PENUTUP Hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi di kelas X SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan

xvi DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Kuesioner Variabel Kecerdasan Emosional LAMPIRAN 2 Instrumen Skala Kecerdasan Emosional LAMPIRAN 3 Nilai Rapor Hasil Belajar Siswa LAMPIRAN 4 Wawancara Guru LAMPIRAN 5 Wawancara Murid LAMPIRAN 6 Uji Validitas Butir Kecerdasan Emosional LAMPIRAN 7 Uji Referensi LAMPIRAN 8 Lembar Pengesahan Judul Skripsi LAMPIRAN 9 Surat Bimbingan Skripsi LAMPIRAN 10 Surat Keterangan Riset 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memiliki peranan penting dalam rangka memelihara eksistensi setiap bangsa di dunia sepanjang masa. Pendidikan sangat menentukan bagi terciptanya peradaban masyarakat yang lebih baik. Untuk itulah perwujudan masyarakat yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan berdaya saing dengan bangsa-bangsa di dunia. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, menyatakan tentang pentingnya proses belajar mengajar untuk menjadikan masyarakat yang baik sesuai dengan tujuan undang-undang tersebut. Pernyataan tersebut tertuang pada pasal 1 ayat 1, BAB Ketentuan Umum: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 Tujuan utama pendidikan ialah mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara simultan dan seimbang. Sehingga terjadi suatu hubungan baik antara masing-masing kecakapan yang menjadi tujuan dari pendidikan tersebut. 1 Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang Sisdiknas, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003 h. 34 Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, namun disisi lain mengesampingkan pengembangan sikap atau nilai dan perilaku dalam pembelajarannya. “Penyelenggaraan pendidikan dewasa ini terlihat lebih menekankan pada segi pengembangan intelektual peserta didik, dan masyarakat kita pada umumnya beranggapan bahwa hanya dengan kecerdasan intelektual seorang anak mampu menghadapi tantangan era globalisasi di masa depan ”. 2 Masalah-masalah emosional kurang mendapatkan perhatian serius dari para konseptor pendidikan dan pemerhati pendidikan lainnya selama ini, bahkan hal ini berdampak pada rendahnya kecerdasan emosional siswa. Para tokoh dan akademisi pendidikan cenderung meremehkan dan memarjinalkan pengaruh emosional dalam kehidupan belajarnya, kaum akademisi saat ini seakan-akan meyakini otaknya sebagai satu-satunya kekuatan yang paling dominan dalam belajar. Padahal itu juga belum tentu yang terbaik. “Banyak contoh disekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki gelar tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali mereka yang berpendidikan formal lebih rendah, ternyata lebih berhasil di dunia pekerjaan ”. 3 Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient IQ yang tinggi, karena intelegensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan hasil belajar yang optimal. Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih hasil belajar yang setara dengan kemampuan intelegensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan intelegensi tinggi tetapi memperoleh hasil belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan intelegensinya relatif rendah, dapat meraih hasil belajar yang relatif 2 Lawrence E. Shapiro, Kiat-kiat Mengajarkan Kecerdasan Emosional Anak, Jakarta: gramedia, 1997 h. 7 3 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional Dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam, Jakarta: Arga Publishing, 2001 h. 8 tinggi. Itu sebabnya taraf intelegensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhinya. Menurut Goleman dalam bukunya emotional intellegence mengungkapkan bahwa “kecerdasan IQ hanya menyumbang 20 bagi kesuksesan, sedangkan 80 adalah sumbangan faktor-faktor kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient EQ yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati mood, berempati serta kemampuan bekerja sama ”. 4 Dalam proses belajar siswa kecerdasan itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua intelegensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah. Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intellegence siswa. Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux menunjukkan bahwa ”dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam hasil belajar, membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja ”. 5 Dalam kalangan remaja masa kini dimana arus globalisasi membuat kemajuan dalam segala aspek sekaligus membawa potensi- potensi yang dapat membahayakan perkembangan emosional. Pergaulan yang sudah semakin bebas dikalangan remaja ini disebabkan karena kurangnya kecerdasan emosional di kalangan remaja. Kenakalan remaja masa kini dapat berbentuk seperti perkelahian antar pelajar, penyebaran narkotika, pemakaian obat bius, minuman keras, meningkatnya kasus kehamilan di kalangan remaja putri 4 Daniel Goleman, Emotional Intellegence, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997 h. 44 5 Ibid. merupakan bentuk bentuk kenakalan remaja yang disebabkan oleh kurangnya kecerdasan emosional yang terbenyuk pada diri remaja-remaja masa kini. Selain itu dalam proses terbentuknya kecerdasan emosional ini juga berasal dari beberapa faktor seperti pengetahuan atau informasi positif serta arahan dari orang tua yang diberikan kepada siswa, orang tua harus memperhatikan tumbuh kembang anak secara periodik dan tetap fokus kepada segala perkembangan kecil yang dialami anak agar memahami siswa tersebut. Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada menunjukkan bahwa tidak sedikit orang yang dengan IQ tinggi yang hasil belajarnya rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli hasil belajar orang yang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan hasil belajar seseorang. Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan IQ. Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi to manage our emotional life with intelligence; menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya the appropriateness of emotion and its expression melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi atau ber-IQ tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifatnya di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata- rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Secara sosial mantap, mudah bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah. Mereka berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan, untuk memikul tanggung jawab, dan mempunyai pandangan moral; mereka simpatik dan hangat dalam hubungan-hubungan mereka, bersikap tegas dan mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, memandang dirinya sendiri secara positif, mudah bergaul, ramah serta mereka mampu menyesuaikan diri dengan beban stress. Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik untuk menyelidiki dalam bentuk karya ilmiah dengan judul ”HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI KELAS X SMA DARUSSALAM CIPUTAT TANGERANG SELATAN”

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi diantaranya yaitu: 1. Kecerdasan emosional yang masih belum menjadi prioritas utama dalam tujuan pendidikan 2. Hasil belajar dalam mata pelajaran ekonomi kurang maksimal.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari timbulnya salah penafsiran terhadap judul, maka diberikan batasan masalahnya yaitu sebagai berikut: 1. Kecerdasan emosional yang mencakup dimensi mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain