Analisis biaya furniture rotan : Studi kasus di Cv. Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat

(1)

ANALISIS BIAYA FURNITURE ROTAN :

STUDI KASUS DI CV. CHANDRA RATTAN CIREBON,

JAWA BARAT

DUMARIA JULIA ANGELINE HUTAGALUNG

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ANALISIS BIAYA FURNITURE ROTAN :

STUDI KASUS DI CV. CHANDRA RATTAN CIREBON,

JAWA BARAT

DUMARIA JULIA ANGELINE HUTAGALUNG

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

RINGKASAN

DUMARIA JULIA ANGELINE HUTAGALUNG. Analisis Biaya Produksi Furniture Rotan: Studi Kasus di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat.

Dibimbing oleh Bintang C.H Simangunsong.

Secara umum, kondisi daya saing industri di bidang kehutanan di Indonesia termasuk industri furniture rotan telah mengalami penurunan beberapa tahun terakhir ini. Hal ini dapat dipengaruhi oleh persediaan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industri yang semakin berkurang atau terbatas keberadaannya. Keberadaan bahan baku yang terbatas secara langsung telah mempengaruhi besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hal tersebut, maka dilakukan studi kasus tentang analisis biaya produksi dari furniture rotan di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat.

Penelitian bertujuan untuk menghitung biaya produksi, harga pokok, dan tingkat break even point furniture rotan, dan laba rugi usaha furniture rotan di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat.

Data primer seperti proses produksi, jenis dan sumber daya yang tersedia, jumlah pekerja dan upah pekerja, volume penjualan, tujuan pemasaran produk, kebutuhan bahan baku, dan harga jual produk dikumpulkan dengan cara pencatatan dan wawancara langsung di lapangan. Data sekunder seperti kondisi umum perusahaan, masa pakai peralatan, besar investasi, asuransi, dan biaya pemeliharaan dikumpulkan dari laporan perusahaan dan literatur. Analisis biaya produksi dilakukan di tingkat perusahaan dan pengrajin untuk dua jenis furniture rotan yaitu Bahama dan Agent. Kedua jenis produk ini merupakan produk yang paling dominan diproduksi oleh perusahaan.

Hasil penelitian menunjukkan biaya produksi di tingkat pengrajin Bahama, pengrajin rangka Agent dan anyaman Agent adalah berturut-turut Rp. 70.000/set, Rp. Rp. 17.670/set, dan Rp. 24.440/set. Biaya variabel yang dikeluarkan pengrajin lebih besar jumlahnya daripada biaya biaya tetap yaitu masing-masing sebesar Rp. 36.990/set, Rp. 12.120/set, dan Rp. 21.310/set. Sementara keuntungan yang diperoleh masing-masing pengrajin sebesar Rp. 109.500/set, Rp. 36.330/set, dan Rp. 35.560/set. Sedangkan di tingkat perusahaan, biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memproduksi Bahama dan Agent masing-masing sebesar Rp. 936.780/set dan Rp. 248.750/set. Biaya produksi didominasi oleh biaya variabel karena biaya pembelian bahan bakunya cukup besar. Besarnya biaya variabel untuk produk Bahama dan Agent yaitu Rp. 616.850/set dan Rp. 238.310/set. Sementara keuntungan perusahaan per bulannya dari produk Bahama dan Agent masing-masing sebesar Rp. 71.220/set dan Rp. 105.250/set. Hal ini berarti perusahaan lebih diuntungkan dari hasil penjualan produk Agent dibandingkan Bahama. Berdasarkan analisis harga pokok yang telah dilakukan dapat diperoleh harga pokok penjualan produk Bahama dan Agent dengan asumsi persen keuntungan 10% masing-masing sebesar Rp. 1.330.140/set dan Rp. 345.370/set. Harga pokok penjualan produk Bahama lebih besar dari harga jual produknya yaitu Rp. 1.008.000 sedangkan untuk produk Agent harga jualnya lebih besar dari harga pokok yaitu Rp. 354.000. Hal ini berarti


(4)

keuntungan yang diperoleh perusahaan untuk produk Bahama dengan persen keuntungan 10% belum optimal. Berdasarkan hasil perhitungan analisis break even point, diketahui bahwa jumlah produk Bahama dan Agent yang harus dihasilkan perusahaan pada kondisi BEP masing-masing sebanyak 119 set/bulan dan 77 set/bulan. Sedangkan jumlah produksi perbulannya masing-masing sebanyak 210 set dan 855 set, sehingga dapat diartikan bahwa perusahaan memperoleh keuntungan dari produksinya. Nilai ROI perusahaan adalah 12,7% atau lebih besar dari tingkat suku bunga per tahunnya (10%).

Kata kunci: Analisis Biaya, Furniture Rotan, Break Even Point (BEP), Return On Investment (ROI)


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Biaya Furniture Rotan: Studi Kasus di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

Dumaria J.A Hutagalung NRP E24104005


(6)

Judul Skripsi : Analisis Biaya Furniture Rotan: Studi Kasus di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat

Nama : Dumaria Julia Angeline Hutagalung NIM : E24104005

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Ir. Bintang C. H. Simangunsong MS, PhD NIP. 131 671 597

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP. 131 578 788


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 3 Januari 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Mangapul Hutagalung dan Elizabeth R. Rajagukguk, BA.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Bintang Timur Balige dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Hasil Hutan, Jurusan Pengolahan Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Perhimpunan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) sebagai anggota Komisi Pelayanan Anak, anggota di Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN), anggota Paduan Suara Fakultas Kehutanan IPB tahun 2005-2007, panitia KOMPAK Hasil Hutan tahun 2006, panitia Natal Fakultas Kehutanan IPB tahun 2006, panitia Paskah Fakultas Kehutanan IPB tahun 2007, dan panitia Kejuaraan Nasional Panahan Indoor Terpadu VII pada tahun 2007. Disamping itu, penulis pernah memperoleh beasiswa dari CIFOR pada tahun 2006, beasiswa TANABE dari Jepang pada tahun 2006-2007, dan beasiswa BBM dari IPB pada tahun 2008. Penulis juga melakukan Praktek Pengenalan dan Pengolahan Hutan di Baturraden-Cilacap dan di Kampus Lapangan UGM Getas Ngawi pada tahun 2007 serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Kota Jati Furindo Jepara, Jawa Tengah pada tahun 2008.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Biaya Furniture Rotan: Studi Kasus di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat dibimbing oleh Ir. Bintang C. H. Simangunsong MS, PhD.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas limpahan kasih dan berkatNya selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Analisis Biaya Furniture Rotan: Studi Kasus di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat.

Pada kesempatan kali ini, penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Bintang C. H Simangunsong MS, PhD sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, dukungan, dan saran kepada penulis selama studi.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr dan Dr. Ir. Agus Hikmat, MScF sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan nasehat.

3. Papa, Mama, adik-adikku (Yudith dan Yoseph) yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan doa buat studiku.

4. Bapak H. Lani B. Salim sebagai Pimpinan CV Chandra Rattan Cirebon yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian tugas akhir di perusahaannya.

5. Bapak Bayu Aji, SE sebagai pembimbing lapangan dan kepada seluruh staff CV Chandra Rattan Cirebon yang tidak dapat disebutkan semuanya atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

6. Rohmaulus Lobo yang selalu mendoakan, dan memberi semangat terutama dalam menjalani masa-masa sulit.

7. Keluarga besar Ibu Deskinah yang telah bersedia memberikan tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian di Cirebon.

8. Teman-teman pelayanan di KPA secara khusus buat Irna, Chaty, Elsi, Lena, Dewi, Jane, Hana, Prita, Budi, Obet, dan Richie atas semangat dan suka duka persahabatan yang begitu indah.

9. Teman-teman THH ’41 atas kebersamaan dan persahabatannya, khususnya buat Citra, Emma, Trisna, Nining, Farikha, Gendis, Meita, Siska, Fatimah, Febri, Lilis, Gokma, Hans, Edo, Nyoman, Kusnan, Rizqy, Ida, dan Ucok.


(9)

10. Teman-teman di Wisma AA secara khusus buat Kak Fena, Amelia, Yenni, Ines, Rini, Melin, Novi, Fanta, dan Mbak Dila yang telah membantu dan memberikan dorongan terutama saat penyusunan skripsi ini.

11. Teman-teman di Kelompok Kecil Maranata (Kak Ita, Juli, Lina, dan Laura) yang selalu memberikan dukungan.

Bogor, Maret 2009 Penulis


(10)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian adalah Analisis Biaya Produksi Furniture Rotan dan dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2008 di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat.

Furniture dari rotan memiliki keunggulan dan keunikan yang tidak kalah daripada kayu jika diolah dalam industri furniture. Selain itu, rotan tidak hanya digemari oleh konsumen lokal saja, tetapi juga oleh konsumen dari luar negeri. Tingginya peminat rotan yang berasal dari luar negeri menjadikan komoditi rotan terutama rotan mentah banyak dijual ke luar negeri yang mengakibatkan pasokan rotan sebagai bahan baku bagi industri furniture rotan menjadi berkurang. Hal ini berdampak langsung pada biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan furniture rotan. Melalui penulisan skripsi ini akan diketahui gambaran mengenai besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh industri furniture rotan dan proses produksinya.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Maret 2009

Penulis


(11)

ANALISIS BIAYA FURNITURE ROTAN :

STUDI KASUS DI CV. CHANDRA RATTAN CIREBON,

JAWA BARAT

DUMARIA JULIA ANGELINE HUTAGALUNG

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

ANALISIS BIAYA FURNITURE ROTAN :

STUDI KASUS DI CV. CHANDRA RATTAN CIREBON,

JAWA BARAT

DUMARIA JULIA ANGELINE HUTAGALUNG

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

RINGKASAN

DUMARIA JULIA ANGELINE HUTAGALUNG. Analisis Biaya Produksi Furniture Rotan: Studi Kasus di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat.

Dibimbing oleh Bintang C.H Simangunsong.

Secara umum, kondisi daya saing industri di bidang kehutanan di Indonesia termasuk industri furniture rotan telah mengalami penurunan beberapa tahun terakhir ini. Hal ini dapat dipengaruhi oleh persediaan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industri yang semakin berkurang atau terbatas keberadaannya. Keberadaan bahan baku yang terbatas secara langsung telah mempengaruhi besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hal tersebut, maka dilakukan studi kasus tentang analisis biaya produksi dari furniture rotan di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat.

Penelitian bertujuan untuk menghitung biaya produksi, harga pokok, dan tingkat break even point furniture rotan, dan laba rugi usaha furniture rotan di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat.

