Jurnal Sosiologi D
I
L
E
M
A
Akhmad Ramdon “Dinamika Kota Surakarta : Gerak Satu Dekade Pelaksanaan Otonomi Daerah”
112
Suryanto 2000-2004 yang mengusung konsep Nguwongke Wong memanusiakan
manusia ; humanis sekaligus berupaya untuk membangun kota Surakarta ketika
mengawali desentralisasi pasca krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan
memberi dampak luar biasa berat bagi daerah. Catatan desentralisasi kemudian
bergeser dan diupayakan untuk diperbaiki semua rekamannya untuk sekaligus
mengawali fase kepemimpinan Joko Widodo 2005-2010 yang mengusung
jargon Berseri Tanpa Korupsi. Sebuah proses panjang kepemimpinan yang diawali dari
sebuah proses demokratis mau tidak mau harus menempatkan pola kepemimpinan
yang lebih terbuka. Dua fase kepemimpinan kota Surakarta menyisakan banyak catatan
tentang dinamika kota selama satu dekade terakhir, dimana desentralisasi menjadi
proses bagi keterbangunan kota. Semangat otonomi menjadi energi bagi proses
keterlibatan dan pelibatan setiap warga kota dalam menjalankan kotanya dan reorientasi
pembangunan menjadi titik tolak bagi Surakarta untuk membangun. Tulisan ini
adalah upaya merangkum catatan kota tentang proses dinamisasi kota Surakarta di
era desentralisasi, di era ke-dua kepemim- pinan walikota terpilih.
Perkembangan kota yang banyak mengalami pergeseran sebagai konsekuensi
akhir atas dinamika dan adanya perubahan. Dengan latar belakang tersebut, orientasi
dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : mencatat dinamika kota
dalam skema dan skala desentralisasi 1999- 2004 dan 2005-2010 yang berberbasis pada
analisa dokumen Pertanggung Jawaban Pemerintah Kota Surakarta di era kepe-
mimpinan Slamet Suryanto dan Joko Widodo, sebagai proses dinamisasi kota
Surakarta di satu dekade terakhir.
B. Desentralisasi Awal : 1999-2004
Kepemimpinan pasca reformasi men- jadi titik awal atas proses panjang yang
secara bertahap memnjadi investasi bagi kondisi kekinian kota Surakarta. Peru-
bahan tatanan nasional yang mengusung slogan Reformasi Pembaharuan serta
mengusung pula berbagai agenda peru- bahan di tataran lokal mulai dilaunching,
berdampak luar biasa, tak terkecuali dengan yang terjadi di Surakarta. Gagasan tentang
otonomi daerah serta merta menjadi sebuah tuntutan kolektif dari bergantinya
kepemimpinan ditingkat pusat.
Momentum tersebut hadir dan ber- sama-sama menjadi bagian awal atas
keterbukaan sebuah orde yang baru yaitu orde Reformasi. Pelaksanaan Pemilu 1999
menjadi batas untuk menegaskan akan perubahan sekaligus pergantian kepemim-
pinan secara nasional. Di Surakarta kondisi tersebut sekaligus mengawali fase kepemim-
pinan Slamet Suryanto 2000-2004. Dengan konsep Nguwongke Wong mema-
nusiakan manusia ; humanis upaya untuk membangun kota Surakarta dilakukan
kembali. Beban berat yang ditanggung kota selepas krisis ekonomi yang tak kunjung
membaik karena harus ditanggung ber- samaan dengan memori kolektif akibat
kerusahan sosial Mei ’98 dan kerusuhan yang terulang kembali namun dalam area
yang lebih kecil, Oktober ’99. Namun ke- wenangan yang diberikan lewat otonomi
daerah menjadi bekal yang berharga atas upaya untuk mengembalikan kembali
denyut ekonomi kota. Dengan pertum- buhan ekonomi 4.5 pada tahun 2000
secara perlahan realisasi otonomi daerah memberi dampak yang positif untuk
mengakselerasi bagi perkembangan kota. Salah satu indikator dari otonomi daerah
adalah gerak migrasi yang melambat seiring dengan pertumbuhan daerah-daerah di
sekitar Surakarta.
