Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, ini adalah pengertian yang sangat sederhana dan sekaligus mendasar dari demokrasi. Pemerintahan ada karena rakyat ada, yang memerintah adalah rakyat dan tujuan adanya pemerintahan itu pun untuk rakyat. Kita berbicara mengenai pemerintahan rakyat, yang memerintah itu adalah rakyat dan yang dipilih oleh rakyat. Demokrasi harus bisa dibangun bukan hanya sebagai sistem politik, tetapi juga harus diyakini sebagai cara hidup dan bagian dari jati diri. Untuk itu demokrasi haruslah membuahkan hasil yang dapat dirasakan oleh masyarakat, yaitu berupa kesejahteraan yang lebih meningkat, kualitas penyelengaraan negara yang lebih baik, serta ketenteraman masyarakat yang lebih terjamin. Negara demokrasi membutuhkan masyarakat demokratis. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain. Tanpa ada sistem demokrasi, tidak ada masyarakat demokratis, begitu pula sebaliknya. Karena itu, menjadikan demokrasi sebagai bentuk negara dan kehidupan adalah tugas yang terus menerus dan berkelanjutan. Pada dasarnya prinsip demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses pembuatan keputusan politik Gould, 1990. Prinsip ini hanya mungkin dilakukan kalau jumlah anggota kelompoknya kecil. Prinsip dasar ini mustahil diterapkan dalam organisasi yang besar seperti negara. Sebagai bentuk negara, demokrasi seperti telah dibahas sebelumnya harus menjamin kebebasan rakyat dan keadilan sosial. Tugas ini tidak hanya milik lembaga-lembaga pemerintah, Universitas Sumatera Utara namun rakyat juga harus ikut andil di dalamnya. Untuk itu, sistem perwakilan tetap dipandang sebagai alternatif yang terbaik dalam suatu sistem demokrasi. Memilih sebagian rakyat untuk menjadi pemerintah adalah suatu proses dan kegiatan yang seyogianya merupakan hak semua rakyat yang kelak diperintah oleh orang-orang yang terpilih itu. Proses dan kegiatan memilih itu disederhanakan penyebutanya menjadi Pemilihan, dan semua rakyat harus ikut, tanpa dibeda-bedakan, maka dipakailah sebutan Pemilihan Umum disingkat dengan Pemilu. Pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat merupakan perwujudan pengembalian hak-hak dasar rakyat dalam memilih pemimpin di daerah. Masyarakat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan pemimpin daerah secara langsung, bebas dan rahasia tanpa intervensi otonom, seperti mereka memilih lembaga eksekutif maupun wakil rakyat dalam lembaga legislatif, dan mendekatkan proses pengambilan keputusan sedekat mungkin kepada masyarakat. Pemilihan umum terkait dengan partai politik dan masyarakat, bahwa pemilu merupakan wadah persaingan bagi partai politik untuk merebut simpati masyarakat, tentunya partai politik harus mengerti apa yang menjadi faktor-faktor pendorong masyarakat untuk memilih suatu partai politik tertentu. Memahami pemilihan umum itu secara utuh kita juga harus mengerti perilaku pemilih dalam pemilu. Perilaku pemilih ini merupakan tindakan dari masyarakat dalam menentukan pilihannya dalam pemilu. Penelitian ini menitik beratkan pada masyarakat yang menjadi pelaku pemilih, hal ini disebabkan oleh sistem demokrasi yang menuntut masyarakat Universitas Sumatera Utara membuat pilihan sendiri dan menentukan bagaimana peran serta masyarakat tersebut dalam proses pembuatan kebijakan dan ikut dalam berlangsungnya pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Perilaku masyarakat ini dibentuk oleh persepsi individu dalam lingkungan sosial, secara fungsional persepsi dapat diartikan bersifat memilih. Menurut Bruner 1957 1 1. Kategori primitif, dimana obyek atau peristiwa yang diamati di isolasi dan ditandai berdasarkan ciri-ciri khusus. Pada tingkatan ini pemberian arti kepada obyek persepsi masih sangat minimal , persepsi adalah proses kategorisasi, dimana individu dirangsang oleh suatu masukan tertentu objek-objek diluar, peristiwa dan lain- lain, proses menghubungkan ini adalah proses yang aktif dimana individu mencari masukan, mengenali dan memberi arti kepada masukan tersebut, dengan demikan persepsi juga bersifat menarik kesimpulan. Beberapa tahapan dalam pengambilan keputusan dalam persepsi, 2. Mencari tanda, dimana si pengamat secara seksama memeriksa lingkungan untuk mencari informasi tambahan untuk memungkinkannya melakukan kategorisasi yang tepat 3. Konfirmasi, terjadi setelah obyek mendapatkan penggolongan sementaranya. Pada tahapan ini si pengamat tidak lagi terbuka untuk semabrangan memasukkan, melainkan menerima tambahan informasi yang memperkuat keputusannya, tahapan ini dapat diartikan sebagai tahapan seleksi. 