Data primer seperti proses produksi, jenis dan sumber daya yang tersedia, jumlah pekerja dan upah pekerja, volume penjualan, tujuan pemasaran produk, kebutuhan bahan baku, dan harga jual produk dikumpulkan dengan cara pencatatan dan wawancara langsung di lapangan. Data sekunder seperti kondisi umum perusahaan, masa pakai peralatan, besar investasi, asuransi, dan biaya pemeliharaan dikumpulkan dari laporan perusahaan dan literatur. Analisis biaya produksi dilakukan di tingkat perusahaan dan pengrajin untuk dua jenis furniture rotan yaitu Bahama dan Agent. Kedua jenis produk ini merupakan produk yang paling dominan diproduksi oleh perusahaan.

Hasil penelitian menunjukkan biaya produksi di tingkat pengrajin Bahama, pengrajin rangka Agent dan anyaman Agent adalah berturut-turut Rp. 70.000/set, Rp. Rp. 17.670/set, dan Rp. 24.440/set. Biaya variabel yang dikeluarkan pengrajin lebih besar jumlahnya daripada biaya biaya tetap yaitu masing-masing sebesar Rp. 36.990/set, Rp. 12.120/set, dan Rp. 21.310/set. Sementara keuntungan yang diperoleh masing-masing pengrajin sebesar Rp. 109.500/set, Rp. 36.330/set, dan Rp. 35.560/set. Sedangkan di tingkat perusahaan, biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memproduksi Bahama dan Agent masing-masing sebesar Rp. 936.780/set dan Rp. 248.750/set. Biaya produksi didominasi oleh biaya variabel karena biaya pembelian bahan bakunya cukup besar. Besarnya biaya variabel untuk produk Bahama dan Agent yaitu Rp. 616.850/set dan Rp. 238.310/set. Sementara keuntungan perusahaan per bulannya dari produk Bahama dan Agent masing-masing sebesar Rp. 71.220/set dan Rp. 105.250/set. Hal ini berarti perusahaan lebih diuntungkan dari hasil penjualan produk Agent dibandingkan Bahama. Berdasarkan analisis harga pokok yang telah dilakukan dapat diperoleh harga pokok penjualan produk Bahama dan Agent dengan asumsi persen keuntungan 10% masing-masing sebesar Rp. 1.330.140/set dan Rp. 345.370/set. Harga pokok penjualan produk Bahama lebih besar dari harga jual produknya yaitu Rp. 1.008.000 sedangkan untuk produk Agent harga jualnya lebih besar dari harga pokok yaitu Rp. 354.000. Hal ini berarti


(14)

keuntungan yang diperoleh perusahaan untuk produk Bahama dengan persen keuntungan 10% belum optimal. Berdasarkan hasil perhitungan analisis break even point, diketahui bahwa jumlah produk Bahama dan Agent yang harus dihasilkan perusahaan pada kondisi BEP masing-masing sebanyak 119 set/bulan dan 77 set/bulan. Sedangkan jumlah produksi perbulannya masing-masing sebanyak 210 set dan 855 set, sehingga dapat diartikan bahwa perusahaan memperoleh keuntungan dari produksinya. Nilai ROI perusahaan adalah 12,7% atau lebih besar dari tingkat suku bunga per tahunnya (10%).

Kata kunci: Analisis Biaya, Furniture Rotan, Break Even Point (BEP), Return On Investment (ROI)


(15)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Biaya Furniture Rotan: Studi Kasus di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

Dumaria J.A Hutagalung NRP E24104005


(16)

Judul Skripsi : Analisis Biaya Furniture Rotan: Studi Kasus di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat

Nama : Dumaria Julia Angeline Hutagalung NIM : E24104005

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Ir. Bintang C. H. Simangunsong MS, PhD NIP. 131 671 597

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP. 131 578 788


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 3 Januari 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Mangapul Hutagalung dan Elizabeth R. Rajagukguk, BA.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Bintang Timur Balige dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Hasil Hutan, Jurusan Pengolahan Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Perhimpunan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) sebagai anggota Komisi Pelayanan Anak, anggota di Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN), anggota Paduan Suara Fakultas Kehutanan IPB tahun 2005-2007, panitia KOMPAK Hasil Hutan tahun 2006, panitia Natal Fakultas Kehutanan IPB tahun 2006, panitia Paskah Fakultas Kehutanan IPB tahun 2007, dan panitia Kejuaraan Nasional Panahan Indoor Terpadu VII pada tahun 2007. Disamping itu, penulis pernah memperoleh beasiswa dari CIFOR pada tahun 2006, beasiswa TANABE dari Jepang pada tahun 2006-2007, dan beasiswa BBM dari IPB pada tahun 2008. Penulis juga melakukan Praktek Pengenalan dan Pengolahan Hutan di Baturraden-Cilacap dan di Kampus Lapangan UGM Getas Ngawi pada tahun 2007 serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Kota Jati Furindo Jepara, Jawa Tengah pada tahun 2008.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Biaya Furniture Rotan: Studi Kasus di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat dibimbing oleh Ir. Bintang C. H. Simangunsong MS, PhD.


(18)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas limpahan kasih dan berkatNya selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Analisis Biaya Furniture Rotan: Studi Kasus di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat.

Pada kesempatan kali ini, penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Bintang C. H Simangunsong MS, PhD sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, dukungan, dan saran kepada penulis selama studi.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr dan Dr. Ir. Agus Hikmat, MScF sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan nasehat.

3. Papa, Mama, adik-adikku (Yudith dan Yoseph) yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan doa buat studiku.

4. Bapak H. Lani B. Salim sebagai Pimpinan CV Chandra Rattan Cirebon yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian tugas akhir di perusahaannya.

5. Bapak Bayu Aji, SE sebagai pembimbing lapangan dan kepada seluruh staff CV Chandra Rattan Cirebon yang tidak dapat disebutkan semuanya atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

6. Rohmaulus Lobo yang selalu mendoakan, dan memberi semangat terutama dalam menjalani masa-masa sulit.

7. Keluarga besar Ibu Deskinah yang telah bersedia memberikan tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian di Cirebon.

8. Teman-teman pelayanan di KPA secara khusus buat Irna, Chaty, Elsi, Lena, Dewi, Jane, Hana, Prita, Budi, Obet, dan Richie atas semangat dan suka duka persahabatan yang begitu indah.

9. Teman-teman THH ’41 atas kebersamaan dan persahabatannya, khususnya buat Citra, Emma, Trisna, Nining, Farikha, Gendis, Meita, Siska, Fatimah, Febri, Lilis, Gokma, Hans, Edo, Nyoman, Kusnan, Rizqy, Ida, dan Ucok.


(19)

10. Teman-teman di Wisma AA secara khusus buat Kak Fena, Amelia, Yenni, Ines, Rini, Melin, Novi, Fanta, dan Mbak Dila yang telah membantu dan memberikan dorongan terutama saat penyusunan skripsi ini.

11. Teman-teman di Kelompok Kecil Maranata (Kak Ita, Juli, Lina, dan Laura) yang selalu memberikan dukungan.

Bogor, Maret 2009 Penulis


(20)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian adalah Analisis Biaya Produksi Furniture Rotan dan dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2008 di CV Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat.

Furniture dari rotan memiliki keunggulan dan keunikan yang tidak kalah daripada kayu jika diolah dalam industri furniture. Selain itu, rotan tidak hanya digemari oleh konsumen lokal saja, tetapi juga oleh konsumen dari luar negeri. Tingginya peminat rotan yang berasal dari luar negeri menjadikan komoditi rotan terutama rotan mentah banyak dijual ke luar negeri yang mengakibatkan pasokan rotan sebagai bahan baku bagi industri furniture rotan menjadi berkurang. Hal ini berdampak langsung pada biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan furniture rotan. Melalui penulisan skripsi ini akan diketahui gambaran mengenai besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh industri furniture rotan dan proses produksinya.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Maret 2009

Penulis


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Rotan Secara Umum... 4

2.2 Wilayah Penyebaran, Jenis, dan Pemanfaatan Rotan... 5

2.3 Potensi Produksi Bahan Baku Rotan Indonesia... 9

2.4 Perkembangan Pemasaran Rotan Indonesia... 10

2.5 Pemungutan Rotan... 12

2.5.1 Ciri rotan siap panen dan cara pemungutan rotan... 12

2.5.2 Biaya pemungutan dan harga jual rotan... 13

2.6 Proses Pengolahan Rotan... 14

2.6.1 Pengolahan rotan mentah... 14

2.6.2 Pengolahan rotan setengah jadi... 17

2.6.3 Pengolahan rotan menjadi furniture... 18

2.7 Biaya Produksi Furniture Rotan... 19

2.8 Harga Pokok... 20

2.9 Analisis Break Even Point... 21

2.10 Analisis Profitabilitas... 21

BAB III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 22


(22)

3.2 Pengambilan Data... 22 3.3 Analisis Data... 23

3 3.1 Analisis biaya produksi... 23 3.3.1.1 Biaya produksi di pengrajin.……….. 24 3.3.1.2 Biaya produksi di perusahaan.………... 25 3.3.2 Analisis harga pokok... 28 3.3.3 Analisis break even point…... 29 3.3.4 Analisis laba-rugi…... 29 BAB IV. KONDISI UMUM PERUSAHAAN

4.1 Sejarah Perkembangan Perusahaan... 30 4.2 Lokasi Perusahaan... 30 4.3 Investasi Perusahaan... 30 4.4 Strukutur Organisasi, Tenaga Kerja, dan Sistem Kerja... 31 4.5 Jenis dan Sumber Bahan Baku... 35 4.6 Proses Produksi Furniture di CV Chandra Rattan Cirebon... 36 4.7 Jenis Produk... 42 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Biaya Produksi Bahama dan Agent di Pengrajin... 44 5.2 Analisis Biaya Furniture Bahama dan Agent di Perusahaan... 49 5.3 Analisis Harga Pokok... 53 5.4 Analisis Break Even Point... 53 5.5 Analisis Rugi-Laba... 55 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan... 57 6.2 Saran... 57 DAFTAR PUSTAKA... 58 LAMPIRAN... 59


(23)

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Asal, jenis, nama perdagangan, dan lokasi pemungutan

28 jenis rotan komersial Indonesia... 7 2. Pemanfaatan batang beberapa jenis rotan... 8 3. Potensi produksi bahan baku rotan Indonesia... 9 4. Volume perdagangan ekspor impor rotan... 11 5. Komponen biaya pengolahan, harga jual, dan keuntungan petani

rotan kering berdasarkan jenisnya di Desa Muara Asa... 14 6. Harga patokan profisi sumber daya hutan beberapa jenis rotan di

Indonesia berlaku 4 Februari 2005... 14 7. Jenis dan sumber data penelitian yang dikumpulkan... 22 8. Komponen biaya produksi pada pengrajin dan perusahaan... 23 9. Biaya produksi, pendapatan, keuntungan dan persentase biaya pada

