13
Realita  kehidupan  kaum  muda  di  atas  diharapkan  mampu  membuka  mata kaum  muda  dewasa  untuk  lebih  menyikapi  makna  hidup  ini.  Mereka  mempunyai
tugas  dan  tanggung  jawab  yang  besar  terhadap  Gereja  dalam  melayani  kebutuhan kaum  muda.  Tak  seorang  pun  yang  mempunyai  iman  dan  mempunyai  latar
belakang  pendidikan  tertentu  membiarkan  keadaan  ini  berlarut-larut.  Dalam perjalanan  waktu  dan  perkembangan  pemahaman  mereka,  kaum  muda  banyak
menghadapi problem-problem, baik secara intern maupun ekstern. Konsili  Vatikan  II  dalam  dekritnya  tentang  AA  art  2,  menegaskan  bahwa
kaum muda merupakan kekuatan penting dalam masyarakat sekarang, dimana peran dan keterlibatannya sangat dibutuhkan dalam hidup bersama baik di lingkup Gereja
maupun masyarakat luas. Philip  Tangdilintin  2008:25  dengan  mengutip  pendapat  DR  J.  Riberu
menerangkan  tentang  keberadaan  “kaum  muda”  dengan  istilah  “muda-mudi” sebagai berikut:
“Muda-mudi dimaksudkan kelompok umur kurang lebih 12-24 tahun, bagi yang bersekolah usia ini sesuai dengan usia lanjutan dan Perguruan Tinggi.
Ditinjau  dari  segi  sosiologis  sering  kali  usia  di  atas  perlu  dikoreksi  sesuai dengan  umur  usia  seseorang  dalam  masyarakat  tertentu  =kedewasaan
psikologis.  Status  sosial  yang  dimaksudkan  ialah  hak  dan  tugas  orang dewasa  yang diberikan kepada seseorang dalam masyarakat tertentu. Status
sosial  ini  sering  sejalan  dengan  status  berdikari  di  bidang  nafkah  ataupun status  keluarga.  Unsur  status  sosial  ini  menyebabkan  seseorang  yang
menurut  usianya  masih  dalam  jangkauan  muda-mudi  sudah  bisa  dianggap dewasa dan sebaliknya orang yang sudah melampaui usia tersebut toh masih
dianggap muda-
mudi”. Dalam ilmu psikologi dapat juga didiskripsikan kaum muda sebagai orang-
orang  yang  secara  fisik  berada  dalam  taraf  dimana  daya  tahan  tubuh  berada  pada puncak  perkembangannya.  Demikian  juga  perkembangan  ketajaman  penglihatan
14
dan pendengaran mencapai puncaknya. Sejalan dengan perkembangan fisik, fungsi intelektual orang muda pun  berada pada suatu tingkat yang tinggi dan baik. Kaum
muda  dapat  berfikir  secara  kritis,  dan  dapat  melahirkan  gagasan-gagasan  atau  ide- ide  membentuk  konsep-konsep  mengenai  suatu  hal  yang  menambah  kemampuan
inteligensi. Maksudnya kemampuan  yang meliputi kosa kata, informasi umum dan pemikiran  untuk  memperbaiki  hidup  secara  menyeluruh,  mengembangkan  bakat
dan minat yang makin terarah pada tujuan hidup yang telah ditentukan. Berdasarkan  beberapa  pendapat  dari  para  tokoh  di  atas  dapat  disimpulkan
bahwa yang disebut kaum muda adalah mereka yang tergolong energik dan kreatif yang  berusia  antara  15  sampai  dengan  24  tahun,  serta  yang  sedang  mengalami
pertumbuhan  fisik  dan  perkembangan  mental.  Mereka  juga  yang  sering  disebut sebagai tulang punggung atau generasi penerus bangsa dan Gereja.
2. Ciri-ciri Kaum Muda
Ciri-ciri  kaum  muda  :  Kaum  muda  berada  dalam  periode  peralihan,  Kaum muda sedang berada dalam masa mencari identitas, Kaum muda berada dalam masa
yang  tidak  realistik,  Kaum  muda  berada  dalam  usia  bermasalah,  dan  Kaum  muda berada dalam ambang masa dewasa.
Ada  pun  sebagai  manusia,  pada  tahap  ini  kaum  muda  sedang  mengalami proses  perkembangan  fisik,  mental,  emosional,  sosial,  moral,  dan  religius.
Perkembangan  fisik  meliputi  perubahan  ukuran  tubuh,  porporsi  tubuh. Perkembangan  mental  dan  intelektual  yang  dialami  mendorong  kaum  muda  untuk
15
menjadi  selektif  dan  kritis,  mereka  menentukan  citra  rasanya  sendiri,  jalan  pikiran dan skala nilai sendiri.
Perkembangan  emosional,  membuat  hormon-hormon  dalam  tubuh mengalami  peningkatan.  Perkembangan  sosial  dan  relasi  dengan  orang  lain
menjadikan kaum muda penuh dengan kesalingtergantungan dan kegairahan hidup. Perkembangan moral, pencarian patokan moral, dan ketegangan batin yang dialami
kaum  muda menjadikan  kaum  muda mempunyai  sikap terbuka terhadap nilai-nilai baru  dan  haus  akan  perkembangan  serta  tidak  senang  pada  keadaan  statis.
Perkembangan  religius,  yakni  hubungan  muda-mudi  dengan  Maha  Kuasa,  Sang Pencipta  yang  menjadikan  kaum  muda  dapat  memikirkan  kemungkinan-
kemungkinan secara abstrak Mangunhardjana, 1986:12.
