuasa untuk membicarakan kesalahan-kesalahan yang tidak melibatkan hukuman mati. Mahkamah-Mahkamah ini dipengerusikan oleh hakim-hakim Mahkamah Sesyen (dahulunya Presiden Mahkamah Sesyen).

Mahkamah Sesyen juga membicarakan semua kasus sivil yang tuntutannya melebihi RM25,000 tetapi tidak melebihi RM250,000, kecuali kasus-kasus yang melibatkan kemalangan kenderaan bermotor, penderitaan, dan kasus-kasus antara

tuan rumah dan penyewa yang Mahkamah ini mempunyai bidang kuasa yang tidak terhad.

f. Mahkamah Majistret

Para majistret terbahagi kepada Majistret Kelas Pertama dan Kelas Kedua, dengan Majistret Kelas Pertama mempunyai kelayakan yang sah serta kuasa yang lebih besar. Majistret Kelas Kedua kini biasanya tidak dilantik.

Mahkamah Majistret membicarakan semua kasus sivil yang tuntutannya tidak melebihi RM25,000. Mahkamah Majistret Kelas Pertama umumnya mempunyai kuasa untuk membicarakan semua kesalahan jinayah yang hukumannya tidak melebihi 10 tahun atau yang melibatkan hukuman sanksi sahaja, tetapi boleh

61


(53)

mengenakan hukuman yang tidak melebihi lima tahun pemenjaraan, sanksi sehingga RM10,000 dan/atau hukuman merotan sebanyak 12 kali.62

Pada hari ini penggunaan undang-undang Inggris di seluruh Malaysia adalah dengan kuatkuasa Pasal 3 dan Pasal 5 Akta undang-undang Sivil 1956, dan dijalankan disetiap Mahkamah Sivil di seluruh Malaysia.63

62

http://ms.wikipedia.org/wiki/Kehakiman_di_Malaysia diakses pada 18/12/2009 pada jam 15.50. wib

63

Ahmad Mohamad Ibrahim, Sistem Undang-Undang Di Malaysia,(Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Dan Pustaka, 1986) h. 84


(54)

BAB IV

SYARAT-SYARAT KELAYAKAN HAKIM DALAM PERADILAN TERENGGANU

D. Mahkamah Syariah

Hakim Mahkamah Syariah di Terengganu merangkumi Ketua Hakim Syar’i, Hakim Mahkamah Rayuan Syari’ah, Hakim Mahkamah Tinggi Syari’ah dan Hakim Rendah Syari’ah. Didalam Enakmen No. 3 tentang Mahkamah Syariah Terengganu 2001 merangkumi pasal perlantikan tersebut.64

Pasal 8 (1) mengatakan “ Duli Yang Maha Mulia Sultan, atas nasehat Menteri Besar, boleh melantik seorang Ketua Hakim Syariah

Ayat 2 mengatakan “ Seseorang layak dilantik di bawah ayat 1 jika; (a) Dia seorang warganegara yang beragama Islam; dan

(b) Dia-

(i) Selama tidak kurang daripada sepuluh tahun sebelum perlantikannya, telah memegang jawatan Hakim Mahkamah Tinggi atau Hakim Mahkamah Rendah Syariah atau hakim atau pendaftar atau pendakwa syar’i sesuatu negeri atau pada masa yang sama memegang mana-mana satu daripada jawatan itu dan pada masa yang lain memegang mana-mana yang lain pula

(ii) Selama tidak kurang dari lima belas tahun sebelum perlantikannya telah menjadi advokad syar’i sesuatu negeri atau pada suatu masa sebelum ini dimana-mana negeri; atau

(iii)Seorang yang arif hukum syarak.

Ayat 3 orang yang, sebelum sahaja seksyen ini mula berkuat kuasa, memegang jawatan Ketua Hakim Syariah di bawah Enakmen terdahulu dan melaksanakan fungsi-fungsi kehakiman hendaklah, apabila seksyen ini mula berkuatkuasa, terus memegang jawatan Ketua Hakim Syar’i seolah-olah dia telah dilantik dibawah subseksyen 1.

