Analisis inflasi di indonesia dari sisi permintaan uang

(1)

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA

DARI SISI PERMINTAAN UANG

OLEH

NOVA MARDIANTI H14102107

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

RINGKASAN

NOVA MARDIANTI. Analisis Inflasi di Indonesia dari Sisi Permintaan Uang (dibimbing oleh IMAN SUGEMA).

Selama periode 1990 – 2005, perekonomian Indonesia mengalami berbagai perkembangan dan guncangan. Pada awal tahun 1990-an, perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup stabil dengan tingkat inflasi selalu berada di bawah 10 persen per tahun dan pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7 persen per tahun. Namun sejalan dengan adanya liberalisasi dan deregulasi, Indonesia ternyata tidak lepas dari berbagai permasalahan. Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis. Krisis tersebut berawal dari krisis moneter, namun kemudian berubah cepat menjadi krisis ekonomi, krisis sosial budaya dan menjadi krisis multidimensi. Hal tersebut berdampak pada semakin merosotnya nilai tukar rupiah. Menghadapi tekanan yang begitu kuat dan cepat terhadap melemahnya nilai tukar rupiah, maka sejak tanggal 14 agustus 1997 Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang.

Penerapan sistem nilai tukar mengambang ternyata tidak hanya berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah, tapi juga terhadap inflasi dan broad money. Ada beberapa fakta yang menunjukkan bahwa tingkat harga domestik di Indonesia mempunyai korelasi yang kuat dengan nilai tukar dan broad money. Selain itu, ternyata tingkat harga domestik Indonesia juga berkorelasi dengan suku bunga luar negeri dan indeks harga luar negeri.

Seperti yang kita ketahui bahwa inflasi diproksikan dengan perkembangan tingkat harga domestik. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha menganalisis bagaimana hubungan antara inflasi di Indonesia dengan broad money (M2), nilai tukar, indeks harga luar negeri, suku bunga luar negeri, ketidakseimbangan di pasar uang dan peralihan rezim nilai tukar pada jangka pendek. Sebelum mengestimasi model inflasi dinamis tersebut, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap excess inflasi akibat ketidakseimbangan di pasar uang (excess money supply) dan model permintaan uang riil Indonesia pada jangka panjang. Analisis terhadap excess inflasi akibat ketidakseimbangan di pasar uang (excess money supply) pada jangka panjang ini berguna untuk mengkonstruksi

error correction term bagi persamaan inflasi dinamis.

Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain : (i) untuk menganalisis hubungan antara broad money, harga domestik, GDP riil, dan foreign interest rates dalam model permintaan uang jangka panjang, (ii) menganalisis hubungan antara inflasi, broad money, nilai tukar, foreign prices, dan foreign interest rates

dalam model inflasi dinamis (jangka pendek), (iii) menganalisis dampak dari ketidakseimbangan di pasar uang dan peralihan rezim nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia.

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuartal yang mencakup : GDP riil Indonesia, broad money (M2), dan nilai tukar (US$/Rp)


(3)

yang diperoleh dari Bank Indonesia. Selain itu, digunakan pula Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia, rata-rata treasury bill rates negara-negara maju (sebagai proksi terhadap suku bunga luar negeri) dan indeks harga konsumen negara-negara industri. Ketiga data tersebut diperoleh dari International Financial Statistics of IMF. Untuk mencakup peralihan rezim nilai tukar dan faktor musiman, maka dimasukkan pula dum_xrate dan centered seasonal dummy ke dalam model inflasi dinamis Indonesia. Untuk membatasi ruang lingkup, maka penelitian ini dibatasi pada pada periode 1990: kuartal 1 sampai 2005: kuartal 3.

Untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan, maka ada dua metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. Estimasi terhadap excess inflasi akibat ketidakseimbangan di pasar uang (excess money supply) dan model permintaan uang riil Indonesia pada jangka panjang dilakukan dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen. Sedangkan estimasi terhadap model inflasi dinamis (jangka pendek) Indonesia menggunakan error correction model

(ECM) dengan error correction terms merupakan representasi dari excess inflasi akibat ketidakseimbangan di pasar uang (excess money supply) pada jangka panjang. Penggunaan ECM dikarenakan ECM mampu menggabungkan efek jangka panjang dan efek jangka pendek. ECM yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada penelitian Nassar (2005) mengenai Money Demand and Inflation in Madagascar.

Hasil dari estimasi model permintaan uang riil Indonesia pada jangka panjang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara GDP riil dan permintaan uang riil. Disamping itu, model tersebut juga menunjukkan adanya hubungan positif antara suku bunga luar negeri dan permintaan uang riil.

Sedangkan estimasi error correction model untuk inflasi menunjukkan bahwa variabel-variabel yang secara signifikan mempengaruhi inflasi Indonesia pada jangka pendek, antara lain : lag dua dari inflasi Indonesia, perubahan broad money, lag satu dan dua dari perubahan nilai tukar, inflasi di luar negeri baik pada saat ini maupun tiga kuarter sebelumnya, centered seasonal dummy 1, centered seasonal dummy 2 dan excess inflasi akibat ketidakseimbangan di pasar uang (excess money supply). Dalam hal ini, excess inflasi akibat ketidakseimbangan di pasar uang (excess money supply) memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap inflasi Indonesia pada jangka pendek. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketidakseimbangan di pasar uang yang terjadi di Indonesia melalui dampaknya terhadap excess inflasi akan semakin memperburuk tingkat inflasi di Indonesia.


(4)

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA

DARI SISI PERMINTAAN UANG

OLEH

NOVA MARDIANTI H14102107

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Nova Mardianti

Nomor Registrasi Pokok : H14102107

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Inflasi di Indonesia dari Sisi

Permintaan Uang

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec NIP. 131 846 870

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juni 2006

Nova Mardianti


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nova Mardianti lahir pada tanggal 14 November 1984 di Bogor, sebuah kota yang terkenal sebagai kota hujan. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Edy Junaedi dan Sri Suryati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan yang berarti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Dramaga 1 di Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studinya ke Institut Pertanian Bogor (IPB). IPB menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat menggali ilmu dan mengembangkan pola pikir guna menjadi sumber daya yang berguna serta mampu meraih impian di masa depan kelak. Penulis berhasil masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjalani masa perkuliahan, penulis berhasil mengukir beberapa prestasi diantaranya : representatif IPB pada The 5thInternational Student Summit

di Tokyo University of Agriculture (Jepang), finalis LKTM bidang pendidikan tingkat nasional, juara 2 LKTM bidang pendidikan tingkat wilayah B, juara 1 LKTM bidang pendidikan tingkat IPB, finalis Mahasiswa Berprestasi tingkat IPB, juara 1 Mahasiswa Berprestasi FEM, juara 2 The Young Economic Icon, dan lain sebagainya. Penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti HIPOTESA dan DPM-FEM. Selain itu, dalam rangka mengembangkan ilmu yang telah dipelajari, penulis aktif pada beberapa profesi penunjang yaitu : Asisten Dosen Ekonomi Dasar 1, Asisten Dosen Ekonomi Dasar 2 dan Asisten Dosen Ekonomi Umum.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Inflasi di Indonesia dari Sisi Permintaan Uang”. Perhatian terhadap inflasi merupakan hal yang penting, mengingat inflasi adalah permasalahan utama yang dialami setiap negara di dunia termasuk Indonesia. Di samping itu, skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, terutama kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada dosen penguji, Bapak Dr. Noer Azam Achsani. Semua saran dan kritikan beliau adalah hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si., selaku komisi pendidikan yang memberikan masukan dalam perbaikan tata cara penulisan skripsi ini juga atas segala ilmu yang telah diberikan. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Penulis juga berterima kasih kepada pembahas, Azwar Anas, yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penelitian ini. Penulis juga sangat terbantu oleh masukan dari para peserta seminar. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada mereka. Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, diantaranya: M. Nasrul Pradana, M. Iqbal Irfany, Firmansyah, Edi, Ade, Fickry, Febry, Feronika, Ratih, Michelia, Arum, Nur, Vina, Nurlatifa, Irmayanti, Widi, Mardi, Thami, Sanimah dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang paling dalam kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Edy Junaedi dan Ibu Sri Suryati serta keluarga


(9)

besar penulis. Kasih sayang, kesabaran dan dukungan mereka sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2006

Nova Mardianti H14102107


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Permintaan Uang 2.1.1. Teori Moneter Klasik 2.1.1.1. Teori Kuantitas Uang ... 7

2.1.1.2. Model Cambridge... 9

2.1.2. Teori Moneter Keynesian 2.1.2.1. Permintaan Uang sebagai Alat Transaksi ... 12

2.1.2.2. Permintaan Uang untuk Spekulasi ... 14

2.1.2.3. Permintaan Uang Total ... 15

2.1.3. Teori Kuantitas Uang Modern ... 16

2.2. Inflasi 2.2.1. Inflasi sebagai Fenomena Moneter ... 19

2.2.2. Model Moneter untuk Inflasi 2.2.2.1. Model Traded-Nontraded Goods untuk Inflasi dibawah Sistem Nilai Tukar Tetap ... 20

2.2.2.2. Pertumbuhan Uang dan Inflasi dibawah Sistem Nilai Tukar Fleksibel... 23


(11)

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA

DARI SISI PERMINTAAN UANG

OLEH

NOVA MARDIANTI H14102107

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(12)

RINGKASAN

NOVA MARDIANTI. Analisis Inflasi di Indonesia dari Sisi Permintaan Uang (dibimbing oleh IMAN SUGEMA).

Selama periode 1990 – 2005, perekonomian Indonesia mengalami berbagai perkembangan dan guncangan. Pada awal tahun 1990-an, perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup stabil dengan tingkat inflasi selalu berada di bawah 10 persen per tahun dan pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7 persen per tahun. Namun sejalan dengan adanya liberalisasi dan deregulasi, Indonesia ternyata tidak lepas dari berbagai permasalahan. Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis. Krisis tersebut berawal dari krisis moneter, namun kemudian berubah cepat menjadi krisis ekonomi, krisis sosial budaya dan menjadi krisis multidimensi. Hal tersebut berdampak pada semakin merosotnya nilai tukar rupiah. Menghadapi tekanan yang begitu kuat dan cepat terhadap melemahnya nilai tukar rupiah, maka sejak tanggal 14 agustus 1997 Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang.

