Institusionalisasi Penelitian Ber- perspektif Gender

ISSN : 02159635, Vol 27 No. 2 Tahun 2011 Rubangi Al-Hasan “Perspektif Gender dalam Penelitian Kehutangan” 151 aspek kemiskinan, faktor-faktor yang men- yebabkan kemiskinan pada masyarakat sekitar hutan; akses masyarakat terhadap sumber daya hutan; dan program-program pemerintah dalam pengentasan kemis- kinan masyarakat sekitar hutan. Dari aspek-aspek yang diteliti dalam penelitian tersebut, kita menjumpai bahwa yang diteliti adalah aktor atau subjek yang ber- wujud manusia, baik masyarakat sekitar hutan, maupun stakeholder terkait permasa- lahan kemiskinan tersebut. Berkaca pada beragam penelitian yang telah dilakukan, dijumpai bahwa penelitian yang ada belum memiliki perspektif gender. Penelitian terhadap masyarakat secara umum masih merepresentasikan dominasi laki-laki atas perempuan. Penelitian terhadap masyarakat tidak mengakomodasi perempuan sebagai suatu entitas yang menentukan dan berpengaruh dalam dinamika masyarakat. Seperti telah dijelaskan di muka, suatu penelitian banyak ditentukan oleh paradigma yang dipakai. Penelitian-penelitian sosial konvensional yang ada tidak banyak mengakomodasi perempuan sebagai bagian penting yang masuk dalam analisis penelitian. Para- digma penelitian yang ada berwatak patriarkis dan berpandangan bahwa yang memiliki suara hanya kaum laki-laki. Asumsi ini kemudian berlanjut pada hal yang lebih makro yakni bahwa yang menentukan alur sejarah adalah kaum laki- laki. Kaum perempuan lebih dipandang sebagai pihak yang pasif dan hanya sebagai penikmat hasil dari apa yang diupayakan oleh kaum laki-laki. Asumsi yang sudah mengakar dalam paradigma penelitian konvensional ter- sebut kemudian mendapatkan tentangan dari kalangan yang menganggap bahwa paradigma penelitian konvensional me- ngandung kelemahan yang mendalam. Jika dalam paradigma penelitian konvensional, kaum perempuan tidak dimasukkan dalam analisis penelitian, dan lebih dipandang sebagai pihak yang pasif dan hanya menikmati hasil kerja laki-laki, justru asumsi semacam ini telah menjadikan kaum perempuan sebagai korban victim. Berawal dari kontradiksi semacam ini akhirnya muncul perspektif penelitian yang banyak memasukkan kaum perempuan dalam domain penelitian sosial. Dari sini kemudian lahir apa yang disebut dengan mazhab feminisme dalam penelitian sosial. Mazhab ini lahir dengan tujuan mem- bangun sebuah konsep penelitian yang tidak bersifat bias gender. Lebih jauh, mazhab ini bertujuan membangun budaya keilmuan yang berwatak emansipatif terhadap kaum perempuan Hayati, 2006.