Mahkamah syariah adalah satu badan yang terpisah daripada majelis dan berfungsi untuk membicarakan atau memutuskan kasus-kasus yang

64


(55)

diperuntukkan oleh Enakmen. Mahkamah syariah diadili oleh hakim, beliau dilantik oleh Sultan atau Raja negara bagian itu atau oleh Yang di-Pertuan Agong bagi negara bagian Pulau pinang, Melaka, Sabah dan sarawak.65Kelayakan seorang hakim tidak ada suatu ketetapan yang tertentu. Kecuali ditetapkan, mesti seseorang yang beragama Islam, warganegara malaysia. Tidak disyaratkan seorang yang ahli dalam bidang undang-undang Islam, kecuali keutamaannya diberikan kepada seseorang yang berkelulusan dalam bidang pengajian Islam khasnya dalam bidang syariah. Oleh karena tidak terdapat suatu ketetapan syarat bagi kelayakan hakim dalam bidang undang-undang , maka terdapat hakim di Mahkamah Syariah yang dilantik berkelulusan dalam bidang seperti bahasa arab dan usuluddin. 66

Berdasarkan peruntukan pasal 43 (3)Enakmen Pentadbiran Undang-Undang Islam 1991 di negeri Pahang menyebut tentang kelayakan calon Ketua Hakim Syar’ie dan Hakim Mahkamah Tinggi adalah:

1. Seorang Lelaki

2. Seorang Warganegara Malaysia

3. Selama tempoh tidak kurang daripada 10 tahun sebelum perlantikannya dia telah bertugas sebagai advokad syar’ie dimana-mana Mahkamah Syariah atau sebagai anggota Mahkamah syariah atau mempunyai kepakaran dalam perundangan Islam67

Pada prakteknya Mahkamah syariah hanya membicarakan dan menguruskan kasus-kasus yang tertentu seperti perkawinan, penceraian, nafkah anak dan istri, warisan dan harta sepencarian.68

65 Ahmad Mohmaed Ibrahim Ahilemah Joned, Undang-undang Di Malaysia,(Selangor: Percetakan Dewan Bahasa Dan Pustaka, 1986) h.54

66

Abu Bakar Abdullah, Kearah Pelaksanaan Undang-undang Islam Di Malaysia: Masalah

dan Penyelesaiannya, (Kuala Terengganu: Pustaka Damai, 1986) h. 284

67

Muhammad Arifin. Pentadbiran Undang-Undang Islam di Malaysia, jil 12, (Selangor: Dawama SDN BHD, 2007) h.130

68

Ahmad Mohmaed Ibrahim Ahilemah Joned, Undang-undang Di Malaysia,(Selangor: Percetakan Dewan Bahasa Dan Pustaka, 1986) h.54


(56)

Tugas hakim ialah melaksanakan keadilan. Oleh itu, seseorang hakim hendaklah menjaga segala tindak tanduk dan sikapnya dari sebarang perkara yang boleh menimbulkan keraguan tentang keadilan hukumnya dan kebersihan pribadinya. Hakim tidak boleh terpengaruh atau dipengaruhi oleh keadaan sekeliling atau oleh tekanan dari mana-mana pihak di dalam bentuk sekali apapun.

Sehubungan dengan itu, Allah SWT telah berfirman:

I

9 .

g

B"

J

#3:

E

.

C8"`h

I

G iE B"

_ `

Artinya: “Apabila kamu mengatakan sesuatu maka hendaklah kau berlaku adil sekalipun orang itu ada hubungan kerabat dengan mu (QS: Al-An’am: 6/ 152)

Allah memerintahkan supaya menghukum itu berasaskan hak dan tidak terpengaruh dengan hawa nafsu dan perasaan.

= j:.