Penerapan sistem nilai tukar mengambang ternyata tidak hanya berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah, tapi juga terhadap inflasi dan broad money. Ada beberapa fakta yang menunjukkan bahwa tingkat harga domestik di Indonesia mempunyai korelasi yang kuat dengan nilai tukar dan broad money. Selain itu, ternyata tingkat harga domestik Indonesia juga berkorelasi dengan suku bunga luar negeri dan indeks harga luar negeri.

Seperti yang kita ketahui bahwa inflasi diproksikan dengan perkembangan tingkat harga domestik. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha menganalisis bagaimana hubungan antara inflasi di Indonesia dengan broad money (M2), nilai tukar, indeks harga luar negeri, suku bunga luar negeri, ketidakseimbangan di pasar uang dan peralihan rezim nilai tukar pada jangka pendek. Sebelum mengestimasi model inflasi dinamis tersebut, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap excess inflasi akibat ketidakseimbangan di pasar uang (excess money supply) dan model permintaan uang riil Indonesia pada jangka panjang. Analisis terhadap excess inflasi akibat ketidakseimbangan di pasar uang (excess money supply) pada jangka panjang ini berguna untuk mengkonstruksi

error correction term bagi persamaan inflasi dinamis.

Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain : (i) untuk menganalisis hubungan antara broad money, harga domestik, GDP riil, dan foreign interest rates dalam model permintaan uang jangka panjang, (ii) menganalisis hubungan antara inflasi, broad money, nilai tukar, foreign prices, dan foreign interest rates

dalam model inflasi dinamis (jangka pendek), (iii) menganalisis dampak dari ketidakseimbangan di pasar uang dan peralihan rezim nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia.

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuartal yang mencakup : GDP riil Indonesia, broad money (M2), dan nilai tukar (US$/Rp)


(13)

yang diperoleh dari Bank Indonesia. Selain itu, digunakan pula Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia, rata-rata treasury bill rates negara-negara maju (sebagai proksi terhadap suku bunga luar negeri) dan indeks harga konsumen negara-negara industri. Ketiga data tersebut diperoleh dari International Financial Statistics of IMF. Untuk mencakup peralihan rezim nilai tukar dan faktor musiman, maka dimasukkan pula dum_xrate dan centered seasonal dummy ke dalam model inflasi dinamis Indonesia. Untuk membatasi ruang lingkup, maka penelitian ini dibatasi pada pada periode 1990: kuartal 1 sampai 2005: kuartal 3.

Untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan, maka ada dua metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. Estimasi terhadap excess inflasi akibat ketidakseimbangan di pasar uang (excess money supply) dan model permintaan uang riil Indonesia pada jangka panjang dilakukan dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen. Sedangkan estimasi terhadap model inflasi dinamis (jangka pendek) Indonesia menggunakan error correction model

(ECM) dengan error correction terms merupakan representasi dari excess inflasi akibat ketidakseimbangan di pasar uang (excess money supply) pada jangka panjang. Penggunaan ECM dikarenakan ECM mampu menggabungkan efek jangka panjang dan efek jangka pendek. ECM yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada penelitian Nassar (2005) mengenai Money Demand and Inflation in Madagascar.

Hasil dari estimasi model permintaan uang riil Indonesia pada jangka panjang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara GDP riil dan permintaan uang riil. Disamping itu, model tersebut juga menunjukkan adanya hubungan positif antara suku bunga luar negeri dan permintaan uang riil.

Sedangkan estimasi error correction model untuk inflasi menunjukkan bahwa variabel-variabel yang secara signifikan mempengaruhi inflasi Indonesia pada jangka pendek, antara lain : lag dua dari inflasi Indonesia, perubahan broad money, lag satu dan dua dari perubahan nilai tukar, inflasi di luar negeri baik pada saat ini maupun tiga kuarter sebelumnya, centered seasonal dummy 1, centered seasonal dummy 2 dan excess inflasi akibat ketidakseimbangan di pasar uang (excess money supply). Dalam hal ini, excess inflasi akibat ketidakseimbangan di pasar uang (excess money supply) memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap inflasi Indonesia pada jangka pendek. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketidakseimbangan di pasar uang yang terjadi di Indonesia melalui dampaknya terhadap excess inflasi akan semakin memperburuk tingkat inflasi di Indonesia.


(14)

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA

DARI SISI PERMINTAAN UANG

OLEH

NOVA MARDIANTI H14102107

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Nova Mardianti

Nomor Registrasi Pokok : H14102107

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Inflasi di Indonesia dari Sisi

Permintaan Uang

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec NIP. 131 846 870

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juni 2006

Nova Mardianti


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nova Mardianti lahir pada tanggal 14 November 1984 di Bogor, sebuah kota yang terkenal sebagai kota hujan. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Edy Junaedi dan Sri Suryati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan yang berarti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Dramaga 1 di Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studinya ke Institut Pertanian Bogor (IPB). IPB menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat menggali ilmu dan mengembangkan pola pikir guna menjadi sumber daya yang berguna serta mampu meraih impian di masa depan kelak. Penulis berhasil masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjalani masa perkuliahan, penulis berhasil mengukir beberapa prestasi diantaranya : representatif IPB pada The 5thInternational Student Summit

di Tokyo University of Agriculture (Jepang), finalis LKTM bidang pendidikan tingkat nasional, juara 2 LKTM bidang pendidikan tingkat wilayah B, juara 1 LKTM bidang pendidikan tingkat IPB, finalis Mahasiswa Berprestasi tingkat IPB, juara 1 Mahasiswa Berprestasi FEM, juara 2 The Young Economic Icon, dan lain sebagainya. Penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti HIPOTESA dan DPM-FEM. Selain itu, dalam rangka mengembangkan ilmu yang telah dipelajari, penulis aktif pada beberapa profesi penunjang yaitu : Asisten Dosen Ekonomi Dasar 1, Asisten Dosen Ekonomi Dasar 2 dan Asisten Dosen Ekonomi Umum.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Inflasi di Indonesia dari Sisi Permintaan Uang”. Perhatian terhadap inflasi merupakan hal yang penting, mengingat inflasi adalah permasalahan utama yang dialami setiap negara di dunia termasuk Indonesia. Di samping itu, skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, terutama kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada dosen penguji, Bapak Dr. Noer Azam Achsani. Semua saran dan kritikan beliau adalah hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si., selaku komisi pendidikan yang memberikan masukan dalam perbaikan tata cara penulisan skripsi ini juga atas segala ilmu yang telah diberikan. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Penulis juga berterima kasih kepada pembahas, Azwar Anas, yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penelitian ini. Penulis juga sangat terbantu oleh masukan dari para peserta seminar. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada mereka. Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, diantaranya: M. Nasrul Pradana, M. Iqbal Irfany, Firmansyah, Edi, Ade, Fickry, Febry, Feronika, Ratih, Michelia, Arum, Nur, Vina, Nurlatifa, Irmayanti, Widi, Mardi, Thami, Sanimah dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang paling dalam kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Edy Junaedi dan Ibu Sri Suryati serta keluarga


(19)

besar penulis. Kasih sayang, kesabaran dan dukungan mereka sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2006

Nova Mardianti H14102107


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Permintaan Uang 2.1.1. Teori Moneter Klasik 2.1.1.1. Teori Kuantitas Uang ... 7

2.1.1.2. Model Cambridge... 9

2.1.2. Teori Moneter Keynesian 2.1.2.1. Permintaan Uang sebagai Alat Transaksi ... 12

2.1.2.2. Permintaan Uang untuk Spekulasi ... 14

2.1.2.3. Permintaan Uang Total ... 15

2.1.3. Teori Kuantitas Uang Modern ... 16

2.2. Inflasi 2.2.1. Inflasi sebagai Fenomena Moneter ... 19

2.2.2. Model Moneter untuk Inflasi 2.2.2.1. Model Traded-Nontraded Goods untuk Inflasi dibawah Sistem Nilai Tukar Tetap ... 20

2.2.2.2. Pertumbuhan Uang dan Inflasi dibawah Sistem Nilai Tukar Fleksibel... 23


(21)

2.2.4. Beberapa Pandangan Mengenai Inflasi

2.2.4.1. Monetarist ... 30

2.2.4.2. Keynesian... 31

2.3. Penelitian Terdahulu 2.3.1. Permintaan Uang dan Inflasi di Dollarized Economies (Rusia) ... 32

2.3.2. Permintaan Uang dan Inflasi di Madagaskar ... 33

2.3.3. Permintaan Uang dan Inflasi di Indonesia ... 35

2.4. Kerangka Pemikiran... 36

2.5. Hipotesis... 38

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ... 39

3.2. Model Penelitian ... 39

3.3. Metode Analisis Data 3.3.1. Uji Stasioneritas Data ... 42

3.3.2. Penentuan Selang (Lag) Optimal ... 43

3.3.3. Uji Hubungan Kointegrasi ... 44

3.3.4. Error Correction Model (ECM) ... 46

3.3.5. Diagnostic Test... 51

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kestasioneran Data ... 55

4.2. Tingkat Lag Optimal ... 57

4.3. Kointegrasi ... 57

4.4. Error Correction Model (ECM) ... 61

4.5. Diagnostic Test ... 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Matriks Korelasi ... 4 4.1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada Level ... 55 4.2. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada First Difference ... 56 4.3. Hasil Uji Heteroskedastisitas (ARCH Test) ... 65 4.4. Hasil Uji Heteroskedastisitas (White Heteroskedasticity Test) ... 66 4.5. Hasil Uji Autokorelasi Error Correction Model untuk Inflasi ... 66


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1.1. Perkembangan Harga, Broad Money dan Nilai Tukar ... 3 2.1. Permintaan Uang untuk Transaksi ... 13 2.2. Permintaan Uang untuk Transaksi ... 14 2.3. Permintaan Uang Bermotif Spekulasi (Liquidity Preferences) ... 14 2.4. Permintaan Uang Total ... 16 2.5. Diagram Fase untuk Inflasi ... 28 2.6. Respon dari Peningkatan Money Supply yang Kontinu ... 30 2.7. Kerangka Pemikiran ... 37 4.1. Inflasi Aktual dan Hasil Estimasi ... 64 4.2. Hasil Uji Normalitas Error Correction Model untuk Inflasi ... 65 4.3. Uji Stabilitas Koefisien dalam ECM untuk Inflasi ... 67 4.4. Uji Stabilitas Error Correction Model untuk Inflasi ... 68