3. Permasalahan Kaum Muda
Permasalahan  kaum  muda  yang  sangat  mendasar  yang  diakui  oleh  muda- mudi  adalah  permasalahan  dari  dalam  diri  muda-mudi  sendiri.  Permasalahan  yang
banyak  dialami  adalah  pengaktualisasian  diri  kurang  menyadari  potensi  yang  ada dan  mengenal  diri,  rasa  rendah  diri  serta  sistem  adat  yang  menghambat
perkembangan diri. Menjadi  kaum  muda  itu  ternyata  gampang-gampang  susah,  meski  banyak
orang  mengatakan  masa  muda  adalah  masa-masa  yang  paling  indah  dalam  hidup. Pada  masa  ini  kaum  muda  juga  dihadang  berbagai  masalah.  Permasalahan  yang
sering  kali  dihadapi  oleh  kaum  muda  adalah:  permasalahan  dalam  keluarga, khususnya:  komunikasi  dengan  orangtua  yang  kurang  baik.  Permasalahan  dalam
16
kehidupan  bermasyarakat,  misalnya:  pergaulan  kaum  muda  yang  tidak  benar menjadikan kaum muda bersifat konsumtif. Permasalahan dalam agama, misalnya:
krisis  iman  dalam  diri  kaum  muda.  Permasalahan  dalam  diri  sendiri,  misalnya: kaum muda mulai mengenal arti cinta Mangunhardjana, 1986:16.
4. Situasi Kaum Muda
Kaum  muda  adalah  tulang  punggung  dan  masa  depan  negara,  dan  Gereja. Kiprah kaum muda akan menentukan arah dan wajah masa depan. Untuk itu kaum
muda  diharapkan  ikut  terlibat  dalam  keprihatinan-keprihatinan  yang  dirasakan  di lingkungan  di  sekitar  dirinya.  Semangat  kaum  muda  yang  menggelegar,  potensi
yang dimilikinya, ide pembaharuan yang lekat dengan dirinya adalah modal penting untuk pengembangan masa depan yang lebih baik.
Masa muda adalah masa untuk penentuan hari depan, dan masa yang rawan karena  masih  labilnya  kaum  muda.  Pada  masa  ini  dapat  dikatakan  bahwa  situasi
hidup  kaum  muda  bersifat  mendua,  artinya  kaum  muda  menjadi  harapan  dan sekaligus  mengkhawatirkan.  Kaum  muda  dewasa  ini  sangat  mudah  terpengaruh
oleh  perubahan  jaman,  dan  tidak  jarang  terbawa  arus  perubahan  jaman,  padahal tidak  semua  perubahan  jaman  itu  merupakan  hal  yang  positif.  Kaum  muda  tidak
semuanya dapat
bersifat kritis,
selektif, dapat
menilai, dan
dapat mempertimbangkan serta mengambil makna dari apa yang sedang berlangsung. Hal
ini  menyebabkan  banyak  kaum  muda  yang  mudah  terombang-ambing  ikut  arus karena mereka tidak memiliki pedoman dan nilai yang jelas.
17
5. Pertumbuhan Dan Perkembangan Kaum Muda
Menurut  Tangdilintin  2008:27-32  melihat  keberadaan  kaum  muda  dapat ditinjau  dari  berbagai  aspek  lain.  Ada  pun  aspek  yang  dimaksud  adalah  sebagai
berikut : a.
Potensi Kaum  muda  mempunyai  potensi  untuk  memikirkan  kemungkinan-
kemungkinan  secara  abstrak,  dapat  memandang  diri  dan  persoalan  hidup  ini  dari berbagai  segi.  Hal  tersebut  menyebabkan  mereka  memiliki  sikap  terbuka  terhadap
setiap  pembaharuan  dan  perkembangan.  Oleh  sebab  itu,  generasi  muda  sering disebut  generasi  pembaharu  yang  tidak  terikat  pada  tradisi-tradisi  masa  lampau,
maka hidupnya penuh dinamika, penuh emosi, dan penuh semangat. b.
Identitas Kaum muda yang sedang mencari identitas diri, dalam proses perkembangan
mereka  mengharapkan  agar  diperlakukan  sebagai  sahabat.  Mereka  ingin  dihargai sebagai  pribadi  yang  sedang  dalam  proses  mencari  identitas  diri.  Kemudian  kalau
kaum  muda  ingin  menjadi  ora ng  yang  “bebas”  maksudnya  adalah  mereka  tidak
ingin  terikat  pada  aturan-aturan  ketat,  baik  dalam  adat  maupun  norma-norma. Mereka ingin mendapat “pengakuan”, karena itu membutuhkan kesempatan untuk
“menyatakan diri”, membuktikan diri, bahwa mereka dapat berbuat sesuatu, maka mereka tidak mau segalanya ditentukan orang lain.
c. Peran Kaum Muda Masa Kini
Kaum muda saat ini banyak yang menuntut agar mereka dapat dipercaya dan diberi  kesempatan  untuk  berperan  dalam  masa  kini,  baik  dalam  hidup
18
bermasyarakat  maupun  bernegara.  Kaum  muda  ini  berarti  sudah  sampai  pada kesadara
n bahwa mereka sebagai “harapan masa kini”. Mereka tidak ingin dianggap sebagai “pembantu” atau sebagai pelaksana program atau gagasan orang lain saja.
Mereka  ingin  ikut  berpartisipasi  mulai  dari  gagasan,  perencanaan,  pelaksanaan, evaluasi.
6. Keterlibatan Kaum Muda Dalam Hidup Menggereja
a. Keterlibatan Kaum Muda
Menurut  Prasetya  2006:109-110  terlibat  adalah  sebuah  pengabdian  yang dilaksanakan  secara  sukarela  oleh  pribadi-pribadi  yang  sesuai  dengan  tempat  dan
peranan  seseorang  serta  harus  mengarah  pada  peningkatan  kesejahteraan  umum. Keterlibatan  kaum  muda  dalam  hidup  menggereja  terdorong  oleh  semangat  Yesus
Kristus dan dijiwai sikap patuh dan cinta kasih kepada para Gembala Gereja, maka boleh diharapkan akan memperbuahkan hasil yang melimpah.