Pengrajin Bahama dan Agent per unit... 48 10. Perhitungan biaya produksi per set dan presentase biaya produksi pada

produk Bahama dan Agent... 52 11. Perhitungan nilai break even point pada pengrajin dan perusahaan

serta perhitungan harga pokok perusahaan...…... 55 13. Perhitungan nilai ROI di CV Chandra Rattan Cirebon... 56


(24)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Struktur organisasi CV Chandra Rattan Cirebon... 33 2. Alat steam rotan... 37 3. Proses pembentukan rotan... 37 4. Proses perakitan komponen... 38 5. Proses ikat... 38 6. Proses dekor... 38 7. Produk jadi yang siap diangkut ke perusahaan... 38 8. Proses penganyaman... 39 9. Proses service dasar... 40 10. Proses cabut bulu... 40 11. Proses amplas dasar... 40 12. Proses amplas setelah cat awal... 40 13. Proses service akhir... 42 14. Proses pengepakan... 42 15. Produk Bahama... 42 16. Produk Agent... 42


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Investasi, depresiasi, bunga modal, pemeliharaan per bulan di tingkat

Pengrajin... 59 2. Investasi, depresiasi, bunga modal, pemeliharaan, asuransi secara

keseluruhan di CV Chandra Rattan Cirebon... 60 3. Biaya Produksi, pendapatan, dan keuntungan pengrajin Bahama dan

Agent per bulan... 61 4. Biaya Produksi, pendapatan, dan keuntungan pengrajin Bahama dan

Agent per unit... 62

5. Rincian komponen biaya tetap dan biaya variabel per bulan pada

pengrajin Bahama dan Agent... 63 6. Rincian pekerja dan upah pada pengrajin Bahama dan Agent... 64 7. Komponen biaya tetap per tahapan produksi Bahama dan Agent di

CV Chandra Rattan Cirebon... 65 8. Rincian komponen biaya tetap per bulan di CV Chandra Rattan Cirebon 66 9. Komponen biaya variabel per tahapan produksi Bahama dan Agent di

CV Chandra Rattan Cirebon... 67 10. Komponen biaya tetap dan biaya variabel per bulan untuk memproduksi Bahama dan Agent di CV Chandra Rattan Cirebon... 68 11. Biaya produksi, harga jual, dan keuntungan perusahaan dari produk

Bahama dan Agent... 69 12. Kebutuhan bahan penolong per unit produk Bahama dan Agent di

CV Chandra Rattan Cirebon... 70 13. Kebutuhan bahan baku per unit produk Bahama dan Agent di

CV Chandra Rattan Cirebon... 70


(26)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di daerah tropis yang memiliki potensi hasil hutan yang besar. Hasil hutan yang dapat diperoleh berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Hasil hutan ini merupakan bagian dari manfaat hutan yang dapat dinikmati secara langsung (tangible benefit). Hasil hutan non kayu yang dihasilkan dari hutan sangat beragam, diantaranya madu, getah-getahan, rotan, minyak atsiri, berbagai jenis tumbuhan obat, dan sebagainya.

Rotan merupakan salah satu hasil hutan yang banyak diminati setelah kayu. Hal ini disebabkan karena rotan memiliki sifat yang unik, mudah untuk diolah, kuat dan memiliki penampilan yang cukup menarik. Keunggulan rotan yang tidak kalah dari kayu tersebut, menjadikan komoditi rotan banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri khususnya furniture. Peminat rotan tidak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Diperkirakan hampir 80% keperluan rotan dunia dipasok oleh Indonesia. Namun potensi rotan yang cukup banyak tersebut ternyata tidak sejalan dengan perkembangan industri pengolahannya. Perkembangan industri pengolahan rotan di Indonesia berjalan sangat lambat walaupun memiliki banyak bahan baku. Pada awalnya Indonesia hanya dapat menjual rotan mentah (asalan) ke luar negeri. Keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan rotan asalan tidak sebanding dengan hasil penjualan rotan yang sudah diolah menjadi produk setengah jadi atau produk jadi, sehingga pihak yang paling diuntungkan adalah negara yang menjadi tujuan ekspor rotan asalan.

Puncak keberhasilan ekspor rotan produk jadi dimulai sejak dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Menteri Perdagangan No. 274/KP/X/86 tanggal 3 Oktober 1986 yang berisi larangan mengekspor rotan mentah dan setengah jadi. Pemerintah memberikan beberapa insentif berupa paket kredit dengan bunga rendah yaitu kredit ekspor khusus produk jadi rotan dengan bunga 9% per tahun dan kredit investasi dengan bunga 15% per tahun; dan bebas tarif impor untuk mesin pengolah produk


(27)

jadi rotan dan peralatan pendukung lainnya (Feriyanti 1995). Kebijakan yang dikeluarkan tersebut dinilai mampu memacu pertumbuhan industri pengolahan rotan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah industri rotan setelah dikeluarkannya kebijakan tersebut yaitu sebanyak 109 buah. Kemudian pada tahun 1992 mengalami peningkatan lagi menjadi 298 buah industri yang terdiri dari 197 buah industri perabot dan perlengkapan rumah tangga, 57 buah industri anyam-anyaman, dan 44 buah industri pengawetan rotan (Januminro 2000).

Pertumbuhan industri pengolahan rotan yang menjamur di berbagai wilayah Indonesia menimbulkan dampak positif bagi masyarakat di sekitarnya karena membuka peluang lapangan pekerjaan. Produk furniture rotan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar umumnya dihasilkan melalui proses industri pengolahan rotan, baik berupa industri kerajinan maupun furniture. Industri pengolahan rotan ini memerlukan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan kreativitas seni atau yang disebut pengrajin yang jumlahnya cukup banyak di Indonesia. Cirebon merupakan salah satu daerah yang menjadi pusat produksi rotan di Indonesia. Jumlah industri pengolahan rotan skala besar dan menengah di Cirebon pada tahun 2004 sebanyak 126 perusahaan, sedangkan jumlah perusahaan pengolahan rotan skala kecil sebanyak 934 perusahaan. Produk jadi yang diproduksi di Cirebon sebagian besar diekspor.

Dalam proses pengolahan rotan untuk membuat furniture, perusahaan akan mengeluarkan biaya atau pengorbanan yang tidak sedikit. Biaya produksi ini merupakan bagian dasar yang harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan agar tujuan suatu perusahaan dapat tercapai. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengaturan dan pengawasan yang baik dalam kegiatan produksi. Analisis biaya produksi merupakan salah satu metode yang diperlukan dalam rangka perencanaan produksi, pengawasan pembiayaan, penilaian efisiensi, penekanan biaya produksi dan penentuan harga jual produk yang dihasilkan. Untuk lebih mengetahui proses pengolahan rotan dan mempelajari secara langsung struktur biaya produksi dalam pengusahaan furniture rotan, maka penulis melakukan penelitian analisis biaya produksi furniture rotan di CV. Chandra Rattan Cirebon.


(28)

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui biaya produksi furniture rotan di CV Chandra Rattan Cirebon 2. Mengetahui harga pokok produksi furniture rotan di CV Chandra Ratta Cirebon 3. Mengetahui tingkat Break Even Point (BEP) dan laba-rugi furniture rotan di CV

Chandra Rattan Cirebon

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Memberikan gambaran mengenai biaya produksi dan keuntungan yang diperoleh dari usaha furniture rotan


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Rotan Secara Umum

Rotan adalah salah satu tumbuhan yang secara alami tumbuh pada hutan primer maupun hutan sekunder termasuk di daerah bekas perladangan berpindah dan belukar. Rotan tergolong dalam jenis tumbuhan pemanjat yang memerlukan pohon inang untuk proses pertumbuhan memanjang. Dalam dunia perdagangan, rotan dikenal dengan nama ”rattan” yang dalam bahasa Melayu berarti mengupas, meraut,

melicinkan (Dransfield 1996).

Rotan merupakan tumbuhan khas tropika yang tumbuh di kawasan hutan tropika basah yang heterogen. Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah yang berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2900 m di atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat tumbuh, maka rotan semakin jarang dijumpai. Rotan juga akan semakin sedikit di daerah yang berbatu kapur (Januminro 2000).

Adapun ciri-ciri fisik dari rotan, antara lain berdaun majemuk dan mempunyai pelepah daun pada buku sehingga menutupi permukaan ruas batang, anak daun tumbuh di atas pelepah, letak daun sejajar/menyirip atau berseling di sepanjang pelepah daun. Daun rotan memiliki duri dengan berbagai bentuk dan warna. Panjang dan diameter batang rotan juga bervariasi. Tanaman rotan juga dilengkapi dengan alat perambat yang biasanya dikenal dengan nama sulur panjat. Secara umum taksonomi rotan dalam dunia tumbuh-tumbuhan menurut Januminro (2000) sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Spacadiciflorae Family : Arecaceae


(30)

2.2 Wilayah Penyebaran, Jenis dan Pemanfaatan Rotan

Berdasarkan ekologinya, rotan memiliki daerah penyebaran di Asia Selatan, Asia Tenggara, kawasan Amerika Latin, dan Madagaskar (Afrika). Sementara itu, pusat penyebaran rotan terbesar berada di kawasan hutan Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Papua New Guinea. Di Indonesia, rotan tumbuh hampir di semua pulau. Pusat penyebaran rotan terbesar di Indonesia berada di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera (Dransfield dan Manokaran 1996).

Jenis suku-suku rotan yang sampai saat ini telah dikenal di dunia yakni

Calamus, Daemonorops, Khorthalasia, Plectocomia, Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepsis, Calospatha, Bejaudia, Cornera, Schizospatha, Eremospatha, Ancitrophylum, dan Oncocalamus. Dari jumlah suku rotan yang sudah ditemukan tersebut, telah diketahui sebanyak sembilan suku dengan jumlah jenisnya masing-masing diantaranya Calamus (370 jenis), Daemonorops (115 jenis), Khorthalasia

(31 jenis), Plectocomia (14 jenis), Ceratolobus (6 jenis), Plectocomiopsis (5 jenis),

Myrialepsis (2 jenis), Calospatha (2 jenis), dan Bejaudia (1 jenis) (Januminro 2000). Pada saat ini sudah ditemukan delapan suku rotan yang tumbuh di Indonesia, yakni Calamus, Daemonorops, Khorthalasia, Plectocomia, Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepsis, dan Calospatha. Dari 8 suku tersebut, total jenisnya di Indonesia mencapai tidak kurang dari 306 jenis. Penyebaran rotan tersebut meliputi pulau Kalimantan sebanyak 137 jenis, Sumatera sebanyak 91 jenis, Sulawesi sebanyak 36 jenis, Jawa sebanyak 19 jenis, Irian sebanyak 48 jenis, Maluku sebanyak 11 jenis dan Sumbawa sebanyak 1 jenis (Januminro 2000). Penyebaran rotan di Pulau Kalimantan hampir merata, yang paling terbesar adalah Kalimantan Barat dan Timur sedangkan pusat pembudidayaan rotan yang paling dominan terdapat di Kalimantan Tengah. Penyebaran rotan di pulau Sulawesi terdapat di sekitar daerah Kendari, Kolaka, Towuti, Donggala, Gorontalo, Poso, Palopo, Buton, dan Pegunungan Latimojong. Penyebaran rotan yang paling utama di pulau Sumatera terdapat di daerah Lampung, Jambi, Bangka, Belitung, Riau, Sumatra Barat (Widodo 1993).