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Data Mentah ... 74 2. Uji Stasioneritas Data ... 76 3. Estimasi VAR untuk Excess Inflasi akibat Ketidakseimbangan di

Pasar Uang (Excess Money Supply) pada Jangka Panjang... 84 4. Uji Stabilitas VAR untuk Excess Inflasi akibat Ketidakseimbangan di Pasar Uang (Excess Money Supply) pada Jangka Panjang ... 87 5. Penentuan Lag Optimal untuk Excess Inflasi akibat

Ketidakseimbangan di Pasar Uang (Excess Money Supply) pada Jangka Panjang... 88 6. Uji Kointegrasi Johansen dengan “Summary” untuk Excess Inflasi

akibat Ketidakseimbangan di Pasar Uang (Excess Money Supply) pada Jangka Panjang ... 89 7. Uji Kointegrasi Johansen dengan “Asumsi 2” untuk Excess Inflasi

akibat Ketidakseimbangan di Pasar Uang (Excess Money Supply) pada Jangka Panjang ... 90 8. Estimasi VAR untuk Model Permintaan Uang Riil pada Jangka

Panjang ... 92 9. Uji Stabilitas VAR untuk Model Permintaan Uang Riil pada

Jangka Panjang ... 95 10. Penentuan Lag Optimal untuk Model Permintaan Uang Riil

pada Jangka Panjang ... 96 11. Uji Kointegrasi Johansen dengan “Summary” untuk Model

Permintaan Uang Riil pada Jangka Panjang ... 97 12. Uji Kointegrasi Johansen dengan “Asumsi 2” untuk Model

Permintaan Uang Riil pada Jangka Panjang ... 98 13. Error Correction Model untuk Inflasi dengan Lag 3 ... 100 14. Error Correction Model untuk Inflasi denganVariabel yang

Signifikan ... 101 15. Hasil Estimasi Koefisien dari Error Correction Model untuk

Inflasi ... 102 16. Uji Heteroskedastisitas terhadap Model Inflasi Dinamis ... 103 17. Uji Autokorelasi terhadap Model Inflasi Dinamis ... 105


(25)

DAFTAR SINGKATAN

ADF = Augmented Dickey Fuller

AIC = Akaike Information Criterion

AR = Autoregressive

ARCH = Autoregressive Conditional Heteroskedasticity

DW = Durbin Watson

ECM = Error Correction Model

FPE = Final Prediction Error

GDP = Gross Domestic Product

HQ = Hannan-Quinn Information Criterion

IFS = International Financial Statistic

IHK = Indeks Harga Konsumen IMF = International Monetary Fund

PDB = Produk Domestik Bruto SC = Schwarz Information Criterion


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Selama periode 1990-2005, perekonomian Indonesia mengalami berbagai perkembangan dan guncangan. Pada tahun 1990-an, terjadi liberalisasi dan deregulasi yang sangat intensif. Liberalisasi tersebut berdampak pada sektor riil dan sektor moneter. Pada sektor riil terlihat adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yaitu mencapai rata-rata 7 persen per tahun selama periode 1990-1997. Inflasi, kecuali tahun 1997, juga senantiasa berada di bawah 10 persen per tahun (Warjiyo dan Solikin, 2004). Sedangkan di sektor moneter, terlihat derasnya arus modal masuk ke Indonesia selama periode 1995-1997. Di satu sisi, aliran dana luar negeri ini mampu mencakup kesenjangan tabungan-investasi ( saving-investment gap) sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Namun di sisi lain, aliran dana ini menimbulkan sejumlah permasalahan. Besar dan mobilitas aliran dana luar negeri tersebut ternyata mempersulit pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia.

Pada perkembangan selanjutnya, Indonesia mengalami krisis sejak tahun 1997. Krisis yang pada mulanya berasal dari krisis moneter telah berubah cepat menjadi krisis ekonomi, krisis sosial budaya, krisis politik dan menjadi krisis multidimensi. Hal tersebut berdampak pada semakin merosotnya nilai rupiah. Menghadapi tekanan yang begitu besar terhadap melemahnya nilai tukar rupiah, sesuai dengan sistem nilai tukar mengambang terkendali yang berlaku pada waktu itu, Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk


(27)

mempertahankan kisaran nilai tukar yang ditetapkan. Akan tetapi tekanan yang sangat kuat dan demikian cepat terhadap melemahnya nilai tukar rupiah yang disertai dengan penurunan cadangan devisa dalam jumlah yang cukup besar, akhirnya memaksa pemerintah untuk mengubah sistem nilai tukar yang berlaku. Selanjutnya, sejak tanggal 14 agustus 1997 Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang.

Puncak dari krisis tersebut terjadi pada tahun 1998. Pada tahun tersebut laju inflasi pernah mencapai 77,63 persen, sementara nilai rupiah pernah mencapai tingkat terendah sekitar Rp. 15.000 per dolar AS pada awal tahun 1998 (Warjiyo dan Solikin, 2004). Pertumbuhan broad money juga mencapai tingkat tertinggi selama triwulan I dan II tahun 1998, yaitu 34 persen dan 12,4 persen per triwulan. Ini disebabkan oleh pertambahan jumlah uang kuasi yang mencapai 27 persen dan 30 persen per triwulan selama periode yang sama. Pertambahan jumlah uang kuasi tersebut dilatarbelakangi oleh motif spekulasi dan berjaga-jaga.

Upaya pemulihan ekonomi Indonesia telah dilakukan oleh pemerintah dengan mencakup sejumlah langkah kebijakan dan penataan kelembagaan di bidang moneter. Diantaranya adalah dengan diberlakukannya Undang-undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Pemberlakuan undang-undang tersebut telah membawa perubahan mendasar pada perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. Berdasarkan undang-undang itu, sejak tahun 2000 kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan (inflation targeting).


(28)

Ada beberapa fakta yang menunjukkan bahwa terdapat suatu korelasi yang kuat antara tingkat harga domestik, nilai tukar, dan uang beredar (broad money) di Indonesia. Korelasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Perkembangan Harga, Broad Money dan Nilai Tukar

Gambar tersebut menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan positif antara Indeks Harga Konsumen (IHK) dan broad money di Indonesia selama periode penelitian. Dalam hal ini, IHK dan broad money sama-sama memiliki kecenderungan (trend) yang meningkat. Selain itu, dari gambar tersebut juga dapat diketahui adanya hubungan negatif antara IHK dan nilai tukar (US$/Rp) selama periode penelitian. Dimana ketika rupiah mengalami depresiasi yang cukup besar (sekitar tahun 1998), tingkat harga justru menunjukkan tingkat tertinggi.

Korelasi antara IHK, broad money dan nilai tukar juga terlihat pada Tabel 1.1. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa IHK Indonesia tidak hanya berkorelasi dengan broad money dan nilai tukar, tapi juga berkorelasi dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) negara-negara industri dan suku bunga luar negeri.


(29)

Tabel 1.1. Matriks Korelasi

LOG_P LOG_M2 LOG_Y LOG_E1 LOG_PF IF

LOG_P 1.000000 0.983734 0.796294 -0.944914 0.964016 -0.905515

LOG_M2 0.983734 1.000000 0.842484 -0.940199 0.981221 -0.936744

LOG_Y 0.796294 0.842484 1.000000 -0.669672 0.903471 -0.876373

LOG_E1 -0.944914 -0.940199 -0.669672 1.000000 -0.875807 0.813073

LOG_PF 0.964016 0.981221 0.903471 -0.875807 1.000000 -0.956028

IF -0.905515 -0.936744 -0.876373 0.813073 -0.956028 1.000000

Catatan : Seluruh data yang digunakan dalam bentuk logaritma, kecuali suku bunga. P = IHK Indonesia, M2 = Broad money, Y = GDP riil, E1 = nilai tukar (US$/Rp), PF = IHK negara-negara industri, IF = Suku bunga luar negeri.

Dengan demikian dalam rangka mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan, baik faktor internal maupun faktor eksternal yang berpengaruh terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) haruslah diperhitungkan. Hal tersebut dikarenakan perkembangan IHK merupakan proksi bagi inflasi di Indonesia. Pencapaian inflation targeting juga membutuhkan adanya suatu sasaran antara. Salah satu sasaran antara dari kebijakan inflation targeting adalah broad money

(M2). Seperti yang kita ketahui, broad money dipengaruhi oleh permintaan uang masyarakat. Selain itu, kestabilan permintaan uang sangat penting untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nassar (2005) bahwa negara dengan sektor keuangan yang underdeveloped biasanya mengandalkan keberadaan fungsi permintaan uang yang stabil untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efisien. Literatur-literatur mengenai determinan inflasi di negara berkembang secara tradisional juga mempostulatkan fungsi permintaan uang, kemudian menspesifikasi bagaimana kebijakan moneter ekspansif mengakibatkan


(30)

disekuilibrium di pasar uang dan barang yang akan dieliminasi sepanjang waktu melalui peningkatan tingkat harga. Oleh karena itu, maka analisis mengenai inflasi di Indonesia dari sisi permintaan uang sangat penting untuk dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan dilatarbelakangi oleh berbagai perkembangan dan guncangan yang dihadapi perekonomian Indonesia maka ada beberapa permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini, diantaranya :

1. Bagaimana hubungan antara broad money, harga domestik, GDP riil, dan

foreign interest rates dalam model permintaan uang jangka panjang?

2. Bagaimana hubungan antara inflasi, broad money, nilai tukar, foreign prices, dan foreign interest rates dalam model inflasi dinamis (jangka pendek)? 3. Bagaimana dampak dari ketidakseimbangan di pasar uang dan peralihan rezim

nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia?

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi selama periode 1990 : kuartal 1 – 2005 : kuartal 3. Sedangkan data yang digunakan adalah data kuarter yang mencakup variabel internal dan eksternal.

1.3. Tujuan

Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Menganalisis hubungan antara broad money, harga domestik, GDP riil, dan


(31)

2. Menganalisis hubungan antara inflasi, broad money, nilai tukar, foreign prices, dan foreign interest rates dalam model inflasi dinamis (jangka pendek).