Gereja  senantiasa  mengupayakan  berbagai  kegiatan  dalam  rangka pendidikan  karakter.  Hal  ini  menuntut  keterlibatan  kaum  muda  agar  dapat
membangun  spiritualitas,  watak,  kepribadian,  serta  tanggung  jawab  dalam  diri mereka sendiri.
Banyaknya  kegiatan  tersebut  akan  menghasilkan  buah  yang  berkelimpahan jika kegiatan ini disesuaikan dengan situasi, kepribadian, dan peran kaum mudanya,
sehingga mereka akhirnya mampu menjadi rasul bagi kaum muda itu sendiri. Sifat- sifat  alamiah  mereka  pun  memang  sesuai  untuk  menjalankan  kegiatan  itu.
Sementara  kesadaran  atas  kepribadian  mereka  bertambah  matang,  terdorong  oleh
19
gairah hidup dan semangat kerja yang meluap, mereka sanggup memikul tanggung jawab  sendiri,  dan  ingin  memainkan  peran  mereka  dalam  kehidupan  sosial  dan
budaya. Kaum muda sendiri haruslah menjadi rasul-rasul pertama dan langsung bagi
sesama  kaum  muda,  dengan  menjalankan  sendiri  kerasulan  di  kalangan  mereka sambil  mengindahkan  lingkungan  sosial  kediaman  mereka  AA  art  12.  Selain
menjadi  rasul  bagi  kaum  muda  itu  sendiri,  mereka  hendaknya  juga  diberi kemungkinan dan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan, kreatifitas yang
dimiliknya,  dengan  cara  terlibat  mendampingi  berbagai  macam  kegiatan  PIA  atau sekolah minggu, dan PIR.
b. Hidup Menggereja
Menurut  Ardhisubagyo  1987:24,  hidup  menggereja  dapat  digolongkan dalam 4 dasariah gereja, sebagai berikut:
1 Koinonia:  cara  hidup  bersama  yang  terbuka  dan  nyata  dalam
menumbuhkan kepekaan terhadap kesusahan dan penderitaan. 2
Kerygma:  pewartaan  dijalankan  oleh  setiap  umat  beriman  agar  dapat mengalami perjumpaan dengan Allah.
3 Liturgy:  mengikuti  perayaan  Ekaristi  sebagai  umat  Allah  yang  selalu
merindukan Allah yang hadir dalam hidupnya. 4
Diakonia: gerak dasar seluruh kegiatan Gereja.
20
7. Spiritualitas Kaum Muda
Menurut Shelton 1987:100-104, terdapat beberapa  kemungkinan  landasan yang berguna untuk perkembangan hidup spiritual kaum muda, yakni:
a. Peristiwa-peristiwa  dalam  Kitab  Suci,  panggilan  Tuhan  dalam  Matius  4:21,
dapat  digunakan untuk  membantu  mereka menyadari panggilan Tuhan.  Para kaum muda  hendaknya  diajak  untuk  merenungkan  diri  mereka  di  masa  mendatang,  dan
bagaimana  panggilan  Tuhan  atas  mereka  itu  dihayati.  Meski  masa  depan  tersebut belum pasti, mereka perlu melihat bahwa tindakan dan pilihan mereka pada saat itu
akan mempengaruhi masa depan mereka. b.
Santo  Paulus  berbicara  tentang  anugerah  Roh  Kudus  kepada  umat  Korintus 1Kor  12:4-11.  Pernyataan  Paulus  itu  mengingatkan  semua  orang  Kristen  akan
anugerah-anugerah  pribadi  yang  diterimanya  untuk  membangun  jemaat  Allah. Sebagaimana  telah  kita  lihat,  pembicaraan  anugerah  ini  sangat  penting  bagi  orang
muda. Orang muda sebagaimana juga banyak orang dewasa, sering mengukur diri bedasarkan  apa  yang  mereka  miliki.  Dengan  demikian,  pendamping  perlu
membantu  orang  muda  mengerti  anugerah  pribadi  mereka  dan  betapa  penting anugerah  itu  bagi  mereka,  dan  bagaimana  anugerah  itu  membantu  mereka  untuk
mengikuti panggilan Yesus. c.
Masa-masa  SMA  merupakan  masa  kristalisasi  pilihan  panggilan  hidup, hendaknya  kita  menanamkan  nilai-nilai  Injil,  seperti  perhatian,  belas  kasih,
pengorbanan juga harus ditanamkan sejak dini. Pemahaman akan nilai-nilai seperti ini  melatih  mereka  untuk  merenungkan  tingkah  laku  pribadi,  nilai-nilai  pribadi
untuk mengarahkan mereka ke masa depan mereka.
21
d. Kutipan-kutipan  Kitab  Suci  lainnya  seperti  pada  Mrk  4:1-20  tentang
“menabur benih” dapat dibacakan supaya mereka meninjau benih apa yang sudah mereka
taburkan selama
ini. Secara
khusus mereka
diajak untuk
mempertimbangkan mana yang menghasilkan buah selama 5 tahun lewat pelayanan mereka kepada sesama.
