Ambar Sari Dewi “Radio Komunitas dan Disaster Risk Reduction” : Studi Kasus Radio Lintas Merapi di Klaten Jawa Tengah dan Radio Angkringan di Yogyakarta
187
yang terjadi di gunung tersebut kepada masyarakat Desa Sidorejo Kecamatan
Kemalang Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Radio Lintas Merapi bersiaran mulai pukul
17.00 wib sampai selesai. Pada jam-jam tersebut, siaran radio akan diisi dengan
siaran lagu atau saling berkirim pesan antara sesama pendengar. Prgram ini adalah
program favorit warga sekitar. Menurut Sukiman, jumlah pesan yang masuk setiap
kali siaran bisa mencapai ratusan. Hal ini menandakan antusiasme masyarakat yang
tinggi.
Selama siaran dan berkirim pesan, penyiar radio Lintas Merapi tidak lupa
menyelipkan informasi tentang kewas- padaan terhadap kondisi gunung Merapi.
Menurut Sukiman, cara ini dinilai lebih efektif daripada membuat siaran berita
mengenai Merapi.
Pada saat siaga, waspada dan awas juga seperti itu, tetap dengan sajian
hiburan tetapi informasi mengenai keadaan gunung di seringkan. Pada
saat awas-pun kita selalu meng- informasikan keadaan gunung,
misalnya soal “telah terjadi guguran Material” mohon warga tetap siaga
dan jangan panik. Itu kata-kata yang selalu diselipkan
Wawancara dengan Sukiman, Koordinator
Radio Komunitas Lintas Merapi 4 Oktober 2010.
Sebagai sumber informasi, radio Lintas Merapi senantiasa menyosialisasikan
tindakan yang harus dilakukan oleh warga saat terjadi erupsi. Pada saat Gunung
Merapi berstatus awas, radio berperan dalam mengelola, siapa saja yang harus
menghindari wilayah mana, siapa yang diungsikan dulu, siapa yang berperan
untuk berkomunikasi menggunakan radio komunikasi 2-arah handy talkie, siapa
yang melakukan pemantauan, siapa yang tetap bertahan di desa dan melakukan
ronda. Melalui informasi yang disiarkan secara periodik ini, diharapkan warga
selalu waspada dan pada gilirannya mampu menekan jumlah korban akibat
erupsi Merapi.
Selain aktivitas on-air, radio Lintas Merapi memiliki kegiatan off-air.
Kegiatan-kegiatan ini dirancang agar warga sekitar tetap waspada terhadap
ancaman erupsi Merapi. Salah satunya adalah dengan mendirikan KANCING
Kelompok Anak Cinta Lingkungan. Kancing saat ini beranggotakan 39 orang
anak-anak usia sekolah Dasar dan SLTP. Kegiatan utama KANCING umumnya
berkaitan dengan upaya penyadaran akan kelestarian lingkungan. Salah satu
kegiatan yang telah dilakukan adalah dengan menanam pohon jambu biji
sebagai sumber makanan kera liar pada 21 Desember 2009 Wawancara dengan
Paiman alias Kopral, Koordinator KANCING, 24 November 2010.
Untuk melestarikan kebudayaan, radio Lintas Merapi secara berkala
menyiarkan siaran wayang kulit atau karawitan, baik secara langsung atau
rekaman. Dalam siaran tersebut, pesan agar selalu waspada terus menerus
disampaikan. Penggunaan bahasa dan istilah lokal sebagai pengganti istilah
teknis dalam siaran tersebut menjadikan siaran tersebut sangat diminati oleh
pendengar. Dengan demikian pen- dengar selalu siap dan siaga dalam
menghadapi ancaman bencana.
