Jurnal Sosiologi D
I
L
E
M
A
Ahmad Zuber “Kemiskinan Masyarakat Pedesaan : Studi Kasus di Desa Sanggang, Sukoharjo”
96
Kondisi di atas bertolakbelakang dengan realitas yang ada di Kabupaten
Sukoharjo. Sampai saat ini Kabupaten Sukoharjo dikenal sebagai salah satu
penyangga pangan di Provinsi Jawa Tengah. Setiap tahun Kabupaten Suko-harjo yang
berslogan “Sukoharjo Mak-mur” ini selalu surplus beras. Bahkan produksi padi selalu
melampau target yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Kabupaten Sukoharjo.
Sebagai contoh, pada tahun 2006, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo me-
matok target produksi padi sebanyak 292.035 ton, namun reali-sasinya menjadi
322.426 ton. Kemudian pada tahun 2007, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo mentar-
getkan 305.750 ton, dan terealisasi 319.720 ton Solopos, 14 Juli 2008: 1 dan 8
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk menulis artikel
dengan judul “Kemiskinan Mas-yarakat Pedesaan Sukoharjo Studi Kasus di Desa
Sanggang, Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah.
B. Tinjauan Pustaka
Kemiskinan dipandang sebagai keadaan diri seseorang atau sekelompok orang yang
mengalami kekurangan. Orang disebut miskin apabila orang tersebut tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasar dalam kehidu- pan sehari-harinya. Secara umum, kemis-
kinan dapat dibedakan kedalam dua ben- tuk, pertama kemiskinan absolut, dan
kedua, kemiskinan relatif.
Kemiskinan absolut menjelaskan bah- wa seorang atau sekelompok orang tidak
dapat memenuhi kebutuhan minimum hidupnya. Sedangkan kemiskinan relatif
menjelaskan bahwa seorang atau sekelom- pok orang tersebut dapat memenuhi kebu-
tuhan minimum hidupnya, namun dirinya masih merasa miskin apabila membanding-
kan dengan orang atau kelompok lain. Secara konseptual, kemiskinan itu
sendiri dapat dijelaskan melalui konsep- konsep seperti kemiskinan kultural, kemis-
kinan struktural, kemiskinan kongjung- tural, dan kemiskinan natural.
Istilah kultur atau budaya dipahami sebagai kata yang memiliki banyak arti.
Tylor mendefinisikan budaya sebagai unsur-unsur seperti pengetahuan, seni, ke-
percayaan, hukum, moralitas, kebiasaan, dan semua sikap dan kebiasaan hidup
dalam suatu masyarakat dalam Coiffier et. al
, 1990: 107. Menurut Coiffier dkk. 1990: 107, kata budaya menunjuk pada perilaku
yang menjadi sifat khusus suatu masya- rakat. Dalam arti yang dapat membedakan
dengan masyarakat lainnya. Misalnya masyarakat Prancis secara budaya berbeda
dengan masyarakat Indonesia, karena masing-masing masyarakat tersebut mem-
punyai unit budaya yang berbeda. Tiap-tiap masyarakat dari suatu negara mempunyai
bentuk sikap, perilaku, teknik produksi dan distribusi ekonomi, literatur, seni, pengeta-
huan dan juga pertukangan yang berbeda.
Menurut Oscar Lewis 1993: 6-20, terdapat kesamaan bentuk hubungan sosial
di antara mereka dalam suatu keluarga miskin dengan tetangganya. Lebih lanjut
menurut Oscar Lewis 1969: 801, budaya kemiskinan ini diturunkan dari generasi
satu ke genarasi berikutnya. Sebuah karak- teristik yang dominan dari budaya kemis-
kinan ini adalah orang-orang miskin itu cenderung putus asa, apatis, dan tidak ber-
daya. Begitu juga secara umum ada kesa- maan dalam struktur keluarga, hubungan
antar individu, sistem nilai, dan cara penge- luaran uang. Mereka memperlihatkan
adanya kesamaan adaptasi dalam mengha- dapi masalah-masalah yang umum.