%# C$

]k

9

%l 12

%B%4

K'mea

%n

G

^

oERgp

HJW

C^ fCF

5

5K

7rs'C>t

F

`@ .

uv

lwx d

0y

%/>

%l] z{:

C:

7|a

}%~

a

`

Artinya: “Wahai Daud, sesungguhnya kami menjadikanmu Khalifah di bumi, maka jalankanlah hukuman diantara manusia dengan hukum syara’yang benar

dan janganlah engkau menurut hawa nafsu karena yang demikian itu akan menyesatkan dari jalan Allah”(QS: Shaad: 26/ 38)

E. Mahkamah Sivil

Mahkamah sivil merupakan satu badan yudikatif negara, segala aturan dan sumber hukumnya berpandukan pada pelembagaan malaysia, begitu juga


(57)

halnya dengan syarat-syarat kelayakan hakim. Syarat kelayakan hakim mempunyai perbedaan dengan Mahkamah syariah.

Ketua Hakim Negara, Presiden Mahkamah Rayuan, Hakim-Hakim Besar, hakim-hakim Mahkamah Persekutuan, Rayuan dan Hakim-hakim Mahkamah Tinggi semuanya dilantik oleh Yang Di-Pertuan Agong atas nasihat Perdana Menteri dan pelantikan dibuat selepas di rundingkan dalam Majelis Raja-raja. Sebelum Perdana Menteri memberi nasehat pada Yang di-Pertuan Agong, maka hendaklah dirundingkan dengan Ketua Hakim Negara, kecuali pelantikan itu iyalah perlantikan Ketua Hakim Negara itu sendiri. Jika hendak dilantik Hakim Besar, maka sebelum Perdana Menteri memberi nasehat kepada Yang di-Pertuan Agong maka hendaklah berunding dengan Hakim Besar yang telah dilantik. Untuk melantik sseorang hakim Mahkamah persekutuan pula, perdana menteri haruslah berunding dengan kedua-dua hakim besar (hakim besar dan hakim besar Mahkamah tinggi Sabah dan Sarawak), dan untuk melantik hakim Mahkamah tinggi, memadailah dirundingkan perkara pelantikan ini dengan hakim besar Mahkamah tinggi itu.69

Untuk dilantik menjadi hakim, seorang itu haruslah warganegara Malaysia, dan dalam tempoh sepuluh tahun sebelum dilantik ia telah menjadi advokad Mahkamah persekutuan atau Mahkamah tinggi, atau telah berkhidmat dalam pekhidmatan kehakiman dan perundangan bagi persekutuan atau bagi sebagian dari tempoh sepuluh tahun itu dia telah menjadi advokad dan sebagian lagi dia telah berkhidmat dalam perkhidmatan itu. Seseorang hakim itu boleh

69

Tun Salleh Abbas, Prinsip Pelembagaan dan Pemerintahan Di Malaysia (Selangor: Dawama SDN BHD, 2006) h. 126


(1)

BAB V PENUTUP

C. Kesimpulan

Setelah mengurai dan menjelaskan mengenai syarat-syarat hakim menurut Mahkamah Syariah dan Mahkamah Sivil di Terengganu, maka pada akhir ini penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan tema tersebut:

1. Di dalam Islam, hakim disebut sebagai orang yang menjatuhkan hukuman, seseorang yang dilantik oleh pemerintah (sultan) untuk menyelesaikan tuntutan dan persengketaan. Rasulullah sendiri telah melantik hakim untuk menyelesaikan tuntutan dan persengketaan di wilayah-wilayah yang jauh. Hakim berada dibawah satu lembaga, kedudukannya yang berada di bawah khalifah. Ia satu lembaga yang tersedia untuk tujuan menyelesaikan gugatan serta memutuskan perselisihan dan pertikaian. Bagaimanapun, ia tetap berjalan sepanjang rel hukum Syariah yang telah ditetapkan didalam al-Quran. Pada awalnya tugas hakim merupakan tugas khalifah namun mereka mempercayakan kepada orang lain karena kesibukan akan urusan umum, oleh itu mereka mewakilkan diri untuk pelaksanaan jabatan hakim.

