Tujuan Penelitian Tinjauan Pustaka

Jurnal Sosiologi D I L E M A Eva Agustinawati Siany Indria Liestyasan “Kemiskinan Berperspektif Gender di Kota Surakarta” 130 banyaknya PHK, tutupnya pabrik, mahalnya harga-harga semakin membuat jumlah masyarakat miskin di Indonesia semakin meningkat. Apabila dahulu jumlah masyarakat miskin terkonsentrasi di daerah pedesaan maka krisis moneter membuat membludaknya masyarakat miskin teru- tama di daerah perkotaan.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Kemiskinan Berperspektif Gender di Kota Surakarta” ini bertujuan untuk: pertama, membuat peta kemiskinan di Kota Surakarta; dan kedua, mengidentifikasi permasalahan kemiskinan di Kota Surakarta dari perspektif gender.

C. Tinjauan Pustaka

Saptari dan Holzner 1997: 89 menye- butkan bahwa seorang ahli sosiologi Inggirs, Ann Oakley adalah orang yang mula-mula melakukan pembedaan antara istilah seks dan gender. Perbedaan sex berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis terutama yang menyangkut prokreasi hamil, melahirkan dan menyusui. Perbedaan gender adalah perbedaan simbolis atau sosial yang ber- pangkal pada perbedaan seks tetapi tidak selalu identik dengannya. Proses simbolisasi ini sangat terkait dengan sistem budaya ataupun struktur sosial setiap masyarakat sehingga perbedaan gender tidak selalu ber- tumpu pada perbedaan biologis. Oleh karena itu, gender lebih merupakan kons- truksi sosial budaya suatu masyarakat. Gender dengan demikian tidak sama antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. 1. Konsep Kemiskinan Sutrisno 1995:18-19 menjelaskan ada dua jenis school of thought yang hidup di kalangan para pakar dan aktivis LSM dalam upaya memahami substansi kemiskinan. Pertama, yang berpen- dapat bahwa kemiskinan itu pada hakekatnya adalah masalah campur tangan yang terlalu luas dari negara dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat pedesaan. Kedua, yang biasanya terdiri dari para pejabat, yang melihat bahwa inti dari masalah kemiskinan adalah masalah budaya. Orang menjadi miskin karena tidak memiliki etos kerja yang tinggi, tidak memiliki jiwa wiraswasta, dan pendidikannya rendah. Ada beberapa dimensi dalam mema- hami kemiskinan. Pertama, kemiskinan berdimensi ekonomi atau material yang menjelma dalam berbagai kebutuhan dasar manusia. Kedua, kemiskinan berdimensi sosial budaya, bahwa lapi- san yang secara ekonomi miskin akan membentuk kantong-kantong kebuda- yaan yang disebut budaya kemiskinan demi kelangsungan hidup. Ketiga, dimensi struktural atau politik. Kemis- kinan ini terjadi karena orang miskin tersebut tidak memiliki sarana untuk terlibat dalam proses politik, tidak memiliki kekuatan politik sehingga menduduki struktur sosial paling bawah Nugroho, 1995: 3-32. Definisi kemiskinan dapat disimpulkan dalam beberapa hal: a ketidakmampuan memenuhi ke- butuhan dasar sandang, papan, pangan; b ketidakmampuan mengakses ke- butuhan dasar hidup lainnya pen- didikan, kesehatan, sanitasi, air bersih dan transportasi; c ketiada jaminan masa depan tidak memiliki investasi apapun untuk keluarga; d kerentanan terhadap goncangan, baik yang bersifat individual mau- pun massal; e rendahnya kualitas SDM dan keterbatasan SDA; f termarginalkan dalam kegiatan sosial masyarakat; ISSN : 02159635, Vol 27 No. 2 Tahun 2011 131 Eva Agustinawati Siany Indria Liestyasan “Kemiskinan Berperspektif Gender di Kota Surakarta” g ketidakmampuan mengakses pekerjaan dan mata pencaharian yang berkesinambungan; h ketidakmampuan berusaha karena difabel; dan i ketidakmampuan dan ketidak- beruntungan sosial anak terlantar, korban kekerasan dalam rumah tangga, janda miskin Basuki 2007: 10. Basuki dkk. pernah melakukan pene- litian di Kota Surakarta di mana hasilnya menunjukkan bahwa kemiskinan juga menggambarkan adanya ketimpangan gender. Kemiskinan selalu menampilkan wajah perempuan sebagai ujung tombak keluarga. Di lain pihak peran perempuan juga sebagai katup penyelamat apabila perekonomian keluarga mengalami gon- cangan. Peran perempuan didalam keluarga miskin yang harus dilakukan: pertama, sebagai pengelola keuangan rumah tangga; kedua, sebagai penanggungjawab seluruh pekerjaan domestik; ketiga, sebagai pencari nafkah dalam keluarga; keempat, sebagai salah satu simpul jaringan sosial yang penting dalam hal transfer sosial, khusunya pada masa-masa kritis dan krisis Basuki 2007: 10-11.

D. Metode Penelitian