8. Religiositas Kaum Muda: Perjumpaan Kaum Muda dengan Yesus
Shelton  1988:109-110  mengatakan  bahwa  religiositas  kaum  muda didasarkan pada pengalaman perjumpaannya dengan Yesus dan tanggungjawabnya
terhadap nilai-nilai Kristiani. Religiositas mereka ini didukung dan dipupuk dengan semakin  tumbuhnya  dan  semakin  dalamnya  pengalaman  hidup  doa  dari  mereka
sendiri. Dalam perjumpaan dengan Yesus melalui pengalaman hidup doa ini, kaum muda semakin hari semakin menemukan makna arti kehadiran Yesus Kristus dalam
hidupnya.  Perjumpaan  kaum  muda  dengan  Yesus  Kristus  yang  penuh  bersahabat melalui  pengalaman  hidup  doa  sebenarnya  sejajar  dengan  fungsi  persahabatan
pribadi yang terungkap dalam kebutuhan dan keamanan selama masa mudanya. Melalui
pengalaman hidup
doa, kaum
muda mengembangkan
kemampuannya  untuk  berbagi  rasa  dengan  Yesus  mengenai  pengalaman kegembiraan  dan  kesedihan  hati  yang  paling  dalam.  Pertumbuhan  dalam
perjumpaan  dengan  Yesus  itu  disertai  oleh  perkembangan  identitas  yang  semakin integral  melalui  sikap  yang  terbuka  dan  akrab  dengan  orang  lain.  Dalam
perjumpaan  dengan  Yesus,  kaum  muda  bukan  hanya  berbagi  rasa,  malainkan mereka  juga  mulai  mendengarkan  Dia.  Dalam  perkembangan  selanjutnya  kaum
22
muda  merenungkan  apa  yang  dibisikkan  Yesus  kepadanya  serta  merenungkan kemana Yesus membimbingnya.
Mengenai  hidup  doa  yang  cocok  bagi  kaum  muda  adalah  doa  yang didasarkan  pada  pertemuan  manusiawi.  Di  dalam  doa  yang  didasarkan  pada
pertemuan manusiawi itu terkandung unsur pengenalan, penerimaan, penghargaan, dan  keakraban  serta  persatuan  hati.  Pertemuan  yang  terjadi  dalam  doa  bukan
pertemuan fisik, melainkan pertemuan dari hati ke hati atau pertemuan batin. Oleh karena itu diperlukan kemampuan untuk mendengarkan agar mereka dapat berdoa.
Misalnya:  pertemuan  antara  Matius  dengan  Yesus  Mat  9:9-13;  Mrk  2:13-17;  Luk 5:27-32; juga Mat 10:3; Mrk 3:18 dan Luk 6:14. Pertemuan antara Zakeus dengan
Yesus Luk 19:1-10. Di dalam pertemuan antara Matius dengan Yesus dan antara Zakeus  dengan  Yesus  terungkap  unsur  pengampunan,  pemenuhan  kerinduan  hati,
dan  kerendahan  hati,  baik  dari  pihak  Yesus  maupun  pihak  Matius  dan  Zakeus. Demikian  juga  dalam  hidup  doa  yang  terungkap  sekaligus  terjadi  pemenuhan
kerinduan  hati,  pengampunan  dan  kerendahan  hati  sehingga  di  sana  terjadi perjumpaan dengan Yesus secara nyata.
Mengenai  hidup  doa  liturgis  sekarang  ini  secara  teoritis  cukup  memadai, tetapi dalam praksisnya dirasakan masih kurang. Sebab pada prakteknya membatasi
kreatifitas masing-masing pribadi, khusunya kaum muda. Maka dari itu doa liturgis sebaiknya  dijadikan  suatu  pegangan  untuk  memenuhi  kerinduan  hati  yang  dapat
terungkap dengan doa-doa spontan. Namun  demikian  doa  bukan  hanya  bersifat  personal,  tetapi  juga  bersifat
komunal,  sebab  berhubungan  dengan  Yesus  Kristus  berarti  juga  berhubungan
23
dengan  orang  lain.  Bersatu  bersama  Yesus  berarti  berada  dalam  Tubuh-Nya  dan Umat-Nya.  Seringkali  terjadi  bahwa  perkembangan  yang  menuju  ke  orientasi  ini
dirusak  oleh  suatu  reaksi  melawan  aspek-aspek  ibadat  yang  bersifat  komunal cenderung  melembaga  dan  baku.  Pada  tahap  ini  seringkali  membawa  kaum  muda
lari  dari perayaan-perayaan  yang bersifat  sakramental.  Perjumpaan mereka dengan Yesus  Kristus dalam  perayaan sakramental  dirasakan kurang menjawab kebutuhan
dan  kerinduannya.  Mereka  lebih  menyukai  perjumpaan  yang  sifatnya  informal. Misalnya:  perjumpaan  dalam  doa  Kharismatik,  Choice,  PMKRI,    KHK,  KKMK,
dan sejenisnya. Kehadiran  mereka  dalam  perayaan  sakramental  perayaan  ekaristi  kadang-
kadang  hanya  sebagai  pemenuhan  kewajiban  saja.  Jadi  kerinduan  mereka  akan perjamuan sakramental belum tumbuh secara mantap dalam diri kaum muda. Dalam
keadaan  yang  demikian  ini  kaum  muda  perlu  ditantang  untuk  menyadari  bahwa dukungan  bagi  mereka  dapat  diperoleh  baik  melalui  doa  mau  pun  melalui
keterlibatan mereka bersama orang lain di dalam hidup menggereja. Bagi kita orang Kristiani saat perjumpaan dengan Yesus secara definitif kita
ungkapkan secara sakramental, seperti saat menerima pembaptisan, dalam perayaan ekaristi,  dan  dalam  seluruh  doa-doa  kita.  Dengan  menerima  pembaptisan,  secara
resmi  kita  menjadi  orang  Kristiani,  yang  ikut  ambil  bagian  dalam  tugas  Kristus sebagai Imam, Raja dan Nabi.
24
9. Peranan Kaum Muda
a. Peranan Kaum Muda Dalam Gereja
Setiap  jemaat  beriman  karena  rahmat  permandiannya  memiliki  panggilan untuk  mengembangkan,  mewujudkan,  dan  memberikan  kesaksian  iman  mereka.
