Jurnal Sosiologi D
I
L
E
M
A
Rubangi Al-Hasan “Perspektif Gender dalam Penelitian Kehutangan”
150
sejauhmana perspektif gender dijalankan dalam penelitian kehutanan.
B. Paradigma dalam Penelitian Sosial
Dalam metodologi penelitian sosial, dikenal konsep paradigma. Paradigma
adalah asumsi dasar dan cara pandang terhadap suatu realitas. Friedrich mendefini-
sikan paradigma sebagai gambaran yang mendasar mengenai pokok permasalahan
dalam suatu disiplin Awang, 2007. Dalam penelitian sosial sendiri terdapat tiga
paradigma penting dan sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu sosial. Ketiga
paradigma ini menekankan pada hakikat dasar kenyataan sosial. Pertama, paradigma
fakta sosial. Paradigma ini memandang kenyataan sosial dari aspek struktur sosial
dan institusi sosial. Penggagas utama teori ini adalah Emile Durkheim. Kedua,
paradigma perilaku sosial. Paradigma ini berpandangan bahwa kenyataan sosial
dapat diperoleh dari pengamatan secara empiris terhadap perilaku individu. Dalam
pandangan paradigma ini, suatu pengeta- huan tentang kenyataan sosial dapat
dikatakan objektif jika didasarkan pada data empiris. Tokoh dari paradigma ini adalah
BF. Skinner dan George Homans. Ketiga, paradigma definisi sosial. Paradigma ini
memiliki pandangan bahwa kenyataan sosial dikonstruksi berdasarkan definisi
individu dan pengertiannya terhadap suatu realitas. Interaksi antar individu memberi-
kan konfirmasi mengenai definisi dan pengertian yang ada sehingga kemudian
diterima dalam kerangka pengertian kolek- tif. Tokoh dari paradigma ini adalah Max
Weber dan Talcott Parson Ritzer, 2002; Ritzer dalam Awang, 2007.
Paradigma memegang peranan penting dalam penelitian sosial. Ketika seorang
peneliti memakai satu paradigma, maka pandangan dan langkah yang dilakukan
dalam memahami realitas dan dalam melakukan penelitian akan dibimbing oleh
paradigma yang ia anut. Thomas Kuhn sendiri menyatakan apabila seorang peneliti
masuk dalam suatu paradigma tertentu maka komitmen terhadap paradigma itu
melampaui komitmen rasional dan intelek- tualnya Awang, 2007.
Setelah hakekat paradigma dalam penelitian sosial dijabarkan, selanjutnya
perlu juga dijelaskan makna penelitian itu sendiri. Penelitian pada hakikatnya adalah
upaya sistematis untuk mendapatkan gam- baran komprehensif mengenai realitas yang
diteliti. Upaya sistematis dalam penelitian diwujudkan dalam bentuk metodologi
penelitian yang mengatur langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya mencapai
tujuan penelitian. Selain mengatur langkah- langkah yang dilakukan pada suatu tahap
penelitian, sebagai konsekuensinya meto- dologi penelitian juga mengatur mengenai
apa yang tidak boleh dilakukan dalam kerja-kerja penelitian. Karakter metodologi
penelitian yang semacam itu berpengaruh terhadap temuan yang diperoleh. Suatu
penelitian terhadap permasalahan yang sama, namun menggunakan kerangka
metodologi yang berbeda, pada gilirannya akan mendapatkan temuan penelitian yang
berbeda pula. Pemaparan tersebut semakin menjelaskan bahwa analisis terhadap suatu
permasalahan bergantung pada pisau analisis atau metodologinya. Metodologi
sendiri dibangun atas dasar paradigma yang digunakan oleh peneliti.
Berbicara dalam konteks yang lebih praktis, khususnya mengenai metodologi
penelitian sosial dalam bidang kehutanan, kita juga akan menjumpai beragam meto-
dologi penelitian. Tiap metodologi memiliki kaidahnya masing-masing sesuai dengan
paradigma penelitian yang dipakai. Jika kita melakukan penelitian mengenai kemis-
kinan masyarakat sekitar hutan, kita mungkin akan berbicara mengenai aspek-
ISSN : 02159635, Vol 27 No. 2 Tahun 2011
Rubangi Al-Hasan “Perspektif Gender dalam Penelitian Kehutangan”
151
aspek kemiskinan, faktor-faktor yang men- yebabkan kemiskinan pada masyarakat
sekitar hutan; akses masyarakat terhadap sumber daya hutan; dan program-program
pemerintah dalam pengentasan kemis- kinan masyarakat sekitar hutan. Dari
aspek-aspek yang diteliti dalam penelitian tersebut, kita menjumpai bahwa yang
diteliti adalah aktor atau subjek yang ber- wujud manusia, baik masyarakat sekitar
hutan, maupun stakeholder terkait permasa- lahan kemiskinan tersebut.
Berkaca pada beragam penelitian yang telah dilakukan, dijumpai bahwa penelitian
yang ada belum memiliki perspektif gender. Penelitian terhadap masyarakat
secara umum masih merepresentasikan dominasi laki-laki atas perempuan.
Penelitian terhadap masyarakat tidak mengakomodasi perempuan sebagai suatu
entitas yang menentukan dan berpengaruh dalam dinamika masyarakat. Seperti telah
dijelaskan di muka, suatu penelitian banyak ditentukan oleh paradigma yang dipakai.
Penelitian-penelitian sosial konvensional yang ada tidak banyak mengakomodasi
perempuan sebagai bagian penting yang masuk dalam analisis penelitian. Para-
digma penelitian yang ada berwatak patriarkis dan berpandangan bahwa yang
memiliki suara hanya kaum laki-laki. Asumsi ini kemudian berlanjut pada hal
yang lebih makro yakni bahwa yang menentukan alur sejarah adalah kaum laki-
laki. Kaum perempuan lebih dipandang sebagai pihak yang pasif dan hanya sebagai
penikmat hasil dari apa yang diupayakan oleh kaum laki-laki.
Asumsi yang sudah mengakar dalam paradigma penelitian konvensional ter-
sebut kemudian mendapatkan tentangan dari kalangan yang menganggap bahwa
paradigma penelitian konvensional me- ngandung kelemahan yang mendalam. Jika
dalam paradigma penelitian konvensional, kaum perempuan tidak dimasukkan
dalam analisis penelitian, dan lebih dipandang sebagai pihak yang pasif dan
hanya menikmati hasil kerja laki-laki, justru asumsi semacam ini telah menjadikan kaum
perempuan sebagai korban victim. Berawal dari kontradiksi semacam ini
akhirnya muncul perspektif penelitian yang banyak memasukkan kaum perempuan
dalam domain penelitian sosial. Dari sini kemudian lahir apa yang disebut dengan
mazhab feminisme dalam penelitian sosial. Mazhab ini lahir dengan tujuan mem-
bangun sebuah konsep penelitian yang tidak bersifat bias gender. Lebih jauh,
mazhab ini bertujuan membangun budaya keilmuan yang berwatak emansipatif
terhadap kaum perempuan Hayati, 2006.
C. Institusionalisasi Penelitian Ber- perspektif Gender