3. Menganalisis dampak dari ketidakseimbangan di pasar uang dan peralihan rezim nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai inflasi di Indonesia dari sisi permintaan uang diharapkan dapat memberikan sumbangan wawasan kepada masyarakat Indonesia. Sehingga, stabilitas harga dan iklim usaha yang kondusif dapat tercapai.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi institusi keuangan, khususnya Bank Indonesia. Dengan demikian, institusi-institusi keuangan dapat menentukan langkah-langkah ke depan guna menjaga kestabilan moneter dan ekonomi Indonesia.

Penulis juga mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, diharapkan pula agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu literatur bagi penelitian-penelitian selanjutnya.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Permintaan Uang 2.1.1. Teori Moneter Klasik 2.1.1.1. Teori Kuantitas Uang

Teori kuantitas uang dikembangkan oleh Irving Fisher pada awal abad dua puluh. Teori kuantitas uang tersebut disampaikan dalam bukunya The Purchasing Power of Money tahun 1911. Fisher ingin melihat hubungan antara kuantitas uang (money supply) dan PDB nominal P×Y . Konsep yang menghubungkan M dan P×Y disebut velositas uang (velocity of money). Velositas uang adalah tingkat perputaran uang yang didefinisikan sebagai berikut :

M Y P

V = × (2.1)

dengan :

V = Velositas uang,

P = Tingkat harga,

Y = Pendapatan agregat,

M = Kuantitas uang.

Dengan mengalikan kedua sisi dengan M , maka persamaan yang menghubungkan pendapatan nominal dengan kuantitas uang dan velositas (equation of exchange) adalah :

Y P V


(33)

Irving Fisher juga mengemukakan bahwa velositas uang ditentukan oleh kelembagaan dalam ekonomi yang akan mempengaruhi cara individu melakukan transaksi. Dalam jangka pendek, aspek kelembagaan sulit berubah. Oleh karena itu, dalam jangka pendek velositas uang akan konstan. Pandangan Fisher bahwa velositas uang adalah konstan pada jangka pendek telah mentransformasi equation of exchange menjadi teori kuantitas uang yang menyebutkan bahwa pendapatan nominal ditentukan oleh pergerakan dalam kuantitas uang.

Para ahli ekonomi klasik (termasuk Fisher) menganggap bahwa upah dan harga adalah fleksibel. Oleh karena itu mereka percaya bahwa tingkat output agregat (Y) yang diproduksi oleh perekonomian pada waktu normal akan berada pada tingkat full equilibrium, sehingga Y juga akan konstan dalam jangka pendek. Dengan demikian, teori kuantitas uang mengemukakan bahwa jika M

berubah maka P juga akan berubah dalam jangka pendek (karena V dan Y

konstan). Untuk para ekonom klasik, teori kuantitas uang mampu menjelaskan pergerakan dalam tingkat harga, yaitu : pergerakan tingkat harga merupakan akibat dari perubahan kuantitas uang.

Teori kuantitas uang menunjukkan berapa banyak uang yang dipegang untuk tingkat pendapatan tertentu, sehingga teori ini juga merupakan teori permintaan uang (theory of the demand for money). Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan membagi kedua sisi dari persamaan teori kuantitas uang dengan V , sehingga diperoleh :

PY V


(34)

Dimana PY adalah P×Y, yang merupakan pendapatan nominal. Ketika pasar uang dalam ekuilibrium maka kuantitas uang (M ) akan sama dengan jumlah uang yang diminta ( d

M ), sehingga M dapat diganti dengan d

M . Dengan demikian persamaan (2.3) dapat dituliskan :

PY k PY V

Md = 1 × = . (2.4) Oleh karena itu, teori kuantitas uang dari Irving Fisher menyebutkan bahwa permintaan uang merupakan fungsi dari pendapatan dan suku bunga tidak berpengaruh terhadap permintaan uang. Fisher berkesimpulan seperti itu karena ia percaya bahwa orang memegang uang hanya untuk melakukan transaksi. Sehingga teori ini berpandangan bahwa uang hanya berfungsi sebagai alat tukar. Dengan demikian, menurut teori ini permintaan uang ditentukan oleh : (1) tingkat transaksi yang dihasilkan oleh tingkat pendapatan nominal (PY ), dan (2) kelembagaan dalam ekonomi yang akan mempengaruhi cara individu melakukan transaksi yang menentukan velositas uang, dengan demikian juga menentukan k.

2.1.1.2. Model Cambridge

Model Cambridge adalah model permintaan uang yang dikembangkan oleh para ekonom Cambridge, khususnya Marshall dan Pigou. Sebagai ahli ekonomi aliran klasik, mereka memandang uang sebagai alat tukar. Tetapi aliran model Cambridge mengakui juga fungsi uang sebagai alat penyimpan kekayaan (store of wealth). Karena itu manusia memiliki dua pilihan dalam menyimpan asetnya, yaitu uang tunai dan surat-surat berharga atau barang.


(35)

Manfaat dari memegang uang tunai adalah sifatnya yang sangat likuid dan terbebasnya dari resiko gagal tagih (default) jika uang disimpan dalam bentuk surat berharga dan juga terhindar dari resiko kerugian akibat jual beli surat-surat berharga (capital loss). Tetapi, biaya ekonomi dari memegang uang tunai adalah kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan bunga dan keuntungan dari jual beli surat-surat berharga (capital gain).

Para teoritisi moneter Cambridge berpandangan bahwa permintaan uang selain dipengaruhi oleh tingkat volume transaksi (PDB riil) juga dipengaruhi oleh tingkat kekayaan seseorang atau masyarakat, tingkat bunga, dan ekspektasi masyarakat tentang masa depan. Karena para ekonom Cambridge berpendapat bahwa nilai aset dihitung dalam nilai nominal, maka mereka percaya bahwa permintaan terhadap uang karena faktor kekayaan berhubungan proporsional dengan pendapatan nasional nominal. Karena itu mereka juga percaya bahwa permintaan uang mempunyai hubungan proporsional dengan pendapatan nominal, sebagai berikut :

bPY

M d = (2.5) dimana :

d

M = Permintaan uang,

P = Tingkat harga,

Y = Tingkat output riil (PDB riil),

b dalam jangka pendek dianggap konstan.

Persamaan (2.5) sepintas sama dengan persamaan (2.4). Hal ini bermakna bahwa para ekonom Cambridge sependapat dengan Fisher tentang


(36)

fungsi uang sebagai alat tukar. Letak perbedaannya adalah Fisher sama sekali mengabaikan fungsi uang sebagai alat penyimpan kekayaan, sehingga tidak ada alternatif selain menyimpan uang dalam bentuk kas. Selain itu Fisher lebih menekankan pada aspek kelembagaan atau teknologi yang dalam jangka pendek diasumsikan konstan, sehingga velositas uang dalam jangka pendek juga konstan. Sebaliknya, ekonom Cambridge tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat dapat saja mengalokasikan kekayaannya dalam bentuk surat-surat berharga. Keputusan pengalokasian tersebut ditentukan oleh tingkat bunga dan tingkat hasil yang diharapkan (expected return). Karena itu, para ekonom Cambridge

berpendapat bahwa b dalam jangka pendek pun dapat berubah. Dengan kata lain, velositas uang dapat saja berfluktuasi. Pendapat bahwa b dalam jangka pendek dianggap konstan dihasilkan dari penyusunan asumsi bahwa dalam jangka pendek jumlah kekayaan, volume transaksi, dan produksi riil mempunyai hubungan proporsional-konstan.

2.1.2. Teori Moneter Keynesian

Keynes sependapat dengan para ahli ekonom klasik tentang fungsi uang sebagai alat tukar. Hal ini mempunyai konsekuensi adanya permintaan uang untuk kebutuhan transaksi, sebagaimana yang diajarkan para ekonom klasik. Keynes juga sependapat dengan para ekonom Cambridge yang berpandangan bahwa uang mempunyai fungsi sebagai penyimpan kekayaan yang dipengaruhi terutama oleh tingkat bunga dan tingkat pengembalian yang diharapkan. Tetapi Keynes melangkah lebih jauh dengan menekankan sangat pentingnya peranan tingkat


(37)

bunga dalam mempengaruhi perilaku masyarakat memilih memegang uang tunai atau surat-surat berharga. Penekanan faktor tingkat bunga terhadap keinginan memegang uang inilah yang memungkinkan analisis permintaan uang sebagai alat untuk memperoleh keuntungan. Permintaan uang untuk memperoleh keuntungan inilah yang disebut sebagai permintaan uang untuk spekulasi.

2.1.2.1. Permintaan Uang sebagai Alat Transaksi

Sebenarnya Keynes membedakan permintaan uang untuk transaksi menjadi dua komponen, yaitu untuk transaksi rutin dan transaksi yang tak dapat diduga sebelumnya. Permintaan uang untuk transaksi rutin ini yang disebutnya sebagai transaction motive demand for money. Sedangkan permintaan uang untuk transaksi tak terduga disebutnya sebagai permintaan uang untuk berjaga-jaga (precautionary motive). Tidak ada perbedaan prinsipil antara permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga. Karenanya, permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga dapat digabungkan menjadi permintaan uang untuk transaksi.

Tidak ada perbedaan antara teori Keynes tentang permintaan uang untuk transaksi dengan teori permintaan uang untuk transaksi menurut para ekonom klasik. Besarnya permintaan uang untuk transaksi berhubungan positif dengan tingkat pendapatan nasional. Jika pendapatan makin besar maka permintaan uang untuk transaksi juga makin besar. Secara grafis dapat dinyatakan seperti pada Gambar 2.1.


(38)

Gambar 2.1. Permintaan Uang Untuk Transaksi

Gambar diatas menunjukkan bila tingkat pendapatan nasional meningkat (Y) meningkat misalnya dari Y1 ke Y2, maka permintaan uang untuk transaksi juga meningkat dari MT1 ke MT2. Tercakup dalam peningkatan permintaan uang untuk transaksi ini adalah untuk kegiatan rutin maupun non rutin (berjaga-jaga). Secara matematis hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

) (Y f

MT = (2.6) dimana :

) (Y f MT =

Δ .

