4.4. Error Correction Model ECM
Error Correction Model ECM digunakan untuk mengestimasi model
inflasi dinamis jangka pendek dalam penelitian ini. Penggunaan ECM dikarenakan ECM mampu menggabungkan efek jangka pendek dan efek jangka
panjang. Adapun penyusunan model inflasi dinamis di Indonesia merujuk pada
model penelitian Nassar 2005 mengenai Money Demand and Inflation in Madagascar
. Sehingga, faktor-faktor yang diduga sebagai determinan inflasi di Indonesia antara lain : inflasi periode sebelumnya, broad money, nilai tukar,
inflasi luar negeri, suku bunga luar negeri, ketidakseimbangan di pasar uang, peralihan rezim nilai tukar dan faktor musiman.
Dalam penelitian ini, estimasi ECM untuk inflasi dilakukan dengan merestriksi variabel-variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap inflasi
di Indonesia. Hasil restriksi ECM tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15. Dengan demikian error correction model untuk inflasi yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
ΔLog_P = 0,3118ΔLog_P
t-2
+ 0,2459 ΔLog_M2
t
– 0,1393 ΔLog_E1
t-1
– 0,0739 ΔLog_E1
t-2
– 2,1954 ΔLog_PF
t
+ 1,2192 ΔLog_PF
t-3
+ 3,92 X 10
-5
ECM
t-1
+ 0,0119CSeasonal1 + 0,0052CSeasonal2 4.3
Estimasi persamaan inflasi dinamis, persamaan 4.3, memberikan hasil yang menarik. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa error correction term
ECM
t-1
memberikan dampak positif yang signifikan terhadap inflasi. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa ketidakseimbangan di pasar uang, dalam hal ini excess money supply
, yang terjadi di Indonesia melalui dampaknya terhadap excess
inflasi akan semakin memperburuk tingkat inflasi Indonesia. Namun demikian, nilai koefisien error correction term ECM
t-1
sebesar 3,92 X 10
-5
menunjukkan relatif kecilnya pengaruh tersebut terhadap inflasi di Indonesia. Sebagian besar variabel-variabel signifikan yang terdapat dalam
persamaan inflasi dinamis tersebut juga mempunyai tanda seperti yang diharapkan. Inflasi pada dua kuarter sebelumnya mempunyai dampak positif yang
signifikan terhadap inflasi pada periode saat ini. Peningkatan satu persen pada lag dua dari inflasi inflasi dua kuarter sebelumnya akan meningkatkan inflasi saat
ini sebesar 0,3118 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa inflasi dua kuarter sebelumnya akan mempengaruhi ekspektasi masyarakat terhadap inflasi saat ini.
Tanda positif pada koefisien perubahan broad money menunjukkan bahwa peningkatan dalam perubahan broad money akan meningkatkan inflasi.
Dalam hal ini, ketika terjadi kenaikan dalam perubahan broad money sebesar satu persen maka inflasi akan meningkat sebesar 0,2459 persen. Hal ini sesuai dengan
hipotesis yang dikemukakan sebelumnya. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa pengaruh nilai tukar terhadap
inflasi sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Perubahan nilai tukar, baik pada lag satu maupun lag dua, memberikan pengaruh yang signifikan
dan negatif terhadap inflasi. Nilai tukar disini adalah nominal effective exchange rate
yang didefinisikan sebagai USRp. Dengan demikian, koefisien dari variabel nilai tukar tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
i Penurunan depresiasi sebesar satu persen dari nilai tukar pada satu kuarter
sebelumnya, akan meningkatkan inflasi sebesar 0,1393 persen, ii Penurunan depresiasi sebesar satu persen dari nilai tukar pada dua kuarter
sebelumnya, akan meningkatkan inflasi sebesar 0,0739 persen, iii Secara keseluruhan, dalam jangka pendek, jika terjadi penurunan
depresiasi nilai tukar sebesar satu persen akan meningkatkan inflasi sebesar 0,2132 persen.
Pengaruh perubahan harga luar negeri yang merupakan cerminan dari inflasi di luar negeri terhadap inflasi domestik pada jangka pendek ternyata tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Inflasi di luar negeri pada tiga kuarter sebelumnya berdampak positif dan signifikan terhadap inflasi domestik saat ini,
yaitu kenaikan satu persen pada lag tiga dari inflasi di luar negeri akan meningkatkan inflasi domestik sebesar 1,2192 persen. Namun, hasil penelitian ini
juga menemukan bahwa inflasi di luar negeri ternyata berdampak langsung dan negatif terhadap inflasi domestik, dimana kenaikan satu persen pada inflasi di luar
negeri saat ini akan menurunkan inflasi domestik sebesar 2,1954. Dengan demikian, dampak keseluruhan dari inflasi di luar negeri terhadap inflasi domestik
adalah negatif. Kenaikan satu persen pada inflasi di luar negeri akan menurunkan inflasi domestik sebesar 0.9762 pada jangka pendek. Hasil penelitian ini tentunya
tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. Interpretasi lebih lanjut dari model inflasi dinamis tersebut adalah bahwa
suku bunga luar negeri dan peralihan rezim nilai tukar ternyata tidak signifikan mempengaruhi inflasi indonesia. Tidak signifikannya peralihan rezim nilai tukar
terhadap inflasi di Indonesia mengindikasikan bahwa inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar rupiah itu sendiri dan bukan oleh
peralihan rezimnya. Gambar 4.1 memperlihatkan nilai aktual inflasi dan hasil estimasi dari
persamaan 4.3. Gambar tersebut menunjukkan bahwa hasil estimasi terhadap inflasi mendekati nilai inflasi yang sebenarnya. Selisih error antara inflasi aktual
dan hasil estimasi cenderung lebih besar pada kuarter pertama dan kedua di setiap tahun. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh musiman pada kuarter pertama
dan kuarter kedua.
Gambar 4.1. Inflasi Aktual dan Hasil Estimasi
4.5. Diagnostic Test