Diharapkan dengan kombinasi ini efek samping opioid yang tidak diinginkan dapat dihindari.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti merumuskan masalah :
Apakah ada perbedaan respon hemodinamik pada tindakan intubasi dan laringoskopi pada premedikasi fentanil 2µgkgBBiv + deksketoprofen 50mg
intravena dibandingkan dengan fentanil 4µgkgBBIV tanpa deksketoprofen?
1.3 HIPOTESA
Tidak ada perbedaan respon hemodinamik pada tindakan intubasi dan laringoskopi pada premedikasi fentanil 2µgkgBB intravena + deksketoprofen
50mg intravena dibandingkan dengan fentanil 4µgkgBB intravena tanpa deksketoprofen.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
1.4.1 Tujuan Umum
Mendapatkan alternatif obat untuk mencegah peningkatan respon hemodinamik pada laringoskopi dan intubasi.
1.4.2 Tujuan khusus
a. Mengetahui perubahan tekanan darah, tekanan arteri rerata , frekwensi nadi
dan frekwensi nafas pada laringoskopi dan intubasi dengan menggunakan premedikasi fentanil 2µgkgBBIV ditambah dengan deksketoprofen 50 mg
intravena.
Universitas Sumatera Utara
b. Mengetahui perubahan tekanan darah, tekanan arteri rerata, frekwensi nadi
dan frekwensi nafas pada laringoskopi dan intubasi dengan menggunakan premedikasi fentanil 4µgkgBBIV.
c. Mengetahui perbandingan respon hemodinamik tekanan darah, tekanan
arteri rerata, dan frekwensi nafas pada laringoskopi dan intubasi antara pemberian fentanil 2 µgkgBBIV ditambah dengan deksketoprofen 50 mg
intravena dengan pemberian fentanil 4 µgkgBBIV. d.
Mengetahui side effek dari pemberian fentanil pada masing masing dosis.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
a. Jika penelitian ini memberikan hasil optimal maka deksketoprofen 50 mg
intravena dan fentanil 2µgkgBBIV dapat merupakan perbandingan dosis yang tepat dalam menekan respon hemodinamik pada tindakan laringoskopi
dan intubasi. Diharapkan dengan pengurangan dosis opioid efek samping yang terjadi dapat diminimalkan.
b. Dosis minimal fentanil dikombinasi dengan deksketoprofen pada penelitian
ini diharapkan akan mengurangi konsumsi fentanil dimana terdapat keterbatasan penggunaan opioid, seperti pada rumah sakit di daerah yang
kadangkala ketersedian opioid terbatas. c.
Sebagai pedoman untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LARINGOSKOPI DAN INTUBASI
Salah satu tanggung jawab seorang ahli anestesi adalah memberikan pernafasan yang adekuat kepada pasien. Upaya yang sering dilakukan adalah
dengan melakukan laringoskopi dan intubasi. Laringoskopi merupakan tindakan memvisualisasi laring dengan menggunakan laringoskop. Intubasi endotrakea
adalah suatu tindakan memasukkan pipa kkhusus kedalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan.
1
Indikasi endotrakeal intubasi antara lain: menjaga patensi jalan nafas dan memproteksi jalan nafas, pada pasien
dengan kegagalan ventilasi dan oksigenasi.
9
Ada dua saluran nafas manusia: hidung yang bermuara ke nasofaring pars nasal dan mulut yang bermuara ke orofaring pars oral, kedua bagian ini
dianterior dipisahkan oleh langit-langit dan diposterior dipisahkan oleh faring. Faring adalah suatu struktur fibromuskular berbentuk U yang memanjang dari dasar
tengkorak ke tulang rawan krikoid dilubang masuk osefagus. Faring terbuka masing-masing ke dalam rongga hidung, mulut, laring, nasofaring, orofaring dan
laringofaring. Di dasar lidah, epiglotis secara fungsional memisahkan orofaring dan laringofaring.
3
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1-1. Anatomi saluran pernafasan
Jalan nafas mendapat suplai saraf sensoris dari nervus kranialis. Nervus lingual mempersarafi 23 bagian depan lidah, nervus glossofaringeus mempersarafi
13 bagian belakang lidah dan bagian atas faring, tonsil serta permukaan bawah palatum molle. Nervus vagus mempersarafi jalan nafas di bawah epiglotis dan
bercabang menjadi dua yaitu: nervus laringeus superior, laringeus rekuren dan laringeus interna. Nervus laringeus superior bercabang menjadi dua bagian yaitu
cabang eksterna motorik mempersarafi otot-otot krikoid dan cabang interna mempersarafi epiglotis dan pita suara.
3
Traktus respiratorius kaya akan reseptor, dengan distribusi terbanyak pada laring dan pada bagian proksimal trakeobronkial. Terdapat empat tipe reseptor
sensorik pada saluran nafas: 1 reseptor regang yang terdapat pada dinding jalan nafas, lambat beradaptasi memiliki saraf berdiameter besar dan bermielin; 2 ujung
saraf yang terdapat pada dan di bawah epitelium yang berespon terhadap stimulus kemikal dan mekanikal, cepat beradaptasi dan memiliki saraf dengan diameter kecil
dan bermielin; 3 reseptor dengan saraf tanpa mielin, polimodal, distimulasi oleh kerusakan jaringan dan edema, berfungsi sebagai nosiseptor; 4 reseptor yang
khusus untuk rasa dan menelan. Rangsang mekanik akan menstimulasi mekanoreseptor dan nosiseptor untuk dilanjutkan melalui jaras aferen.
32
Jaras
Universitas Sumatera Utara
aferen somatik maupun viseral terintegrasi penuh dengan sistem simfatis di medulla spinalis, batang otak dan pusat yang lebih tinggi.
33,34
Laringoskopi dan intubasi merupakan noksius stimuli yang melalui jalur nyeri pain pathway akan menghasilkan respon neuroendokrine.
35
Jaras aferen dibawa oleh nervus glossofaringeus dari pohon trakeo bronkhial melalui nervus
vagus yang akan mengaktifasi sistem simpatis. Aktifasi sistem simpatis akan melepaskan katekolamin dari medula adrenal.
34
Stimulasi jalan nafas atas karena tindakan laringoskopi dan intubasi akan menyebabkan peningkatan aktifitas simpatis sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan darah dan denyut jantung.
5
Peningkatan tekanan darah berkisar 40-50 dan peningkatan nadi berkisar 20. Peningkatan tekanan arteri rerata saat intubasi
berkorelasi dengan peningkatan katekolamin plasma terutama noradrenalin.
7,36
2.2 PREMEDIKASI