4. Konfirmasi tuntas, pengakhiran pencarian tanda-tanda dan pengubahan terhadap tanda-tanda yang memperkuat pengambilan keputusan. Persepsi individu dalam masyarakat akan menambah preferensi seseorang terhadap pilihan politiknya. Preferensi masyarakat tersebut dapat digolongkan atas pilihan kepada partai politik tertentu atau kepada salah satu calon yang ikut berkompetisi dalam pemilihan umum tersebut baik pemilihan kepala negara atau pemilihan kepala daerah. Pemilihan kepala daerah Kabupaten Karo Tahun 2010 menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Sejak diberlakukannya pemilihan kepala daerah secara langsung di Indonesia, Kabupaten Karo melaksanakan sistem pemilihan secara langsung untuk kedua kalinya, dimana sebelumnya pada periode 2005-2010. Pembelajaran tentang pemilihan secara langsung pada periode sebelumnya meningkatkan 1 Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta, Rajawali Pers, 1983, hal. 86-88 Universitas Sumatera Utara parisipasi masyarakat untuk memiliki referensi terhadap calon yang diusung partai politik ataupun yang independen pada pemilihan umum kepala daerah secara langsung di Kabupaten Karo pada tahun 2010. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi pemilihan pokok penelitian atau pengkajian ini. Pertama, dalam kandidat calon wakil bupati ada calon yang berasal suku Batak Toba, hal ini menjadi menarik bagi peneliti sebab bagaimana seorang suku Batak Toba ikut bersaing dalam pemilukada yang bukan merupakan daerah asal mereka dan bagaimana persepsi suku Batak yang ada di Kabupaten Karo atas adanya calon Wakil Bupati yang ikut bersaing tersebut. Hal ini menjadi menarik sebab dalam struktur budaya masyarakat Batak Toba yang memandang suatu jabatan bukan berdasarkan kekayaan dan besar pengaruh seseorang untuk memangku jabatan tetapi pada keyakinan masyarakat kepada sosok yang dapat di yakini untuk memimpin mereka. Perlu di jelaskan terlebih dahulu arti dan makna apa yang diberikan pada jabatan dalam kebudayaan Batak. Menurut pengertian umum, jabatan yang dipegang seseorang bukanlah milik pribadinya. Jabatan atau kedudukan adalah milik masyarakat yang diberikan untuk dipegang sesuai dengan ketentuan sosial politik yang berlaku. Karena itu, kalau pemegang jabatan itu berhalangan karena sakit, mati atau tidak sanggup lagi melakukan tugas-tugasnya, dia dapat di ganti atau di wakilkan. Dengan demikian, jelas bahwa jabatan itu tidak di diadakan untuk orang-orang tertentu saja dan bukan milik seseorang tapi hak milik umum. Pada dasarnya, orang Batak tidak menganggap dirinya sebagai pribadi yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian dari satu kesatuan Bangso Batak. Oleh karena itu, dia akan berfikir dalam bentuk kami, bukan dalam bentuk aku, karena dia merasa dirinya satu dengan semua orang Batak. Faktor pengikat yang terpenting dalam sistem pemikitan itu adalah hubungan darah dan kesamaan negeri asal Bona Pasogit yang dianggap sebagai tempat lahirnya. Oleh sebab itu, mereka merasa dirinya sebagai anggota dari suatu keluarga besar yang wajib mengalami setiap kesenangan dan kesedihan secara bersama-sama tanpa mengadakan batasan antara si kaya dan si miskin dan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Mereka berpendapat bahwa kebahagiaan seseorang harus juga merupakan kebahagiaan masyarakat suku secara bersama-sama. Oleh karena itu, syarat utama bagi setiap kampung ialah, semua keperluan yang di butuhkan penduduknya harus dikerjakan oleh penduduk sendiri, baik secara pribadi maupun bersama-sama. 2 2 Pdt. Dr. A. Lumbantobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia, 1992 hal. 34 Universitas Sumatera Utara Kedua, dalam konteks ini menjadi pandangan adalah jati diri manusia yan membentuk masyarakat dan konteksnya, baik lingkungan sosial dan maupun historinya. 3 Masyarakat terbentuk dengan ciri khasnya masing-masing bukan terbentuk secara alamiah tetapi berdarsarkan ciptaan manusia. Menurut Thomas Hobbes masyarakat bukanlah muncul berdasarkan kodrat, tetapi hanyalah ciptaan manusia sendiri saling mengadakan kontrak sosial untuk membentuk masyarakat tertentu. 