Karena hanya terkait dengan pendapatan maka permintaan uang untuk transaksi tidak sensitif terhadap tingkat bunga : berapapun tingkat bunga, jumlah permintaan uang untuk transaksi tidak berubah. Jika hal ini yang terjadi maka permintaan uang akan inelastis sempurna, seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

MT1 MT

MT2

MT

Y1 Y2

Y 0


(39)

Gambar 2.2. Permintaan Uang Untuk Transaksi

2.1.2.2. Permintaan Uang untuk Spekulasi

Permintaan uang untuk spekulasi adalah keinginan memegang uang tunai sebagai alternatif dari menyimpannya dalam bentuk obligasi konsol. Permintaan uang untuk spekulasi berhubungan erat dengan perkiraan tingkat bunga di masa mendatang. Perkiraan tingkat bunga di masa mendatang sangat ditentukan oleh persepsi seseorang tentang tingkat bunga yang dianggap normal.

Gambar 2.3. Permintaan Uang Bermotif Spekulasi (Liquidity Preferences) 0

i

MT

MT

Sumber : Manurung, M. dan P. Rahardja (2004).

Perangkap Likuiditas MSp 0

i


(40)

Gambar tersebut menunjukkan hubungan berlawanan arah antara permintaan uang untuk spekulasi dengan tingkat bunga. Dimana permintaan uang untuk spekulasi merupakan fungsi dari tingkat bunga yang dirumuskan sebagai berikut :

) (i f

MSp = (2.7) dengan :

0

≤ Δ ΔMSp i .

Dewasa ini pilihan selain dari memegang uang tunai bukan hanya obligasi konsol. Melainkan aset finansial non uang tunai lainnya. Jika tingkat bunga makin tinggi, maka biaya ekonomi dari menyimpan uang tunai akan semakin besar. Karenanya, masyarakat cenderung menyimpan uangnya dalam bentuk non tunai yang akan memberikan pendapatan bunga. Dengan demikian, pada tingkat bunga yang tinggi, keinginan memegang uang tunai akan semakin kecil. Sebaliknya jika tingkat bunga semakin rendah maka biaya ekonomi dari menyimpan uang tunai akan semakin kecil, sehingga masyarakat cenderung menyimpan uang tunai lebih banyak (Manurung dan Rahardja, 2004).

2.1.2.3. Permintaan Uang Total

Permintaan uang total adalah permintaan uang untuk transaksi ditambah dengan permintaan uang untuk spekulasi, atau dapat dituliskan sebagai berikut :

Sp T D

M M

M = + (2.8) =MT(Y)+MSp(i)


(41)

Dari persamaan (2.8) dapat dinyatakan bahwa permintaan uang dalam suatu perekonomian ditentukan oleh tingkat pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i). Tingkat pendapatan nasional akan menentukan permintaan uang untuk transaksi, sedangkan tingkat bunga menentukan permintaan uang untuk spekulasi. Secara grafis permintaan uang untuk transaksi dan spekulasi dilukiskan oleh gambar di bawah ini.

Gambar 2.4. Permintaan Uang Total

Gambar diatas menunjukkan bahwa permintaan uang total adalah penjumlahan horizontal permintaan uang untuk transaksi (MT) ditambah dengan permintaan uang untuk spekulasi (MSp). Karena permintaan uang untuk transaksi tidak sensitif terhadap tingkat bunga, maka perubahan jumlah uang yang diminta sangat dipengaruhi oleh perubahan jumlah uang yang diminta untuk spekulasi.

2.1.3. Teori Kuantitas Uang Modern

Teori ini dikemukakan oleh Milton Friedman pada tahun 1956 dalam artikelnya The Quantity Theory of Money : A Restatement. Meskipun Friedman mengarah pada teori kuantitas uang Fisher, akan tetapi analisisnya lebih mendekati para ekonom Keynes dan Cambridge.

MT 0

i MT

MSp MSp 0

i

MD = MT + MSp MT

MD i

0


(42)

Seperti teori-teori sebelumnya, Friedman juga berusaha menjawab mengapa orang memilih untuk memegang uang. Berbeda dengan Keynes, Friedman menganggap bahwa permintaan uang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan aset lainnya. Kemudian, Friedman mengaplikasikan teori permintaan aset tersebut terhadap uang.

Teori permintaan aset mengindikasikan bahwa permintaan uang merupakan fungsi dari sumberdaya yang tersedia bagi individu (kekayaannya) dan ekspektasi pendapatan dari aset lainnya relatif terhadap ekspektasi pendapatan dari uang. Seperti halnya Keynes, Friedman juga menyadari bahwa orang ingin memegang sejumlah uang riil (real money balances) tertentu. Berdasarkan alasan ini, Friedman merumuskan permintaan uang sebagai berikut :

) , , , ( − − − + − − −

= e m

m e m b p d r r r r r Y f P M π (2.9) dimana : P Md

= Permintaan uang riil,

p

Y = Ukuran kekayaan Friedman yang disebut permanent income,

m

r = Ekspektasi pendapatan dari uang,

b

r = Ekspektasi pendapatan dari obligasi,

e

r = Ekspektasi pendapatan dari ekuitas (saham),

e


(43)

Tanda positif dan negatif di bawah persamaan mengindikasikan hubungan antara permintaan uang dengan variabel diatas tanda tersebut. Karena permintaan aset berhubungan positif dengan kekayaan, maka permintaan uang berhubungan positif dengan konsep kekayaan Friedman, yaitu permanent income

(ditunjukkan dengan tanda positif di bawahnya). Berbeda dengan konsep pendapatan lazimnya, permanent income mempunyai fluktuasi jangka pendek yang kecil karena kebanyakan pergerakan pendapatan bersifat peralihan (transitory). Salah satu implikasi dari konsep permanent income yang digunakan Friedman sebagai determinan permintaan uang adalah bahwa permintaan uang tidak akan berfluktuasi banyak dengan adanya pergerakan siklus bisnis.

Individu dapat memegang kekayaannya dalam beberapa bentuk selain uang, Friedman mengelompokkannya ke dalam tiga jenis aset yaitu : obligasi, ekuitas (saham), dan barang. Insentif untuk memegang aset-aset tersebut dibandingkan uang digambarkan dengan ekspektasi pendapatan dari masing-masing aset tersebut relatif terhadap ekspektasi pendapatan dari uang (ditunjukkan dengan tiga bagian terakhir dari fungsi permintaan uang).

Menurut Friedman, bagian rbrm dan rerm menggambarkan ekspektasi pendapatan dari obligasi dan ekuitas relatif terhadap uang, dimana peningkatannya akan mengurangi ekspektasi pendapatan relatif dari uang sehingga akan mengurangi permintaan uang. Sedangkan bagian e m

r − π

menggambarkan ekspektasi pendapatan dari barang relatif terhadap uang. Jika

m er

π meningkat, maka ekspektasi pendapatan dari barang relatif terhadap uang juga akan meningkat sehingga permintaan uang akan berkurang.


(44)

2.2. Inflasi

2.2.1. Inflasi sebagai Fenomena Moneter

Meskipun faktor-faktor dari sisi permintaan dan penawaran dapat meningkatkan inflasi, akan tetapi money supply merupakan satu-satunya determinan inflasi pada jangka panjang. Alasannya bahwa selain pertumbuhan

money supply, faktor-faktor lain tidak dapat menyebabkan persistent inflation saat tidak ada pengakomodasian pertumbuhan money supply (Mishkin, 1995).

Beranjak dari pandangan Mishkin (1995), Hossain dan Chowdhury (2001) menderivasi hubungan antara pertumbuhan uang dan inflasi. Dalam bukunya Open-Economy Macroeconomics for Developing Countries disebutkan bahwa dasar hubungan antara pertumbuhan money supply dan inflasi dapat dibuat berdasarkan kondisi keseimbangan di pasar uang, sebagai berikut :

) , (Y r m P

M = (2.10)

dimana :

M = Jumlah uang (money stock),

P = Tingkat harga, )

(•

m = Permintaan uang riil yang merupakan fungsi dari pendapatan riil (Y) dan suku bunga nominal (r).

Dari persamaan (2.10), tingkat harga dapat dituliskan dengan persamaan (2.11). Persamaan ini menunjukkan bahwa, dengan asumsi elastisitas pendapatan dari permintaan uang riil adalah satu, tingkat harga akan meningkat dua kali lipat pada suatu periode waktu tertentu tanpa ada perubahan dalam money supply jika


(45)

permintaan uang berkurang menjadi setengahnya karena penurunan pendapatan riil atau peningkatan suku bunga.

) , (Y r m M

P= (2.11)

Dari persamaan (2.11), model inflasi menurut Hossain dan Chowdhury (2001) dapat diturunkan sebagai berikut :

r r y

mg η g

η μ

π = − + (2.12) dimana :

π = Tingkat inflasi,

μ = Tingkat pertumbuhan money supply,

m

η = Elastisitas pendapatan dari permintaan uang,

y

g = Tingkat pertumbuhan pendapatan/output riil,

r

η = Semi-elastisitas permintaan uang terhadap suku bunga,

r

g = Δr.

2.2.2. Model Moneter untuk Inflasi

2.2.2.1. Model Traded-Nontraded Goods untuk Inflasi dibawah Sistem Nilai Tukar Tetap

Dalam model ini, diasumsikan bahwa barang yang ditransaksikan pada perekonomian terbuka dapat dibagi menjadi traded dan nontraded goods. Harga domestik untuk barang yang ditransaksikan (transacted goods) disimbolkan dengan Pt yang didefinisikan sebagai rata-rata tertimbang dari harga traded (PTt)


(46)

dan nontraded goods (PNTt). Dengan demikian, identitas tingkat harga dapat

dituliskan dalam bentuk logaritma sebagai berikut :

t t

t PT PNT

P ln (1 )ln

ln =φ + −φ (2.13)

dimana :

φ = Bagian traded goods dari seluruh total pengeluaran.

Untuk perekonomian terbuka kecil, harga dari tradable goods dalam nilai tukar asing ditentukan secara eksogen di pasar internasional. Berdasarkan proposisi purchasing power parity, dapat dituliskan sebagai berikut :

f t t

t e PT

PT ln ln

ln = + (2.14)

dimana :

e = Nilai tukar (mata uang domestik per mata uang asing),

f

PT = Harga tradable goods dalam mata uang asing.