Berdasarkan cara pertumbuhannya, rotan dibedakan menjadi dua yaitu rotan yang tumbuh secara berumpun dan yang tumbuh secara tunggal. Rotan yang tumbuh


(31)

secara berumpun biasanya memiliki ukuran yang lebih kecil dan tumbuh berkelompok di tepi sungai, seperti rotan Sega (Calamus caesius), rotan Ahas (Korthalsia angustifolia BI), dan rotan Jermasin (Calamus leocojolis). Sedangkan rotan yang tumbuh secara tunggal hanya menghasilkan satu batang selama hidupnya, contohnya rotan Tunggal (Calamus laevigatus) dan rotan Besar (Daemonorops angustifolia) (Rachman 1990, diacu dalam Pramudiarto 2006).

Rotan yang memiliki sifat dan memenuhi syarat serta berkualitas baik untuk berbagai keperluan industri berjumlah 128 jenis. Sementara itu, rotan yang sudah umum diusahakan atau diperdagangkan dengan harga tinggi untuk berbagai keperluan baru mencapai 28 jenis saja. Jenis rotan lainnya belum begitu tersentuh karena kecilnya potensi dan belum dikenal sifat-sifatnya (Januminro 2000). Jenis rotan yang bernilai komersial di Indonesia biasanya ada yang dipungut dari hutan alam dan ada juga yang berasal dari hasil budi daya petani rotan. Tabel 1 menyajikan jenis-jenis rotan yang bernilai komersial tinggi beserta wilayah penyebarannya di Indonesia.


(32)

Tabel 1. Asal, jenis, nama perdagangan, dan lokasi pemungutan 28 jenis rotan komersial Indonesia

Asal dan Jenis Nama Perdagangan Lokasi Pemungutan

Rotan Budi Daya

1. Calamus caesius Rotan Taman, Sega 1, 3

2. Calamus trachycoleus Rotan Irit 1

3. Calamus manan Rotan Manau 3, 4, 10

4. Calamus Sp Rotan Pulut 2, 1

Rotan Asal Hutan Alam

1. Calamus ornatus Rotan Sega Badak 3, 4, 5, 10

2. Calamus axillaris Rotan Sega Air 8, 3, 10, 4

3. Calamus caesius Rotan Taman, Sega 1, 3, 6, 7

4. Calamus trachycoleus Rotan Irit 1

5. Calamus manau Rotan Manau 3, 4, 10

6. Calamus tumindus Rotan Manau Tikus 5

7. Calamus oxleyanus Rotan Manau Riang 5

8. Calamus marginanthus Rotan Manau Padi 5, 3

9. Calamus Sp Rotan Pulut Merah 2, 1

10. Calamus sp Rotan Pulut Putih 2, 1

11. Calamus sp Rotan Hijau 2, 1

12. Calamus inops Rotan Tohiti 4

13. Calamus scipionum Rotan Semambu 1, 3

14. Calamus optimus Rotan Buyung 4

15. Calamus leocojolis Rotan Jermasin 3

16. Calamus javensis Rotan Lilin 3, 4, 5

17. Daemonorops melanochaetes Rotan Seel 4

18. Daemonorops angustifolia Rotan Getah 1, 3, 4

19. Daemonorops rubra Rotan Pelah 5

20. Korthalsia rigida Rotan Dahan 3, 5

21. Korthalsia flagelaris Rotan Dahanan 3

22. Calamus crinitus Rotan Lacak 4

23. Calamus sp Rotan Anduru 4

24. Daemonorops lamprolepis Rotan Lita 5

25. Daemonorops histryx Rotan Sabutan 5

26. Calamus sp. Rotan Datu 4

27. Calamus sp Rotan Tarumpo 4

28. Calamus laevigatus Rotan Tunggal 3, 5

Sumber : Januminro 2000

Keterangan : 1. Kalimantan Tengah, 2. Kalimantan Timur, 3. Kalimantan, 4. Sulawesi, 5. Sumatera, 6. Jambi, 7. Riau, 8. Sumatera Selatan, 9. Jawa Barat, 10. Jawa


(33)

Bagian dari tanaman rotan yang paling banyak dimanfaatkan adalah bagian batangnya, terutama batang yang sudah tua. Batang rotan yang sudah tua umumnya dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Disamping bagian batang, bagian lain seperti akar, buah, dan getah dari beberapa jenis rotan juga dapat dimanfaatkan. Akar dan buah rotan digunakan sebagai bahan obat tradisional. Sementara getahnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan industri farmasi. Tabel 2 menyajikan pemanfaatan dari beberapa jenis rotan. Setiap batang rotan juga memiliki kegunaan yang beragam, tergantung pada jenis hasil olahan, diantaranya:

1. Kulit rotan (peel) dimanfaatkan untuk berbagai jenis anyaman, lampit, tikar, tas, keranjang, dan sebagai bahan pengikat. Pemanfaatan didasarkan pada warna, elastisitas/ kekuatan, dan kelurusan bukunya.

2. Hati rotan dimanfaatkan untuk berbagai bahan pembuatan keranjang dan tali pengikat. Penggunaanya didasarkan pada elastisitas, tingkat keawetannya, kehalusan hasil serutan, dan ada tidaknya cacat.

3. Limbah kulit dan hati rotan dimanfaatkan untuk keperluan industri petasan, pengisian jok mobil/ kursi, dan lainnya.

Tabel 2. Pemanfaatan batang beberapa jenis rotan

Jenis Rotan Pemanfaatan

Tohiti

Umbul Datu

Tarampu, Tanah Taman, Irit, Cincin, Pulut Merah, Pulut Putih, Pulut Hijau, Manau, Batang Sabutan, Ahas, Danan

Bahan mebel, penahan pasir di gurun pasir, sandaran kapal, pengisi batang sepeda, batang sapu lantai, pengganti kerangka baja, dan lainnya

Bahan anyaman untuk pembuatan keranjang

Bahan anyaman untuk pembuatan keranjang dan bahan pembuatan kursi

Bahan baku mebel

Bahan kursi antik dan tali pengikat yang paling baik, bahan baku lampit rotan, tirai, dan lainnya

Bahan baku mebel yang tidak dilekuk maupun dilekuk Bahan pembuatan alat penangkap ikan, pengikat rakit, dan lainnya


(34)

2.3Potensi Produksi Bahan Baku Rotan Indonesia

Rotan di Indonesia umumnya tumbuh di hutan-hutan lebat yang ditumbuhi oleh pohon karena rotan termasuk jenis tumbuhan pemanjat. Tabel 3 menyajikan 20 provinsi di Indonesia yang memiliki potensi dalam menghasilkan bahan baku rotan. Tabel 3. Potensi Produksi Bahan Baku Rotan Indonesia

No Provinsi Potensi Produksi (Ton/tahun)

1 NAD 28.000

2 Riau 5.000

3 Sumatera Utara 12.000

4 Sumatera Barat 38.000

5 Jambi 13.000

6 Bengkulu 25.000

7 Sumatera Selatan 22.000

8 Lampung 5.000

9 Kalimantan Barat 50.000

10 Kalimantan Tengah 70.000

11 Kalimantan Selatan 15.000

12 Kalimantan Timur 65.000

13 Sulawesi Utara 20.000

14 Sulawesi Tengah 75.000

15 Sulawesi Selatan 37.000

16 Sulawesi Tenggara 31.000

17 Nusa Tenggara Barat 13.000

18 Nusa Tenggara Timur 5.000

19 Maluku 25.000

20 Papua 68.000

Jumlah 622.000

Sumber: Balitbang Kehutanan, Departemem Kehutanan, 2005

Taksiran potensi rotan yang dimiliki Indonesia dapat menurun karena luas kawasan hutan yang dimiliki semakin berkurang yang disebabkan oleh adanya kebakaran hutan, pembukaan lahan untuk perkebunan besar, dan gangguan lainnya. Hal tersebut tidak hanya dapat mengurangi potensi rotan yang dihasilkan, tetapi juga dapat memusnahkan potensi tumbuhan rotan yang tersedia dan tumbuh di hutan alam (Januminro 2000).


(35)

2.4Perkembangan Pemasaran Rotan Indonesia

Pemasaran rotan selama ini tidak pernah mengalami kesulitan dalam mencari konsumen karena kebutuhan rotan, baik dalam negeri (antar pulau) maupun luar negeri (pasar ekspor) cukup besar. Sejak tahun 1971, perdagangan rotan antar pulau atau dalam negeri sebagian besar dikuasai oleh daerah produsen, yaitu Kalimantan sebesar 69%, Sulawesi 23%, dan daerah lainnya sebesar 8%. Daerah yang menjadi tujuan perdagangan rotan antarpulau sebagian besar adalah Jawa sebesar 57%, Ujung Pandang sebesar 31%, dan daerah lainnya sebesar 12%. Berdasarkan data statistik, kondisi perdagangan rotan antar pulau dari Kalimantan sejak tahun 1995 berkurang, yakni hanya sekitar 291,992 ton (0,13%). Kekurangan kebutuhan rotan tersebut diisi dari Sulawesi sebesar 193.955,984 ton (99,60%) dan daerah lainnya 471,663 ton (0,83%). Tujuan pemasaran rotan antar pulau terbesar adalah Surabaya sebesar 192.540,661 ton (98,97%), Jakarta sebesar 1.364,319 ton (0,7%), dan daerah lainnya 814,659 ton (0,33%) (Januminro 2000).

Selain perdagangan domestik, Indonesia juga melakukan perdagangan rotan ke luar negeri. Indonesia mengekspor rotan dalam bentuk rotan mentah, rotan setengah jadi, dan rotan jadi. Negara tujuan utama ekspor rotan mentah dan rotan setengah jadi adalah Hongkong, Taiwan, singapura, Italia, Korea Selatan, Belanda, Spanyol. Sedangkan negara tujuan ekspor barang jadi rotan yang utama adalah Jepang, Amerika Serikat, Taiwan, Singapura, Korea, dan Hongkong (Agus 2001). Pada Tabel 4 dapat dilihat volume perdagangan rotan dalam berbagai bentuk.