Kaum  muda  sebagai  anggota  Gereja  juga  ikut  memiliki  peranan  untuk  bersaksi tentang  imannya,  dan  setiap  kaum  muda  dipanggil  untuk  menjadi  pewarta  kabar
gembira Prasetya 2006:103. KWI  1994:29  mengatakan  bahwa  masa  depan  Gereja  terletak  pada  anak-
anak,  remaja,  dan  kaum  muda  sebagai  bagian  dari  Gereja  untuk  meneruskan perjuangan Gereja. Salah satu perjuangan tersebut adalah meneladani Yesus Kristus
sendiri. Peranan kaum muda sebagai pengikut Yesus salah satunya adalah ikut serta di  dalam  fungsi  Kristus,  yaitu  sebagai  Imam,  Nabi,  dan  Raja  AA  art  1.  Pertama,
peran  sebagai  Imam  yakni  menguduskan.  Di  dalam  Perjanjian  Lama  dijelaskan fungsi  dari  Imam  sendiri  adalah  mempersembahkan  kurban  misalnya  seperti  :
binatang,  hasil  bumi,  dan  lain  sebagainya.  Kristus  memutus  imamat  Perjanjian Lama  karena  yang  mempersembahkan  kurban  dan  yang  dikurbankan  sama  yaitu
diri-Nya  sendiri.  Oleh  karena  itu  semua  orang  beriman  oleh  Baptisan  dan  Krisma harus  ikut  ambil  bagian  dalam  Imamat  Kristus.  Mereka  hendaknya  bertekun  di
dalam  doa  dan  memuji  Allah,  dan  mempersembahkan  dirinya  sebagai  kurban persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah  LG art 10 bdk AA art
6.  Ke  dua,  peran  sebagai  Raja  yakni  menggembalakan.  Pokok  pewartaan  Yesus adalah  Kerajaan  Allah.  “Waktunya  telah  genap,  Kerajaan  Allah  sudah  dekat,
bertobatlah  dan  percayalah  kepada  Injil”  Mrk  1:15.  Kerajaan  Allah  adalah
25
kerajaan  damai  yang  dibawa  Yesus  ini  berhukum  cinta  kasih,  yang  diwujudkan dalam sikap saling melayani. Yesus Kristus sendirilah yang menjadi raja, ketika Ia
melaksanakan  tugas-Nya  sebagai  hamba  Yahwe  yang  setia  dimana  Dia  selalu mengarahkan dan menuntun para umat-Nya untuk selalu dekat dengan Bapa. Oleh
Baptis  dan  Krisma,  kita  dilahir kan  kembali  menjadi  “umat  baru,  kerajaan  dan
imam- imam  bagi  Allah”  LG  art  10  bdk  AA  art  7.  Ke  tiga,  peran  sebagai  Nabi
yakni sebagai pewarta Sabda Allah. Seorang nabi sejati tidak mendapatkan jaminan dalam  tugasnya  kecuali  keterikatan  pada  kehendak  Allah.  Pewartaan  seorang  nabi
sejati selalu bersumber pada sikap setianya sebagai pendengar Sabda Allah. Dalam diri Yesus  Kristus tugas  kenabian dilaksanakan secara sempurna.  Dia adalah Sang
Sabda  yang  menjadi  manusia.  Seluruh  hidup  Yesus  Kristus  merupakan  kesaksian yang  hidup  akan  kemuliaan  Allah  yang  terwujud  dalam  keselamatan  manusia,
sampai Ia mati di kayu salib sebagai Martir Agung. Oleh Baptis dan Krisma, orang K
ristiani  dipanggil  dan  diutus  untuk  menjadi  saksi  “di  dunia  memberi  kesaksian tentang  Yesus  Kristus  dan  memberikan  pertanggungjawaban  kepada  yang
menuntun nya, tentang harapan akan kehidupan abadi yang ada dalam diri mereka”
LG  art  10  bdk  AA  art  6.  Di  sinilah  orang  Kristiani  mengemban  tugas  Kristus menjadi saksi Injil, sengsara dan kebangkitan Kristus. Hal ini hanya bisa terjadi dan
terlaksana apabila orang Kristiani menjadi pendengar dan pewarta Sabda Allah. Oleh sebab itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya di dunia ini kaum muda
Katolik memainkan peranan yang sangat penting yakni membangun serta membawa perubahan  baik  di  dalam  masyarakat  mau  pun  untuk  Gereja  sendiri.  Sekaligus
26
merekalah yang menciptakan, mengembangkan struktur kemasyarakatan yang baru seturut gairah mereka menuju kesempurnaan selaras dengan kehendak Allah.
Setiap kaum muda Katolik, oleh sakramen permandiannya mempunyai tugas untuk
menjadi rasul
dalam lingkungannya,
menurut kedudukan
dan kemampuannya. Kaum muda juga mempunyai kesadaran untuk bertanggung jawab
sebagai  seorang  Katolik,  yakni  mempunyai  kewajiban  untuk  memajukan lingkungan di sekitarnya.
b.
Pandangan Gereja Terhadap Kaum Muda
Gereja  bertanggung  jawab  terhadap  hidup  beriman  setiap  orang,  terlebih- lebih  kaum  mudanya.  Anak-anak  dan  kaum  muda  berhak  didukung  untuk  belajar
menghargai  dengan  suara  hati  yang  lurus,  nilai-nilai  moral,  serta  dengan  tulus menghayatinya  secara  pribadi,  juga  untuk  semakin  sempurna  mengenal  serta
mengasihi Allah GE, art 1. KWI 1998:1 menyatakan kaum muda saat ini penuh dengan kreatifitas dan
memiliki  motivasi  yang  tinggi,  sehingga  potensi  yang  mereka  miliki  perlu diberdayakan  dan  selalu  diberi  kesempatan.  Dalam  Lks  7:11-17  di  mana  Yesus
membangkitkan  anak  muda  di  Nain,  begitu  juga  dalam  tradisi  Gereja.  Konsili Vatikan  II  sebagai  salah  satu  peristiwa  penting  dalam  sejarah  Gereja  tidak  sedikit
menunjuk  kepada  kaum  muda  dan  berbicara  kepada  kaum  muda  secara  langsung khusunya dalam dokumen AA art 12.