2. Syarat-syarat kelayakan hakim Mahkamah Syariah tertulis dalam undang-undang yang diluluskan dewan negeri pada tahun 2001. Hakim bagi Mahkamah Sivil pula telah diaturkan dalam pelembagaan Malaysia dalam perkara 122 B tentang pelantikan hakim dan perkara 123 tentang kelayakan hakim. Tidak banyak perbedaan antara hakim Mahkamah Syariah dan


(2)

Mahkamah Sivil, bagi hakim Mahkamah Syariah lebih diutamakan seseorang itu harus Islam dan mempunyai Ijazah Sarjana Syariah, dan bagi Mahkamah Sivil, Islam tidak disyaratkan untuk calon hakim dan haruslah berkelulusan dari fakultas undang-undang. Dan masing-masing hakim haruslah pernah praktek sebagai advokad dalam tempoh 10 tahun.

3. Syarat-syarat kelayakan hakim dalam Islam menurut buku Ahkam Sulthaniyyah karangan Imam Al-Mawardi ada tujuh, antara persamaan syarat kelayakan hakim dalam Islam dan perundangan Terengganu adalah Islam, ini karena dalam perundangan mengatur syarat bagi Mahkamah Syariah, maka wajarlah dikatakan Islam adalah syarat yang penting, syarat lainnya seperti tahu tentang ilmu syariat, dalam perundangan Terengganu seseorang yang kelulusan Syariah diutamakan dalam menjadi hakim bertepatan dengan syarat dalam Islam yaitu mengetahui ilmu syariat serta cabang-cabangnya. Perbedaannya dalam sistem Perundangan Terengganu, seseorang yang tidak pernah praktek sebagai advokad tidak dibenarkan menjadi hakim, syarat ini tidak terdapat dalam Islam, begitu halnya dengan batas umur bagi seorang hakim, dalam perundangan Terengganu seseorang yang berumur lebih dari 65 tahun haruslah pensiun dari menjadi hakim. Bagi hakim Mahkamah Sivil syarat kelayakannya tidak dapat disamakan dengan Islam, ini karena syarat hakim telah diatur oleh pelembagaan Malaysia yang menganut sistem Inggris.


(3)

Berdasarkan pembahasan ini mengenai tentang syarat-syarat hakim menurut Islam dan undang-undang Terengganu, jelaslah bahwa kuasa utama untuk melantik hakim berdasarkan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah atau khalifah itu sendiri. Namun demikian ia tertakluk kepada peraturan dan batasan yang ditetapkan oleh syara’. Dalam memutuskan pelantikan hakim, pemerintah mestilah membuat pemilihan dan penelitian terlebih dahulu. Ini bertujuan supaya pelantikan itu berlandaskan keadilan sama seperti fungsi jabatan hakim itu juga yang bertindak untuk menegakkan keadilan demi merealisasikan matlamat hukum syara’. Namun demikian untuk menjadikan pelantikan seseorang hakim itu memenuhi matlamat kehakiman, maka semua syarat itu mesti diambil kira sebagai faktor penentu dalam pelantikan hakim dengan memastikan dan mengambil kira syarat-syarat yang disepakati dan dipertikaikan bersesuaian dengan situasi. Islam telah meletakkan syarat ketat yang wajib dipenuhi dalam melantik hakim kerana jawatan ini penting dan pada hakikatnya jabatan ini pernah disandang oleh Rasulullah SAW dan Khulafa’ al-Rasyidun.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran al-Karim.

Abas, Salleh Mohd, Prinsip Perlembagaan Dan pemerintahan Di Malaysia,cet III, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006.

Abdul, Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, Surabaya, PT Bina Ilmu, 1995.

Abdullah, Abu Bakar, Ke Arah Pelaksanaan Undang-Undang Islam di Malaysia : Masalah dan Penyelesaiannya, Kuala Terengganu, Pustaka Damai, 1986. Al-Anbariy, Khalid Ali Muhammad, Sistem Politik Islam Menurut Pandangan

Al-Quran, Al-Hadis Dan Pendapat Ulama’ Salaf, Cet I, Selangor, Telaga Biru SDN BHD, 2008.