(36)

Tabel 4. Volume perdagangan Ekspor Impor Rotan

Tahun Produksi (Ton)

Rotan mentah Barang setengah jadi Barang jadi

Ekspor Impor Konsumsi Ekspor Impor Ekspor Impor

Berat (Ton) Nilai (ribu US$) Berat (Ton) Nilai (ribu US$) Berat (Ton) Berat (Ton) Nilai (ribu US$) Berat (Ton) Nilai (ribu US$) Berat (Ton) Nilai (ribu US$) Berat (Ton) Nilai (ribu US$)

1998 62.644 489 781 2 1 62.156 127 700 0 0 17.705 48.800 28 39

1999 38.417 4.210 3.439 37 75 34.244 856 3.100 0 1 91.68 242.500 19 45

2000 94.752 14.680 9.118 279 183 80.350 503 2.800 2 10 94.635 255.800 30 69

2001 23.836 22.125 12.865 41 70 1.752 929 2.700 0 1 91.447 228.500 28 62

2002 27.779 22.254 13.304 43 63 5568.34 889 2.300 2 6 104.976 243.800 38 45

2003 127.295 32.725 20.566 8 42 94.579 679 2.200 4 16 112.334 243.000 97 231


(37)

2.5 Pemungutan Rotan

2.5.1 Ciri rotan siap panen dan cara pemungutan rotan

Pemanenan pada rotan berdiameter kecil pertama kali dilakukan pada umur antara 6-8 tahun, misalnya rotan Irit dan rotan Taman. Sedangkan panen untuk rotan yang berdiameter besar dilakukan setelah mencapai umur 12-15 tahun. Jarak pemungutan rotan yang pertama dan berikutnya dilakukan dengan selang waktu dua tahun sekali. Jika pemungutan rotan dalam setiap rumpun dilakukan kurang dari dua tahun sekali, maka kualitas batang rotan yang dihasilkan akan rendah. Apabila pemungutan rotan dilakukan lebih dari dua tahun, maka menjadi kurang ekonomis.

Tanaman rotan secara umum tumbuh berumpun dan mengelompok sehingga umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap panen juga berbeda. Oleh karena itu, pemungutan rotan dilakukan secara pemilihan atau tebang pilih, maksudnya rotan yang telah masak tebang saja yang dipungut. Ciri-ciri rotan yang telah siap panen pada rotan yang tumbuh secara alami maupun rotan dibudidayakan, yaitu daun dan durinya sudah patah, warna durinya sudah berubah menjadi hitam atau kuning kehitam-hitaman, sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun dan batang telah berwarna hijau (Januminro 2000).

Pemungutan rotan di Indonesia, umumnya dilakukan oleh masyarakat di sekitar hutan sebagai pekerjaan sampingan dengan menggunakan peralatan yang sederhana (Herlinda 1995). Kegiatan pemungutan rotan disarankan dilakukan pada saat musim kemarau agar pengeringannya mudah dilakukan dengan sinar matahari. Cara pemungutan rotan yang dilakukan oleh para petani rotan di daerah pedalaman Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut:

a. Duri dan pelepah daun yang menempel pada batang rotan yang akan dipanen dibersihkan dengan cara dipukul-pukul memakai parang bagian samping.

b. Kemudian batang dipotong 1 m dari pangkal batang agar dapat tumbuh kembali. Pemotongan batang rotan yang telalu pendek dapat menyebabkan pembusukan sehingga menggangu pertumbuhan anakan dan tumbuhan lainnya dalam satu rumpun.


(38)

c. Batang rotan bagian pucuk yang menempel pada pohon inang dapat dilepas dengan cara dipotong ujungnya memakai galah yang diberi pisau kecil di ujungnya atau memanjat langsung pohon inang.

d. Batang rotan yang telah dipotong pangkalnya dapat ditarik dan dipotong sepanjang ukuran yang diinginkan.

e. Batang rotan yang sudah dipotong dan dikumpulkan kemudian diikat dan diangkut ke tempat pengumpulan.

Rotan yang telah dikumpulkan dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yang berbeda menurut kandungan air, sortimen ataupun jenis rotannya. Para pemungut biasanya mengumpulkan rotan dalam keadaan basah, selanjutnya pedagang pengumpul kebanyakan mengumpulkan rotan dalam kondisi kering angin (Herlinda 1995).

2.5.2 Biaya pemungutan rotan dan harga jual rotan

Para petani atau pemungut rotan merupakan orang yang paling berperan dalam membentuk rantai perdagangan atau tata niaga rotan. Petani rotan biasanya mengambil rotan dari hutan bebas atau dari kebun-kebun rotan, kemudian dibawa ke desa. Rotan hasil pemungutan langsung dijual bebas kepada pedagang pengumpul atau diolah dahulu melalui proses peruntian, pengawetan, dan pemutihan. Harga jual rotan yang telah diolah terlebih dahulu biasanya bernilai lebih tinggi daripada rotan yang langsung dijual setelah dipanen.

Pada proses pemungutan rotan, petani rotan mengeluarkan berbagai biaya diantaranya biaya pemanenan dan pengangkutan. Bagi petani yang mengolah lebih lanjut biasanya akan mengeluarkan lagi biaya pasca pemanenan, antara lain biaya pencucian, biaya pengeringan, biaya pengepakan, dan biaya susut berat (Rujehan 2001, diacu dalam Rury 2007). Pada Tabel 5 disajikan komponen biaya pengolahan rotan kering di tingkat petani.


(39)

Tabel 5. Komponen biaya pengolahan, harga jual, dan keuntungan petani rotan kering berdasarkan jenisnya di Desa Muara Asa

No Jenis Rotan Komponen Biaya

(Rp/Kg) Jumlah Biaya (Rp/Kg) Harga Jual (Rp/Kg) Keuntungan (Rp/Kg)

1 2 3 4 5

1 Sega 510 170 9 31 357 1.076 2.200 1.124

2 Jahab 425 170 9 31 383 1.017 1.400 383

3 Pulut Putih 1.000 200 10 36 800 2.046 3.000 954

Sumber : Rury, 2007

Keterangan : 1 = Biaya Pemanenan; 2 = Biaya Pencucian; 3 = Biaya Penjemuran; 4 = Biaya Pengepakan; 5 = Biaya Susut Berat

Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Departemen Perindustrian tahun 2006, harga patokan profisi sumber daya hutan beberapa jenis rotan pada tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 6. Harga tersebut merupakan nilai minimal pada saat pelelangan rotan.

Tabel 6. Harga patokan profisi sumber daya hutan beberapa jenis rotan di Indonesia berlaku 4 Februari 2005

No Kelompok Rotan Satuan Harga

1 Rotan Pulut(Calamus sp) Rp.000/Ton 1.400

2 Rotan Sega (Calamus caesius) Rp.000/Ton 500

3 Rotan Lambang (Calamus Sp) Rp.000/Ton 715

4 Rotan Tohiti (Calamus inops) - diameter < 24 mm - diameter 25 mm up

Rp.000/Ton

900 1.150

5 Rotan Manau (Calamus manau) Rp/Batang 2.350

6 Rotan Semabu (Calamus scipionum)

- Rotan Tabu-tabu (Calamus zollingeril Becc) - Rotan Wilatung (Calamus Sp)

Rp/Batang 700 1.700 2.350

7 Kelompok Lain Rp.000/Ton 500

Sumber : Departemen Perindustrian, 2006

Keterangan : Panjang maksimum rotan 4 meter dan 1 rotan ton terdiri dari + 250-300 batang

2.6Proses Pengolahan Rotan 2.6.1 Pengolahan rotan mentah

Pengolahan rotan lanjutan adalah proses pengolahan yang dilakukan rotan mentah yang telah dipungut dari hutan atau kebin menjadi rotan setengah jadi atau barang jadi. Tujuan pengolahan rotan asalan antara lain untuk menghilangkan kotoran dan selaput silika yang masih melekat pada batang rotan, mendapatkan bahan baku rotan yang tahan terhadap hama dan penyakit, menghasilkan bahan baku rotan bulat


(40)

(amplas dan serut), kulit dan hati rotan yang diinginkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, dan meningkatkan nilai tambah, keindahan, hasil guna bahan baku rotan.

Industri pengolahan rotan dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat pengolahan dan hasil produksinya (Subiyanto 1986, dalam Widodo 1993), yaitu: a. Industri yang menghasilkan rotan bulat W & S (Washed and Sulphurized).

Kelompok ini merupakan usaha pengawetan rotan bulat sebagai bahan baku

b. Industri yang menghasilkan bahan baku siap pakai atau barang-barang setengah jadi. Kelompok ini mengolah rotan bulat menjadi bentuk barang-barang setengah jadi yang disesuaikan dengan sifat dan keperluannya (rotan polished, peel/bark core).

c. Industri yang menghasilkan barang-barang jadi dan barang-barang kerajinan. Kelompok ini mengolah bahan baku siap pakai atau barang setengah jadi menjadi barang jadi dan barang-barang kerajinan (furniture/alat-alat rumah tangga, lampit, anyaman, kap lampu, keranjang, dan lain-lain).

Tahap-tahap pengolahan rotan asalan (W dan S) yang baru dipungut dari hutan, sebagai berikut:

a. Pemotongan Rotan

Kegiatan ini dilakukan untuk membagi panjang rotan menjadi beberapa bagian sesuai ukuran standar dalam perdagangan rotan. Biasanya rotan dipotong sepanjang 5-6 m dan dilipat menjadi dua bagian. Pemotongan dilakukan sebelum peruntian atau sebelum sortasi kualitas.

b. Perendaman dalam Air

Rotan yang telah dipotong sesuai ukuran akan diikat rapi. Kemudian rotan direndam dalam air mengalir. Lama perendaman sekitar 1-7 hari dan selalu diawasi agar jangan terjadi perubahan warna akibat kesalahan perendaman. Pada saat direndam warna rotan umumnya kuning kehitam-hitaman. Perendaman dilakukan jika peruntian tidak dapat dilakukan secepatnya. Jika perendaman tidak segera dilakukan maka rotan mudah terserang oleh jamur perusak yang menyebabkan perubahan warna rotan.