Gereja  mendukung  peran  serta  kaum  muda  melalui  berbagai  bentuk kegiatan.  Kegiatan  tersebut  tampak  dalam  berbagai  keterlibatan  di  Komisi
Kepemudaan,  baik  tingkat  KWI,  Keuskupan,  Kevikepan  atau  Dekanat;  di  Youth
27
Center tingkat Keuskupan dan Kevikepan atau Dekanat; di Tim Kerja Kepemudaan atau  Mudika  tingkat  Paroki;  dan  kegiatan-kegiatan  lain  yang  mendukung
keterlibatan dan perkembangan kaum muda Prasetya, 2006:112. c.
Harapan Gereja Terhadap Kaum Muda Paus  Yohanes  Paulus  II  dalam  surat  kepada  kaum  muda  1996:7
mengatakan  bahwa  Gereja  melalui  Konsili  merumuskan  kaum  muda  Katolik sebagai  harapan  Gereja,  sebab  secara  istimewa  Gereja  memandang  keberadaannya
ada  dalam  diri  kaum  muda  Katolik.  Dari  hal  tersebut  maka  kaum  muda  Katolik merupakan  aset  yang  luar  biasa  bagi  masa  depan  Gereja.  Gereja  berharap  pada
kaum muda, karena merekalah penerus kehidupan Gereja. Gereja  membuka  dirinya  untuk  kaum  muda  agar  mereka  sejak  dini
mengenal  dan  mencintai  Gereja.  Kaum  muda  adalah  orang  yang  dinamis,  sedang bertumbuh  dan  berkembang,  maka  hendaknya  mereka  dapat  bertumbuh  secara
seimbang  dan  maksimal.  Mereka  begitu  berharga  bagi  masa  depan,  karena  hidup matinya Gereja di pundak mereka.
Kaum  muda  juga  sebagai  jantung  hati  Gereja,  oleh  karena  itu  Gereja berharap pada kaum muda untuk dapat mengembangkan Gereja. Gereja masa depan
adalah  Gereja  yang  berkembang  sebagaimana  dicita-citakan  oleh  banyak  orang, dalam  hal  ini  menjadi  tanggung  jawab  kaum  muda.  Gereja  mengharapkan  kaum
muda  untuk  bertindak  mulai  dari  sekarang,  dengan  penuh  semangat,  cita-cita  dan gelora  kemudaan  mereka.  Gereja  tidak  ingin  kaum  muda  menunda  peran  serta
mereka setelah dewasa, karena saat itu sudah terlambat untuk memulai.
28
10. Pelayanan Pastoral Bagi Kaum Muda
Pelayanan  pastoral  bagi  kaum  muda  pada  dasarnya  adalah  suatu  bantuan kepada kaum muda untuk membentuk dan mengembangkan pertumbuhannya secara
menyeluruh. Arah dan tekanan dalam pelayanan pastoral kaum muda adalah supaya kaum  muda  dapat  menggunakan  segala  potensinya  yang  khas  dalam  dirinya.
Potensi  yang  khas  dalam  diri  kaum  muda  itu  berguna  untuk  membangun  dan mengembangkan  kepribadiannya.  Kepribadian  yang  harus  dikembangkan  itu
mengacu  kepada  orientasi  kepada  Kristus.  Kristus  menjadi  dasar  utama pembangunan dan pengembangan kepribadiannya yang pasti dalam menapaki jalan
hidupnya. Menurut Tapaha Petrus Tukan 1983:56-58 hal  pokok yang paling penting
untuk  diperhatikan  dalam  pelayanan  pastoral  bagi  kaum  muda  adalah  penanaman nilai-nilai  dalam  dirinya.  Kaum  muda  pada  masa  mudanya  masih  berada  dalam
suatu proses “mencari jati diri” pribadinya.
Dalam struktur masyarakat  yang dinamis terjadi pergeseran nilai-nilai  yang sangat  memungkinkan  kaum  muda  mengalami  krisis  makna  hidup  bagi  dirinya.
Misalnya saja di  jaman  sekarang ini terjadi kemerosotan pada nilai  moral.  Banyak kaum  muda  yang  mengikuti  budaya  barat,  mereka  tidak  lagi  malu  untuk
mengenakan pakaian minim saat pergi ke Gereja. Oleh sebab itu dalam situasi yang demikian  kaum  muda  perlu  dibina  untuk  bersikap  kritis  dan  selektif  dalam
menentukan  nilai-nilai  bagi  dirinya  baik  dari  nilai  moral,  spiritual,  sosial,  dan  lain sebagainya.  Mereka  perlu  dibantu  agar  dapat  mampu  merealisasikan  nilai-nilai
29
tersebut  dalam  hidup  mereka  seturut  prioritas  yang  sudah  terbentuk  dalam  diri mereka sendiri.
B. Bentuk Hidup Menggereja dan Pembinaannya
1. Bentuk Hidup Menggereja Secara Kontekstual
Hidup  menggereja  secara  kontekstual  tampak  dalam  bentuk  hidup menggereja  yang  sering  kita  sebut  dengan  Komunitas  Kecil  Gerejawi  dan
Komunitas Basis Kristiani. a.
Menurut  Suratman  1999:34,  komunitas  kecil  Gerejawi  adalah  suatu komunitas  yang  dapat  memperlengkapi  kebutuhan  dasar  para  anggotanya  untuk
menghayati  kehidupan  kristen  di  tengah-tengah  dunia  modern.  Suatu  komunitas yang  merupakan  suatu  unit  penunjang  diri  yang  terkecil  dalam  konteks  kehidupan
kristiani.  Di  dalamnya  para  anggotanya  dapat  memperoleh  suatu  basis  yang  tetap semua yang mereka butuhkan untuk penghayatan kehidupan Kristiani.
