muslim akan mengkonsumsi pada tingkat wajar dan tidak berlebihan.
2. Tingkat kepuasan tidak dirasakan atas banyaknya jumlah dari dua atau saru pilihan barang yang dipilih, tetapi berdasarkan
atas pertimbangan bahwa pilihan ini berguna bagi kemaslahatan.
3. Seorang muslim tidak akan mengkonsumsi barang-barang haram atau barang yang diperoleh dengan cara haram,
seperti mengkonsumsi makanan atau minuman beralkohol, mengkonsumsi barang atau jasa hasil proses memeras,
barang dari hasil menjarah, mencuri dan merampok. 4. Seorang muslim tidak akan memaksa untuk berbelanja
barang-barang yang di luar jangkauan penghasilannya. Walaupun ia dapat menambah penghasilannya dari utang
ata kegiatan bersifat subhat, karena ini akan menimbulkan: p e rta ma ,
terkondisi untuk mempermudah masalah, ke dua , mempengaruhi orang lain untuk melakukan hal sama, karena
alasan gengsi prestise, ke tig a , akan menimbulkan
kecemburuan sosial dan diskriminasi sosial. 5. Tingkat kepuasan bagi seorang muslim berhubungan dengan
tingkat syukur.
3. Prinsip - p rinsip Eko no m i Isla m
Ada empat prinsip utama dalam sistem ekonomi Islam yang diisyaratkan dalam A-Qur’an:
24
a. Hidup Hemat dan tidak bermewah-mewahan, tindakan-tindakan ekonomi hanyalah sekedar untuk memenuhi kebutuhan bukan
memuaskan keinginan. Q.S. Al-A’raf: 31-32 dan Al-Israa: 29.
⌧
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.Q .S: Al-
Isra a : 29
b. Implementasi zakat; pada tingkat negara mekanisme zakat adalah o b lig a to ry za ka t siste m
bukan vo lunta ry za ka t siste m. Q.S. At-Taubah: 60 dan 103.
☺ ☺
☺ ⌧
⌧ ☺
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
24
Ali Sakti. Ekonomi Islam: Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern., Katalog Perpustakaan Nasional Dalam Terbitan KDT, 2007, Cetakan pertama, h. 59-60.
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Q .S: At-Ta ub a h: 60
c. Pengahapusan pelarangan Riba, Gharar dan Maisir; menjadikan sistem bagi hasil dengan instrumen mudharabah dan musyarakah.
Q. S. Al-Baqarah: 274-281.
⌧
O ra ng -o ra ng ya ng me na fka hka n ha rta nya d i ma la m d a n d i sia ng ha ri se c a ra te rse mb unyi da n te ra ng -te ra ng a n, Ma ka me re ka me nda p a t
p a ha la di sisi Tuha nnya . tida k a da ke kha wa tira n te rha da p me re ka da n tida k p ula me re ka b e rse dih ha ti.
Q . S. Al-Ba q a ra h: 274
d. Menjalankan usaha-usaha yang halal; dari produk atau komoditi, manajemen, proses produksi hingga proses sirkulasi atau distribusi
haruslah ada dalam kerangka halal. Q.S. Al-Baqarah: 72 dan 168, An-Nisa’: 29.
⌧ ☺
Ha i o ra ng -o ra ng ya ng b e rima n, ja ng a nla h ka mu sa ling me ma ka n ha rta se sa ma mu d e ng a n ja la n ya ng b a til, ke c ua li d e ng a n ja la n p e rnia g a a n
ya ng b e rla ku de ng a n suka sa ma -suka di a nta ra ka mu. da n ja ng a nla h ka mu me mb unuh dirimu. An-Nisa ’ : 29.
Dari empat prinsip utama diatas terlihat jelas corak dari perilaku manusia Islam dalam menyikapi harta.
C . Te o ri Utility d a n Sifa tnya
Istilah manfaat ekonomi bermaksud suatu sifat khusus khasiat yang apabila ia ada dan wujud dalam suatu barang, maka barang tersebut
mampu memenuhi suatu hajat dan keperluan. Istilah hajat dan keperluan dari aspek ekonomi bermakna kemauan atau keinginan. Oleh karena itu,
suatu barang yang mempunyai utiliti dan berguna dari sudut ilmu ekonomi ialah suatu barang yang diinginkan dan dikehendaki. Apabila tidak lagi
dinginkan dan dikehendaki, maka hilanglah utiliti dan kegunaannya.
25
Be b e rap a sifat utiliti e ko no m i
26
1. Utiliti ekonomi bukanlah suatu sifat yang selalu muncul dari asal suatu barang, tetapi ia muncul apabila barang itu diperlukan dan
dikehendaki, oleh sebab itu suatu barang tidak boleh dianggap mempunyai utiliti kecuali ia diinginkan dan dikendaki. Apabila ia tidak
dikehendaki, maka hilanglah utilitinya.
25
Muhammad Abdul Mun’in al-Jamal, Ensiklopedia Ekonomi Islam, penterjemah: Salahuddin Abdullah, Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur, 2000, Jilid 2, h. 555.
26
Ibid h. 556-557.
2. Utiliti atau kegunaan suatu barang yang sama itu berbeda antara seseorang dengan yang lainnya.
3. Nisbah antara utiliti dan kegunaan dalam beberapa hal memiliki perbedaan perkara untuk seseorang, karena barang berubah dan
berbeda mengikuti tabiat dan keperluan yang dapat dipenuhinya serta mengikuti darjah dan kadar keperluannya.
4. Bagi seorang manusia, utiliti suatu barang tidak semestinya sama karena biasanya tergantung kepada jumlah barang itu dan juga kepada
darjah suatu keperluan ataupun beberapa keperluan yang mampu ditunaikan oleh barang itu. Dengan demikian, suatu unit barang yang
dapat memenuhi keperluan merupakan sesuatu yang paling besar utiliti dan faedahnya.
5. Utiliti dan faedah itu tidak berwujud kecuali barang-barang dan harta yang mampu digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Oleh karena itu, tenaga dan kekuatan yang terpendam dalam aliran pasang surut ombak, dan juga berbagai jenis kekayaan alam yang
terpendam di dasar samudra yang masih belum dapat ditemui oleh manusia tidak akan mempunyai utiliti dan faedah dari sudut ekonomi.
D. Te o ri Ke b utuha n