(41)

c. Pencucian dan Penggosokan

kegiatan ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada batang rotan. Warna cahaya atau kilap rotan akan meningkat setelah dilakukan pencucian. Pencucian rotan dilakukan sambil menggosok batang dengan serabut kelapa, kain yang agak tebal atau memakai pasir yang digenggam.

d. Peruntian

Bertujuan untuk menghilangkan epidermis di bagian dalam seludang daun yang masih melekat pada batang rotan, sekaligus menghilangkan epidermis di bagian luar batang rotan yang mengandung silika.

e. Pengikisan

Bertujuan untuk mengikis atau meratakan tulang rotan bagian luar yang tidak rata dengan ruasnya. Pengikisan tergantung pada jenis rotan yang diolah, diameter rotan, pesanan konsumen, dan keperluan penggunaannya.

f. Penjemuran/pengeringan

Merupakan proses yang sangat penting karena secara langsung mempengaruhi kualitas rotan yang dihasilkan. Tujuan pengeringan adalah untuk mengeluarkan air dari batang rotan agar warna rotan tidak berubah, sekaligus mencegah noda-noda hitam akibat serangan jamur pada batang rotan. Pengeringan yang baik adalah di tempat-tempat teduh tapi terbuka agar batang rotan yang dikeringkan tidak mengerut. Pengeringan dapat juga dilakukan dengan menggunakan terik matahari. Lama penjemuran 1-3 hari, dan tergantung pada kondisi cuaca dan iklim. Pengeringan rotan baru selesai apabila warna hijau telah berubah menjadi kuning keemasan.

g. Pelurusan

Kegiatan ini dilakukan pada rotan berdiameter besar yang tidak lurus. Kemudian dilakukan pemotongan yang bertujuan untuk menyeragamkan ukuran rotan secara keseluruhan sesuai dengan syarat dan kualitas yang ditentukan.

h. Pengawetan/pemutihan

Bertujuan untuk mengurangi kerusakan dan kemunduran kualitas akibat senyawa berbagai organisme perusak. Pengawetan rotan dapat dilakukan dengan tiga cara


(42)

yaitu perendaman dengan air mengalir, perendaman dengan larutan pengawet (kaporit) yang bersifat racun untuk menghilangkan getah rotan, membunuh bibit penyakit, dan memperbaiki warna rotan, perebusan dalam larutan bahan pengawet (minyak kelapa dicampur solar dengan perbandingan 1:3, atau dengan minyak tanah). Perebusan dalam larutan bahan pengawet dapat meningkatkan kekuatan rotan, dan mempercepat pengeringan. Perebusan dengan bahan pengwet ini dilakukan hanya untuk rotan yang berdiameter besar.

i. Pengasapan

Bertujuan untuk memasukkan asap belerang ke dalam pori-pori rotan unuk membunuh dan membasmi serangan hama penyakit bila rotan disimpan dalam waktu lama, sekaligus untuk meningkatkan warna mutu rotan. Lama pengasapan kurang lebih 12-24 jam.

j. Sortasi kualitas

Bertujuan untuk menentukan kelas dan kualitas rotan sesuai standar yang berlaku.

2.6.2 Pengolahan rotan setengah jadi

Rotan asalan yang telah diolah masih harus diolah lebih lanjut agar dapat digunakan untuk bahan anyaman yang memiliki nilai estetika tinggi. Tahap-tahap pengolahan lanjutan tersebut, antara lain:

a. Pengolahan rotan amplas

Dilakukan hanya untuk rotan yang berdiameter besar karena biasanya rotan tersebut memiliki bentuk batang yang agak kasar dan bentuk buku menonjol. Kegiatan ini bertujuan untuk membentuk permukaan rotan menjadi halus dengan menggunakan mesin amplas rotan atau kertas amplas. Olahan rotan amplas akan menghasilkan dua macam bentuk rotan, yaitu rotan bulat dengan kulit yang sudah dipoles halus, dan rotan bulat tanpa kulit yang sudah dipoles halus.

b. Pengolahan kulit, hati rotan, dan flitrit secara tradisional atau secara semi mekanis Secara tradisional, pengidaran rotan dapat dilakukan dengan pisau khusus. Pengolahan rotan secara manual akan memakan waktu yang cukup lama dengan bentuk dan ukuran yang beragam. Sedangkan secara semi mekanis, rotan bulat


(43)

akan dimasukkan ke dalam mesin pengolah rotan. Kemudian kulit rotan yang telah dibelah atau dikupas menggunakan mesin pembelah akan ditipiskan lagi dengan menggunakan mesin penipis kulit, dan hati rotan yang telah dikupas dimasukkan dalam mesin pemecah hati rotan (Coring machine) untuk dipecah sesuai keinginan (Januminro 2000).

2.6.3 Pengolahan rotan menjadi furniture

Pengolahan rotan asalan dan setengah jadi menjadi suatu produk sangat tergantung pada tujuan dan bentuk barang yang diinginkan. Sedangkan proses pembuatan produk sangat tergantung pada kreasi, imajinasi, dan keterampilan pembuatnya. Proses pembuatan barang jadi merupakan gabungan proses mekanik (pemotongan dan pengolahan rotan) dan pengerjaan seni tradisional (pembentukan produk jadi secara manual). Pengusahaan barang jadi rotan merupakan usaha yang padat karya atau menyerap banyak tenaga kerja manusia yang memiliki keterampilan. Proses pembuatan furniture secara umum terdiri dari beberapa tahap, antara lain: a. Persiapan bahan baku

Pada tahap ini bahan baku dipersiapkan mulai dari jenis rotan, dan ukuran rotan yang dipakai. Selain itu dipersiapkan juga bahan penolong seperti dempul, amplas,

sending sealer, top coat, pewarna, dan tinner. b. Pembentukan dan pembuatan tipe mebel

Pada tahap ini dilakukan pengukuran bahan baku dengan mempertimbangkan spilasi ukuran. Setelah itu dilakukan pemotongan bahan baku yang telah dibuat ukurannya. Dalam pemotongan akan dilakukan juga pembuatan sambungan antar rangka mebel. Setelah pemotongan selesai, kemudian dilakukan pembengkokan sesuai dengan model atau tipe yang direncanakan. Pembengkokan dapat dilakukan dengan cara dipanaskan dengan kompor semprot atau steaming oven.

c. Perakitan

Proses ini merupakan kegiatan merangkai komponen-komponen yang telah dibuat sebelumnya. Perakitan harus dilakukan oleh pekerja yang terampil dan


(44)

berpengalaman karena sangat menentukan bentuk, ukuran dimensi, dan proses selanjutnya.

d. Pre-finishing, Finishing, pengeringan, dan seleksi

Pre-finishing terdiri dari beberapa tahapan yaitu amplas dasar, dempul, dan pengomporan. Sedangkan pada kegiatan finishing terdiri dari pewarnaan, penyemprotan melamin sending sealer, amplas sending, penyemprotan melaine top coat.

2.7Biaya Produksi Furniture Rotan

Tujuan umum didirikannya suatu usaha atau industri adalah untuk memperoleh keuntungan. Selain itu memiliki tujuan yang bersifat sosial seperti menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk atau jasa tertentu. Dalam menjalankan kegiatan produksi, perusahaan atau industri akan berhadapan dengan masalah biaya produksi. Garrison (1997) mengelompokkan biaya produksi menjadi dua, yaitu :

1. Biaya Tetap, adalah biaya yang tetap tidak berubah dalam jumlah totalnya, tanpa mempedulikan perubahan tingkat kegiatan usaha. Saat tingkat kegiatan naik dan turun, jumlah total biaya tetap akan konstan.

2. Biaya Variabel, adalah biaya yang secara total berubah-ubah, berbanding lurus dengan perubahan tingkat kegiatan usaha. Dalam arti nilai uang total biaya tersebut naik dan turun seiring dengan naik dan turunnya kegiatan usaha.

Komponen dari biaya variabel industri mebel rotan pada penelitian Widodo (1993) adalah biaya bahan baku, upah langsung, listrik, pemeliharaan alat, perbaikan alat, biaya amplas mesin, biaya amplas tangan, dan biaya bahan bakar. Sedangkan komponen dari biaya tetap adalah biaya penyusutan, bunga modal, upah tidak langsung, dan biaya overhead. Biaya bahan baku merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan dalam melakukan proses produksi sekitar 63,80% dari biaya total produksi per bulan. Besarnya biaya produksi per unit Rp. 38.830 dan besarnya keuntungan Rp. 9.880/unit.


(45)

Pada penelitian Rury (2007) dapat dilihat adanya hubungan kerjasama antara perusahaan dengan pengrajin, sehingga analisis biaya yang dihitung dibedakan atas analisis biaya pada pengrajin dan analisis biaya pada perusahaan. Pengrajin yang dipakai perusahaan dibedakan atas dua bagian, yaitu pengrajin rangka dan pengrajin anyaman. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengrajin terdiri dari biaya variabel, seperti biaya bahan penolong, upah kerja, dan transportasi berupa pembelian BBM, sedangkan biaya tetapnya terdiri dari biaya depresiasi, bunga modal, pemeliharaan dan listrik. Biaya variabel merupakan pengeluaran terbesar pada pengrajin yaitu rata-rata Rp. 20.490/unit untuk pengrajin anyaman dan Rp. 42.470/unit untuk pengrajin rangka. Perbedaan biaya variabel yang jauh diantara dua pengrajin tersebut disebabkan karena pengrajin anyaman tidak membeli bahan baku. Sedangkan komponen biaya upah pada pengrajin anyaman lebih besar daripada pengrajin rangka karena waktu pengerjaan setiap unit produk lebih lama dan mahal. Besarnya keuntungan yang diperoleh pengrajin anyaman rotan rata-rata Rp. 6.200/unit sedangkan untuk pengrajin rangka Rp. 5.550/unit. Perbedaan keuntungan disebabkan karena pengrajin anyaman mengeluarkan biaya produksi yang tidak terlalu besar, sedangkan pengrajin rangka mengeluarkan biaya produksi yang lebih besar untuk membeli bahan baku. Jika dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan rata-rata Rp. 47.090/unit maka keuntungan yang diperoleh pengrajin jauh lebih kecil. Hal ini terjadi karena pengrajin tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga jual produknya kepada perusahaan. Adanya persaingan diantara pengrajin dalam mendapatkan order membuat kecenderungan harga jual produk semakin turun.

2.8 Harga Pokok

Harga pokok adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk produksi suatu barang atau jasa selama periode yang bersangkutan (Kuswadi 2005). Perusahaan harus mengetahui harga pokok dari barang yang dihasilkan untuk mengetahui nilai persediaan harga pokok penjualan dan profitabilitas. Konsep harga pokok dapat dibedakan atas harga pokok historis dan harga pokok normatif. Harga pokok historis


(46)

adalah jumlah biaya yang nyata-nyata dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang ditambah biaya lainnya sehingga barang tersebut berada di pasar. Sedangkan harga pokok normatif adalah jumlah total biaya yang seharusnya dikeluarkan ditambah biaya lainnya sehingga barang tersebut berada di pasar. Dalam penetapan harga pokok suatu produk, perusahaan lebih cenderung menganut teori harga pokok normatif.

2.9 Analisis Break Even Point (BEP)

Dalam menjalankan usaha dibutuhkan perencanaan yang terkait erat dalam proses pengambilan keputusan. Banyak metode yang dapat digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan tersebut. Salah satu metode kuantitatif yang banyak digunakan adalah Break Even Analysis. Nugroho (2002) mendefenisikan

Break Even sebagai suatu kondisi dimana suatu usaha tidak memperoleh keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian atau suatu kondisi yang impas/ seimbang antara penerimaan dan biaya-biaya. Dengan demikian konsep Break Even Point dapat diartikan sebagai suatu konsep untuk menganalisis suatu keputusan dengan pendekatan biaya sama (break even) atau titik impas (break even point).