Persamaan (2.14) menunjukkan bahwa harga dari tradable goods dalam mata uang domestik dapat berubah karena perubahan dalam nilai tukar domestik dan harga dari tradable goods dalam mata uang asing. Ketika nilai tukar tetap,

PT ditentukan secara eksogen dalam perekonomian kecil. Dilain pihak, di bawah sistem nilai tukar fleksibel PT akan tergantung pada perubahan dalam nilai tukar. Meskipun demikian, PTf ditentukan secara eksogen.

Model ini juga menyebutkan bahwa harga dari nontradable goods

ditentukan oleh permintaan dan penawaran domestik atas nontradable goods. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa harga ekuilibrium akan tercapai untuk menyeimbangkan nontradable goods market. Selain itu, diasumsikan pula bahwa harga dari nontradable goods akan berubah untuk menanggapi perbedaan antara


(47)

log real money balances aktual pada awal periode (lnmt1) dengan log real money

balances yang ingin dipegang individu pada akhir periode ( d t

m

ln ) sehingga :

t d t t

t

t PNT m m u

PNT −ln = (ln −ln )+

ln 1 γ 1 (2.15)

dimana :

P M m =

M = Nominal money supply,

P = Tingkat harga,

γ = Koefisien penyesuaian, dimana 0 < γ < 1,

u = Error.

Persamaan (2.15) menunjukkan bahwa real money balances hanya merupakan proporsi (γ ) dari perbedaan log real money balances aktual dan yang diinginkan, yang akan dieliminasi selama periode t−1 dan t. Dengan mengambil

first-order logarithmic difference dari persamaan (2.13) dan (2.14), diperoleh : ) ln( ) 1 ( ) ln(

lnPt Pt1PTt PTt1 + −φ PNTt PNTt1 (2.16) )

ln( ) ln(

)

ln( 1 1 f1

t f t t t t

t PT e e PT PT

PT = + (2.17) Dengan mensubstitusikan persamaan (2.15) dan (2.17) kedalam persamaan (2.16) dan mengatur ulang persamaan tersebut, akan didapat :

)] ln(

) [(ln(

)

ln( 1 1 f1

t f t t t t

t P e e PT PT

P +

d t

t

t m u

m ln ) (1 ) (ln

) 1

( −φ γ 1− + −φ

+ (2.18) Jika permintaan uang riil adalah :

e t

t d

t Y r

m β β ln β ln β lnπ


(48)

dimana :

Y = Pendapatan riil,

r = Suku bunga nominal,

s

β = Parameter struktural.

Selama ekspektasi inflasi tidak dapat diobservasi, maka diasumsikan bahwa ekspektasi inflasi sama dengan inflasi pada satu periode yang akan datang ( = t+1

e π

π ). Dengan mensubstitusi persamaan (2.19) ke (2.18) dan menggunakan

1 +

= t

e π

π , akan dihasilkan :

1 1

1 0

1) (1 ) [ln( ) ln( )] (1 ) ln

ln( − =− − + − + − + − t

f t f t t

t t

t P e e PT PT m

P φ γβ φ φ γ

−(1−φ)γβ1lnYt +(1−φ)γβ2lnrt +(1−φ)γβ3lnπt+1+(1−φ)ut (2.20)

Persamaan (2.20) merupakan model regresi inflasi yang dapat diestimasi untuk negara berkembang. Model tersebut menunjukkan bahwa inflasi domestik berhubungan dengan tingkat devaluasi mata uang domestik, perubahan dalam harga tradable goods dalam mata uang asing, pendapatan riil, suku bunga, ekspektasi inflasi dan lag satu periode dari money supply riil.

2.2.2.2. Pertumbuhan Uang dan Inflasi dibawah Sistem Nilai Tukar Fleksibel A. Model

Hossain dan Chowdhury (2001) mengembangkan sebuah model mengenai pertumbuhan uang dan inflasi di bawah sistem nilai tukar fleksibel. Model ini akan menunjukkan bahwa pada jangka panjang inflasi akan mengarah


(49)

pada tingkat pertumbuhan money supply. Mereka mengasumsikan fungsi permintaan sebagai berikut :

r me

Y

md = η −η (2.21) dimana :

d

m = Permintaan uang riil,

Y = Pendapatan riil,

r = Suku bunga nominal, m

η = Elastisitas pendapatan dari permintaan uang,

r

η = Semi-elastisitas suku bunga dari permintaan uang.

Mereka juga mengasumsikan bahwa pemerintah mengalami defisit anggaran dan membiayainya dengan menciptakan uang, sehingga :

) (

^

def P

M = (2.22) dimana :

P = Tingkat harga,

def = Defisit anggaran riil (real budget deficit),

M = Money Supply,

^

M = dM dt.

Berdasarkan Krugman (1979) dalam Hossain dan Chowdhury (2001), diasumsikan bahwa pemerintah menyesuaikan pengeluarannya. Sehingga defisit anggaran merupakan fraksi yang konstan dari money supply, yaitu :

M def

P

M 0

^

)

( =λ


(50)

Ekuilibrium di pasar uang mensyaratkan bahwa permintaan dan penawaran uang riil adalah sama, yaitu :

P M m

md = s = (2.24) dimana :

s

m = Real money supply.

Aliran ekuilibrium di pasar uang mensyaratkan bahwa perubahan permintaan uang riil diasosiasikan dengan perubahan yang sama dalam penawaran uang riil, sehingga :

dt dm dt dm dt

dmd = s = (2.25) Dengan menggunakan M =dM dt

^

dan (dP dt)(1P)=π, maka dm dt

dapat dituliskan : π m P M dt

dm = −

^

(2.26) Selama M P 0m

^

λ

= , persamaan (2.26) dapat ditulis sebagai berikut :

m dt

dm =(λ0 −π) (2.27) Menurut Hossain dan Chowdhury (2001), ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan real money balances ((dm dt)(1 m)) berhubungan negatif dengan tingkat inflasi dan dalam kondisi steady state (ketika dm dt =0), λ0 sama dengan π.

B. Penyesuaian terhadap Disekuilibrium di Pasar Uang

Kaum monetarist mengasumsikan bahwa ketidakseimbangan moneter berasal dari sisi supply uang. Untuk melihat bagaimana penyesuaian terhadap


(51)

disekuilibrium di pasar uang, Hossain dan Chowdhury (2001) mengasumsikan bahwa pasar uang berada dalam ekuilibrium, akan tetapi otoritas moneter memutuskan untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan uang dari λ0 ke λ1.

Meskipun pasar uang dan pasar barang tidak dapat menyesuaikan secara cepat, tapi penyesuaian pasar uang akan lebih cepat daripada pasar barang (Dornbusch dalam Hossain dan Chowdhury, 2001). Untuk penyederhanaan analisis, Hossain dan Chowdhury (2001) juga mengasumsikan bahwa ketidakseimbangan di pasar uang menyesuaikan melalui mekanisme penyesuaian parsial, sehingga :

) ln (ln

) 1 )(

(dm dt mmdm (2.28) dimana :

γ = Koefisien penyesuaian yang bernilai antara 0 dan 1.

Selama ((dm dt)(1m)) sama dengan λ−π , persamaan (2.28) dapat dituliskan :

) ln (lnmdm

=λ γ

π (2.29) Ini menggambarkan perilaku dinamis dari inflasi ketika terjadi disekuilibrium di pasar uang. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa π akan melebihi λ jika terjadi excess supply of money (atau excess demand untuk barang dan jasa). Dari situasi ekuilibrium, ketika tingkat pertumbuhan money supply ditingkatkan dari

0

λ ke λ1 maka akan menyebabkan terjadinya excess money supply atau excess


(52)

C. Ekuilibrium Intertemporal Inflasi di Negara Berkembang

Sebagian besar negara berkembang seringkali mengalami inflasi. Sebagaimana tujuan dari kebijakan moneter adalah untuk memelihara kestabilan harga, pertanyaannya adalah apakah monetary targetting dapat menstabilkan inflasi. Pada bagian ini Hossain dan Chowdhury menunjukkan bahwa pertumbuhan money supply yang tetap dapat menjamin stabilitas intertemporal inflasi. Akan tetapi, disini diasumsikan bahwa negara menganut sistem nilai tukar fleksibel dan terdapat fungsi permintaan uang yang stabil.

Untuk penyederhanaan analisis, permintaan uang diasumsikan hanya sebagai fungsi dari ekspektasi inflasi. Ini merupakan kasus perekonomian saat inflasi tinggi, dimana pendapatan riil dapat dianggap konstan. Ekspektasi inflasi dalam perekonomian tersebut bertindak sebagai proksi yang baik untuk

opportunity cost dari memegang uang karena suku bunga tidak ditentukan di pasar.

Asumsikan bahwa inflasi aktual sama dengan ekspektasi inflasi, sehingga fungsi permintaan uang adalah :

επ =

d

m

ln (2.30) Substitusi persamaan (2.30) kedalam fungsi penyesuaian pasar uang (2.29) dan menuliskannya dalam bentuk :

m

ln γ γεπ λ

π = − − (2.31) Kemudian, dengan mengambil derivasi waktu dari persamaan (2.31) maka setelah penyederhanaan persamaan tersebut akan menjadi (asumsi dλ dt =0) :

λ π π dt z z


(53)

dimana : ) 1 (γ −γε =

z .

Ini merupakan persamaan diferensial linier non homogen. Solusi untuk persamaan ini diberikan sebagai berikut :

λ λ

π

π = − −zt + e t) [ (0) ]

( (2.33) Solusi tersebut memberikan dinamically stable inflation, dimana z adalah positif jika 1γε < . Yaitu bagian ezt dalam fungsi komplementer dari solusi tersebut

akan menjadi nol ketika t menjadi tak terhingga. Ini menunjukkan bahwa ketika tingkat inflasi aktual menyimpang dari tingkat inflasi ekuilibrium yaitu λ, tingkat inflasi aktual akan bergerak ke arah tingkat ekuilibrium dengan berlalunya waktu. Hal tersebut ditunjukkan dalam diagram fase pada gambar berikut :

Dengan adanya persamaan diferensial (2.32) dalam bentuk )

(Y f dt

dY = , maka sangat memungkinkan untuk menggambarkan hubungan antara dπ dt dengan π. Kemiringan dari garis fase diberikan oleh z yang menunjukkan bahwa garis fase mempunyai kemiringan yang menurun. π(t) akan konvergen (mengarah) ke keseimbangan karena, berawal dari posisi non

Gambar 2.5. Diagram Fase untuk Inflasi

dt dπ

0

π =λ π


(54)

ekuilibrium, konvergensi π(t) tergantung pada prospek yaitu bahwa ezt akan menjadi nol ketika t menjadi tak hingga. Ini merupakan kasus yang jelas. Oleh karena itu, sangat mungkin untuk mengatakan inflasi pada jangka panjang akan mengarah pada tingkat pertumbuhan money supply. Jika z adalah negatif (yaitu

1

>

γε ), inflasi akan divergen dari ekuilibriumnya. Situasi tersebut terjadi ketika permintaan uang riil berkurang secara proporsional lebih besar dari peningkatan tingkat inflasi.