C. Institusionalisasi Penelitian Ber- perspektif Gender

Wacana mengenai kesetaraan gender sebenarnya bukan merupakan isu yang baru, baik dalam konteks keilmuan, politik, sampai dengan kebijakan publik. Hal ini bisa ditilik dalam sejarah, pengakuan dunia terhadap kesetaraan laki-laki dan perem- puan sudah ada sejak Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948. Deklarasi ini menjadi tonggak dalam konsep keseta- raan gender di hadapan hukum. Meskipun begitu, kesetaraan gender sebagai sebuah gerakan dan program secara kongkret baru dirintis pada waktu konferensi perempuan pertama tahun 1975 di Mexico. Dari konfe- rensi tersebut diperoleh gambaran bahwa di negara manapun status perempuan lebih rendah dibanding laki-laki dan lebih terbelakang dalam berbagai aspek kehidupan, baik sebagai pelaku maupun sebagai penikmat hasil pembangunan BKKBN, Kemeneg PP, dalam Marhaeni, 2008. Setelah konferensi tahun 1975, oleh PBB tahun 1976-1985 disebut sebagai dasawarsa perempuan, dan setelah tahun tersebut topik bahasan mengenai Jurnal Sosiologi D I L E M A Rubangi Al-Hasan “Perspektif Gender dalam Penelitian Kehutangan” 152 perempuan berkembang pesat pada semua bidang Marhaeni, 2008. Ketika isu gender di dunia internasional begitu santer diwacanakan, di Indonesia juga terdapat kecenderungan yang sama. Pusat kajian gender banyak didirikan di banyak perguruan tinggi di Indonesia dengan berbagai varian namanya. Pusat kajian gender yang cukup awal didirikan, antara lain di UI dengan nama Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Puskagenseks, IPB dan UGM dengan nama Pusat Studi Wanita PSW, dan Universitas Kristen Satya Wacana UKSW Salatiga dengan nama Pusat Penelitian dan Studi Gender PPSG. Setelah itu perguruan tinggi lain di daerah- daerah juga banyak mendirikan pusat kajian gender dengan beragam namanya. Tabel 1 Fokus Kajian pada Empat Pusat Kajian Gender Sumber: diolah dari berbagai sumber Meskipun memiliki label yang sama dalam konteks kajian, namun pusat kajian gender pada masing-masing perguruan tinggi mengembangkan fokus kajian sendiri, meskipun pada banyak tempat terdapat beberapa kesamaan. Puskagenseks UI Anonim, 2008 misalnya lebih memfo- kuskan pada kajian mengenai gender dalam kaitannya dengan seksualitas. Kajian yang diangkat misalnya isu mengenai kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi. Meskipun fokus kajiannya adalah gender dan seksualitas, Puskagenseks UI juga melakukan penelitian gender dan politik, salah satunya terkait keterpilihan perem- puan dalam kursi legislatif. PSW IPB Amanah, 2009 mengembangkan kajian gender dengan menekankan pada core science yang digeluti IPB sendiri yakni bidang pertanian dalam pengertian umum. Pada awal berdirinya PSW di IPB penelitian yang dilakukan banyak yang merupakan kerja sama dengan institusi lain, baik pemerintahdepartemen maupun lembaga pendidikan tinggi lain. Kajian yang pernah dilakukan PSW IPB misalnya mengenai peranan perempuan dalam sektor produk- tif dan reproduktif di pedesaan bekerja sama dengan Departemen Pertanian, kajian mengenai perempuan dan ling- kungan hidup bekerja sama dengan kantor Kementerian Lingkungan Hidup, kajian tentang perempuan dan perhutanan sosial kerja sama dengan Departemen Kehu- tanan. Selain kajian-kajian tersebut, PSW IPB juga melakukan kajian-kajian lain yang lebih bersifat umum dan juga melakukan pelatihan di antaranya pelatihan metodologi penelitian berperspektif gender. Jika UI lebih menitikberatkan pada kajian seksualitas, dan IPB lebih fokus pada kajian gender dalam konteks pertanian, PSW UGM Anonim, 2010 memiliki program yang lebih bersifat integratif. Program tersebut adalah penelitian berpers- pektif gender yang bersifat multidisiplin. Hal ini terkait dengan UGM sebagai per- guruan tinggi terbesar di Indonesia dengan 18 fakultas yang mencerminkan beragam- nya disiplin ilmu yang ada. Program ini didukung dengan diadakannya pelatihan metodologi penelitian berperspektif gender. Selain itu juga diadakan kegiatan advokasi gender. Sementara itu PPSG UKSW Anonim, 2003 banyak mengembangkan kajian gender pada konteks ekonomi masyarakat kelas bawah, baik di pedesaan maupun perkotaan. Selain itu juga dikembangkan program kajian gender dan ISSN : 02159635, Vol 27 No. 2 Tahun 2011 Rubangi Al-Hasan “Perspektif Gender dalam Penelitian Kehutangan” 153 kebijakan publik dan gender pada kawasan daerah tertinggal di Indonesia.

D. Prinsip Pokok Penelitian Berperspektif Gender