2. Utiliti atau kegunaan suatu barang yang sama itu berbeda antara seseorang dengan yang lainnya.
3. Nisbah antara utiliti dan kegunaan dalam beberapa hal memiliki perbedaan perkara untuk seseorang, karena barang berubah dan
berbeda mengikuti tabiat dan keperluan yang dapat dipenuhinya serta mengikuti darjah dan kadar keperluannya.
4. Bagi seorang manusia, utiliti suatu barang tidak semestinya sama karena biasanya tergantung kepada jumlah barang itu dan juga kepada
darjah suatu keperluan ataupun beberapa keperluan yang mampu ditunaikan oleh barang itu. Dengan demikian, suatu unit barang yang
dapat memenuhi keperluan merupakan sesuatu yang paling besar utiliti dan faedahnya.
5. Utiliti dan faedah itu tidak berwujud kecuali barang-barang dan harta yang mampu digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Oleh karena itu, tenaga dan kekuatan yang terpendam dalam aliran pasang surut ombak, dan juga berbagai jenis kekayaan alam yang
terpendam di dasar samudra yang masih belum dapat ditemui oleh manusia tidak akan mempunyai utiliti dan faedah dari sudut ekonomi.
D. Te o ri Ke b utuha n
Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia sejak
lahir hingga meninggal dunia tidak terlepas dari kebutuhan akan segala sesuatunya. Untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan diperlukan
pengorbanan untuk mendapatkannya.
Yang perlu dilakukan oleh masyarakat muslim adalah membedakan ”yang penting” ne c e ssa ry dan ”yang tidak penting” un-ne c e ssa ry
dengan membagi semua barang dan jasa ke dalam tiga kategori: kebutuhan, kemewahan, dan perantara inte rme dia te s.
27
Kebutuhan mengacu kepada semua barang dan jasa untuk memenuhi hajat atau
mengurangi tingkat kesulitan. Kemewahan mengacu kepada semua barang dan jasa yang diinginkan semata-mata untuk pamer dan tidak
menciptakan perbedaan riil dalam kesejahteraan seseorang. Sedangkan perantara mengacu kepada semua barang dan jasa yang tidak mungkin
diklasifikasikan secara tegas ke dalam kebutuhan atau kemewahan. Ada tiga jenis kebutuhan manusia, yaitu:
1. Kebutuhan Primer Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang benar-benar
dibutuhkan orang dan sifatnya wajib untuk dipenuhi. Contohnya adalah seperti sembilan bahan makanan pokok sembako, rumah tempat
tinggal, pakaian, dan lain sebagainya. Kebutuhan primer dalam Islam yaitu nafkah-nafkah pokok bagi
manusia yang diperkirakan dapat mewujudkan lima tujuan syariat memelihara jiwa, akal, agama, keturunan, dan kehormatan. Tanpa
kebutuhan primer, hidup manusia tidak akan berlangsung. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal, kesehatan,
rasa aman, pengetahuan, dan pernikahan.
27
Umar Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi Islamisasi Ekonomi Kontemporer, Surabaya, Penerbit: Risalah Gusti, 1999, Cet. Pertama, h. 305.
2. Kebutuhan Sekunder Kebutuhan sekunder adalah merupakan jenis kebutuhan yang
diperlukan setelah semua kebutuhan pokok primer telah terpenuhi dengan baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjang kebutuhan
primer. Misalnya seperti makanan yang bergizi, pendidikan yang baik, pakaian yang baik, perumahan yang baik, dan sebagainya yang belum
masuk dalam kategori mewah. Kebutuhan sekunder
dalam Islam yaitu kebutuhan manuia untuk memudahkan kehidupan, jauh dari kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu
dipenuhi sebelum kebutuan primer terpenuhi. Kebutuhan inipun masih berhubungan dengan lima tujuan syariat.