ISSN : 02159635, Vol 27 No. 2 Tahun 2011
Akhmad Ramdon “Dinamika Kota Surakarta : Gerak Satu Dekade Pelaksanaan Otonomi Daerah”
113
Di kota Surakarta, dinamika PDRB berdasarkan harga konstan terhitung tahun
1995 sampai 1999 berturut-turut adalah : Rp. 1.258.960,51 juta, Rp. 1.374.559,01 juta,
Rp.432.582,37 juta, Rp.1.233.018,44 juta, Rp. 1.250.807,41 juta. Tingkat pertum-
buhan ekonomi masing-masing tahun 1995-1999 adalah : 8,65 , 8,70 , 4,44 ,
-13,93, 1,44. Ada cacatan kenaikan yang konstan namun sejak krisis ekonomi
1997-1999, dinamika kota merosot tajam rata-rata negatif 2,68 . Paling parah adalah
kemerosotan pada tahun 1998 sebesar negatif 13,93 . Hal ini diakibatkan oleh
memuncaknya krisis ekonomi nasional sehingga sebagian besar industri yang
menggunakan komponen import banyak yang gulung tikar dan diikuti dengan
pemutusan hubungan kerja. Catatan per- tumbuhan mulai menumukan momen-
tumnya bersamaan dengan membaiknya ekonomi nasional, dimana pada tahun
2000, perhitungan sementara angka pertumbuhan ekonomi mencapai 4,5 .
Situasi krisis yang menghantam member tantangan baru bagi pemerintah baru untuk
merilis kebijakan otonomi yang memberi daerah kewenangan yang lebih besar untuk
membangun. Kondisi tersebut menjado indicator positif bagi pengembangan
daerah pasca krisis ekonomi yang melilit dan meluluhlantakkan sendi-sendi eko-
nomi nasional.
Kepemimpinan Slamet Suryanto, menjadi embrio bagi kota mengawali dan
merenda desentralisasi. Data pertumbuhan ekonomi, baik menurut perkembangan
PDRB maupun PDRB per kapita tahun 1995-1999, khususnya pertumbuhan
ekonomi dari tahun 1998 ke 1999 mengin- dikasikan ketahanan yang sangat signifikan,
meskipun masih dalam tekanan krisis ekonomi makro. Dilihat dari kontribusi
pendapatan asli daerah sendiri terhadap APBD sejak tahun 19961997 - 2000 rata-
rata 24,5 . Pertumbuhan yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan
menguatkan peran aktif semua komponen masyarakat Kota Solo pada proses pem-
bangunan di segala bidang. Hasil-hasil tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan
dan peran aktif institusi-institusi yang berakar pada wilayah dan komunitas. Pe-
laksanaan model pembangunan partisipatif yang diawali dari proses perencanaan
partisipatif melalui Musyawarah Kelurahan Membangun, Musyawarah Kecamatan
Membangun dan Musyawarah Kota Membangun telah mampu menumbuhkan
partisipasi dari seluruh komponen masya- rakat dan memunculkan swadaya masyara-
kat yang sangat berarti. Bagian tindak lanjut dari pola perencananan yang partisipatif
adalah upaya desentralisasi pengelolaan anggaran dalam wilayah kotapun dilakukan
dengan pola pemberian kewenangan pada level kelurahan. Dimana alokasi block grant
untuk semua kelurahan yang diawali pada tahun 2001 untuk stimulan pembangunan
inisiatif masyarakat, di tataran implemen- tasinya telah menghasilkan swadaya
masyarakat yang sangat berarti. Adapun jumlah alokasi block grant dari tahun 2001
sampai tahun 2004 mencapai total biaya sebesar Rp.22.975.000.000,- dengan capain
akhir partisipasi masyarakat secara keselu- ruhan dalam rangkaian kegiatan kota secara
kolektif.
Pola penganggaran yang menuntut kemandirian menjadi perhatian khusus
bagi pemerintah daerah. Penguatan sektor- sektor yang menjadi daya tarik kota, tak ter-
hindarkan oleh sebab keunggulan daerah, dimana salah satunya adalah sektor
pariwisata. Pelaksanaan dibidang pariwisata dengan mempertimbangkan bahwa
pariwisata sebagai salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Surakarta
harus mampu berkembang dan berperan sebagai pendorong utama pertumbuhan
ekonomi demi perwujudan kesejahteraan masyarakat.
Jurnal Sosiologi D
I
L
E
M
A
Akhmad Ramdon “Dinamika Kota Surakarta : Gerak Satu Dekade Pelaksanaan Otonomi Daerah”
114
C. Momentum Pemilukada