4 3 Dr. P. Hardono Hadi, Jatidiri Manusia, Yogyakarta, Kanisius, 1996, hal 31 4 Ibid, hal 114 Masyarakat yang terbentuk tersebut dengan ciri khasnya tersebut menjadi identias dari masyarakat dan ciri khas tersebut dapat dikatakan dengan etnis. Dalam penelitian ini yang ingin dilihat adalah perilaku pemilih. Melalui pemilu, rakyat memunculkan para calon pemimpin dan menyaring para calon-calon tersebut berdasarkan nilai yang berlaku. Keikutsertaan rakyat dalam pemilu, dapat juga dipandang sebagai wujud partisipasi dalam proses pemerintahan. Pemilu merupakan wujud yang paling nyata dari demokrasi, sebab melalui pemilu, masyarakat ikut menentukan kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan pemimpin terpilih. Fokus dari sebuah masyarakat demokratis adalah tanggungjawab terhadap diri sendiri dan ikut serta bertanggungjawab dimana ikut bertanggungjawab dapat dilakukan dalam banyak bentuk, khususnya melalui aktivitas dalam perkumpulan atau organisasi, dengan adanya tindakan atau kegiatan tersebut akan mempermudah pencapain suatu masyarakat demokrasi. Dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi, pemilu pun jadi sebuah kata kunci. Tak ada demokrasi tanpa diikuti pemilu. Universitas Sumatera Utara Pemahaman kita tentang pemilu terutama dalam kontruksi demokrasi yakni pemilihan umum dapat dipandang sebagai suatu prosedur untuk mengumpulkan preferensi-preferensi tertentu. Salah satu prosedur itu adalah pemungutan suara. Kedudukan pemungutan suara dalam pemilu dilihat sebagai sesuatu yang penting terutama dalam pengertian substantif demokrasi. Sebenarnya fenomena politik dapat dijelaskan dari berbagai sudut pandang namun bisa dikaitkan dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada dan perilaku aktor-aktor politik serta perilaku pemilih maka pendekatan yang dipakai adalah pendekatan behaviorism. Perhatian utama pendekatan ini terletak pada hubungan antara pengetahuan politik dengan tindakan politik termasuk bagaimana proses pembentukan pendapat politik, bagaimana kecakapan politik diperoleh dan bagaimana cara orang menyadari peristiwa-peristiwa politik. 5 Bahwa ada beberapa faktor utama yang membentuk perilaku pemilih di Indonesia salah satunya adalah faktor etnisitas. 6 Di Indonesia secara relatif terdapat kesetiaan etnis ethnic loyalty yang relatif tinggi dan bahwa partai politik Indonesia dipengaruhi oleh etnisitas. Kelompok etnis mempunyai peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi, dan orientasi seseorang. Adanya rasa kesukuan atau kedaerahan mempengaruhi dukungan seseorang terhadap partai politik. Etnis dapat mempengaruhi loyalitas seseorang terhadap partai tertentu. 7 5 David. E. Ater, Pengantar Analisa Politik, Jakarta: LP3ES, 1998, hal.209 6 Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995, hal. 14 7 Leo Suryadinata, Penduduk Indonesia, Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik, Jakarta : LP3ES, 2003, hal. 182. Kesetiaan etnis di Indonesia masih tampak signifikan dan mengabaikan faktor etnis dapat menimbulkan kesalah pahaman mengenai politik di Indonesia. Maka Universitas Sumatera Utara dapat dikatakan hal diatas menunjukan adanya pengaruh etnisitas terhadap perilaku politik seseorang, demokrasi tidak hanya didasari pada perubahan institusi atau perilaku elit politik, melainkan keberlangsungannya akan tergantung pada nilai dan kepercayaan dari masyarakat awam di wilayahnya. Perilaku pemilih dari sesuatu masyarakat dipengaruhi dan mempunyai hubungan dengan etnisitaskesukubangsaan, karena etnisitas itu menjadi salah satu unsur pembentuk perilaku pemilih, selain faktor lain, seperti pengaruh luar melalui difusi dan akulturasi, pendidikan, perubahan sosial dan lain-lain. Namun bagi bangsa Indonesia faktor etnisitas itu dalam kehidupan politik sampai sekarang masih menjadi salah satu faktor yang terpenting. Kesadaran akan etnisitas masih cukup besar dan berpengaruh dalam kehidupan individu atau perorangan maupun dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Manusia yang membentuk masyarakat menjadi konteks, strategi membangun masyarakat atau menjamin dan meningkatkan kemasyarakatan itu. Dalam konteks ini adalah jati diri manusia dan konteksnya, baik lingkungan sosial dan maupun historinya. 8

1.2. Perumusan Masalah