3. Kebutuhan Tersier Mewah Lux Kebutuhan tersier adalah kebutuhan manusia yang sifatnya
mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Contohnya
adalah mobil, antena parabola, pda phone, komputer laptop notebook, tv 50 inchi, jalan-jalan ke Hawai, apartemen, dan lain
sebagainya. Kebutuhan tersier
dalam Islam yaitu kebutuhan yang dapat
menciptakan kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan ini bergantung pada kebutuhan primer dan
sekunder dan semuanya berkaitan dengan tujuan syariat.
Untuk dapat mewujudkan lima tujuan syariat, setiap muslim harus memperhatikan ketiga jenis kebutuhan diatas dengan jalan
mengutamakan kebutuhan yang lebih penting primer. Disisi lain, mengeluarkan harta untuk hal-hal yang dapat menimbulkan
kebinasaan dan kehancuran, seperti membeli candu, sabu-sabu, rokok, khamr, film yang merusak, dan lain-lainnya merupakan hal yang tidak
penting. Dalam Islam terdapat pembahasan intrinsik dalam literatur fiq ih
mengenai kebutuhan pokok dha ruriyya t, kecukupan ha a jiya a t, dan keindahan ta hsiniyya t. Pembahasan ini dapat dikembangkan lebih
lanjut berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga negara-negara muslim bisa merealisasikan ma q a shid dan mengurangi
ketidakseimbangan yang sedang terjadi.
28
Hasal Al-Banna memberikan komentar khusus tentang masalah ini, beliau berkata : “Pe me rinta h ha rus me mb e ri p e ng a ra ha n ke p a da
ra kya t untuk tid a k b a nya k me nuruti ke b utuha n hidup ya ng b e rsika p p e le ng ka p . Me re ka dia njurka n a g a r me mp rio rita ska n p a da p e me nuha n
ke b utuha n hid up ya ng b e rsifa t d ha ruri p o ko k d a n me nd e sa k.
Para pemimpin dapat menjadi teladan bagi anggota masyarakatnya. Dengan demikian, pemerintah harus segera melarang
semua pesta gila-gilaan dan fenomena pemborosan harta benda. Tampilnya para pemimpin dengan sederhana, bersahaja, dan
berwibawa di gedung-gedung, istana, dan acara resmi adalah sesuatu
28
M. Umer Chapra,: Islam And The Economic Challenge. Islam dan Tantangan Ekonomi
penerjemah:Nur Hadi Ihsan, Rifki Amar, S.E. Cet 1. 1999. hal. 282, 283.
yang diajarkan oleh Islam yang hanif. Semua itu membutuhkan persiapan.
Dibawah ini ada dua imam yang menguraikan tentang maslahat.
a . Ma sla ha t Me nurut A l- G ha za li
Pemikiran sosio ekonomi Al-Ghazalai berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai ”fungsi kesejahteraan sosial Islami”.
Tema yang menjadi pangkal tolak seluruh karyanya adalah konsep maslahat atau kesejahteraan sosial atau utilitas kebaikan bersama,
yakni sebuah konsep yang mencakup semua aktifitas manusia dan membuat kaitan yang erat antara individu dengan masyarakat.
29
Dia mengidentifikasi masalah berupa ma sa lih manfaat maupun ma fa sid
kerusakan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial. Ia juga mendefinisikan fungsi sosial dalam kerangka hierarki kebutuhan
individu dan sosial. Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan ma sla ha h dari suatu
masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar, yakni agama al-dien, hidup atau jiwa nafs, keluarga
atau keturunan nasl, harta atau kekayaan mal, dan intelek atau akal aql.
30
Tujuan utama kehidupan umat manusia adalah untuk mencapai kebaikan di dunia dan akhirat.
29
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakrta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004, Edisi Kedua, h. 282.
30
Ibid, h . 283.