Suratman  1999:35-37  memaparkan  bahwa  suatu  komunitas  yang  benar- benar  dapat  memperlengkapi  kebutuhan  dasar  para  anggotanya  itu.  Komunitas
tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut: 1
Komunitas  kecil  gerejawi adalah suatu komunitas  yang berusaha untuk  sadar akan  kondisi-kondisi  kehidupan  yang  menyeluruh  dari  anggota-anggotanya
serta harapan, ketakutan, perjuangan, kegembiraan, dan impian; serta kekuatan dan situasi yang membuat mereka tidak bebas dan diperbudak.
2 Komunitas  kecil  gerejawi  adalah  suatu  komunitas  terorganisir.  Di  dalam
komunitas  itu  dimanfaatkan  segala  kekuatan,  karisma,  dan  anugerah  yang
30
berlain-lainan dari para  anggotanya;  serta mengarahkannya kepada pelayanan- pelayanan  dan  kegiatan-kegiatan  yang  pada  gilirannya  membebaskan  bagi
komunitas. 3
Komunitas kecil gerejawi adalah suatu komunitas yang berdoa dan merayakan. Kita menyadari bahwa keselamatan kita itu adalah rahmat Allah semata-mata.
Dan  rahmat  Allah  itu  senantiasa  bekerja  di  dunia  ini.  Maka  dalam  komunitas itulah kita perlu waktu untuk berdoa bersama merayakan bersama pengalaman-
pengalaman rahmat yang membebaskan kita dari kekuatan-kekuatan dan dosa. 4
Komunitas kecil gerejawi adalah komunitas berpusat pada Kristus. Komunitas ini  berakar  dan  menimba  motivasi,  inspirasi  dari  iman  pada  Kristus  yang
bangkit dan sekarang tetap hadir di tengah-tengah kita. Yesus  Kristus jugalah yang mempersatukan setiap anggota menjadi suatu komunitas Kristiani.
5 Komunitas  kecil  gerejawi  adalah  suatu  komunitas  yang  terbuka  bagi
masyarakat luas dan dunia. Komunitas ini tidak berpusat pada anggota-anggota dan terisolir dari perjuangan-perjuangan masyarakat umum dan seluruh bangsa.
Komunitas  terbuka  pada  keprihatinan-keprihatinan  yang  lebih  luas  dan  secara bebas bekerja sama dengan kelompok-kelompok lain dan komunitas-komunitas
untuk mencari pemecahan atas problem umum dan keprihatinan-keprihatinan. 6
Komunitas kecil gerejawi adalah suatu komunitas yang berkaitan dengan hidup seutuhnya.  Komunitas  ini  mau  menyapa  kehidupan  manusia  secara  integral:
menyangkut  aspek  spritual,  ekonomis,  sosial,  dan  kultural,  tidak  hanya  salah satu aspek dari padanya.
31
b. Menurut  tokoh  lain  Hardaputranta  1993:6,  bentuk  hidup  menggereja  juga
dikenal  dengan  sebutan  Komunitas  Basis  Kristiani.  Komunitas  basis  ini  ingin mencerminkan  buah  kehadiran  Roh  Kudus,  yang  selalu  memperbaiki  dan
menyempurnakan  gereja  sehingga  umat  manusia  dapat  melihatnya  ssebagai  media dan sakramen penyelamatan Allah dalam sejarah. Sejalan dengan  cara Roh Kudus
menghadirkan diri dalam sejarah manusia, Gereja sebagai wadah kehadiranNya pun diharapkan mampu memberikan jawaban yang tepat terhadap perubahan-perubahan
yang ada di dunia. Tujuan dari komunitas basis adalah suatu cara untuk memperbaiki Gereja di
kalangan  masyarakat  yang  menjadi  akar  rumput,  untuk  kita  menaruh  kepercayaan terhadap setiap orang dalam iman akan dan melalui Yesus di dalam Roh KudusNya.
KBK  tetap  mengkonsentrasikan  dirinya  pada  keseluruhan  elemen-elemen  dasar menggereja:
iman, peribadatan,
komunio, kerasulan,
pembebasan, dan
penyelamatan Hardaputranta, 1993:22 Salah  satu  contoh  konkrit  bentuk  hidup  menggereja  yang  terkecil  dalam
hidup  sehari-hari  adalah  keluarga.  Keluarga  sebagai  Komunitas  Basis  Gerejawi paling  Basis.  Menurut  Margana  2003:106-110  strategi  menggereja  dengan  fokus
pemberdayaan  kaum  miskin  dan  tertindas,  memang  dipilih  oleh  setiap  Gereja  di Indonesia.  Hanya  saja,  masing-masing  keuskupan  memiliki  keleluasaan  untuk
memiliki  penekanan  yang  lebih  sesuai  dengan  tuntutan  situasi  setempat.  Misalnya saja dalam KAS Nur Widi, 2009:188-189 ditemukan bahwa untuk beriman, harus
ada  arah  dan  prioritas.  Iman  Gereja  adalah  komitmen  hidup  akan  Allah  yang menyejarah dan bergerak menyelamatkan melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus.
32
Yesus adalah konstitutif-normatif bagi Gereja. Ia adalah jalan, kebenaran, dan hidup Gereja.
Demi  beriman,  perlu  dibangun  persaudaraan  dalam  paguyuban-paguyuban yang  menjadi  pusat  kehidupan  menggereja.  Paguyuban  menjadi  pusat  kehidupan
menggereja  karena  di  sana  dijalin  anyaman  persaudaraan  dan  jerih  payah perjuangan  akan  hadirnya  nilai-nilai  Kerajaan  Allah,  yang  menyatu  dengan  gerak
sejarah  dunia  atau  masyarakat.  Karena  beriman,  semakin  banyak  pula  orang  yang direngkuh supaya ikut terlibat partisipatif, saling mengembangkan transformatif,
dan  memberdayakan  empowering  dalam  gerak  penyelamatan  Allah  dan  ambil bagian dalam kegembiraan Allah.