2.10 Analisis Profitabilitas

Profitabilitas atau rentabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba melalui semua kemampuan dan sumber daya yang ada, seperti penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dapat dilihat dari nilai ROI yang dihasilkan. Semakin besar nilai ROI, maka semakin besar pula laba bersih yang mampu dihasilkan oleh suatu perusahaan (Kuswadi 2005).

Batasan yang secara umum digunakan untuk menilai kelayakan suatu usaha adalah Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Present Value (NPV). Suatu usaha akan dianggap layak apabila memiliki nilai B/C ratio > 1, nilai NPV positif, dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang digunakan (Klemperer 1996).


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Oktober–November 2008, bertempat di CV. Chandra Rattan Cirebon. Kota Cirebon dipilih sebagai tempat penilitian karena merupakan salah satu sentra produksi industri pengolahan rotan di Indonesia.

3.2 Pengambilan dan Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Kedua jenis data tersebut berupa data kualitatif dan kuantitatif. Adapun jenis, sumber, dan cara pengambilan data disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Jenis dan sumber data penelitian yang dikumpulkan

Jenis data Data yang diambil Cara pengumpulan Sumber data

Primer Proses produksi serta peralatan yang digunakan

Harga jual produk Produktivitas mesin

Kebutuhan waktu tiap proses produksi

Jenis dan jumlah unit sumber daya yang tersedia

Besar upah kerja, jumlah karyawan, dan waktu kerja Permintaan pasar dan volume penjualan tiap bulan

Tujuan pemasaran produk Kebutuhan bahan baku, persediaan, dan harga beli

Wawancara dan pengamatan Wawancara

Pencatatan di lapangan

Pencatatan di lapangan

Wawancara

Wawancara

Wawancara

Wawancara Wawancara

Perusahaan dan pekerja

Perusahaan Perusahaan dan pekerja

Perusahaan dan pekerja

Perusahaan dan pekerja

Perusahaan dan pekerja

Perusahaan

Perusahaan Perusahaan Sekunder Data tentang gambaran umum

perusahaan

Standar operasi alat

Laporan perusahaan Laporan perusahaan

Perusahaan Perusahaan


(48)

3.3 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan adalah analisis biaya produksi furniture rotan, analisis harga pokok produksi, analisis Break Even Point (BEP), dan analisis profitabilitas perusahaan yang dinyatakan dengan nilai Return of Investment (ROI). 3.3.1 Analisis biaya produksi

Analisis biaya furniture rotan dilakukan untuk mengetahui struktur biaya yang diperlukan dalam proses produksi, serta besarnya keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan. Biaya produksi merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel yang diperlukan untuk memproduksi produk furniture.

Biaya produksi dalam penelitian ini terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel mencakup biaya bahan baku rotan, biaya bahan penolong, biaya sewa kontainer, upah langsung, dan biaya fumigasi. Sedangkan biaya tetap mencakup biaya depresiasi mesin dan peralatan, bunga modal, asuransi, pemeliharaan alat, listrik, air, biaya administrasi kantor, biaya komisi penjualan, gaji tetap, dan biaya pajak. Analisis biaya yang dilakukan pada dua pihak yaitu pada pihak perusahaan dan pihak pengrajin. Komponen biaya produksi pengrajin dan perusahaan secara terperinci disajikan pada tabel 8.

Tabel 8. Komponen biaya produksi pada pengrajin dan perusahaan

Tipe usaha Biaya tetap Biaya Variabel

Pengrajin (Rangka dan Anyaman)

- Depresiasi mesin dan peralatan

- Bunga modal - Pemeliharaan alat - Uang makan pekerja - Listrik

- Bahan penolong - Bahan bakar - Upah

Perusahaan -Depresiasi mesin dan

peralatan - Bunga modal - Asuransi

- Pemeliharaan alat - Listrik, air, telepon - Biaya administrasi kantor - Gaji tetap

- Pajak

- Biaya komisi penjualan

- Bahan baku - Bahan penolong - Upah langsung - Biaya angkutan - Biaya fumigasi


(49)

Kegiatan wawancara dan pengamatan dilakukan pada pengrajin yang memiliki ikatan kerjasama dengan perusahaan dan sedang melakukan kegiatan produksi pada saat penelitian. Pengrajin yang dipilih sebagai responden adalah pengrajin rangka yang menghasilkan produk Bahama dan Agent serta pengrajin anyam yang menghasilkan anyaman untuk produk

3.3.1.1 Biaya produksi di pengrajin

Analisis biaya produksi pengrajin dilakukan karena pengrajin terlibat langsung dalam proses produksi furniture yang dilaksanakan oleh perusahaan. Pengrajin berperan dalam memproduksi rangka dan anyaman produk furniture. Biaya produksi pada pengrajin terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.

Komponen yang menyusun biaya tetap pengrajin, antara lain depresiasi peralatan yang digunakan, bunga modal, biaya pemeliharaan alat produksi, listrik dan uang makan pekerja. Sementara itu, komponen penyusun biaya variabel pengrajin, antara lain biaya bahan penolong, bahan bakar, dan upah tenaga kerja. Besarnya biaya bahan penolong yang dikeluarkan pengrajin untuk memproduksi pesanan perusahaan disesuaikan dengan jumlah orderan yang diberikan. Biaya bahan penolong diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan pengrajin.

Biaya bahan bakar untuk mesin atau peralatan yang dipakai oleh pengrajin dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini.

Bbj = abj x Hb Dimana :

Bbj = Biaya bahan bakar ke-b untuk produk ke-j (Rp/unit)

abj= Keperluan bahan bakar ke-b untuk produk ke-j (Rp/unit)

Hb= Harga bahan bakar (Rp/lt)

Sementara upah untuk setiap unit produk rotan ditentukan sesuai dengan kesepakatan pemimpin kelompok pengrajin dengan pekerjanya yang dirumuskan dengan persamaan berikut.


(50)

Dimana :

Buj= Biaya untuk upah produk rotan ke-j (Rp/bulan)

Uuj = Biaya upah tiap produk sesuai dengan kesepakatan (Rp/unit)

Pj = Jumlah alokasi produksi untuk produk ke-j dari perusahaan (unit/bulan)

3.3.1.2 Biaya produksi di perusahaan

Biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Komponen biaya tetap perusahaan terdiri dari depresiasi mesin dan peralatan, bunga modal, pemeliharaan alat, dan listrik, asuransi, gaji tetap, biaya air, telepon, pajak, dan biaya administrasi kantor. Biaya depresiasi merupakan nilai penyusutan suatu barang atau peralatan selama alat tersebut digunakan. Depresiasi dan bunga modal meliputi gedung, mesin dan peralatan, inventaris kantor, dan kendaraan produksi. Besarnya biaya penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus.

Te Ae De

Dimana:

De = Depresiasi dari mesin-mesin dan peralatan ke-e (Rp/bulan)

Ae = Harga beli dari mesin-mesin dan peralatan ke-e (Rp)

Te = Masa pakai dari mesin-mesin dan peralatan ke-e (Bulan)

Untuk dapat menghitung biaya depresiasi tiap unit produk digunakan persamaan seperti di bawah ini.

Qj Q Bp

Bpj

Dimana :

Bpj = Biaya penyusutan untuk tiap unit produk ke-j (Rp/unit)

Bp = Biaya penyusutan (Rp/bulan)

Q = Rata-rata produksi rotan (unit/bulan)


(51)

Biaya bunga modal dapat dihitung berdasarkan penyusutan bunga rata-rata. Untuk memperoleh bunga modal per bulan dan bunga modal setiap unit produk, maka dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini.

r Te Te Ae Pe

2 1

Dimana :

Pe = Bunga modal dari mesin-mesin dan peralatan ke-e (Rp/bulan)

Ae= Harga beli dari mesin-mesin dan peralatan ke-e (Rp)

Te = Masa pakai dari mesin-mesin dan peralatan ke-e (Bulan)

r = Tingkat suku bunga (%/bulan)

Qj Q Bm Bmj

Dimana :

Bmj = Biaya bunga modal untuk tiap unit produk ke-j (Rp/unit)

Bm = Biaya bunga modal tiap bulan (Rp/bulan)

Q = Rata-rata produksi produk rotan (unit/bulan)

Qj = Proporsi produksi produk ke-j

Biaya gaji tetap diberikan kepada karyawan yang menangani administrasi dan umum. Tenaga kerja ini tidak terlibat langsung dalam proses produksi. Perhitungan biaya gaji tetap dapat dilakukan dengan cara berikut.

Qj Q Bt

Btj

Dimana :

Btj=Biaya gaji tetap untuk tiap unit produk ke-j (Rp/unit)

Bt = Biaya gaji tetap tiap bulan (Rp/bulan)

Q = Rata-rata produksi produk rotan (Unit/bulan)


(52)

Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membiayai keperluan listrik, air, telepon, asuransi dan biaya administrasi kantor dapat diperoleh dari laporan perusahaan. Untuk menghitung besar biaya-biaya tersebut per unitnya dapat digunakan persamaan berikut.

Qj Q Bo Boj

Dimana :

Boj = Biaya listrik, air, telepon, asuransi dan administrasi umum untuk tiap produk

ke-j (Rp/unit)

B

o = Biaya listrik, air, telepon, dan administrasi umum tiap bulan (Rp/bulan)

Q = Rata-rata produksi produk rotan (unit/bulan)

Q

j = Proporsi produk ke-j

Sementara itu, komponen biaya variabel perusahaan terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya sewa kontainer dan pengangkutan, dan upah langsung. Biaya bahan baku dihitung dengan cara menjumlahkan pengeluaran perusahaan untuk membeli rangka dan anyaman (produk setengah jadi) dari pengrajin dan biaya untuk membeli bahan baku seperti persamaan berikut.