4. Sinergi masyarakat dalam Disaster Risk Reduction melalui Radio
Komunitas Sebagaimana telah dijelaskan pada
bagian 2, pengurangan resiko bencana merupakan bagian dari pengelolaan
bencana yang mencakup tiga aspek yaitu penanganan bencana secara
holistik, perlindungan masyarakat dari
Jurnal Sosiologi D
I
L
E
M
A
Ambar Sari Dewi “Radio Komunitas dan Disaster Risk Reduction” : Studi Kasus Radio Lintas Merapi di Klaten Jawa Tengah dan Radio Angkringan di Yogyakarta
188
ancaman bencana dan penanganan bencana berbasis masyarakat. Terkait dengan hal itu,
dalam bidang informasi implementasi DRR dapat dilaksanakan dalam 3 tahap Said,
2009, yaitu sebelum, ketika dan setelah terjadi bencana.
Mencermati apa yang telah dan terus dilakukan oleh radio komunitas Angkringan
dan Lintas Merapi, penelitian ini menunjukkan bahwa upaya pengelolaan
bencana, khususnya yang terkait dengan pengurangan resiko bencana, telah
dilaksanakan secara baik. Informasi yang benar yang disampaikan pada saat yang
tepat, akan membantu pengelolaan bencana berjalan lancar.
Sebelum terjadi gempa bumi tahun 2006, masyarakat desa Timbulharjo tidak
pernah mendapat sosialisasi dan pema- haman bahwa wilayah desa mereka berada
di daerah yang rawan bencana. Minimnya pengalaman bencana yang dimiliki oleh
warga desa Timbulharjo, berdampak pada besarnya kerugian akibat bencana gempa
bumi. Radio Angkringan sebagai saluran informasi warga Timbulharjo, tidak mampu
memberikan peringatan ketika gempa bumi terjadi pada dini hari tanggal 27 Mei 2006.
Meski demikian, pengalaman meng- organisir diri terbukti membantu kru radio
Angkringan dalam mengelola bantuan, bahkan menjadi mediator ketika terjadi
penyalahgunaan bantuan. Dengan bantuan Radio Angkringan, korban gempa berhasil
mendapatkan hak, sekaligus menyuarakan pendapatnya. Pada titik inilah, public sphere
yang diidamkan Habermas tercipta, yaitu ketika warga berhasil mewujudkan
masyarakat komunikatif tanpa dominasi. Habermas melihat translasi sosiologi tentang
teori demokrasi menunjukkan bahwa keputusan yang mengikat dan sah harus
dikemudikan oleh arus komunikasi yang mengalir dari pinggiran dan melewati
saluran yang demokratis dan konstitusional yang ditempatkan pada pintu masuk
kompleks parlemen atau pengadilan Habermas, 1996.
...the public sphere is not conceived simply as the back room of the
parliamentary complex, but as the impulse-generating periphery that
surrounds the political center: in cultivating normative reasons, it
affects all parts of the political system without intending to conquer it.
Passing through the channels of general elections and various forms
participation, public opinions are converted into a communicative power
that authorizes the legislature and legitimates regulatory agencies, while
a publicly mobilized critique of judicial decisions imposes more intense-
justificatory obligations on a judiciary engaged in further developing the law.
Sebaliknya, karena berada di lokasi yang rawan bencana gunung meletus, Radio
Lintas Merapi telah melatih warga Desa Sidorejo untuk selalu waspada. Setiap
perubahan alam yang terjadi di gunung Merapi, terus dipantau dan di kabarkan
kepada warga desa. Dengan demikian, warga terhindar dari kerugian akibat
bencana. Secara periodik, berbagai upaya peningkatan kewaspadaan dilakukan oleh
kru Lintas Merapi secara online maupun program off line. Hasilnya, ketika terjadi
letusan Merapi pada tahun 2010, seluruh warga desa Sidorejo tahu apa yang harus
dilakukan, termasuk hapal rute evakuasi darurat. Tak heran jika dalam peristiwa
letusan tahun 2010, seluruh warga desa Sidorejo berhasil selamat tak kurang suatu
apapun.
5. Penutup