Al-Mawardi, Abu HasanAli Ibn Muhammad, al-Ahkam as-Sulthaniyah, Beirut: Dar al-Fikr, 1960

Al-Mawardi, Imam, Hukum Tata Negara dan Kepimpinan dalam Takaran Islam, cet I, Jakarta, 2000.

Al-Saleh, Dr. Subhi, Politik Dan Pentadbiran Dalam Islam, Cet I, Kuala Lumpur, Percetakan Sentosa (K.L.) SDN BHD,1984.

An-Nabhani, Taqiuddin, Sistem Pemerintahan Islam, cet I, Bangil: Al-Izzah, 1997. Arifin, Mahamad, et al., Pentadbiran Undang-undang Islam di Malaysia, jilid 12,

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007.

Ash-Shabuni, Muhammad Ali, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam, jiid I, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 2003


(5)

Awang, Abdul Hadi, Islam Adil Untuk Semua, Selangor, PTS Islamika SDN BHD, 2009.

Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Cet 30, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2007.

Ghazali, Rumaizuddin Mohd, Sains Politik Islam,cet I, Pahang, PTS Publications & Distributors Sdn. Bhd.2004

Hamka, Dr, Keadilan Sosial Dalam Islam, Cet III, Kuala Lumpur, Percetakan Loyal SDN BHD, 1985.

Hasan, Ibrahim Hasan,Sejarah Islam (Menyentuh Bidang Politik, Agama, Kebudayaan dan Kemasyarakatan), Jilid3, Terengganu, Siri Penerbitan Yayasan Islam Terengganu,1987.

Ibrahim, Said, Qanun Jinayah Syari’ah dan Sistem kehakiman Dalam Perundangan Islam Berdasarkan Quran dan Hadith, Cet I, Kuala Lumpur, Darul Ma’rifah, 1996.

Joned, Ahmad Mohamed Ibrahim Ahilemah, Sistem Undang-Undang Di Malaysia, Cet II, Selangor, Dewan Bahasa Dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia, 1986.

Khan, Dr. Qamaruddin, Tentang Teori Politik Islam, Bandung, Penerbit Pustaka, 1987.

Madkur, Muhammad Salam, Peradilan Dalam Islam, Surabaya, PT Bina Ilmu.

Mahmasani, Sobhi Rajab, Falsafah Perundangan Islam, Kuala Lumpur, Al-Hidayah Publication, 2009


(6)

Markom, Ruzian, Apa Itu Undang-undang Islam, Pahang: cet I PTS Publications & Distributor SDN.BHD.2003

Othman, Mahmud Saedon, Institusi Pentadbiran Undang-Undang Dan Kehakiman Islam, Cet I, Selangor, Dewan Bahasa Dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia, 1996.

Raziq, Ali Abdul,Islam dan Dasar Pemerintahan (Sebuah Kajian Tentang Kedudukan Khilafah Dan Kerajaan Dalam Islam), Cet I, Kuala Lumpur, Polar Vista SDN BHD, 2004.

Shalaby, Ahmad, Sejarah Perundangan Islam,cet I, Singapura,Pustaka Nasional PTE LTD Singapura, 1986.

Sjadzali, Munawir, Islam dan tatanegara, cet v,Jakarta, UI Press, 1993.

Syarif, Ibn Mujar dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah,Doktrin dan Pemikiran Politik Islam.Jakarta, PT Gelora Aksara dan Pratama, 2008.

Syarifuddin, Amir, Usul fiqh, jilid I, cet III, Jakarta, Prenada Media Group, 2008 Zaidan, Abdul, Karim, Sistem Kehakiman Islam Prinsip-Prinsip Pendakwaan Dan

Pembuktian, jilid II, Baghdad, Pustaka Abdul Majid, 1997. Website:

http://ms.wikipedia.org/wiki/Kehakiman_di_Malaysia

http://mahir-al-hujjah.blogspot.com/2008/07/syarat-syarat-menjadi-hakim-qadhi.html http://arifomar.blogspot.com/2009/12/sistem-keadilan-jenayah-bidang-kuasa.html