2.2.3. Teori Mark-Up untuk Inflasi

Teori ini dikemukakan oleh Duesenberry (1950) dalam Oomes dan Ohnsorge (2005). Teori mark-up digunakan sebagai kerangka untuk mengestimasi determinan jangka panjang dari inflasi. Berdasarkan teori mark-up untuk inflasi, pada jangka panjang tingkat harga domestik adalah mark-up dari total biaya per unit. Berdasarkan De Brower dan Ericson (1998) dalam Oomes dan Ohnsorge (2005), tingkat harga domestik pada jangka panjang dapat dituliskan seperti pada persamaan (2.34). Dimana, α , β dan γ bernilai positif dan konstan.

γ β α

μULC PimPut

P = . (2.34) dengan :

P = Indeks harga konsumen, μ = Mark-Up,

ULC = Biaya tenaga kerja per unit (rata-rata biaya upah per unit output),

im


(55)

ut

P = Indeks dari utility prices termasuk energi dan listrik,

α = Elastisitas indeks harga konsumen terhadap biaya tenaga kerja per unit, β = Elastisitas indeks harga konsumen terhadap harga input yang diimpor, γ = Elastisitas indeks harga konsumen terhadap indeks utility prices.

2.2.4. Beberapa Pandangan Mengenai Inflasi 2.2.4.1. Monetarist

Kaum monetarist berpandangan bahwa satu-satunya faktor yang dapat mengakibatkan inflasi adalah pertumbuhan money supply. Pandangan kaum monetarist tersebut dijelaskan dengan grafik berikut :

Pada mulanya perekonomian ada pada titik 1, dengan output berada pada tingkat full employment dan tingkat harga adalah P1. Jika money supply meningkat, maka permintaan agregat akan bergeser ke kanan menjadi AD2. Dampak awalnya adalah perekonomian akan bergerak ke titik 1’ dan output akan

Gambar 2.6. Respon dari Peningkatan Money Supply yang Kontinu

Yn Y’

Harga Agregat, P

Output Agregat, Y P1

4 3’ 3

2’ 2

1’ 1

AS1

AS2

AS3

AS4

AD4

AD3

AD2

AD1

P2

P3

P4


(56)

meningkat sehingga lebih besar dari natural rate-nya menjadi Y’. Akan tetapi, penurunan pengangguran di bawah NAIRU itu akan menyebabkan upah meningkat dan AS akan mulai bergeser ke kiri. AS baru akan berhenti bergeser jika telah mencapai AS2, yaitu saat perekonomian kembali ke tingkat output full employment pada kurva AS jangka panjang. Pada ekuilibrium yang baru ini, tingkat harga meningkat dari P1 ke P2.

Jika money supply meningkat lagi pada tahun berikutnya, AD akan kembali bergeser ke AD3 dan AS akan bergeser dari AS2 ke AS3. Sehingga perekonomian akan bergerak dari titik 2’ kemudian ke titik 3, dimana tingkat harga meningkat menjadi P3. Jika money supply terus tumbuh pada tahun-tahun berikutnya, perekonomian akan terus bergerak ke arah tingkat harga yang lebih tinggi. Selama money supply terus tumbuh, proses ini akan terus berlangsung dan inflasi akan terjadi.

2.2.4.2. Keynesian

Analisis Keynesian juga menunjukkan bahwa pertumbuhan money supply akan berdampak sama terhadap AD dan AS seperti pada Gambar 2.6, yaitu: AD akan bergeser ke kanan dan AS akan bergeser ke kiri. Perbedaannya adalah pergeseran kurva AS ke kiri menurut Keynesian lebih lambat daripada menurut Monetarist. Dengan demikian menurut Keynesian output akan berada diatas tingkat full employment pada jangka waktu yang lebih lama dibandingkan menurut Monetarist.


(57)

Kesimpulan kaum Keynesian juga sama dengan kesimpulan kaum Monetarist bahwa pertumbuhan money supply yang cepat akan terus meningkatkan harga, sehingga mengakibatkan terjadinya inflasi. Keynesian juga beranggapan bahwa tidak ada faktor lain yang dapat mengakibatkan inflasi selain pertumbuhan money supply.

2.3. Penelitian Terdahulu

2.3.1. Permintaan Uang dan Inflasi di Dollarized Economies (Rusia)

Penelitian mengenai permintaan uang dan inflasi di negara yang terdolarisasi (Rusia) dilakukan oleh Oomes dan Ohnsorge (2005). Dalam penelitiannya mereka melakukan tiga tahapan, yaitu : Pertama, mereka mengestimasi persamaan inflasi jangka panjang dengan menggunakan mark-up

model dimana inflasi adalah rata-rata tertimbang dari peningkatan biaya input. Mereka menemukan bahwa pada jangka panjang nominal effective depreciation, biaya tenaga kerja dan utility price growth mengakibatkan terjadinya inflasi. Mereka juga menguji suatu restriksi bahwa efek marjinal dari inflasi biaya input (input cost inflation) adalah satu. Mereka juga tidak bisa menolak hipotesis bahwa persamaan inflasi bersifat linearly homogenous.

Kedua, dalam penelitian tersebut juga diestimasi persamaan permintaan uang jangka panjang untuk Rusia dengan menggunakan lima macam monetary aggregates dari ruble currency in circulation sampai dengan effective broad money. Dalam hal ini effective broad money mencakup deposito dalam mata uang asing dan estimasi dari mata uang asing dalam peredaran. Mereka menemukan


(58)

bahwa seluruh ukuran permintaan uang yang tidak memasukkan mata uang asing dalam sirkulasi ternyata sangat bergantung secara negatif terhadap nominal depreciation rate. Hal tersebut menunjukkan bahwa mata uang asing merupakan substitusi penting untuk uang domestik.

Terakhir, mereka mengestimasi model koreksi ekuilibrium (equilibrium correction model) untuk inflasi dengan tujuan untuk menentukan bagaimana

short-term dynamics of inflation dipengaruhi oleh deviasi dari persamaan inflasi jangka panjang dan persamaan permintaan uang jangka panjang. Mereka menemukan bahwa kecepatan penyesuaian inflasi ke keseimbangan jangka panjangnya adalah lambat (berkisar antara 6-12 bulan). Inflasi juga tidak memberikan respon yang signifikan terhadap excess supplies of monetary aggregates yang tidak mencakup foreign cash holding. Akan tetapi, inflasi terlihat memberikan respon yang signifikan terhadap excess supply of effective broad money.

2.3.2. Permintaan Uang dan Inflasi di Madagaskar

Nassar (2005) telah melakukan penelitian mengenai permintaan uang dan inflasi di Madagaskar. Penelitian ini berusaha memodelkan determinan inflasi di Madagaskar selama periode 1982-2004. Adapun spesifikasi persamaan inflasi yang digunakan merupakan traditional extension dari model disekuilibrium moneter untuk ekonomi terbuka. Ini diturunkan dari model teoritis yang menggambarkan perekonomian kecil yang memiliki tradable goods sector dan


(59)

Dalam penelitiannya Nassar menggunakan beberapa variabel, diantaranya : indeks harga konsumen (IHK), broad money (M3), suku bunga domestik, foreign interest rate, foreign prices, nilai tukar, dan GDP riil. Sedangkan data yang digunakan adalah data kuarter selama periode 1982-2004.

Penelitian tersebut diawalinya dengan mengestimasi persamaan permintaan uang jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen. Setelah itu, Nassar memprediksi Error Correction Model (ECM) untuk inflasi dengan memasukkan error correction term yang merupakan ukuran bagi ketidakseimbangan di pasar uang. Dalam mengkonstruksi ECM untuk inflasi, ia juga memasukkan empat lag dari seluruh variabel yang ada dalam sistem, tiga faktor musiman, dan tiga variabel dummy. Ketiga variabel dummy tersebut dimasukkan untuk mewakili : (i) peralihan rezim nilai tukar sejak kuarter dua tahun 1994, (ii) krisis politik pada kuarter dua tahun 2002, dan (iii) krisis pada kuarter tiga tahun 2002.

Dari hasil penelitiannya, Nassar menemukan adanya fungsi permintaan uang yang stabil (hubungan yang dapat diprediksi antara broad money, tingkat harga, GDP riil, dan foreign interest rate) di Madagaskar. Dengan kata lain, hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan jangka panjang yang stabil antara

monetary aggregates, harga domestik, pendapatan riil dan foreign interest rate di Madagaskar. Selain itu, ECM untuk inflasi memperlihatkan bahwa perubahan dalam monetary aggregates, nilai tukar dan foreign interest rate mempunyai dampak signifikan terhadap inflasi. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa ketidakseimbangan di pasar uang mempunyai lasting impact terhadap inflasi serta


(60)

adanya inflation inertia dimana ekspektasi inflasi sangat ditentukan oleh kejadian sebelumnya.

2.3.3. Permintaan Uang dan Inflasi di Indonesia

Penelitian mengenai permintaan uang dan inflasi juga telah dilakukan di Indonesia oleh Romayani (2005). Dalam penelitiannya, Romayani menggunakan model permintaan uang dan inflasi yang dikemukakan oleh Sanjay Kalra dalam penelitiannya di Albania. Alasan dipilihnya model tersebut adalah karena kondisi perekonomian negara Albania mendekati kondisi Indonesia dan karena model tersebut sesuai dengan permasalahan yang diangkatnya.