Al-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah hierarki utilitas
individu dan sosial yang trip a rtite , yakni: 1 Kebutuhan da ruria t, kunci pemeliharaan dari kelima tujuan
dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan ini, yaitu kebutuhan terhadap makanan, pakaian dan perumahan. Namun demikian,
Al-Ghazali menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar yang demikian cenderung fleksibel, mengikuti waktu dan tempat,
bahkan dapat mencakup kebutuhan-kebutuhan sosio psikologis. 2 Kesenangan atau kenyamanan ha ja t, kelompok kebutuhan ini
terdiri dari semua kegiatan dan hal-hal yang tidak vital bagi lima fondasi tersebut, tetapi dibutuhkan untuk menghilangkan
rintangan dan kesukaran dalam hidup. 3 Kemewahan ta hsina a t. Kelompok ketiga mencakup kegiatan-
kegiatan dan hal-hal yang lebih jauh dari sekedar kenyamanan saja meliputi hal-hal yang melengkapi, menerangi atau
menghiasi hidup. Hierarki tersebut merupakan sebuah klasifikasi peninggalan
tradisi Aristotelian yang disebut sebagai kebutuhan ordinal yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap barang-barang
psikis.
31
Pencaharian kegiatan-kegiatan ekonomi harus dipenuhi karena jalan untuk mencapai keselamatan. Dan menitikberatkan
31
Ibid, h. 283.
jalan tengah dan kebenaran niat seseorang dalam setiap tindakan. Bila niatnya sesuai dengan aturan ilahi, aktivitas tersebut dapat
bernilai ibadah. Di samping itu, Al-Ghazali memandang perkembangan
ekonomi sebagai bagian dari tugas-tugas kewajiban sosial fa rd a l- kifa ya h
yang sudah di tetapkan Allah: jika hal-hal ini tidak dipenuhi, kehidupan dunia akan kacau. Ia menegaskan bahwa aktivitas
ekonomi merupakan bagian dari ibadah. Selanjutnya, ia mengidentifikasi tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan
aktivitas-aktivitas ekonomi, yaitu: p e rta ma , untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia; ke dua , untuk mensejahteraan keluarga;
dan, ke tig a , untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
32
b . Ma sla ha t Me nurut A sy- Sya tib i
Dalam kerangka muamalah, Asy-Syatibi mengemukakan konsep ma q a shid a l-sya ria h. Ma q a shid berarti kesengajaan atau
tujuan, sedangkan a l-sya ria h berarti jalan menuju sumber air, yang berarti sumber pokok kehidupan.
33
Menurut istilah, Al-Syatibi menyatakan, ”Sesungguhnya syariah bertujuan untuk mewujudkan
kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.”
34
Menurut Al-Syatibi, kemaslahatan manusia dapat terealisasi apabila lima unsur pokok kehidupan manusia dapat diwujudkan dan
32
Ibid, hal. 284-285.
33
Fazlurrahman, Islam, Bandung: Penerbit Pustaka, 1984, hlm. 140.
34
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h. 319.
dipelihara, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Al-Syatibi membagi ma q a shid menjadi tiga tingkatan, yaitu:
35
1 Dharuriyat Pengabaian terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan
harta akan menimbulkan kerusakan di muka bumi serta kerugian yang nyata di akhirat kelak. Pemeliharaan terhadap kelima unsur
pokok tersebut dapat dilakukan dengan cara memelihara eksistensinya dalam kehidupan manusia dan melindunginya dari
berbagai hal yang dapat merusak. 2 Hajiyat
Hajiyat dimaksudkan untuk memudahkan kehidupan, menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan yang
lebih baik terhadap lima unsur pokok kehidupan manusia. Contohnya adalah berbagai aktivitas ekonomi yang bertujuan
untuk memberi kemudahan dalam hidup atau menghilangkan kesulitan manusia di dunia seperti melakukan akad mudha ra b a h
dan lain sebagainya. 3 Tahsiniyat
Tujuannya adalah agar manusia dapat melakukan yang terbaik untuk menyempurnakan pemeliharaan lima unsur pokok.
Tidak dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi berbagai kesulitan, tetapi hanya bertindak sebagai pelengkap,
35
Ibid, h. 321.
penerang dan penghias kehidupan manusia. Seperti kehalusan dalam berbicara dan pengembangan kualitas produksi dan hasil
pekerjaan.
E. Pe nd a p a ta n