FENTANIL Perbandingan Respon Hemodinamik Pada Tindakan Laringoskopi Dan Intubasi Pada Premedikasi Fentanil 2µg/kgBB Intravena + Deksketoprofen 50 mg Intravena Dengan Fentanil 4µg/kgBB Intravena

Gambar 2.3-1. Pain pathway

2.4 FENTANIL

Opioid sudah diberikan ratusan tahun untuk menghilangkan kecemasan dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan pembedahan. Opioid adalah istilah yang digunakan untuk obat yang berasal dari opium. Ada beberapa klasifikasi yang tersedia untuk opioid. Opioid dapat diklasifikasikan menjadi opioid alamiah, semi sintetis, dan sintetis. Morfin, kodein, dan papaverin adalah opioid alamiah yang signifikan diklinik yang berasal dari getah tanaman papaver somniferum. Opioid alamiah dapat dibagi menjadi dua kelas secara kimia. Yang mempunyai cincin fenantren morfn, kodein dan tebain, dan senyawa yang mempunyai cincin benzilisoquinolin yang tidak mempunyai aktifitas opioid papaverin dan noskapin. Dari semua opioid alamiah hanya morfin yang secara klinis penting untuk anestesi. 42,43 Universitas Sumatera Utara Opioid semisintetis berasal dari morfin yang mana dilakukan satu dari beberapa perubahan. Misalnya esterfikasi dari satu gugus hidroksil kodein. Esterfikasi dari kedua gugus hidroksil heroin. Oksidasi gugus hidroksil alkohol menjadi keton atau penurunan dua ikatan cincin benzen hidromorfon. 42,43 Senyawa sintetis opioid terbagi menjadi empat grup: turunan morfin levorphanol, turunan difenil atau metadon methadone d-propoxyphene, turunan benzomorfan fenazosin, pentazosin, dan turunan fenilpiperidin meperidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan ramifentanil. Meskipun banyak dari opioid sintetis sudah digunakan secara IV untuk analgesi dan anestesi secara eksperimen, turunan fenilpiperidin sekarang ini yang paling dominan digunakan dalam anestesia sebagai tambahan pada anestesi umum dan sebagai obat utama pada anestesi jantung dengan dosis yang sangat besar. 42,43 Klasifikasikan yang paling tepat adalah: sebagai agonis morfin, meperidin, alfentanil, fentanil, sufentanil, ramifentanil, kodein, hidromorfone, oksimorfone, oksikodone, hidrokodone, propoksifene, metadone, tramadol, heroin, agonis- antagonis Pentazosine, butorfanol, nalbufin, buprenorfin, nalorfin, bremazosin, dezosin, meptazinol , dan antagonis nalokson, naltrekson, nalmefen. 42,43 Opioid agonis menghasilkan analgesi melalui ikatannya dengan reseptor spesifik yang terdapat diotak dan medulla spinalis. Reseptor opioid mu µ , delta δ dan kappa k. Reseptor opioid termasuk kedalam superfamili reseptor G protein- coupled . Diperkirakan secara farmakologi fungsi analgesia terdapat pada reseptor µ µ1 dan depresi pernafasan pada reseptor µ µ2, reseptor µ3 berhubungan dengan proses immune oleh karena terdistribusi secara signifikan pada astrosit, sel endotelial dan makrofag. 42,43 Fentanil merupakan opioid sintetik derivat fenilpiperidin, agonis reseptor µ, 100 kali lebih poten dari morfin sebagai analgetik dan diperkenalkan pertama kali diklinik pada awal tahun 1960 oleh Dr. Paul Jansen. Penggunaan fentanil cukup populer karena waktu untuk mencapai efek analgetik relatif singkat, dengan durasi pendek dan tidak banyak mengganggu kestabilan hemodinamik. Durasi yang Universitas Sumatera Utara singkat pada penggunaan dosis tunggal menggambarkan cepatnya redistribusi ke jaringan inaktif. Kelarutan fentanil yang besar terhadap lemak menyebabkan kekuatan lebih besar dan onset of action yang cepat dibandingkan morfin, yang mana akan memfasilitasi fentanil berjalan melewati blood brain barrier. 42,43 Gambar 2.4-1. Rumus bangun fentanil Fentanil di metabolisme oleh enzim sitokrome P-450 dihati menjadi cara N- Demetilasi, menghasilkan Norfentanil, hidroksiproprionil-fentanil dan hidroksiproprionil-norfentanil. Metabolit ini diekskresi melalui ginjal dan dapat dijumpai diurin 72 jam setelah pemberian dosis tunggal fentanil. Kurang dari 10 fentanil diekskresi tidak berubah diurin. 42,43 Efek farmakologis fentanil tidak berbeda dengan opioid agonis lainnya, antara lain analgesia, sedasi, mual, muntah dan rigiditas otot, yang terahir ini adalah efek yang paling sering didapatkan pada pemberian fentanil dibandingkan dengan opioid agonis lainnya. Fentanil umumnya diberikan secara intravena, pemberian lain adalah melalui epidural, intratekal dan transdermal. 42,43 Respon hemodinamik diatur oleh batang otak di daerah nukleus solitarius, nukleus dorsal vagal, nukleus ambigus dan nukleus parabrakhial. Reseptor opioid banyak yang terdapat di daerah nukleus solitarius dan parabrakhial, terutama reseptor µ, sehingga bila diberikan agonis akan menyebabkan hipotensi dan Universitas Sumatera Utara bradikardi. Selain itu juga terdapat mekanisme analgesia yang dimiliki oleh daerah ventrolateral periaquaductal gray. Reseptor yang terdapat pada jalur hipotalamus- pituitari-adrenal yang dimodulasi oleh opioid juga berperan pada stres respon. 42,43 Penurunan tekanan darah dan merupakan pengaruh fentanil terhadap sistem kardiovaskular meskipun tidak terlalu besar. Pemberian fentanil memberikan efek yang minimal bahkan tidak menurunkan preload dan afterload. Fentanil tidak menyebabkan pelepasan histamin dan tidak memiliki efek depresi miokard, karena itu banyak digunakan sebagai obat primer dalam anestesi bedah jantung atau anestesi pada pasien dengan fungsi kardiak yang buruk. Bradikardi yang terjadi akibat pemberian fentanil merupakan hasil dari stimulasi nukleus vagal sentral. Selain itu fentanil memperlambat konduksi nodus atrioventrikular dan memperpanjang RR interval, periode refrakter nodus atrioventrikular dan durasi aksi potensial saraf purkinje. 42,43 Gambar 2.3-2. Analgesia and the pain pathway