Dengan  demikian,  Gereja  menjalankan  dirinya  dalam  gerak  komunikatif yakni  sikap  saling  mengerti  dan  pembaharuan  terus-menerus  untuk  menjadi
kontekstual, relevan, dan signifikan. Gereja mengundang semua orang untuk duduk bersama,  dan  bergerak  bersama  untuk  membangun  tata  dunia  baru.  Di  sinilah
Gereja  menjadi  komunitas  iman  yang  berdaya  interpretatif-profetis  demi pengembangan kehidupan bersama. Kalau demikian, semakin terbukalah jalan-jalan
Kerajaan  Allah,  dan  Gereja  bisa  tampil  relevan  dan  signifikan  dalam  kancah pergumulan masyarakat.
2. Konsep Pembinaan Kaum Muda Dalam Keterlibatan Hidup Menggereja
Menurut  Tangdilintin  1984:13  untuk  membimbing  dan  membentuk  kaum muda,  diperlukan  suatu  konsep  atau  sikap  dasar  mengenai  pembinaan  kaum  muda
33
agar  mereka  mau  terlibat  dalam  hidup  menggereja.  Ada  pun  berbagai  macam konsep pembinaan yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut:
a. Pembinaan Sebagai Pelayanan
Kaum  muda  pertama-tama  harus  dilihat  sebagai  pelayanan:  suatu keprihatinan  aktif  yang  menyata  dalam  tindakan  yang  menyadarkan  dan
membebaskan,  memekarkan  potensi  dan  iman  Kristiani,  menanggapi  kebutuhan mereka, memampukan mereka bertanggung jawab dan berperan sosial-aktif. Paham
dasar ini menempatkan  kaum  muda sebagai  subyek dan pusat  bina, bukan sebagai obyek  atau  alat.  Apabila  mereka  mengalami  kehadiran  pembina  sebagai  pelayan
dan abdi, kaum muda juga akan bertumbuh dalam semangat pengabdian yang sama terhadap sesama, Gereja, dan masyarakat.
b. Pembinaan Sebagai Pendampingan
Melihat pembinaan sebagai pendampingan mencegah kita untuk menggiring dan  menjinakkan  kaum  muda,  sehingga  memandulkan  potensi  mereka.  Pembina
adalah seorang pendamping yang karenanya tidak boleh menggiring kaum muda ke arah yang sesuai selera dan kebutuhannya sendiri. Dengan belajar dari kisah Emaus
Luk  24:13-35,  seorang  pendamping  berjalan  seiring  dengan  kaum  muda menggumuli  masalah mereka dengan bertanya dan mendengarkan penuh  perhatian
dan kesabaran, menjelaskan dan membuka pikiran mereka pada saat yang tepat, dan akhirnya mempertemukan mereka dengan pribadi Kristus sendiri.
Berdasarkan  konsep- konsep  dasar  tersebut,  istilah  “pembinaan”dengan
segala  isi  yang  tersirat  di  dalamnya,  tidak  tepat  lagi.  Maka,  akhir-akhir  ini  istilah populernya adalah pendampingan kaum muda Tangdilintin, 1984:13-14.
34
Menurut Prasetya 2006:105-110 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait  dengan  keterlibatan  kaum  muda  dalam  kehidupan  menggereja.  Pertama,
Gereja  perlu  menyadari  bahwa  jumlah  kaum  muda  mencapai  separuh  dari  jumlah umat  beriman  Katolik,  sehingga  mereka  merupakan  potensi  sekaligus  tantangan
bagi  Gereja  di  masa  depan.  Kaum  muda  merupakan  potensi  yang  luar  biasa  yang sekaligus  menjadi  tantangan  yang  besar  untuk  diberdayakan  demi  masa  depan
Gereja.  Gereja  melihat  jalannya  menuju  masa  depan  dalam  diri  kaum  muda, memandang  dalam  diri  mereka  cerminan  dirinya  sendiri  dan  panggilannya  kepada
keremajaan yang membahagiakan yang terus-menerus dinikmati sebagai buah hasil Roh  Kristus.  Kedua,  Gereja  hendaknya  mengupayakan  terwujudnya  pendidikan
formal bagi kaum muda, baik di sekolah Katolik mau pun perguruan tinggi Katolik, agar mereka mampu mengembangkan segala kemampuannya secara lebih memadai
karena  pada  kenyataannya  bahwa  banyak  kaum  muda  belum  mengenyam pendidikan  selayaknya  atau  menikmati  pendidikan  formal  yang  memadai,  dengan
berbagai  macam  alasan  dan  kendala  yang  ada.  Ketiga,  Gereja  Katolik  hendaknya mengupayakan  terlaksananya  pendidikan  non-formal  dan  informal  bagi  kaum
muda,  yang  terjadi  baik  di  dalam  keluarga  mau  pun  di  lingkungan  Gereja  guna memberikan  keseimbangan  terhadap  pertumbuhan  dan  perkembangan  kaum  muda
secara  utuh  dan  menyeluruh.  Berkaitan  dengan  pendidikan  kaum  muda  di  dalam keluarga,  Gereja  Katolik  telah  menegaskan  bahwa  orangtualah  yang  menjadi
pendidik pertama dan utama, termasuk pendidikan iman bagi anak-anaknya, karena orangtua  telah  menyalurkan  kehidupan  kepada  anak-anak  terkait  kewajiban  amat
berat  untuk  mendidik  mereka.  Hal  ini  berarti  bahwa  dalam  keluarga  Katolik,