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Romayani (2005) adalah untuk menganalisis hubungan jangka panjang antara uang, nilai tukar dan harga di Indonesia dalam model permintaan uang dan inflasi. Selain itu, dianalisis pula dampak krisis ekonomi 1997 terhadap permintaan uang dan inflasi di Indonesia dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

Penelitian tersebut menggunakan Error Correction Model (ECM) dan uji kointegrasi Engle-Granger. Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data bulanan periode 1991-2003. Dalam penelitiannya Romayani mempertimbangkan variabel-variabel internal, seperti : M2, suku bunga deposito berjangka (Rp/US $), Indeks Harga Konsumen (IHK), dan GDP riil.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada jangka panjang terdapat hubungan positif antara tingkat harga dan nilai tukar, dan hubungan yang positif pula antara permintaan uang nominal (dan riil), nilai tukar dan output. Namun,


(1)

Lampiran 13.

Error Correction Model

untuk Inflasi dengan

Lag

3

Dependent Variable: D(LOG_P) Method: Least Squares

Date: 06/16/06 Time: 17:23 Sample(adjusted): 1991:1 2005:3

Included observations: 59 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LOG_P(-1)) 0.040986 0.161583 0.253655 0.8012 D(LOG_P(-2)) 0.370831 0.137034 2.706124 0.0104 D(LOG_P(-3)) -0.135890 0.136119 -0.998323 0.3250

D(LOG_M2) 0.294695 0.099589 2.959109 0.0055 D(LOG_M2(-1)) 0.013505 0.094267 0.143267 0.8869 D(LOG_M2(-2)) -0.092440 0.094175 -0.981567 0.3331 D(LOG_M2(-3)) 0.055939 0.095587 0.585216 0.5622

D(LOG_E1) 0.034382 0.037672 0.912670 0.3677 D(LOG_E1(-1)) -0.134761 0.032549 -4.140286 0.0002 D(LOG_E1(-2)) -0.073046 0.034998 -2.087161 0.0442 D(LOG_E1(-3)) 0.008087 0.034157 0.236746 0.8142

D(LOG_PF) -1.096416 1.170162 -0.936978 0.3552 D(LOG_PF(-1)) -0.882159 1.083808 -0.813944 0.4212 D(LOG_PF(-2)) -0.296648 1.043272 -0.284344 0.7778 D(LOG_PF(-3)) 1.702380 1.027678 1.656530 0.1066

D(IF) -0.002351 0.003135 -0.749732 0.4584

D(IF(-1)) 0.001762 0.003804 0.463072 0.6462 D(IF(-2)) 0.001870 0.003413 0.548019 0.5872 D(IF(-3)) -0.002846 0.002786 -1.021439 0.3141 ECM(-1) -5.67E-06 6.05E-05 -0.093823 0.9258 DUM_XRATE 0.004802 0.006434 0.746340 0.4604 CSEASONAL1 0.010158 0.004190 2.424005 0.0207 CSEASONAL2 0.004288 0.004527 0.947152 0.3501 CSEASONAL3 -0.001364 0.004623 -0.295092 0.7697 R-squared 0.915081 Mean dependent var 0.012081 Adjusted R-squared 0.859277 S.D. dependent var 0.016231 S.E. of regression 0.006089 Akaike info criterion -7.073417 Sum squared resid 0.001298 Schwarz criterion -6.228317 Log likelihood 232.6658 Durbin-Watson stat 2.100252


(2)

Lampiran 14.

Error Correction Model

untuk Inflasi dengan

Variabel yang

Signifikan

Dependent Variable: D(LOG_P) Method: Least Squares

Date: 06/16/06 Time: 17:29 Sample(adjusted): 1991:1 2005:3

Included observations: 59 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LOG_P(-2)) 0.311841 0.046423 6.717430 0.0000

D(LOG_M2) 0.245934 0.036750 6.692001 0.0000 D(LOG_E1(-1)) -0.139273 0.011985 -11.62037 0.0000 D(LOG_E1(-2)) -0.073999 0.012860 -5.754341 0.0000 D(LOG_PF) -2.195355 0.758062 -2.896010 0.0056 D(LOG_PF(-3)) 1.219185 0.631255 1.931366 0.0591

ECM(-1) 3.92E-05 1.41E-05 2.781977 0.0076

CSEASONAL1 0.011863 0.001946 6.097360 0.0000 CSEASONAL2 0.005167 0.002402 2.150953 0.0363 R-squared 0.901004 Mean dependent var 0.012081 Adjusted R-squared 0.885165 S.D. dependent var 0.016231 S.E. of regression 0.005500 Akaike info criterion -7.428510 Sum squared resid 0.001513 Schwarz criterion -7.111597 Log likelihood 228.1410 Durbin-Watson stat 1.902229


(3)

Lampiran 15. Hasil Estimasi Koefisien dari

Error Correction Model

untuk

Inflasi

Regressor

Unrestricted Coefficient

Restricted Coefficient

D(LOG_P(-1)) 0.040986

D(LOG_P(-2)) 0.370831** 0.311841***

D(LOG_P(-3)) -0.135890

D(LOG_M2) 0.294695*** 0.245934*** D(LOG_M2(-1)) 0.013505

D(LOG_M2(-2)) -0.092440

D(LOG_M2(-3)) 0.055939 D(LOG_E1) 0.034382

D(LOG_E1(-1)) -0.134761*** -0.139273*** D(LOG_E1(-2)) -0.073046** -0.073999*** D(LOG_E1(-3)) 0.008087

D(LOG_PF) -1.096416 -2.195355*** D(LOG_PF(-1)) -0.882159

D(LOG_PF(-2)) -0.296648

D(LOG_PF(-3)) 1.702380 1.219185*

D(IF) -0.002351

D(IF(-1)) 0.001762 D(IF(-2)) 0.001870 D(IF(-3)) -0.002846

ECM(-1) -5.67E-06 3.92E-05*** DUM_XRATE 0.004802

CSEASONAL1 0.010158** 0.011863***

CSEASONAL2 0.004288 0.005167** CSEASONAL3 -0.001364

R-squared 0.915081 0.901004

Adjusted R-squared 0.859277 0.885165 Keterangan : *** = signifikan pada taraf nyata 1 persen,

** = signifikan pada taraf nyata 5 persen, * = signifikan pada taraf nyata 10 persen.


(4)

Hasil Uji Heteroskedastisitas (ARCH

Test

)

ARCH Test:

F-statistic 2.219212 Probability 0.141914 Obs*R-squared 2.210856 Probability 0.137043 Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/16/06 Time: 17:39 Sample(adjusted): 1991:2 2005:3

Included observations: 58 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.07E-05 5.14E-06 4.033231 0.0002

RESID^2(-1) 0.195427 0.131186 1.489702 0.1419 R-squared 0.038118 Mean dependent var 2.58E-05

Adjusted R-squared 0.020942 S.D. dependent var 2.97E-05 S.E. of regression 2.94E-05 Akaike info criterion -17.99763 Sum squared resid 4.84E-08 Schwarz criterion -17.92658 Log likelihood 523.9312 F-statistic 2.219212 Durbin-Watson stat 1.969463 Prob(F-statistic) 0.141914

Hasil Uji Heteroskedastisitas (

White Heteroskedasticity Test

)

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.697948 Probability 0.779616 Obs*R-squared 12.39228 Probability 0.716563 Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/16/06 Time: 17:40 Sample: 1991:1 2005:3 Included observations: 59

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 5.95E-05 4.66E-05 1.276233 0.2089

D(LOG_P(-2)) 0.000853 0.000929 0.917227 0.3643 (D(LOG_P(-2)))^2 -0.004575 0.015570 -0.293818 0.7703

D(LOG_M2) 0.000729 0.000650 1.120467 0.2689 (D(LOG_M2))^2 -0.007197 0.008481 -0.848535 0.4010

D(LOG_E1(-1)) -0.000118 0.000125 -0.946828 0.3491 (D(LOG_E1(-1)))^2 -0.000169 0.000967 -0.174265 0.8625

D(LOG_E1(-2)) -7.66E-05 0.000107 -0.714012 0.4792 (D(LOG_E1(-2)))^2 -0.001055 0.001058 -0.997165 0.3244

D(LOG_PF) 0.000643 0.014538 0.044243 0.9649 (D(LOG_PF))^2 -1.381490 2.986601 -0.462563 0.6461 D(LOG_PF(-3)) -0.027461 0.011488 -2.390354 0.0214 (D(LOG_PF(-3)))^2 3.776112 1.617478 2.334568 0.0244


(5)

ECM(-1) 7.50E-08 8.73E-07 0.085978 0.9319 ECM(-1)^2 -1.00E-09 5.03E-09 -0.199463 0.8429 CSEASONAL1 3.04E-05 1.61E-05 1.887718 0.0660 CSEASONAL2 3.65E-06 1.59E-05 0.229353 0.8197 R-squared 0.210039 Mean dependent var 2.56E-05 Adjusted R-squared -0.090899 S.D. dependent var 2.95E-05 S.E. of regression 3.08E-05 Akaike info criterion -17.70299 Sum squared resid 3.98E-08 Schwarz criterion -17.10437 Log likelihood 539.2381 F-statistic 0.697948 Durbin-Watson stat 1.486547 Prob(F-statistic) 0.779616


(6)

Lampiran 17. Uji Autokorelasi terhadap Model Inflasi Dinamis

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.226016 Probability 0.798550 Obs*R-squared 0.548564 Probability 0.760118 Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 06/16/06 Time: 17:40

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LOG_P(-2)) 0.009802 0.050061 0.195804 0.8456

D(LOG_M2) -0.002143 0.037564 -0.057053 0.9547 D(LOG_E1(-1)) 8.24E-05 0.012176 0.006764 0.9946 D(LOG_E1(-2)) 0.000726 0.013118 0.055359 0.9561 D(LOG_PF) 0.036792 0.785373 0.046847 0.9628 D(LOG_PF(-3)) -0.032637 0.654490 -0.049866 0.9604

ECM(-1) -8.46E-07 1.44E-05 -0.058707 0.9534 CSEASONAL1 1.30E-06 0.001980 0.000659 0.9995 CSEASONAL2 -8.52E-06 0.002454 -0.003474 0.9972

RESID(-1) 0.040617 0.146335 0.277564 0.7825 RESID(-2) -0.095691 0.156002 -0.613395 0.5425 R-squared 0.009298 Mean dependent var 2.87E-05

Adjusted R-squared -0.197099 S.D. dependent var 0.005107 S.E. of regression 0.005587 Akaike info criterion -7.370087 Sum squared resid 0.001498 Schwarz criterion -6.982749 Log likelihood 228.4176 Durbin-Watson stat 1.994159