Kemiskinan struktural berbeda dengan kemiskinan individual. Kemiskinan struk-
tural merupakan kemiskinan yang dialami oleh sekelompok masyarakat. Suatu kelom-
ISSN : 02159635, Vol 27 No. 2 Tahun 2011
Ahmad Zuber “Kemiskinan Masyarakat Pedesaan : Studi Kasus di Desa Sanggang, Sukoharjo”
97
pok masyarakat hidup dalam keadaan miskin karena mereka tidak memiliki
kesempatan yang baik dalam struktur masyarakat. Mereka tidak dapat mengambil
keuntungan dari sebuah struktur strategis dalam masyarakat. Apalagi apabila suatu
kelompok masyarakat tersebut dieksploi- tasi oleh seseorang atau sekelompok masya-
rakat lainnya.
Andre Gunder Frank 1968: 19 dengan teorinya ketergantungan sosial, menemu-
kan suatu penjelasan bahwa orang-orang miskin akan cenderung semakin miskin
karena telah melakukan kontak hubungan dengan orang-orang kaya. Secara ringkas
teori ketergantungan sosial Andre Gunder Frank 1968: 19 menjelaskan bahwa secara
historis pembangunan dari sistem kapitalis- me telah mengakibatkan keterbelakangan
pada negara-negara satelit pinggiran. Negara-negara pusat metropolitan cende-
rung mengeruk keuntungan surplus eko- nomi dari negara-negara satelit pinggi-ran.
Proses pengambilan keuntungan seperti ini masih terjadi hingga sekarang ini. Sebagai
contoh, kasus di Chili dimana Andre Gunder Frank 1968: 19 melakukan analisa.
Proses kapitalisme yang muncul pada beberapa abad yang lalu hingga sekarang
ini telah mengakibatkan keterbela-kangan.
Dalam tulisan ini ide pemikiran tentang kemiskinan kongjungtural berasal dari
Armel Huet 2003: 1-5. Menurut Huet, kemiskinan kongjungtural menjelaskan
melalui lamanya seseorang atau sekelom- pok orang dalam proses pencarian peker-
jaan yang menyebabkan seseorang sekelompok orang tersebut menjadi miskin.
Kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh keadaan lingkungan
sumber daya alam yang tidak mampu men- dukung untuk hidup secara normal. Keada-
an alam terlalu gersang, tidak cukup hujan, sulit untuk ditanami tanaman pangan.
Keadaan sumber daya alam seperti ini mendorong manusia untuk hidup dalam
kemiskinan. Berkaitan dengan kemiskinan natural ini, Sunarso dalam Mardimin,
2000 menjelaskan bahwa kemiskinan natural atau kemiskinan situasional terjadi
jika seorang atau sekelompok orang tinggal di daerah-daerah yang kurang mengun-
tungkan yang menyebabkan mereka men- jadi miskin. Dengan kata lain, kemiskinan
natural itu terjadi sebagai akibat yang kurang menguntungkan seperti kemarau
panjang, tanah tandus, gagal panen, atau bencana alam lainnya.
Kemiskinan natural ini diperparah dengan letak lokasi daerah yang jauh dari
pusat perkotaan dan rendahnya tingkat teknologi yang ada dalam masyarakat.
Jauhnya lokasi dari pusat perkotaan ini sering kali menyebabkan daerah yang
bersangkutan kurang mendapatkan per- hatian pembangunan dari pemerintah
setempat. Para ahli ilmu sosial memasuk- kan jauhnya lokasi dari pusat perkotaan
sebagai faktor geografis. Rendahnya tingkat teknologi yang digunakan oleh masyarakat
pedalaman yang sumber daya alamnya kurang menguntungkan memperparah
kondisi kemiskinan mereka. Tingkat teknologi ini antara lain berupa jaringan
listrik, telepon, mesin pembajak tanah
C. Masyarakat Miskin Pedesaan