2.5 ANTI INFLAMASI NON STEROID AINS

Dokumen yang terkait

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

4 105 105

Perbandingan Premedikasi Klonidin 3 μg/KgBB Intravena Dan Diltiazem 0.2 mg/KgBB Intravena Dalam Menumpulkan Respon Hemodinamik Pada Tindakan Laringoskopi Dan Intubasi Endotrakhea

3 76 93

Perbandingan Pengaruh Pemberian Fentanil 1 µg/kgBB Dengan Lidokain 2% 1 mg/kgBB Intravena Terhadap Respon Hemodinamik Pada Tindakan Ekstubasi

3 85 94

Efektivitas Magnesium Sulfat 30 mg per kgBB Intravena dibanding dengan fentanil 2 mcg per kgBB Intravena dalam menekan respons kardiovaskuler pada tindakan laringoskopi dan intubasi.

0 0 4

PERBANDINGAN EFEK DEKSMEDETOMIDIN 0,75 µg kgBB DENGAN FENTANIL 2 µg kgBB INTRAVENA TERHADAP KEBUTUHAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN RESPON HEMODINAMIK SE TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI TRAKHEA | Amri | Healthy Tadulako 8732 28684 1 PB

0 0 14

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

1 0 11

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

1 0 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

0 0 40

BAB 1 PENDAHULUAN - Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

0 0 6

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

0 0 13