Bj = Rj + Nj + Buj Buj = auj x Hr Dimana :

Bj = Biaya bahan baku untuk produk ke-j (Rp/unit)

Rj = Harga pembelian rangka untuk produk ke-j (Rp/unit)

Buj = Biaya bahan baku ke-u untuk produk rotan ke-j (Rp/unit)

Nj = Harga pembelian anyam untuk produk ke-j (Rp/unit)

auj= Keperluan bahan baku ke-u untuk produk rotan ke-j (kg/unit)

Hr = Harga bahan baku ke-r (Rp/kg)

r = rotan batang, filtrit, core, ikat


(1)

Tabel Lampiran 7. Komponen biaya tetap per tahapan produksi Bahama dan Agent di

CV Chandra Rattan Cirebon

Tahapan Komponen

Biaya (Rp.000/bln)

Bahama (Rp.000/bln)

Agent (Rp.000/bln)

Proses pengadaan bahan baku 0 0 0

Proses servis dasar 11,86 3,69 1,67

Depresiasi 6,67 2,08 0,94

Bunga modal 1,69 0,53 0,24

Pemeliharaan 3,50 1,09 0,49

Proses amplas dasar (1) 0 0 0

Proses finishing awal 145,10 45,14 20,42

Depresiasi 82,67 25,72 11,64

Bunga modal 20,93 6,51 2,95

Pemeliharaan 41,50 12,91 5,84

Proses amplas (2) 0 0 0

Proses finishing akhir 77,14 24,00 10,86

Depresiasi 44,00 13,69 6,19

Bunga modal 11,14 3,47 1,57

Pemeliharaan 22,00 6,84 3,10

Proses service akhir 0 0 0

Proses packing 0 0 0

Keperluan kantor dan umum 63.197,50 19.661,44 8.894,46

Depresiasi 5.550,98 1.726,97 781,25

Bunga modal 3.417,98 1.063,37 481,05

Pemeliharaan 3.322,67 1.033,72 467,64

Asuransi 578,30 179,92 81,39

Gaji pegawai tetap 21651 6.735,87 3.047,18

Pajak 2.801,43 871,56 394,28

Listrik 4.783,33 1.488,15 673,21

Telepon & internet 1.783,33 554,81 250,99

Air 33,6 10,45 4,73

Biaya kantor 6.978,99 2.171,24 982,23

Biaya komisi

penjualan 12.295,89 3.825,39 1.730,53


(2)

Tabel Lampiran 8. Rincian komponen biaya tetap per bulan di CV Chandra Rattan Cirebon

Bulan Satuan

Gaji

karyawan Pajak Listrik Telepon Air Biaya kantor

Biaya komisi penjualan

Januari Rp.000/bulan 20.789 2.801,45 4.700 1.600 31,50 6.515,20 0

Februari Rp.000/bulan 22.277 2.755,50 4.800 1.700 33,55 6.825 5.227,38

Maret Rp.000/bulan 22.470 2.800,75 4.950 1.750 35,25 6.890 5.581,26

April Rp.000/bulan 23.850 2.805,10 4.800 1.750 35,50 7.152 8.013,44

Mei Rp.000/bulan 24.099 2.825,45 4.750 1.800 34,25 7.325 9.569,26

Juni Rp.000/bulan 24.836 2.900,55 4.700 1.600 31,80 7.225 0

Juli Rp.000/bulan 21.665 2.742,60 4.850 2.250 34,55 6.995 49.259,97

Agustus Rp.000/bulan 19.398 2.785,45 4.750 2.100 35 6.982 38.957,20

September Rp.000/bulan 20.467 2.750,95 4.700 1.800 35,65 6.978 17.129,08

Oktober Rp.000/bulan 20.011 2.815,40 4.850 1.800 32 6.922,50 11.033,06

November Rp.000/bulan 19.566 2.795,35 4.850 1.650 33,70 6.988 2.780

Desember Rp.000/bulan 20.386 2.838,65 4.700 1.600 30,50 6.950,20 0

Rata-rata Rp.000/bulan 21.651 2.801,43 4.783,33 1.783 33,60 6.978,99 12.295,89

Keterangan:


(3)

Tabel Lampiran 9. Komponen biaya variabel per tahapan produksi Bahama dan

Agent di CV Chandra Rattan Cirebon

Tahapan Komponen Satuan Jumlah

Bahama

(Rp.000/bln) Jumlah

Agent (Rp.000/bln)

Proses pengadaan bahan baku Rp.000/bln 129.538,50 150.950,25

rangka kursi double unit 210 18.270

rangka kursi single unit 420 23.100 855 29.070

rangka meja unit 210 7.875 855 17.100

anyaman kursi single unit 855 27.787,50

anyaman meja unit 855 23.512,50

rotan batang (26-28mm) kg 4.200 48.720 2992,5 32.319

filtrit (3mm) kg 855 12.825

core rotan (10-12mm) kg 567 8.221,50 256,5 3.719,25

ikat kg 252 3.402 342 4.617

jok kursi Rp.000 210 19.950

Proses servis dasar 3.712,10 4.242,40

upah service dasar Rp.000 4 2.121,20 4 2.121,20 upah cabut bulu Rp.000 3 1.590,90 4 2.121,20

Proses amplas dasar (1) 1.275 1.275

upah amplas dasar Rp.000 5 1.275 5 1.275

Proses finishing 26.905,02 38.113,68

upah finishing Rp.000 3 1.639 4 2.186

warna dasar liter 420 11.205,60 598,50 15.967,98 sending siler liter 210 4.250,40 299,25 6.056,82 top coat liter 236,25 4.999,05 329,175 6.965,34 thinner liter 435,75 4.810,68 628,425 6.937,812

Proses service akhir 2.865,90 2.865,90

upah service akhir Rp.000 3 1.590,90 3 1.590,90

upah amplas sending Rp.000 5 1.275 5 1.275

Proses packing 12.692,70 6.308,4

upah pengepakan Rp.000 6 1.320 6 1.320

single face kg 777 3.962,70 684 3.488,40

box pcs 210 4.410

kontainer & ongkos

angkut Rp.000 2.400 1.200

fumigasi Rp.000 600 300


(4)

Lampiran 10. Komponen biaya tetap dan biaya variabel per bulan untuk

memproduksi Bahama dan Agent di CV Chandra Rattan Cirebon

Komponen Satuan Bahama Agent

Biaya tetap Rp.000/bulan 19.734,28 8.927,41

Depresiasi Rp.000/bulan 1.768,46 800,02

Bunga modal Rp.000/bulan 1.073,87 485,80

Pemeliharaan Rp.000/bulan 1.054,56 477,06

Asuransi Rp.000/bulan 179,92 81,39

Gaji pegawai tetap Rp.000/bulan 6.735,87 3.047,18

Pajak Rp.000/bulan 871,56 394,28

Listrik Rp.000/bulan 1.488,15 673,21

Telepon & internet Rp.000/bulan 554,81 250,99

Air Rp.000/bulan 10,45 4,73

Biaya kantor Rp.000/bulan 2.171,24 982,23

Biaya komisi penjualan Rp.000/bulan 3.825,39 1.730,53

Biaya Variabel Rp.000/bulan 176.989,22 203.755,63

Bahan baku Rp.000/bulan 129.538,50 150.950,25

Bahan penolong Rp.000/bulan 33.638,43 39.416,36

Upah Rp.000/bulan 10.812,29 11.889,02

Kontainer dan biaya angkut Rp.000/bulan 2.400 1.200

fumigasi Rp.000/bulan 600 300


(5)

Tabel Lampiran 11. Biaya Produksi, harga jual dan keuntungan perusahaan dari Bahama dan Agent

Komponen Satuan Bahama Agent

Total Produksi set/bulan 210 855

kursi double unit/bulan 210

kursi single unit/bulan 420 855

meja unit/bulan 210 855

Harga beli dari pengrajin

kursi double Rp.000/unit 87

kursi single Rp.000/unit 55 34

meja Rp.000/unit 37,50 20

anyaman kursi single Rp.000/unit 32,50

anyaman meja Rp.000/unit 27,50

Biaya Variabel Rp.000/bulan 176.989,22 203.755,63

Biaya bahan baku Rp.000 129.538,50 150.950,25

pembelian kursi double Rp.000 18.270

pembelian kursi single Rp.000 23.100 29.070

pembelian meja Rp.000 7.875 17.100

pembelian anyaman kursi Agent Rp.000 27.787,50

pembelian anyaman meja Agent Rp.000 23.512,50

pembelian rotan batang Rp.000 48.720 32.319

pembelian core rotan Rp.000 8.221,50 3.719,25

pembelian filtrit rotan Rp.000 12.825

pembelian ikat rotan Rp.000 3.402 4.617

Jok kursi Rp.000 19.950

Bahan penolong Rp.000 33.638,43 39.416,36

cat dasar Rp.000 11.205,60 15.967,98

sending siler Rp.000 4.250,4 6.056,82

top coat Rp.000 4.999,05 6.965,34

thinner Rp.000 4.810,68 6.937,81

single face Rp.000 3.962,70 3.488,40

box Rp.000 4.410

Upah kerja Rp.000 10.812,29 11.889,02

Kontainer dan ongkos angkut Rp.000 2.400 1.200

fumigasi Rp.000 600 300

Biaya Tetap Rp.000/bulan 19.734,28 8.927,41

Depresiasi Rp.000/bulan 1.768,46 800,02

Bunga modal Rp.000/bulan 1.073,87 485,8

Asuransi Rp.000/bulan 179,92 81,39

Pemeliharaan Rp.000/bulan 1.054,56 477,06

Gaji karyawan Rp.000/bulan 6.735,87 3.047,18

Pajak Rp.000/bulan 871,56 394,28

Listrik Rp.000/bulan 1.488,15 673,21

Telepon Rp.000/bulan 554,81 250,99

Air Rp.000/bulan 10,45 4,73

Biaya kantor Rp.000/bulan 2.171,24 982,23

Biaya komisi penjualan Rp.000/bulan 3.825,39 1.730,53

Biaya produksi Rp.000/bulan 196.723,50 212.683,04

Harga jual Rp.000/set 1.008 354

Total penjualan Rp.000 211.680 302.670


(6)

Tabel Lampiran 12. Kebutuhan bahan penolong per unit produk Bahama dan Agent di CV. Chandra Rattan Cirebon

Nama Produk

Kebutuhan Bahan Penolong Finishing (liter) Kebutuhan Bahan Penolong

Pengepakan per-unit Warna dasar (Rp. 26.680/lt) Sending siler (Rp. 20.240/lt) Top coat (Rp.21.160/lt) Thinner (Rp.11040/lt) Single face (Rp. 5100/kg) Box (Rp. 21000/unit) Bahama Set

Kursi Bahama double Kursi Bahama single Kursi Bahama single Meja Bahama Agent Set Kursi Agent Meja Agent 0,9 0,4 0,4 0,3 0,4 0,3 0,45 0,2 0,2 0,15 0,2 0,15 0,475 0,225 0,225 0,2 0,225 0,16 0,875 0,425 0,425 0,35 0,425 0,31 3,7 0,8 1

Tabel Lampiran 13. Kebutuhan bahan baku per unit produk Bahama dan Agent di CV. Chandra Rattan Cirebon

Nama Produk

Kebutuhan Bahan Baku (kg) Rotan Batang (26-28mm) (Rp. 11.600/kg) Rotan Batang (26-28mm) (Rp. 10.800/kg) Filtrit (3mm) (Rp. 15.000/kg) Core rotan (10-12mm) (Rp. 14.500/kg) Ikat (Rp. 13.500/kg) Bahama Set

Kursi Bahama double Kursi Bahama single Kursi Bahama single Meja Bahama Agent Set Kursi Agent Meja Agent 20 7,5 4,5 4,5 3,5 3,5 2 1,5 1 0,75 0,25 2,7 1 0,7 0,7 0,3 1,2 0,3 0,3 0,3 0,3 0,4 0,1 0,3