4.2. Tingkat Lag Optimal
Tahapan pertama yang dilakukan untuk menentukan tingkat lag optimal adalah dengan melihat stabilitas sistem VAR. Lampiran 4 menunjukkan nilai
inverse roots karakteristik AR polinomial untuk sistem VAR dengan lag delapan.
Dari lampiran tersebut terlihat bahwa seluruh roots memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sistem VAR dengan lag delapan tersebut adalah stabil. Tahapan selanjutnya dalam penentuan tingkat lag optimal adalah dengan
mempertimbangkan nilai-nilai Sequential Modified LR Test Statistic LR, Final Prediction Error
FPE, Akaike Information Criterion AIC, Schwarz Information Criterion
SC dan Hannan-Quinn Information Criterion HQ. Sebagaimana terlihat pada Lampiran 5, tingkat lag optimal untuk variabel-
variabel yang ingin diestimasi IHK Indonesia, broad money, GDP riil dan suku bunga luar negeri adalah lag dua. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar
kriteria menunjuk lag dua sebagai lag optimal. Penentuan lag optimal ini penting untuk melakukan uji kointegrasi Johansen.
4.3. Kointegrasi
Uji kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang yang stabil antara variabel-variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama,
yaitu derajat satu I1. Berdasarkan hasil uji stasioneritas, seluruh variabel dalam penelitian ini terintegrasi pada derajat yang sama yaitu I1. Dengan demikian
dapat dilakukan uji kointegrasi. Seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan
sebelumnya, uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi Johansen.
Uji kointegrasi Johansen ini digunakan untuk mengestimasi hubungan jangka panjang antara IHK Indonesia Log_P, broad money Log_M2, GDP riil
Log_Y, dan suku bunga luar negeri IF. Hubungan jangka panjang antar variabel-variabel tersebut tidak lain adalah representasi dari excess inflasi akibat
ketidakseimbangan di pasar uang excess money supply. Excess inflasi akibat excess money supply
inilah yang merupakan error correction term dalam mengestimasi model inflasi dinamis pada penelitian ini.
Adapun tahap awal dari uji kointegrasi Johansen adalah dengan menentukan asumsi tren deterministik yang digunakan. Berdasarkan hasil
summary, sebagaimana terlihat pada Lampiran 6, asumsi tren deterministik yang
sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini adalah asumsi dua intercept no trend
in CE – no intercept in VAR. Pemilihan asumsi dua diperoleh berdasarkan Schwarz Criteria
. Tidak digunakannya asumsi empat berdasarkan Akaike Information Criteria
merujuk pada Enders 2004 yang mengemukakan bahwa lebih baik menghindari penggunaan tren sebagai variabel independen, kecuali jika
terdapat alasan yang kuat untuk menggunakannya. Hasil uji kointegrasi Johansen dengan asumsi dua menunjukkan bahwa
terdapat satu persamaan kointegrasi dalam taraf nyata satu persen, baik berdasarkan trace test ataupun max-eigenvalue test Lampiran 7. Adapun
persamaan kointegrasi antar variabel-variabel tersebut adalah :
Log_P – 0,263507 Log_M2 – 6,169431 Log_Y - 0,201296 IF + 30,88440 4.1
Persamaan 4.1 diatas merupakan representasi dari excess inflasi akibat excess money supply
pada jangka panjang. Persamaan tersebut kemudian digunakan untuk mengkonstruksi error correction term dalam rangka
mengestimasi persamaan inflasi dinamis pada penelitian ini. Untuk menjawab permasalahan pertama dalam penelitian ini, maka
dibentuk suatu persamaan permintaan uang riil jangka panjang. Persamaan ini dibentuk melalui tiga tahapan, yaitu : i mengestimasi sistem VAR yang stabil
untuk variabel-variabel M_Riil, Log_Y dan IF, ii menentukan tingkat lag optimal, iii melakukan uji kointegrasi Johansen untuk menghasilkan persamaan
tersebut. Tahapan lebih lengkap terdapat pada Lampiran 8 sampai Lampiran 12. Pada akhirnya akan diperoleh persamaan permintaan uang riil jangka panjang,
sebagai berikut :
M_Riil = 6,673365 Log_Y + 0,213221 IF – 30,37554 4.2 dengan :
M_Riil = Log_M2 – Log_P.
Model permintaan uang riil jangka panjang diatas menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara GDP riil dan permintaan uang riil, jika terjadi
peningkatan GDP riil sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan permintaan uang riil sebesar 6,673365 persen. Hal tersebut sesuai dengan teori-
teori permintaan uang, yaitu peningkatan GDP riil pendapatan nasional riil akan meningkatkan permintaan uang untuk tujuan transaksi yang akhirnya akan
meningkatkan permintaan uang riil pada jangka panjang.
Di lain pihak, model tersebut juga menunjukkan adanya hubungan positif antara suku bunga luar negeri dan permintaan uang riil. Peningkatan satu
persen pada suku bunga luar negeri, akan meningkatkan permintaan uang riil sebesar 0,213221 persen pada jangka panjang. Hasil ini perlu diinterpretasikan
secara hati-hati. Hubungan positif antara suku bunga luar negeri dan permintaan uang riil di Indonesia, bukanlah merupakan fenomena permintaan uang. Akan
tetapi dikarenakan money supply di Indonesia yang bersifat endogenous terhadap suku bunga luar negeri, akibat adanya instrumen Sertifikat Bank Indonesia SBI.
Peningkatan suku bunga luar negeri treasury bill rates mengharuskan Bank Indonesia untuk meningkatkan suku bunga SBI. Sebagai negara dengan
perekonomian terbuka kecil, hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya capital outflow
. Meningkatnya suku bunga SBI berarti pula meningkatkan kewajiban Bank Indonesia. Selaku otoritas moneter, Bank Indonesia mempunyai
wewenang untuk melakukan pencetakan uang baru dalam rangka memenuhi kewajibannya. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya base money M0 dan
broad money M2. Dalam penelitian ini, permintaan uang riil M_Riil yang
digunakan merupakan hasil pengurangan logaritma dari broad money M2 dan logaritma dari IHK Indonesia. Oleh karena itu, meningkatnya broad money M2
menyebabkan permintaan uang riil M-Riil juga meningkat. Dengan demikian, penelitian ini menemukan bahwa pada jangka panjang kenaikan suku bunga luar
negeri akan meningkatkan permintaan uang riil.
4.4. Error Correction Model ECM